Anda di halaman 1dari 89

MEMAHAMI PERUBAHAN PERATURAN PRESIDEN

Nomor 59 Tahun 2024 tentang JAMINAN KESEHATAN


dengan PERPRES Nomor 82 Tahun 2018
Dr. dr. Beni Satria, S.Ked., M.Kes., S.H., M.H., CPHMC., CPMed., CPArb., CPCLE., FISQua1

Terbitnya Peraturan Presiden (PERPRES) Tentang Jaminan Kesehatan Nomor 59 Tahun


2024 perubahan atas PERPRES Nomor 82 Tahun 2018, artinya dengan aturan ini maka
PERPRES Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan (yang telah beberapa kali
diubah, ang telah beberapa kali diubah dengan PERPRES Nomor 75 Tahun 2019 dan PERPRES
Nomor 64 Tahun 2020) mengalami perubahan dengan ketentuan dalam Peraturan
Presiden ini. PERPRES ini telah dinyatakan mulai berlaku sejak tanggal 8 Mei 2024.2

Perubahan PERPRES ini berisi beberapa perubahan ketentuan diantaranya;


• Kewajiban Pemerintah Daerah mendukung penyelenggaraan program Jaminan
Kesehatan
• Ketentuan mengenai Pekerja yang di-PHK, yang mengatur kepesertaan masih aktif
selama 6 (enam) bulan;
• Pengaturan mengenai Batasan gaji paling rendah dan paling tinggi sebagai dasar
besaran penghitungan iuran BPJS Kesehatan;
• Manfaat medis dan non medis serta Ketentuan Pelayanan Kesehatan yang dijamin
dan tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan
• Penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan Kelas
Rawat Inap Standar dilaksanakan secara menyeluruh untuk rumah sakit yang
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 30 Juni 2025. Dalam
jangka waktu sebelum tanggal 30 Juni 2025, rumah sakit dapat menyelenggarakan
sebagian atau seluruh pelayanan rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar
sesuai dengan kemampuan rumah sakit.
• Apabila rumah sakit telah menerapkan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan
rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar dalam jangka waktu sebelum
tanggal 3O Juni 2025, pembayaran tarif oleh BPJS Kesehatan dilakukan sesuai tarif
kelas rawat inap rumah sakit yang menjadi hak Peserta sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

1 Dosen Program Studi Pascasarjana Magister Hukum Kesehatan UNPAB – APDHI - ADHKI – APHUKES –
PB IDI – BHP2A – DPP MHKI – PERSI PUSAT – ARSSI PUSAT – LAFKESPRI – BPRS SUMUT – MUKISI - AHLI –
HAKHKI
2
Pasal II PERPRES No 59 Tahun 2024
• Dalam masa penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap
berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar, Menteri melakukan pembinaan terhadap
Fasilitas Kesehatan.
• Evaluasi fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap dilakukan oleh
Menteri dengan berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial
Nasional, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan. Hasil evaluasi dan koordinasi fasilitas ruang perawatan pada pelayanan
rawat inap menjadi dasar penetapan Manfaat, tarif dan Iuran.
• Penetapan Manfaat, tarif, dan Iuran ditetapkan paling lambat tanggal 1 Juli 2025.

Apa yang Baru dalam PERPRES No 59 Tahun 2024 ini ?

1. Pasal 1 : Di antara angka 4 dan angka 5 Pasal 1 disisipkan 2 (dua) angka, yakni angka 4a
dan angka 4b;
• Ditambahkan Pengertian tentang Kebutuhan dasar Kesehatan dalam sisipan
ayat (4a); bahwa Kebutuhan Dasar Kesehatan adalah kebutuhan esensial
menyangkut pelayanan kesehatan perorangan guna pemeliharaan kesehatan,
penghilangan gangguan kesehatan, dan penyelamatan nyawa, sesuai dengan pola
epidemiologi dan siklus hidup.
• Ditambahkan ketentuan dan pengertian mengenai Kelas Rawat Inao Standar
dalam sisipan ayat (4b); bahwa Kelas Rawat Inap Standar adalah standar
minimum pelayanan rawat inap yang diterima oleh Peserta.

2. Pasal 6 : Ketentuan ayat (2) Pasal 6 diubah dan ayat (3) dihapus
• Dengan menambahkan kata “sebagai peserta” … Mendaftarkan sebagai peserta.
• Hak menentukan FKTP pada Ayat 3 yang menyebutkan : “Pada saat mendaftar
atau didaftarkan pada BPJS Kesehatan, calon Peserta berhak menentukan FKTP yang
diinginkannya”, DIHAPUS namun dipindahkan ke Pasal baru 6A

3. Sisipan : Di antara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 6A
Menjelaskan ketentuan mengenai Hak menentukan FKTP, yaitu;
• Peserta berhak menentukan FKTP yang diinginkan saat mendaftar pada BPJS
Kesehatan.
• Bila Peserta didaftarkan oleh pihak lain, penentuan FKTP untuk pertama kali
dapat dilakukan oleh pihak lain atas nama Peserta (dan harus diinformasikan
kepada Peserta).
• Bila peserta yang didaftarkan pihak lain tersebut merupakan Peserta PBI
Jaminan Kesehatan, maka penentuan FKTP untuk pertama kali dapat
dilakukan oleh BPJS Kesehatan sesuai domisili Peserta terdaftar.

4. Pasal 7 : Ketentuan ayat (2) sampai dengan ayat (5) Pasal 7 diubah, diantara ayat (2) dan
ayat (3) disisipkan satu ayat yakni ayat (2a) serta ayat 6 dihapus
• Mengatur mengenai hak pindah FKTP, yang diatur dalam sisipan ayat (2a)
bahwa Peserta yang didaftarkan oleh pihak lain atas nama Peserta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6A ayat (2) juga dapat mengajukan
perpindahan FKTP dalam jangka waktu kurang dari 3 (tiga) bulan setelah
didaftarkan.
• Pemindahan Peserta ke FKTP lain oleh BPJS Kesehatan dilakukan setelah
mendapatkan persetujuan dari Peserta.
• Ketentuan yang mengatur Peserta yang dipindahkan keberatan dan dapat meminta
untuk dipindahkan ke FKTP yang diinginkan, dihapus.
• Dalam hal peserta di FKTP belum merata dan BPJS dalam memindahkan
peserta, Pemindahan Peserta harus mematuhi ketentuan, yaitu;
o Mendapatkan persetujuan dari Peserta
o dilakukan setelah berkoordinasi dengan:
§ dinas kesehatan kabupaten/kota untuk pemindahan antar FKTP
milik pemerintah;
§ asosiasi Fasilitas Kesehatan untuk pemindahan antar FKTP
bukan milik pemerintah; atau
§ dinas kesehatan kabupaten/kota dan asosiasi Fasilitas Kesehatan
untuk pemindahan antara FKTP milik pemerintah dengan FKTP
bukan milik pemerintah.
o Yang berasal dari Prajurit atau Anggota Polri, BPJS Kesehatan harus
berkoordinasi dengan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan Peserta diatur dengan Peraturan
BPJS Kesehatan setelah berkoordinasi dengan Menteri.

5. Pasal 15 : Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 15 diubah dan setelah ayat (3) ditambahkan
1 (satu) ayat, yakni ayat (4)
• Setiap PBPU dan BP wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya
sebagai Peserta Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan dengan membayar
luran. Dan BPJS Kesehatan harus melakukan verifikasi pendaftaran dalam
waktu 14 (empat belas) hari sejak pendaftaran. Dan Pembayaran Iuran oleh
PBPU dan BP dapat dilakukan setelah selesai masa verifikasi pendaftaran
• Bila PBPU dan BP belum mendaftarkan anggota keluarganya, BPJS Kesehatan
harus memberikan informasi kepada Peserta terkait kepesertaan dan
membantu percepatan pendaftaran anggota keluarganya.

6. Pasal 27 : Ketentuan ayat (2) sampai dengan ayat (6) Pasal 27 diubah, di antara ayat (2) dan
ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a), dan di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan
1 (satu) ayat, yakni ayat (3a)
• Peserta PPU yang mengalami PHK tetap memperoleh hak Manfaat Jaminan
Kesehatan paling lama 6 (enam) bulan sejak di PHK, tanpa membayar Iuran,
yang dibuktikan dengan:
o bukti diterimanya PHK oleh Pekerja dan tanda terima laporan PHK dari
dinas Daerah kota yang menyelenggarakan urusan kabupaten
pemerintahan di bidang ketenagakerjaan;
o perjanjian bersama dan tanda terima laporan PHK dari dinas Daerah
kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang ketenagakerjaan atau akta bukti pendaftaran perjanjian
bersama; atau
o petikan atau putusan pengadilan hubungan industrial yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
o Bukti PHK tersebut disampaikan oleh Pemberi Kerja dan/atau Pekerja
kepada BPJS Kesehatan.
• Apabila perselisihan PHK masih dalam proses penyelesaian, Pemberi Kerja
dan Pekerja tetap melaksanakan kewajiban membayar Iuran sampai dengan
adanya putusan PHK yang berkekuatan hukum tetap.
• Apabila Pemberi Kerja tidak membayarkan Iuran, tunggakan Iuran wajib
dibayarkan oleh Pemberi Kerja kepada BPJS Kesehatan dan Pekerja tetap
memperoleh hak Manfaat pelayanan kesehatan.
• Apabila Peserta PPU yang mengalami PHK membutuhkan pelayanan rawat
inap, Manfaat Jaminan Kesehatan diberikan berupa Manfaat pelayanan Kelas
Rawat Inap Standar atau di ruang perawatan kelas III untuk rumah sakit
yang belum menerapkan Kelas Rawat Inap Standar.
• Apabila Peserta PPU yang mengalami PHK telah bekerja kembali wajib
memperpanjang atau melanjutkan status kepesertaannya dengan
didaftarkan oleh Pemberi Kerja atau dengan mendaftarkan diri sendiri.
• Apabila Peserta PPU yang mengalami PHK tidak bekerja kembali dan tidak
mampu, Peserta melaporkan dirinya beserta keluarga ke dinas Daerah
kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
sosial untuk didaftarkan menjadi Peserta PBI Jaminan Kesehatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7. Pasal 32 : Ketentuan ayat (21, ayat (3), dan ayat (4) Pasal 32 diubah dan setelah ayat (4)
ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5)
• Batas paling tinggi Gaji atau Upah per bulan yang digunakan sebagai dasar
perhitungan besaran Iuran bagi Peserta PPU yaitu sebesar Rp12.000.000,00
(dua belas juta rupiah).
• Batas paling rendah Gaji atau Upah per bulan yang digunakan sebagai dasar
perhitungan besaran Iuran bagi Peserta PPU yaitu sebesar upah minimum
provinsi. Bila ditetapkan upah minimum kabupaten/kota maka yang menjadi
dasar perhitungan besaran luran yaitu sebesar upah minimum
kabupaten/kota.
• Ketentuan batas paling rendah Gaji atau Upah per bulan yang digunakan
sebagai dasar perhitungan besaran Iuran bagi Peserta PPU dikecualikan bagi
Peserta PPU pada usaha mikro dan kecil.
• Batas paling rendah Gaji atau Upah per bulan yang digunakan sebagai dasar
perhitungan besaran [uran bagi Peserta PPU pada usaha mikro dan kecil
ditetapkan setelah dilakukan kajian aktuaria oleh Kementerian Keuangan,
Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Kesehatan, Dewan Jaminan
Sosial Nasional, dan BPJS Kesehatan.

8. Pasal 42 : Ketentuan ayat (5), ayat (6), ayat (6a), ayat l7l, ayat (8), dan ayat (9) Pasal 42
diubah dan di antara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5a)
• Apabila Peserta dan/atau Pemberi Kerja tidak membayar luran sampai dengan akhir
bulan berjalan maka penjaminan Peserta diberhentikan sementara sejak tanggal
1 bulan berikutnya. Pemberhentian sementara penjaminan Peserta berakhir dan status
kepesertaan aktif kembali, apabila Peserta:
o telah membayar Iuran bulan tertunggak, paling banyak untuk waktu 24
(dua puluh empat) bulan; dan
o membayar Iuran pada bulan saat Peserta ingin mengakhiri pemberhentian
sementara jaminan.
• Apabila Pemberi Kerja belum melunasi tunggakan Iuran kepada BPJS Kesehatan,
Pemberi Kerja wajib bertanggung jawab pada saat Pekerjanya membutuhkan
pelayanan kesehatan sesuai dengan Manfaat yang diberikan.
• Untuk tahun 2O2O, pemberhentian sementara penjaminan Peserta berakhir dan
status kepesertaan aktif kembali, apabila Peserta:
o telah membayar luran bulan tertunggak, paling banyak untuk waktu 6
(enam) bulan;
o membayar Iuran pada bulan saat Peserta ingin mengakhiri pemberhentian
sementara jaminan; dan
o dengan sisa Iuran bulan yang masih tertunggak setelah pembayaran
tunggakan luran sebagaimana dimaksud pada huruf a masih menjadi
kewajiban Peserta.
• Untuk mempertahankan status kepesertaan aktif, Peserta wajib melunasi sisa Iuran
bulan yang masih tertunggak seluruhnya paling lambat pada tahun 2021.
• Pembayaran Iuran tertunggak dapat dibayar oleh Peserta atau pihak lain atas
nama Peserta.
• Dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status kepesertaan aktif kembali ,
Peserta wajib membayar denda kepada BPJS Kesehatan untuk satu kali rawat
inap tingkat lanjutan yang diperolehnya.
• Dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status kepesertaan aktif Kembali,
Peserta wajib membayar denda kepada BPJS Kesehatan untuk setiap pelayanan
kesehatan rawat inap tingkat lanjutan yang diperolehnya.Denda sebesar 5 o/o (lima
persen) dari perkiraan biaya paket Indonesian Case Based Groups berdasarkan
diagnosa dan prosedur awal untuk setiap bulan tertunggak dengan ketentuan:
o Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua belas) bulan; dan
o besar denda paling tinggi Rp20.0O0.0O0,00 (dua puluh juta rupiah).
• Untuk tahun 2O2O, denda yaitu sebesar 2,5 o/o (dua koma lima persen) dari perkiraan
biaya paket Indonesian Case Based Groups berdasarkan diagnosa dan prosedur awal
untuk setiap bulan tertunggak dengan ketentuan:
o jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua belas) bulan; dan
o besar denda paling tinggi Ro. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
• Bagi Peserta PPU, pembayaran luran, serta denda ditanggung oleh Pemberi Kerja.
• Ketentuan pembayaran luran serta denda dikecualikan untuk:
o Peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan
o Peserta PBPU dan Peserta BP yang luran-nya seluruhnya dibayar oleh
Pemerintah Daerah.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayaran Iuran diatur dengan Peraturan BPJS
Kesehatan setelah berkoordinasi dengan kementerian/ lembaga terkait.

9. Pasal 46 : Ketentuan Pasal 46 diubah


MANFAAT MEDIS DAN NON MEDIS & KELAS RAWAT INAP STANDAR
• Setiap Peserta berhak memperoleh Manfaat Jaminan Kesehatan berupa
Manfaat medis dan Manfaat non medis;
• Manfaat medis merupakan Manfaat pelayanan kesehatan perorangan yang
mencakup;
o layanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk pelayanan
obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
kebutuhan medis yang diperlukan,
o diberikan berdasarkan Kebutuhan Dasar Kesehatan, memiliki kriteria
sebagai berikut;
§ upaya pelayanan kesehatan perorangan;
§ pelayanan kesehatan untuk menyelamatkan nyawa dan
menghilangkan gangguan produktivitas;
§ pelayanan kesehatan yang menimbulkan risiko yang tidak
tertanggungkan bagi Peserta;
§ pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien;
§ pelayanan yang terstandar;
§ tidak dibedakan berdasarkan besaran luran Peserta; dan/atau
§ bukan cakupan program lain
o Manfaat medis juga berlaku bagi bayi baru lahir dari Peserta paling lama
28 (dua puluh delapan) hari sejak dilahirkan.
• Manfaat nonmedis merupakan Manfaat yang menunjang pelayanan kesehatan
termasuk fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap.
• Fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap mencakup;
o sarana dan prasarana,
o jumlah tempat tidur, dan
o peralatan yang diberikan berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar.

10. Sisipan : Di antara Pasal 46 dan Pasal 47 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 46A
• Kriteria fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan
Kelas Rawat Inap Standar terdiri atas;
o komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang
tinggi;
o ventilasi udara;
o pencahayaan ruangan;
o kelengkapan tempat tidur;
o nakas per tempat tidur;
o temperatur ruangan;
o ruang rawat dibagi berdasarkan jenis kelamin, anak atau dewasa, serta penyakit
infeksi atau noninfeksi;
o kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur;
o tirai/partisi antar tempat tidur;
o kamar mandi dalam ruangan rawat inap;
o kamar mandi memenuhi standar aksesibilitas; dan
o outlet oksigen.
• Penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan
Kelas Rawat Inap Standar tidak berlaku untuk:
o pelayanan rawat inap untuk bayi atau perinatologi;
o perawatan intensif;
o pelayanan rawat inap untuk pasien jiwa; dan
o ruang perawatan yang memiliki fasilitas khusus.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk kriteria dan penerapan Kelas Rawat
Inap Standar diatur dengan Peraturan Menteri.

11. Pasal 47 : Ketentuan ayat (1) huruf a dan ayat (3) Pasal 47 diubah
Pelayanan kesehatan yang dijamin terdiri atas:
1. pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan
nonspesialistik yang mencakup:
a. administrasi pelayanan;
b. pelayanan promotif dan preventif perorangan;
c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
d. tindakan medis nonspesialistik baik bedah maupun nonbedah;
e. pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai; (seluruh alat
kesehatan yang digunakan dalam rangka penyembuhan, termasuk alat
bantu kesehatan)
f. pemeriksaan penunjang diagnostik tingkat pratama; dan
g. rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis;
2. pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan kesehatan
yang mencakup:
a. administrasi pelayanan;
b. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis dasar; (hanya berlaku
untuk pelayanan kesehatan pada unit gawat darurat)
c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialistik;
d. tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun nonbedah sesuai dengan
indikasi medis;
e. pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai; (seluruh alat
kesehatan yang digunakan dalam rangka penyembuhan, termasuk alat
bantu Kesehatan)
f. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis;
g.rehabilitasi medis;
h.pelayanan darah;
i.pemulasaran jenazah Peserta yang meninggal di Fasilitas Kesehatan;
j.pelayanan keluarga berencana; (tidak termasuk pelayanan keluarga
berencana yang telah dibiayai Pemerintah Pusat.)
k. perawatan inap nonintensif; dan
l. perawatan inap di ruang intensif.
3. pelayanan ambulans darat atau air.
Merupakan pelayanan transportasi pasien rujukan dengan kondisi tertentu
antar Fasilitas Kesehatan disertai dengan upaya menjaga kestabilan kondisi
pasien untuk kepentingan keselamatan pasien.

12. Pasal 48 : Ketentuan ayat (1), ayat (4), ayat (5), ayat (8), ayat (9), dan ayat (11) Pasal 48
diubah dan di antara ayat (9) dan ayat (10) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (9a)
• Manfaat pelayanan promotif dan preventif perorangan meliputi pemberian
pelayanan;
a. penyuluhan kesehatan perorangan;
Meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko
penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat
b. imunisasi rutin;
Meliputi pemberian jenis imunisasi rutin sesuai dengan ketentuan
peraturan pemndang-undangan.
c. keluarga berencana;
Meliputi konseling dan pelayanan kontrasepsi, termasuk vasektomi dan
tubektomi yang bekerja sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional.
d. skrining riwayat kesehatan dan pelayanan penapisan atau skrining
kesehatan tertentu; dan
§ Skrinning diberikan secara selektif yang ditujukan untuk
mendeteksi risiko penyakit dengan menggunakan metode tertentu
§ Pelayanan penapisan atau skrining kesehatan tertentu diberikan
secara selektif melalui skrining riwayat kesehatan terlebih dahulu
yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah
dampak lanjutan risiko penyakit tertentu.
§ Jenis pelayanan penapisan atau skrining kesehatan tertentu
dilakukan di FKTP untuk penapisan penyakit:
o diabetes mellittts;
o hipertensi;
o ischaemic heart disease;
o stroke;
o kanker leher rahim;
o kanker payudara;
o anemia remaja putri;
o tuberkulosis;
o hepatitis;
o paru obstruktif kronis;
o talasemia;
o kanker usus;
o kanker paru; dan
o hipotiroidkongenital.
e. peningkatan kesehatan bagi Peserta penderita penyakit kronis.
• Ketentuan mengenai pemenuhan kebutuhan alat dan obat kontrasepsi bagi
Peserta di Fasilitas Kesehatan diatur dengan Peraturan Kepala Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
• Vaksin untuk imunisasi rutin serta alat dan obat kontrasepsi disediakan oleh
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
• Apabila dibutuhkan pemeriksaan lanjutan berdasarkan hasil penapisan atau
skrining kesehatan pemeriksaan lanjutan dilakukan di FKTP dan/atau FKRTL
sesuai indikasi medis dan sistem rujukan yang berlaku.
• Peningkatan kesehatan bagr Peserta penderita penyakit kronis ditujukan
kepada Peserta penderita penyakit kronis tertentu untuk mengurangi risiko
akibat komplikasi penyakit yang dideritanya.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan skrining riwayat kesehatan
pelayanan penapisan atau skrining kesehatan tertentu dan peningkatan
kesehatan bagi Peserta penderita penyakit kronis diatur dengan Peraturan
BPJS Kesehatan setelah berkoordinasi dengan kementerian/ lembaga terkait.

13. Pasal 51 : Ketentuan ayat (3) Pasal 51 diubah


• Peserta dapat meningkatkan perawatan yang lebih tinggi dari haknya
termasuk rawat jalan eksekutif dengan mengikuti asuransi kesehatan
tambahan atau membayar selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS
Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan pelayanan.
• Selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya akibat
peningkatan pelayanan dapat dibayar oleh:
o Peserta yang bersangkutan;
o Pemberi Kerja; atau
o asuransi kesehatan tambahan.
• Ketentuan tersebut dikecualikan bagi:
o Peserta PBI Jaminan Kesehatan;
o Peserta BP dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III;
o Peserta PBPU dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III;
o Peserta PPU yang mengalami PHK dan anggota keluarganya; atau
o Peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah

14. Pasal 52 : Ketentuan ayat (1) huruf d, huruf m, dan huruf r Pasal 52 diubah
Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin meliputi:
a. Pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; (meliputi rujukan atas permintaan sendiri dan pelayanan kesehatan
lain yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan)
b. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;
c. Pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau cedera akibat Kecelakaan Kerja
atau hubungan keda yang telah dijamin oleh program jaminan Kecelakaan Kerja
atau menjadi tanggungan Pemberi Kerja;
d. pelayanan kesehatan yang jaminan pertanggungannya diberikan oleh program
jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai atau ketentuan
yang ditanggung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
diberikan sesuai hak kelas rawat Peserta;
e. pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;
f. pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;
g. pelayanan untuk mengatasi infertilitas;
h. pelayanan meratakan gigi atau ortodonsi;
i. gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/ atau alkohol;
j. gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat
melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri; (ditetapkan oleh Menteri)
k. pengobatan komplementer, alternatif, dan tradisional, yang belum dinyatakan
efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan;
l. pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan atau
eksperimen; (ditetapkan oleh Menteri)
m. alat dan obat kontrasepsi serta kosmetik;
n. perbekalan kesehatan rumah tangga;
o. pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar
biasa/wabah;
p. pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah;
q. pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dalam rangka bakti sosial;
r. pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual,
korban terorisme, dan tindak pidana perdagangan orang yang telah dijamin
melalui skema pendanaan lain yang dilaksanakan kementerian/lembaga atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
s. pelayanan kesehatan tertentu yang berkaitan dengan Kementerian Pertahanan,
Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
t. pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat Jaminan
Kesehatan yang diberikan; atau
u. pelayanan yang sudah ditanggung dalam program lain.

15. Pasal 54A dihapus.


16. Pasal 54E dihapus.

17. Pasal 64 : Ketentuan Pasal 64 diubah


§ Apabila di suatu Daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat
guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib
memberikan kompensasi. Daerah yang belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang
memenuhi syarat jika:
a. Desa/kelurahan dan/atau kecamatan:
1. tidak tersedia FKTP atau jaringan Puskesmas atau jejaring FKTP;
2. tersedia Fasilitas Kesehatan namun belum memenuhi syarat kerja sama;
dan/atau
3. tersedia FKTP namun sulit diakses; atau
b. Kabupaten/kota:
1. tidak tersedia FKRTL;
2. tersedia Fasilitas Kesehatan namun belum memenuhi syarat kerja sama;
dan/atau
3. tersedia FKRTL namun sulit diakses.

(1) Penentuan Daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat
ditetapkan oleh kepala daerah berdasarkan pertimbangan BPJS Kesehatan dan/atau
asosiasi Fasilitas Kesehatan. Penetapan Daerah sebagaimana dilakukan dengan
memperhatikan:
a. letak geografis;
b. keterbatasEln sarana;
c. infrastruktur;
d. aksesibilitas yang menjadi hambatan FKTP mencapai desa;
e. ketersediaan tenaga kesehatan; dan
f. ketersediaan Fasilitas Kesehatan.
(2) Kompensasi dapat berupa:
a. penyediaan Fasilitas Kesehatan melalui keda sarna dengan pihak lain yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan berdasarkan kriteria khusus;
b. pengiriman tenaga kesehatan; dan/atau
c. penggantian uang tunai untuk biaya pelayanan kesehatan, sesuai dengan hak
Peserta.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pemberian kompensasi
diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan setelah berkoordinasi dengan Menteri.
(4) Kerja sama dengan pihak lain termasuk dengan Fasilitas Kesehatan bergerak.
(5) Dalam melaksanakan kerja sama, BPJS Kesehatan mengutamakan kemudahan akses
pelayanan kesehatan bagi masyarakat setempat

18. Pasal 69 : Ketentuan ayat (2) Pasal 69 diubah


• Standar tarif pelayanan kesehatan di FKTP dan FKRTL ditetapkan oleh Menteri.
• Menteri menetapkan standar tarif setelah:
a. berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang keuangan, Dewan Jaminan Sosial Nasional, dan BPJS Kesehatan;
b. mendapatkan masukan dari asosiasi Fasilitas Kesehatan; dan
c. mempertimbangkan ketersediaan Fasilitas Kesehatan, pemanfaatan atau
utilisasi pelayanan kesehatan, tingkat risiko Peserta, regionalisasi, dan
kemampuan keuangan dana
d. jaminan sosial kesehatan.

19. Pasal 71 : Ketentuan Pasal 71 diubah


• BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada:
a. FKTP secara:
1. praupaya atau kapitasi; dan/atau
2. klaim pelayanan kesehatan/nonkapitasi; dan
b. FKRTL secara:
1. Indonesian Case Based Groups; dan/atau
2. non-Indonesian Case Based Groups.
• Dalam melakukan pembayaran, BPJS Kesehatan dapat mengembangkan sistem
pembayaran. Pengembangan sistem pembayaran dilakukan dalam rangka
penguatan pembayaran di FKTP dan FKRTL yang lebih berhasil guna.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan sistem pembayaran diatur
dengan Peraturan BPJS Kesehatan setelah berkoordinasi dengan Menteri dan
lembaga terkait.
20. Pasal 72 : Ketentuan ayat (1) Pasal 72 diubah dan setelah ayat (41 ditambahkan 1 (satu) ayat,
yakni ayat (5)
• Cara pembayaran dengan Indonesian Case Based Groups untuk FKRTL ditetapkan
sesuai kelas rumah sakit.
• Apabila ditemukan ketidaksesuaian kelas rumah sakit berdasarkan ketentuan
peraturan perundang- undangan pada saat kredensial atau re-kredensial maka
BPJS Kesehatan harus melaporkan kepada Menteri untuk dilakukan reviuw.
Reviu kelas rumah sakit dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) bulan dengan
melibatkan unsur;
o Kementerian Kesehatan,
o BPJS Kesehatan, dan
o Asosiasi rumah sakit.
• Hasil reviu kelas rumah sakit dijadikan dasar penyesuaian kontrak oleh BPJS
Kesehatan dengan rumah sakit.
• Apabila reviu kelas rumah sakit belum dapat diselesaikan sesuai dengan jangka
waktu, BPJS Kesehatan melakukan pembayaran tarif sesuai hasil kredensial atau
re-kredensial yang telah disepakati oleh BPJS Kesehatan bersama dinas
kesehatan dan/atau asosiasi Fasilitas Kesehatan.

21. Pasal 83 : Setelah ayat (2) Pasal 83 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3)
• Dalam menetapkan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, Menteri
dan menteri terkait serta Dewan Jaminan Sosial Nasional berwenang mengakses
dan meminta data dan informasi dari BPJS Kesehatan.
• BPJS Kesehatan wajib memberikan akses dan menyediakan data dan informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri dan menteri terkait serta
Dewan Jaminan Sosial Nasional.
• Dalam rangka kemudahan akses data dan informasi, BPJS Kesehatan dan
kementerian/lembaga terkait melakukan interoperabilitas sistem secara penuh
antar sistem informasi program Jaminan Kesehatan pada kementerian/lembaga
terkait dan BPJS Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

22. Pasal 98 : Ketentuan ayat (4) Pasal 98 diubah dan setelah ayat (4) ditambahkan 3 (tiga) ayat,
yakni ayat (5), ayat (6), dan ayat (7)
• Untuk kesinambungan penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan
dilakukan monitoring dan evaluasi.
• Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilaksanakan pada aspek:
a. kepesertaan;
b. pelayanan kesehatan;
c. Iuran;
d. pembayaran ke Fasilitas Kesehatan;
e. keuangan;
f. organisasi dan kelembagaan; dan
g.regulasi.
• Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh;
a. Kementerian Kesehatan,
b. Kementerian Keuangan,
c. Kementerian Sosial,
d. Kementerian Dalam Negeri,
e. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional,
f. Badan Pemeriksa Keuangan,
g. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,
h. Dewan Jaminan Sosial Nasional,
i. Otoritas Jasa Keuangan, dan
j. Pemerintah Daerah
sesuai kewenangan masing-masing.
• Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara terpadu dan dilakukan dengan
membangun sistem informasi yang terhubung secara interoperabilitas dengan
sistem informasi yang dimiliki oleh kementerian/lembaga
• Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dikoordinasikan oleh Dewan Jaminan
Sosial Nasional.
• BPJS Kesehatan memberikan akses data dan informasi untuk kepentingan
monitoring dan evaluasi kepada kementerian/ lembaga dalam lingkup aspek
• Pemberian data dan informasi di luar ketentuan dilakukan melalui perjanjian
kerja sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

23. Pasal 99 : Ketentuan ayat (2) huruf c dan ayat (5) Pasal 99 diubah
• Pemerintah Daerah wajib mendukung penyelenggaraan program Jaminan
Kesehatan.
• Dukungan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui:
a. peningkatan pencapaian kepesertaan di wilayahnya;
b. kepatuhan pembayaran luran;
c. ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan; dan
d. dukungan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dalam rangka menjamin kesinambungan program Jaminan Kesehatan.
• Dukungan peningkatan pencapaian kepesertaan di wilayahnya dilaksanakan
melalui penerbitan regulasi yang mempersyaratkan kepesertaan program
Jaminan Kesehatan dalam memperoleh pelayanan publik.
• Dukungan kepatuhan pembayaran Iuran dilaksanakan melalui pelaksanaan
pembayaran Iuran secara tepat jumlah dan tepat waktu.
• Dukungan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan dilaksanakan melalui penyediaan Fasilitas Kesehatan,
pemenuhan standar pelayanan minimal, dan pelaksanaan program kesehatan
yang memiliki daya ungkit dalam peningkatan akses dan mutu layanan
kesehatan.
• Dukungan lainnya dilaksanakan melalui kontribusi dari pajak rokok bagian hak
masing-masing Daerah provinsi kabupaten/ kota.

24. Sisipan : Di antara Pasal 103A dan Pasal 104 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 103B
• Penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan
Kelas Rawat Inap Standar dilaksanakan secara menyeluruh untuk rumah sakit
yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 30 Juni 2025.
• Dalam jangka waktu sebelum tanggal 3O Juni 2025, rumah sakit dapat
menyelenggarakan sebagian atau seluruh pelayanan rawat inap berdasarkan
Kelas Rawat Inap Standar sesuai dengan kemampuan rumah sakit.
• Apabila rumah sakit telah menerapkan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan
rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar dalam jangka waktu sebelum
tanggal 3O Juni 2025, pembayaran tarif oleh BPJS Kesehatan dilakukan sesuai tarif
kelas rawat inap rumah sakit yang menjadi hak Peserta sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
• Penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan
Kelas Rawat Inap Standar, dilakukan evaluasi dengan mempertimbangkan
keberlangsungan program Jaminan Kesehatan.
• Dalam masa penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap
berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar, Menteri melakukan pembinaan
terhadap Fasilitas Kesehatan.
• Evaluasi fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap dilakukan oleh
Menteri dengan berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial
Nasional, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.
• Hasil evaluasi dan koordinasi fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat
inap menjadi dasar penetapan Manfaat, tarif dan Iuran.
• Penetapan Manfaat, tarif, dan Iuran ditetapkan paling lambat tanggal 1 Juli 2025.
PERPRES NOMOR 82 Tahun 2018 PERPRES NOMOR 59 Tahun 2024
No
(lama) (BARU)

Berlaku sejak tanggal 17 September 2018 Mulai berlaku sejak tanggal 8 Mei 2024.
1

Pasal 1 : Pasal 1 : Di antara angka 4 dan angka 5 Pasal 1 disisipkan 2


(4) Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang (dua) angka, yakni angka 4a dan angka 4b
menjadi hak Peserta dan/atau anggota keluarganya.
(4a) Kebutuhan Dasar Kesehatan adalah kebutuhan esensial
(5) Penerima Bantuan Iuran Jarninan Kesehatan yang menyangkut pelayanan kesehatan perorangan guna pemeliharaan
2 selanjutnya disebut PSI Jaminan Kesehatan adalah kesehatan, penghilangan gangguan kesehatan, dan penyelamatan
fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai Peserta nyawa, sesuai dengan pola epidemiologi dan siklus hidup.
program Jaminan Kesehatan.
(4b) Kelas Rawat Inap Standar adalah standar minimum
pelayanan rawat inap yang diterima oleh Peserta.

Pasal 6 : Pasal 6 : Ketentuan ayat (2) Pasal 6 diubah dan ayat (3) dihapus

(1) Setiap penduduk Indonesia wajib ikut serta dalam (1) Setiap penduduk Indonesia wajib ikut serta dalam program
3 program Jaminan Kesehatan. Jaminan Kesehatan.

(2) Ikut serta dalam program Jaminan Kesehatan (2) Ikut serta dalam program Jaminan Kesehatan sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara
dilaksanakan dengan cara mendaftar atau mendaftar atau didaftarkan pada BPJS Kesehatan, sebagai
didaftarkan pada BPJS Kesehatan. Peserta.

(3) Pada saat mendaftar atau didaftarkan pada BPJS (3) Dihapus.
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
calon Peserta berhak menentukan FKTP yang
diinginkannya.

Sisipan : Di antara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 1 (satu) pasal,


yakni Pasal 6A

Pasal 6A
(1) Peserta berhak menentukan FKTP yang diinginkan saat
mendaftar pada BPJS Kesehatan.

(2) Dalam hal Peserta didaftarkan oleh pihak lain, penentuan


4 FKTP untuk pertama kali dapat dilakukan oleh pihak lain
atas nama Peserta.

(3) Dalam hal Peserta yang didaftarkan oleh pihak lain atas
nama Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan Peserta PBI Jaminan Kesehatan, penentuan
FKTP untuk pertama kali dapat dilakukan oleh BPJS
Kesehatan sesuai domisili Peserta terdaftar.
(4) Penentuan FKTP untuk pertama kali oleh pihak lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diinformasikan
kepada Peserta.

Pasal 7 Pasal 7 : Ketentuan ayat (2) sampai dengan ayat (5) Pasal 7 diubah,
(1) Peserta dapat mengganti FKTP tempat Peserta diantara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan satu ayat yakni ayat (2a)
terdaftar setelah jangka waktu 3 (tiga) bulan. serta ayat 6 dihapus

(2) Penggantian FKTP oleh Peserta sebagaimana Pasal 7


dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam (1) Peserta dapat mengganti FKTP tempat Peserta terdaftar
jangka waktu kurang dari 3 (tiga) bulan dengan setelah jangka waktu 3 (tiga) bulan.
kondisi sebagai berikut:
a. Peserta pindah domisili dalam jangka (2) Penggantian FKTP oleh Peserta sebagaimana dimaksud pada
waktu kurang dari 3 (tiga) bulan setelah ayat (1) dapat dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 3
terdaftar di FKTP awal, yang dibuktikan (tiga) bulan dengan ketentuan sebagai berikut:
dengan surat keterangan domisili; atau a. Peserta pindah domisili dalam jangka waktu kurang dari
6
b. Peserta dalam penugasan dinas atau 3 (tiga) bulan setelah terdaftar di FKTP awal, yang
pelatihan dalam jangka waktu kurang dari dibuktikan dengan surat keterangan domisili; atau
3 (tiga) bulan, yang dibuktikan dengan b. Peserta dalam penugasan dinas atau pelatihan dalam
surat keterangan penugasan atau pelatihan. jangka waktu kurang dari 3 (tiga) bulan, yang dibuktikan
dengan surat keterangan penugasan atau pelatihan.
(3) Penggantian FKTP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) mulai berlaku sejak tanggal 1 (2a) Peserta yang didaftarkan oleh pihak lain atas nama Peserta
pada bulan berikutnya. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6A ayat (2) juga dapat
mengajukan perpindahan FKTP dalam jangka waktu kurang
(4) Dalam hal kondisi Peserta yang terdaftar di FKTP dari 3 (tiga) bulan setelah didaftarkan.
belum merata, BPJS Kesehatan dapat melakukan
pemindahan Peserta ke FKTP lain.
(3) Penggantian FKTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
(5) Pemindahan Peserta ke FKTP lain sebagaimana ayat (2), dan ayat (2a) mulai berlaku sejak tanggal 1 pada
dimaksud pada ayat (4) harus mempertimbangkan bulan berikutnya.
jumlah Peserta yang terdaftar, ketersediaan
dokter, tenaga kesehatan selain dokter, dan sarana (4) Dalam hal kondisi Peserta yang terdaftar di FKTP belum
prasarana di FKTP. merata, BPJS Kesehatan dapat melakukan pemindahan
Peserta ke FKTP lain setelah mendapatkan persetujuan dari
(6) Dalam hal Peserta yang dipindahkan sebagaimana Peserta.
dimaksud pada ayat (4) keberatan maka Peserta
dapat meminta untuk dipindahkan ke FKTP yang (5) Pemindahan Peserta ke FKTP lain sebagaimana dimaksud
diinginkan. pada ayat (4) bertujuan untuk pemerataan, peningkatan
akses, dan peningkatan mutu layanan kesehatan dengan
(7) Pemindahan Peserta sebagaimana dimaksud pada mempertimbangkan jumlah Peserta yang terdaftar,
ayat (4) dilakukan setelah berkoordinasi dengan: ketersediaan dokter, tenaga kesehatan selain dokter, dan
dinas kesehatan kabupaten/kota untuk sarana prasarana di FKTP
a. pemindahan antar FKTP milik pemerintah;
asosiasi fasilitas kesehatan untuk pemindahan (6) Dihapus
b. antar FKTP bukan milik pemerintah; atau
dinas kesehatan kabupaten/kota dan asosiasi (7) Pemindahan Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
fasilitas kesehatan untuk pemindahan antara dilakukan setelah berkoordinasi dengan:
FKTP milik pemerintah dengan FKTP bukan a. dinas kesehatan kabupaten/kota untuk pemindahan
milik pemerintah; antar FKTP milik pemerintah;
b. asosiasi Fasilitas Kesehatan untuk pemindahan antar
(8) Dalam hal terjadi perpindahan Peserta yang FKTP bukan milik pemerintah; atau
berasal dari Prajurit atau Anggota Polri, BPJS c. dinas kesehatan kabupaten/kota dan asosiasi Fasilitas
Kesehatan harus berkoordinasi dengan Tentara Kesehatan untuk pemindahan antara FKTP milik
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara pemerintah dengan FKTP bukan milik pemerintah.
Republik Indonesia;
(8) Dalam hal terjadi perpindahan Peserta yang berasal dari
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan Prajurit atau Anggota Polri, BPJS Kesehatan harus
Peserta diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan berkoordinasi dengan Tentara Nasional Indonesia dan
setelah berkoordinasi dengan Menteri; Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan Peserta diatur


dengan Peraturan BPJS Kesehatan setelah berkoordinasi
dengan Menteri.

Pasal 15 Pasal 15 : Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 15 diubah dan setelah
ayat (3) ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4)
Pasal 15
Pasal 15
(1) Setiap PBPU dan BP wajib mendaftarkan dirinya
dan anggota keluarganya secara sendiri-sendiri (1) Setiap PBPU dan BP wajib mendaftarkan dirinya dan
atau kolektif sebagai Peserta Jaminan Kesehatan anggota keluarganya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan
pada BPJS Kesehatan dengan membayar Iuran; pada BPJS Kesehatan dengan membayar luran.
7
(2) BPJS Kesehatan harus melakukan verifikasi (2) BPJS Kesehatan harus melakukan verifikasi pendaftaran
pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu 14
dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak (empat belas) hari sejak pendaftaran.
pendaftaran;
(3) Pembayaran Iuran oleh PBPU dan BP dapat dilakukan
(3) Pendaftaran bagi Peserta PBPU atau Peserta BP setelah selesai masa verifikasi pendaftaran sebagaimana
yang dilakukan secara sendiri-sendiri, dimaksud pada ayat (2)
pembayaran Iurannya dapat dilakukan setelah 14
(empat belas) hari sejak dinyatakan layak (4) Dalam hal PBPU dan BP belum mendaftarkan anggota
berdasarkan verifikasi pendaftaran; keluarganya, BPJS Kesehatan harus memberikan informasi
kepada Peserta terkait kepesertaan dan membantu
percepatan pendaftaran anggota keluarganya.

Pasal 27 Pasal 27 : Ketentuan ayat (2) sampai dengan ayat (6) Pasal 27 diubah,
di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a1,
dan di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat
Pasal 27 (3a)
Pasal 27
(1) Peserta PPU yang mengalami PHK tetap
memperoleh hak Manfaat Jaminan Kesehatan (1) Peserta PPU yang mengalami PHK tetap memperoleh hak
paling lama 6 (enam) bulan sejak di PHK, tanpa Manfaat Jaminan Kesehatan paling lama 6 (enam) bulan sejak
membayar Iuran. di PHK, tanpa membayar Iuran.

(2) PHK sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) harus (2) PHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan
8 memenuhi kriteria: dengan:
a. PHK yang sudah ada putusan pengadilan a. bukti diterimanya PHK oleh Pekerja dan tanda terima
hubungan industrial, dibuktikan dengan laporan PHK dari dinas Daerah kota yang
putusan/ akta pengadilan hubungan menyelenggarakan urusan kabupaten pemerintahan di
industrial; bidang ketenagakerjaan;
b. P H K karena penggabungan perusahaan, b. perjanjian bersama dan tanda terima laporan PHK dari
c. dibuktikan dengan akta notaris; dinas Daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan
d. PHK karena perusahaan pailit atau urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan atau
mengalami kerugian, dibuktikan dengan akta bukti pendaftaran perjanjian bersama; atau
putusan kepailitan dari pengadilan; atau c. petikan atau putusan pengadilan hubungan industrial
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
e. PHK karena Pekerja mengalami sakit yang (2a) Bukti PHK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk
berkepanjangan dan tidak mampu bekerja, selanjutnya disampaikan oleh Pemberi Kerja dan/atau Pekerja
dibuktikan dengan surat dokter. kepada BPJS Kesehatan.

(3) Dalam hal terjadi sengketa atas PHK yang diajukan (3) Dalam hal perselisihan PHK masih dalam proses
melalui lembaga penyelesaian perselisihan penyelesaian, Pemberi Kerja dan Pekerja tetap melaksanakan
hubungan industrial, baik Pemberi Kerja maupun kewajiban membayar Iuran sampai dengan adanya putusan
Pekerja harus tetap melaksanakan kewajiban PHK yang berkekuatan hukum tetap.
membayar Iuran sampai dengan adanya putusan
yang berkekuatan hukum tetap. (3a) Dalam hal Pemberi Kerja tidak membayarkan Iuran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tunggakan Iuran wajib
(4) Manfaat Jaminan Kesehatan sebagaimana dibayarkan oleh Pemberi Kerja kepada BPJS Kesehatan dan
dimaksud pada ayat ( 1 ) diberikan berupa Manfaat Pekerja tetap memperoleh hak Manfaat pelayanan kesehatan.
pelayanan di ruang perawatan kelas III.
(4) Dalam hal Peserta PPU yang mengalami PHK membutuhkan
(5) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang pelayanan rawat inap, Manfaat Jaminan Kesehatan
telah bekerja kembali wajib memperpanjang status sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berupa
kepesertaannya dengan membayar Iuran. Manfaat pelayanan Kelas Rawat Inap Standar atau di ruang
perawatan kelas III untuk rrmah sakit yang belum
menerapkan Kelas Rawat Inap Standar.

(5) Peserta PPU yang mengalami PHK sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) yang telah bekerja kembali wajib
memperpanjang atau melanjutkan status kepesertaannya
dengan didaftarkan oleh Pemberi Kerja atau dengan
mendaftarkan diri sendiri.
(6) Dalam hal Peserta PPU yang mengalami PHK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak bekerja kernbali dan tidak
mampu, Peserta melaporkan dirinya beserta keluarga ke
dinas Daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang sosial untuk didaftarkan
menjadi Peserta PBI Jaminan Kesehatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 32 Pasal 32 : Ketentuan ayat (21, ayat (3), dan ayat (4) Pasal 32 diubah
dan setelah ayat (4) ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5)
Pasal 32
Pasal 32
(1) Batas paling tinggi Gaji atau Upah per bulan yang
digunakan sebagai dasar perhitungan besaran (1) Batas paling tinggi Gaji atau Upah per bulan yang
Iuran bagi Peserta PPU sebagaimana dimaksud digunakan sebagai dasar perhitungan besaran Iuran bagi
dalam Pasal 3 1 ayat (1), kepala desa dan Peserta PPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
perangkat desa, dan Pekerja/pegawai yaitu sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
9
huruf h yaitu sebesar Rp8.000.000,00 (delapan juta (2) Batas paling rendah Gaji atau Upah per bulan yang
rupiah). digunakan sebagai dasar perhitungan besaran Iuran bagi
Peserta PPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
(2) Batas paling rendah Gaji atau Upah per bulan yaitu sebesar upah minimum provinsi.
yang digunakan sebagai dasar perhitungan
besaran Iuran bagi Peserta PPU selain (3) Dalam hal ditetapkan upah minimum kabupaten/kota maka
penyelenggara negara, kepala desa dan perangkat yang menjadi dasar perhitungan besaran luran sebagaimana
desa, dan Pekerja/pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu sebesar upah minimum
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf h yaitu kabupaten/kota.
sebesar upah minimum kabupaten/kota.
(4) Ketentuan batas paling rendah Gaji atau Upah per bulan yang
(3) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menetapkan digunakan sebagai dasar perhitungan besaran Iuran bagi
upah minimum kabupaten/kota maka yang Peserta PPU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
menjadi dasar perhitungan besaran Iuran (3) dikecualikan bagi Peserta PPU pada usaha mikro dan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu sebesar kecil.
upah mm1mum provinsi.
(5) Batas paling rendah Gaji atau Upah per bulan yang
(4) Ketentuan batas paling rendah sebagaimana digunakan sebagai dasar perhitungan besaran [uran bagi
dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi Peserta PPU pada usaha mikro dan kecil ditetapkan setelah
Pemberi Kerj a yang mendapatkan penangguhan dilakukan kajian aktuaria oleh Kementerian Keuangan,
dari kewajiban membayarkan Gaji atau Upah Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Kesehatan,
minimum provinsi/kabupaten/kota yang Dewan Jaminan Sosial Nasional, dan BPJS Kesehatan.
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat.

Pasal 42 Pasal 42 : Ketentuan ayat (5), ayat (6), ayat (6a), ayat l7l, ayat (8), dan
ayat (9) Pasal 42 diubah dan di antara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan
1 (satu) ayat, yakni ayat (5a)
Pasal 42
Pasal 42
(1) Dalam hal Peserta dan/atau Pemberi Kerja tidak
membayar Iuran sampa1 dengan akhir bulan (1) Dalam hal Peserta dan/atau Pemberi Kerja tidak membayar
10
berjalan maka penjaminan Peserta diberhentikan luran sampai dengan akhir bulan berjalan maka penjaminan
sementara sejak tanggal 1 bulan berikutnya. Peserta diberhentikan sementara sejak tanggal 1 bulan
(2) Dalam hal pemberi kerja belum melunasi berikutnya.
tunggakan Iuran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) kepada BPJS Kesehatan, Pemberi Kerja (2) Dalam hal Pemberi Kerja belum melunasi tunggakan Iuran
wajib bertanggung jawab pada saat Pekerjanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada BPJS
Kesehatan, Pemberi Kerja wajib bertanggung jawab pada
membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai saat Pekerjanya membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai
dengan Manfaat yang diberikan. dengan Manfaat yang diberikan.
(3) Pemberhentian sementara penJamman Peserta
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir dan (3) Pemberhentian sementara penjaminan Peserta sebagaimana
status kepesertaan aktif kembali, apabila Peserta: dimaksud pada ayat (1) berakhir dan status kepesertaan aktif
a. telah membayar Iuran bulan tertunggak, paling kembali, apabila Peserta:
banyak untuk waktu 24 (dua puluh empat) a. telah membayar Iuran bulan tertunggak, paling banyak
bulan; dan untuk waktu 24 (dua puluh empat) bulan; dan
b. membayar Iuran pada bulan saat Peserta ingin b. membayar Iuran pada bulan saat Peserta ingin
mengakhiri pemberhentian sementara jaminan. mengakhiri pemberhentian sementara jaminan.
(4) Pembayaran Iuran tertunggak dapat dibayar oleh
Peserta atau pihak lain atas nama Peserta. (3a) Untuk tahun 2020, pemberhentian sementara penjaminan
(5) Dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir dan
status kepesertaan aktif kembali sebagaimana status kepesertaan aktif kembali, apabila Peserta:
dimaksud pada ayat (3), Peserta sebagaimana a. telah membayar luran bulan tertunggak, paling banyak
dimaksud pada ayat (1) wajib membayar denda untuk waktu 6 (enam) bulan;
kepada BPJS Kesehatan untuk setiap pelayanan b. membayar Iuran pada bulan saat Peserta ingin mengakhiri
kesehatan rawat map tingkat lanjutan yang pemberhentian sementara jaminan; dan
diperolehnya. c. dengan sisa Iuran bulan yang masih tertunggak setelah
(6) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yaitu pembayaran tunggakan luran sebagaimana dimaksud pada
sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari huruf a masih menjadi kewajiban Peserta.
perkiraan biaya paket Indonesian Case Based
Groups berdasarkan diagnosa dan prosedur awal (3b) Untuk mempertahankan status kepesertaan aktif, Peserta
untuk setiap bulan tertunggak dengan ketentuan: wajib melunasi sisa Iuran bulan yang masih tertunggak
a. jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) huruf c seluruhnya
(dua belas) bulan; dan paling lambat pada tahun 2021.
b. besar denda paling tinggi Rp30.000.000,00 (tiga
puluh juta rupiah)
(7) Bagi Peserta PPU, pembayaran Iuran sebagaimana (4) Pembayaran Iuran tertunggak dapat dibayar oleh Peserta
dimaksud pada ayat (3) dan denda sebagaimana atau pihak lain atas nama Peserta.
dimaksud pada ayat (6) ditanggung oleh Pemberi
Kerja. (5) Dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status
kepesertaan aktif kembali sebagaimana dimaksud pada ayat
(8) Ketentuan pembayaran Iuran sebagaimana (3), Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dimaksud pada ayat (3) dan denda sebagaimana membayar denda kepada BPJS Kesehatan untuk satu kali
dimaksud pada ayat (6) dikecualikan untuk rawat inap tingkat lanjutan yang diperolehnya.
Peserta PBI Jaminan Kesehatan, Peserta yang
didaftarkan oleh Pemerintah Daerah, dan Peserta (5a) Dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status
yang tidak mampu yang dibuktikan dengan surat kepesertaan aktif kembali sebagaimana dimaksud pada ayat
keterangan dari instansi yang berwenang. (3a) dan ayat (3b), Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib membayar denda kepada BPJS Kesehatan untuk setiap
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayaran pelayanan kesehatan rawat inap tingkat lanjutan yang
Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan diperolehnya.
denda sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur
dengan Peraturan BPJS Kesehatan setelah (6) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sebesar 5 o/o
berkoordinasi dengan kementerian/lembaga (lima persen) dari perkiraan biaya paket Indonestan Case
terkait. Based Groups berdasarkan diagnosa dan prosedur awal
untuk setiap bulan tertunggak dengan ketentuan:
a. Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua belas)
bulan; dan
b. besar denda paling tinggi Rp. 20.000.000,00 (dua puluh
juta rupiah).

(6a) Untuk tahun 2020, denda sebagaimana dimaksud pada ayat


(5a) yaitu sebesar 2,5 o/o (dua koma lima persen) dari perkiraan
biaya paket Indonesian Case Based Groups berdasarkan
diagnosa dan prosedur awal untuk setiap bulan tertunggak
dengan ketentuan:

a. jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua belas) bulan;


dan
b. besar denda paling tinggi Ro. 30.000.000,00 (tiga puluh juta
rupiah).

(7) Bagi Peserta PPU, pembayaran luran sebagaimana dimaksud


pada ayat (3), ayat (3a), ayat (3b) dan ayat (4), serta denda
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (5a), ayat (6), dan
ayat (6a) ditanggung oleh Pemberi Kerja.

(8) Ketentuan pembayaran luran sebagaimana dimaksud pada


ayat (3), ayat (3a), ayat (3b), dan ayat (4), serta denda
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (5a), ayat (6), dan
ayat (6a) dikecualikan untuk:
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan
b. Peserta PBPU dan Peserta BP yang luran-nya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a
angka 3 dan huruf b angka 3 seluruhnya dibayar oleh
Pemerintah Daerah.

(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayaran Iuran


sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (3a), ayat (3b),
ayat (4), ayat (7), dan ayat (8), serta denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), ayat (5a), ayat (6), ayat (6a), ayat
(7)., dan ayat (8) diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan
setelah berkoordinasi dengan kementerian/ lembaga terkait.

Pasal 46 Pasal 46 : Ketentuan Pasal 46 diubah

Pasal 46 Pasal 46
(1) Setiap Peserta berhak memperoleh Manfaat (1) Setiap Peserta berhak memperoleh Manfaat Jaminan
Jaminan Kesehatan yang bersifat pelayanan Kesehatan berupa Manfaat medis dan Manfaat nonmedis
kesehatan perorangan, mencakup pelayanan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, (2) Manfaat medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
termasuk pelayanan obat, alat kesehatan, dan merupakan Manfaat pelayanan kesehatan perorangan yang
bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan mencakup layanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif,
medis yang diperlukan. termasuk pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan.
(2) Manfaat Jaminan Kesehatan sebagaimana
11 dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Manfaat medis (3) Manfaat medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan Manfaat nonmedis. diberikan berdasarkan Kebutuhan Dasar Kesehatan.

(3) Manfaat medis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Manfaat medis berdasarkan Kebutuhan Dasar Kesehatan
(2) diberikan sesuai dengan indikasi medis dan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memiliki kriteria
standar pelayanan serta tidak dibedakan sebagai berikut;
berdasarkan besaran Iuran Peserta. a. upaya pelayanan kesehatan perorangan;
b. pelayanan kesehatan untuk menyelamatkan nyawa dan
(4) Manfaat nonmedis sebagaimana dimaksud pada menghilangkan gangguan produktivitas;
ayat (2) diberikan berdasarkan besaran luran c. pelayanan kesehatan yang menimbulkan risiko yang
Peserta. tidak tertanggungkan bagi Peserta;
d. pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien;
e. pelayanan yang terstandar;
(5) Manfaat Jaminan Kesehatan sebagaimana f. tidak dibedakan berdasarkan besaran luran Peserta;
dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi bayi dan/atau
baru lahir dari Peserta paling lama 28 (dua puluh g. bukan cakupan program lain
delapan) hari sejak dilahirkan.
(5) Manfaat medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga
berlaku bagi bayi baru lahir dari Peserta paling lama 28 (dua
puluh delapan) hari sejak dilahirkan.

(6) Manfaat nonmedis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


merupakan Manfaat yang menunjang pelayanan kesehatan
termasuk fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat
inap.

(7) Fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap


sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mencakup sarana dan
prasarana, jumlah tempat tidur, dan peralatan yang diberikan
berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar.

Sisipan : Di antara Pasa1 46 dan Pasal 47 disisipkan 1 (satu) pasal,


yakni Pasal 46A

Pasal 46A
12 (1) Kriteria fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat
inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (7) terdiri atas
a. komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki
tingkat porositas yang tinggi;
b. ventilasi udara;
c. pencahayaan ruangan;
d. kelengkapan tempat tidur;
e. nakas per tempat tidur;
f. temperatur ruangan;
g. ruang rawat dibagi berdasarkan jenis kelamin, anak atau
dewasa, serta penyakit infeksi atau noninfeksi;
h. kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur;
i. tirai/partisi antar tempat tidur;
j. kamar mandi dalam ruangan rawat inap;
k. kamar mandi memenuhi standar aksesibilitas; dan
l. outlet oksigen.

(2) Penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat


inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. pelayanan rawat inap untuk bayi atau perinatologi;
b. perawatan intensif;
c. pelayanan rawat inap untuk pasien jiwa; dan
d. ruang perawatan yang memiliki fasilitas khusus.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk kriteria dan


penerapan Kelas Rawat Inap Standar diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 47 Pasal 47 : Ketentuan ayat (1) huruf a dan ayat (3) Pasal 47 diubah

Pasal 47 Pasal 47
(1) Pelayanan kesehatan yang dijamin terdiri atas: (1) Pelayanan kesehatan yang dijamin terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi a. pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi
pelayanan kesehatan nonspesialistik yang pelayanan kesehatan nonspesialistik yang mencakup:
mencakup: 1. administrasi pelayanan;
1. administrasi pelayanan; 2. pelayanan promotif dan preventif perorangan;
2. pelayanan promotif dan preventif; 3. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
3. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi 4. tindakan medis nonspesialistik baik bedah maupun
medis; nonbedah;
4. tindakan medis nonspesialistik, baik 5. pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis
operatif maupun nonoperatif; pakai;
5. pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan 6. pemeriksaan penunjang diagnostik tingkat pratama; dan
13
medis habis pakai; 7. rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis;
6. pemeriksaan penUnJang diagnostik b. pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi
laboratorium tingkat pratama; dan pelayanan kesehatan yang mencakup:
7. rawat inap tingkat pertama sesua1 dengan 1. administrasi pelayanan;
indikasi medis; 2. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, dasar;
meliputi pelayanan kesehatan yang mencakup: 3. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialistik;
1. administrasi pelayanan; 4. tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun
2. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi nonbedah sesuai dengan indikasi medis;
medis dasar; 5. pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis
3. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi habis pakai;
spesialistik; 6. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai
dengan indikasi medis;
7. rehabilitasi medis;
4. tindakan medis spesialistik, baik bedah 8. pelayanan darah;
maupun nonbedah sesuai dengan indikasi 9. pemulasaran jenazah Peserta yang meninggal di
medis; Fasilitas Kesehatan;
5. pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan 10. pelayanan keluarga berencana;
medis habis pakai; 11. perawatan inap nonintensif; dan
6. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan 12. perawatan inap di ruang intensif.
sesuai dengan indikasi medis; c. pelayanan ambulans darat atau air.
7. rehabilitasi medis;
8. pelayanan darah; (2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
9. pemulasaran j enazah Peserta yang huruf b angka 2 hanya berlaku untuk pelayanan kesehatan
meninggal di Fasilitas Kesehatan; pada unit gawat darurat.
10. pelayanan keluarga berencana;
11. perawatan inap nonintensif; dan (3) Alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
12. perawatan inap di ruang intensif; angka 5 dan huruf b angka 5 merupakan seluruh alat
c. pelayanan ambulans darat atau air. kesehatan yang digunakan dalam rangka penyembuhan,
termasuk alat bantu kesehatan.
(2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1 ) huruf b angka 2 hanya berlaku untuk (4) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pelayanan kesehatan pada unit gawat darurat. huruf b angka 10, tidak termasuk pelayanan keluarga
berencana yang telah dibiayai Pemerintah Pusat.
(3) Alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b angka 5 merupakan seluruh alat (5) Pelayanan ambulans darat atau air sebagaimana dimaksud
kesehatan yang digunakan dalam rangka pada ayat (1) huruf c merupakan pelayanan transportasi
penyembuhan , termasuk alat bantu Kesehatan. pasien rujukan dengan kondisi tertentu antar Fasilitas
(4) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada Kesehatan disertai dengan upaya menjaga kestabilan kondisi
ayat (1) huruf b angka 10, tidak termasuk pasien untuk kepentingan keselamatan pasien.
pelayanan keluarga berencana yang telah dibiayai
Pemerintah Pusat.
(5) Pelayanan ambulans darat atau air sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1 ) huruf c merupakan
pelayanan transportasi pas1en rujukan dengan
kondisi tertentu antar Fasilitas Kesehatan disertai
dengan upaya menjaga kestabilan kondisi pasien
untuk kepentingan keselamatan pasien.

Pasal 48 Pasal 48 : Ketentuan ayat (1), ayat (4), ayat (5), ayat (8), ayat (9), dan
ayat (11) Pasal 48 diubah dan di antara ayat (9) dan ayat (10) disisipkan
Pasal 48 1 (satu) ayat, yakni ayat (9a)
(1) Manfaat pelayanan promotif dan preventif
meliputi pemberian pelayanan: Pasal 48
a. penyuluhan kesehatan perorangan; (1) Manfaat pelayanan promotif dan preventif perorangan
b. imunisasi rutin; meliputi pemberian pelayanan;
c. keluarga berencana; a. penyuluhan kesehatan perorangan;
d. skrining riwayat kesehatan dan pelayanan b. imunisasi rutin;
141 penapisan atau skrining kesehatan tertentu; & c. keluarga berencana;
e. peningkatan kesehatan bagi Peserta penderita d. skrining riwayat kesehatan dan pelayanan penapisan atau
penyakit kronis. skrining kesehatan tertentu; dan
e. peningkatan kesehatan bagi Peserta penderita penyakit kronis.
(2) Penyuluhan kesehatan perorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi paling (2) Penyuluhan kesehatan perorangan sebagaimana dimaksud
sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor pada ayat (1) huruf a meliputi paling sedikit penyuluhan
risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku
sehat. hidup bersih dan sehat.
(3) Pelayanan imunisasi rutin sebagaimana dimaksud (3) Pelayanan imunisasi rutin sebagaimana dimaksud pada ayat
pacla ayat (1) huruf b meliputi pemberian jenis (1) huruf b meliputi pemberian jenis imunisasi rutin sesuai
imunisasi rutin sesuai dengan ketentuan peraturan dengan ketentuan peraturan pemndang-undangan.
perundang-undangan.
(4) Pelayanan keluarga berencana sebagaimana dimaksud pada
(4) Pelayanan keluarga berencana sebagaimana ayat (1) huruf c meliputi konseling dan pelayanan
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi konseling kontrasepsi, termasuk vasektomi dan tubektomi yang bekerja
dan pelayanan kontrasepsi, termasuk vasektomi sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
dan tubektomi bekerja sama dengan Badan Nasional.
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
(5) Ketentuan mengenai pemenuhan kebutuhan alat dan obat
(5) Ketentuan mengenai pemenuhan kebutuhan alat kontrasepsi bagi Peserta di Fasilitas Kesehatan diatur dengan
dan obat kontrasepsi bagi Peserta Jaminan Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga
Kesehatan di Fasilitas Kesehatan diatur dengan Berencana Nasional.
Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional. (6) Vaksin untuk imunisasi rutin serta alat dan obat kontrasepsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) disediakan
(6) Vaksin untuk imunisasi rutin serta alat clan obat oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai
kontrasepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
clan ayat (4) disediakan oleh Pemerintah Pusat
dan/ atau Pemerintah Daerah sesua1 dengan (7) Pelayanan skrining riwayat kesehatan sebagaimana
ketentuan peraturan perundang-undangan. dimaksud pada ayat (1) huruf d diberikan secara selektif yang
ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dengan
(7) Pelayanan skrining riwayat kesehatan menggunakan metode tertentu.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
diberikan secara selektif yang ditujukan untuk (8) Pelayanan penapisan atau skrining kesehatan tertentu
mendeteksi risiko penyakit dengan menggunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diberikan
metode tertentu.
(8) Pelayanan penapisan atau skrining kesehatan secara selektif melalui skrining riwayat kesehatan terlebih
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dahulu yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan
huruf d diberikan secara selektif yang ditujukan mencegah dampak lanjutan risiko penyakit tertentu.
untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah
dampak lanjutan risiko penyakit tertentu. (9) Jenis pelayanan penapisan atau skrining kesehatan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan di
(9) Jenis pelayanan penapisan atau skrining kesehatan FKTP untuk penapisan penyakit:
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) 1. diabetes mellittts;
ditetapkan oleh Menteri. 2. hipertensi;
3. ischa.emic heart disease;
(10) Peningkatan kesehatan bagi Peserta penderita 4. stroke;
penyakit kronis sebagaimana dimaksud pada ayat 5. kanker leher rahim;
(1) huruf e ditujukan kepada Peserta penderita 6. kanker payudara;
penyakit kronis tertentu untuk mengurang1 risiko 7. anemia remaja putri;
akibat komplikasi penyakit yang dideritanya. 8. tuberkulosis;
9. hepatitis;
10. paru obstruktif kronis;
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan 11. talasemia;
skrining riwayat kesehatan dan pelayanan penap1san 12. kanker usus;
atau skrining kesehatan tertentu serta peningkatan 13. kanker paru; dan n. hipotiroidkongenital.
kesehatan bagi Peserta penderita penyakit kronis (9a) Dalam hal dibutuhkan pemeriksaan lanjutan berdasarkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7), ayat (8), dan hasil penapisan atau skrining kesehatan sebagaimana dimaksud
ayat (10) diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan pada ayat (9), pemeriksaan lanjutan dilakukan di FKTP dan/atau
setelah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga FKRTL sesuai indikasi medis dan sistem rujukan yang berlaku.
terkait.
(10) Peningkatan kesehatan bagr Peserta penderita penyakit
kronis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e ditujukan
kepada Peserta penderita penyakit kronis tertentu untuk
mengurangi risiko akibat komplikasi penyakit yang
dideritanya.

(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan skrining


riwayat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7),
pelayanan penapisan atau skrining kesehatan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dan peningkatan
kesehatan bagi Peserta penderita penyakit kronis
sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diatur dengan
Peraturan BPJS Kesehatan setelah berkoordinasi dengan
kementerian/ lembaga terkait.

Pasal 51 Pasal 51 : Ketentuan ayat (3) Pasal 51 diubah

Pasal 51 Pasal 51
(1) Peserta dapat meningkatkan perawatan yang lebih (1) Peserta dapat meningkatkan perawatan yang lebih tinggr
tinggi dari haknya termasuk rawat jalan eksekutif dari haknya termasuk rawat jalan eksekutif dengan
dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar
atau membayar selisih antara biaya yang dijamin selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan
15 oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan
dibayar akibat peningkatan pelayanan. pelayanan.

(2) Selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS (2) Selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan
Kesehatan dengan biaya akibat peningkatan
dengan biaya akibat peningkatan pelayanan dapat dibayar
pelayanan dapat dibayar oleh:
oleh:
a. Peserta yang bersangkutan;
a. Peserta yang bersangkutan;
b. Pemberi Kerja; atau
c. asuransi kesehatan tambahan. b. Pemberi Kerja; atau
c. asuransi kesehatan tambahan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)
dikecualikan bagi: (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
a. PBI Jaminan Kesehatan; dikecualikan bagi:
b. Peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan;
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12; b. Peserta BP dengan Manfaat pelayanan di ruang
dan perawatan Kelas III;
c. Peserta PPU yang mengalami PHK dan c. Peserta PBPU dengan Manfaat pelayanan di ruang
anggota keluarganya. perawatan Kelas III;
d. Peserta PPU yang mengalami PHK dan anggota
keluarganya; atau
e. e. Peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

Pasal 52 Pasal 52 : Ketentuan ayat (1) huruf d, huruf m, dan huruf r Pasal 52
diubah
Pasal 52
(1) Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin meliputi: Pasal 52
a. pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan (1) Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin meliputi:
ketentuan peraturan perundang-undangan; a. pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan
16 b. pelayanan kesehatan yang dilakukan di ketentuan peraturan perundang-undangan;
Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama b. pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas
dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS
keadaan darurat; Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;
c. pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau c. pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau cedera
cedera akibat Kecelakaan Kerja atau hubungan akibat Kecelakaan Kerja atau hubungan keda yang telah
kerja yang telah dijamin oleh program jaminan
Kecelakaan Kerja atau menjadi tanggungan dijamin oleh program jaminan Kecelakaan Kerja atau
Pemberi Kerja; menjadi tanggungan Pemberi Kerja;
d. pelayanan kesehatan yang dijamin oleh d. pelayanan kesehatan yang jaminan pertanggungannya
program jaminan kecelakaan lalu lintas yang diberikan oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas
bersifat waj ib sampai nilai yang ditanggung yang bersifat wajib sampai nilai atau ketentuan yang
oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas ditanggung sesuai dengan ketentuan peraturan
sesuai hak kelas rawat Peserta; perundang-undangan dan diberikan sesuai hak kelas
e. pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar rawat Peserta;
negeri; e. pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;
f. pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik; f. pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;
g. pelayanan untuk mengatasi infertilitas; g. pelayanan untuk mengatasi infertilitas;
h. pelayanan meratakan gigi atau ortodonsi; h. pelayanan meratakan gigi atau ortodonsi;
gangguan kesehatan/penyakit akibat i. gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan
ketergantungan obat dan/atau alkohol; obat dan/ atau alkohol;
i. gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti j. gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri
diri sendiri atau akibat melakukan hobi yang sendiri atau akibat melakukan hobi yang
membahayakan diri sendiri; membahayakan diri sendiri;
j. pengobatan komplementer, alternatif, dan k. pengobatan komplementer, alternatif, dan tradisional,
tradisional, yang belum dinyatakan efektif yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian
berdasarkan penilaian teknologi kesehatan; teknologi kesehatan;
k. pengobatan dan tindakan medis yang l. pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan
dikategorikan sebagai percobaan atau sebagai percobaan atau eksperimen;
eksperimen; m. alat dan obat kontrasepsi serta kosmetik;
l. alat dan obat kontrasepsi, kosmetik; n. perbekalan kesehatan rumah tangga;
m. perbekalan kesehatan rumah tangga; o. pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap
n. pelayanan kesehatan akibat bencana pada darurat, kejadian luar biasa/wabah;
masa tanggap darurat, kejadian luar p. pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan
biasa/wabah; yang dapat dicegah;
o. pelayanan kesehatan pada kejadian tak q. pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dalam
diharapkan yang dapat dicegah; rangka bakti sosial;
p. pelayanan kesehatan yang diselenggarakan r. pelayanan kesehatan akibat tindak pidana
dalam rangka bakti sosial; penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, dan
q. pelayanan kesehatan akibat tindak pidana tindak pidana perdagangan orang yang telah dijamin
penganiayaan, kekerasan seksual, korban melalui skema pendanaan lain yang dilaksanakan
terorisme, dan tindak pidana perdagangan kementerian/lembaga atau Pemerintah Daerah sesuai
orang sesua1 dengan ketentuan peraturan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
perundang-undangan; s. pelayanan kesehatan tertentu yang berkaitan dengan
r. pelayanan kesehatan tertentu yang berkaitan Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia,
dengan Kementerian Pertahanan, Tentara dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara t. pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan
Republik Indonesia; Manfaat Jaminan Kesehatan yang diberikan; atau
s. pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan u. pelayanan yang sudah ditanggung dalam program lain.
dengan Manfaat Jaminan Kesehatan yang
diberikan; atau (2) Pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan
t. pelayanan yang sudah ditanggung dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud
program lain. pada ayat (1) huruf a meliputi rujukan atas permintaan
sendiri dan pelayanan kesehatan lain yang tidak sesuai
(2) Pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ketentuan peraturan perundang-undangan
sebagai mana dimaksud pada ayat (1) huruf a (3) Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri
meliputi rujukan atas permintaan sendiri dan atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri
pelayanan kesehatan lain yang tidak sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j, pengobatan dan
dengan ketentuan peraturan perundang- tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan atau
undangan. eksperimen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, dan
kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf p ditetapkan oleh Menteri.
(3) Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri
sendiri atau akibat melakukan hobi yang
membahayakan diri sendiri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf j, pengobatan dan
tindakan medis yang dikategorikan sebagai
percobaan atau eksperimen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf 1, dan kejadian tak
diharapkan yang dapat dicegah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf p ditetapkan oleh
Menteri.

Pasal 54A Pasal 54A dihapus.


17

Pasal 54E Pasal 54E dihapus.


18

Pasal 64 Pasal 64 : Ketentuan Pasal 64 diubah

Pasal 64 Pasal 64
(1) Dalam hal di suatu Daerah belum tersedia Fasilitas (1) Dalam hal di suatu Daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan
Kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis
19 kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan
Kesehatan wajib memberikan kompensasi. kompensasi

(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (2) Daerah yang belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang
dapat berupa penggantian uang tunai. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)jika:
a. Desa/kelurahan dan/atau kecamatan:
(3) Selain kompensasi sebagaimana dimaksud pada 1. tidak tersedia FKTP atau jaringan Puskesmas atau
ayat (2), BPJS Kesehatan dapat bekerja sama jejaring FKTP;
dengan pihak lain untuk menyediakan Fasilitas 2. tersedia Fasilitas Kesehatan namun belum memenuhi
Kesehatan. syarat kerja sama; dan/atau
3. tersedia FKTP namun sulit diakses; atau
(4) Ketentuan lebih lanjut mengena1 pemberian b. Kabupaten/kota:
kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 1. tidak tersedia FKRTL;
sampai dengan ayat (3) diatur dengan Peraturan 2. tersedia Fasilitas Kesehatan namun belum memenuhi
Menteri. syarat kerja sama; dan/atau
3. tersedia FKRTL namun sulit diakses.

(3) Penentuan Daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang


memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh kepala daerah berdasarkan pertimbangan
BPJS Kesehatan dan/atau asosiasi Fasilitas Kesehatan.

(4) Penetapan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dilakukan dengan memperhatikan:
a. letak geografis;
b. keterbatasan sarana;
c. infrastruktur;
d. aksesibilitas yang menjadi hambatan FKTP mencapai
desa;
e. ketersediaan tenaga kesehatan; dan
f. ketersediaan Fasilitas Kesehatan.

(5) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat


berupa:
a. penyediaan Fasilitas Kesehatan melalui keda sarna
dengan pihak lain yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan berdasarkan kriteria khusus;
b. pengiriman tenaga kesehatan; dan/atau
c. penggantian uang tunai untuk biaya pelayanan
kesehatan, sesuai dengan hak Peserta.

(6) Kerja sama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada


ayat (5) huruf a termasuk dengan Fasilitas Kesehatan
bergerak.

(7) Dalam melaksanakan kerja sama sebagaimana dimaksud


pada ayat (5) huruf a, BPJS Kesehatan mengutamakan
kemudahan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat
setempat

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan


pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan ayat (7) diatur dengan Peraturan BPJS
Kesehatan setelah berkoordinasi dengan Menteri.

Pasal 69 Pasal 69 : Ketentuan ayat (2) Pasal 69 diubah

Pasal 69 Pasal 69
20

(1) Standar tarif pelayanan kesehatan di FKTP dan (1) Standar tarif pelayanan kesehatan di FKTP dan FKRTL
FKRTL ditetapkan oleh Menteri. ditetapkan oleh Menteri.
(2) Menteri menetapkan standar tarif sebagaimana (2) Menteri menetapkan standar tarif sebagaimana dimaksud
dimaksud pada ayat (1) setelah: pada ayat (1) setelah:
a. berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan
a. mendapatkan masukan dari BPJS Kesehatan urusan pemerintahan di bidang keuangan, Dewan
bersama dengan asosiasi fasilitas kesehatan; Jaminan Sosial Nasional, dan BPJS Kesehatan;
b. mempertimbangkan ketersediaan Fasilitas b. mendapatkan masukan dari asosiasi Fasilitas Kesehatan;
Kesehatan, indeks harga konsumen, dan dan
indeks kemahalan Daerah. c. mempertimbangkan ketersediaan Fasilitas Kesehatan,
pemanfaatan atau utilisasi pelayanan kesehatan, tingkat
risiko Peserta, regionalisasi, dan kemampuan keuangan
dana
d. jaminan sosial kesehatan.

Pasal 71 Pasal 71 : Ketentuan Pasal 71 diubah

Pasal 71 Pasal 71
(1) BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada: (1) BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada:
a. FKTP secara praupaya atau kapitasi a. FKTP secara:
b. berdasarkan jumlah Peserta yang terdaftar di 1. praupaya atau kapitasi; dan/atau
c. FKTP; dan 2. klaim pelayanan kesehatan/nonkapitasi; dan
21
d. FKRTL secara Indonesian Case Based Groups. b. FKRTL secara:
1. Indonesian Case Based Groups; dan/atau
(2) Dalam kondisi tertentu dan/atau di suatu Daerah 2. non-Indonesian Case Based Groups.
FKTP tidak memungkinkan pembayaran secara
praupaya atau kapitasi, BPJS Kesehatan dapat (2) Dalam melakukan pembayaran sebagaimana dimaksud
mengembangkan sistem pembayaran lain. pada ayat (1), BPJS Kesehatan dapat mengembangkan sistem
pembayaran.
(3) BPJS Kesehatan dapat mengembangkan sistem
pembayaran di FKRTL yang lebih berhasil guna (3) Pengembangan sistem pembayaran sebagaimana dimaksud
dengan tetap mengacu pada Indonesian Case pada ayat (2) dilakukan dalam rangka penguatan
Based Groups. pembayaran di FKTP dan FKRTL yang lebih berhasil guna.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan
sistem pembayaran sebagaimana dimaksud pada (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan sistem
ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan BPJS pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
Kesehatan setelah mendapat persetujuan dari (3) diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan setelah
Menteri berkoordinasi dengan Menteri dan lembaga terkait.
(5) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal penyampaian dari BPJS Kesehatan kepada
Menteri.
(6) Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari
persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tidak diperoleh maka Peraturan BPJS Kesehatan
mengenai pengembangan sistem pembayaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
berlaku.

Pasal 72 Pasal 72 : Ketentuan ayat (1) Pasal 72 diubah dan setelah ayat (41
ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5)
Pasal 72
(1) Cara pembayaran dengan Indonesian Case Based Pasal 72
22
Groups sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 (1) Cara pembayaran dengan Indonesian Case Based Groups untuk
ayat ( 1 ) huruf b untuk FKRTL ditetapkan sesuai FKRTL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7l ayat (1) huruf
kelas rumah sakit. b angka l ditetapkan sesuai kelas rumah sakit.
(2) Dalam hal ditemukan ketidaksesuaian kelas (2) Dalam hal ditemukan ketidaksesuaian kelas rumah sakit
rumah sakit berdasarkan ketentuan peraturan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan
perundang- undangan pada saat kredensial atau pada saat kredensial atau re-kredensial maka BPJS
re-kredensial maka BPJS Kesehatan harus Kesehatan harus melaporkan kepada Menteri untuk
melaporkan kepada Menteri untuk dilakukan dilakukan reviu
reviu.
(3) Reviu kelas rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) Reviu kelas rumah sakit sebagaimana dimaksud (2) dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) bulan dengan
pada ayat (2) dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) melibatkan unsur Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan,
bulan dengan melibatkan unsur Kementerian dan asosiasi rumah sakit.
Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan asosiasi rumah
sakit. (4) Hasil reviu kelas rumah sakit sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dijadikan dasar penyesuaian kontrak oleh BPJS
(4) Hasil reviu kelas rumah sakit sebagaimana Kesehatan dengan rumah sakit.
dimaksud pada ayat (3) dijadikan dasar
penyesuaian kontrak oleh BPJS Kesehatan dengan (5) Apabila reviu kelas rumah sakit belum dapat diselesaikan
rumah sakit. sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), BPJS Kesehatan melakukan pembayaran tarif sesuai
hasil kredensial atau re-kredensial yang telah disepakati oleh
BPJS Kesehatan bersama dinas kesehatan dan/atau asosiasi
Fasilitas Kesehatan.

Pasal 83 Pasal 83 : Setelah ayat (2) Pasal 83 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni
ayat (3)
Pasal 83
23
Pasal 83
(1) Dalam menetapkan kebijakan sebagaimana (1) Dalam menetapkan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud dalam Pasal 82, Menteri dan menteri Pasal 82, Menteri dan menteri terkait serta Dewan Jaminan
terkait serta Dewan Jaminan Sosial Nasional Sosial Nasional berwenang mengakses dan meminta data
berwenang mengakses dan meminta data dan dan informasi dari BPJS Kesehatan.
informasi dari BPJS Kesehatan.
(2) BPJS Kesehatan wajib memberikan akses dan menyediakan
(2) BPJS Kesehatan wajib memberikan akses dan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyediakan data dan informasi sebagaimana kepada Menteri dan menteri terkait serta Dewan Jaminan
dimaksud pada ayat ( 1 ) kepada Menteri dan Sosial Nasional.
menteri terkait serta Dewan Jaminan Sosial
Nasional. (5) Dalam rangka kemudahan akses data dan informasi, BPJS
Kesehatan dan kementerian/lembaga terkait melakukan
interoperabilitas sistem secara penuh antar sistem informasi
program Jaminan Kesehatan pada kementerian/lembaga
terkait dan BPJS Kesehatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 98 Pasal 98 : Ketentuan ayat (4) Pasal 98 diubah dan setelah ayat (4)
ditambahkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (5), ayat (6), dan ayat (7)
Pasal 98
Pasal 98
(1) Untuk kesinambungan penyelenggaraan program
Jaminan Kesehatan dilakukan monitoring dan (1) Untuk kesinambungan penyelenggaraan program Jaminan
24 evaluasi. Kesehatan dilakukan monitoring dan evaluasi.
(2) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi (2) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) pada ayat (1) dilaksanakan pada aspek:
dilaksanakan pada aspek: a. kepesertaan;
a. kepesertaan; b. pelayanan kesehatan;
b. regulasi. c. Iuran;
c. pelayanan kesehatan; d. pembayaran ke Fasilitas Kesehatan;
d. Iuran; e. keuangan;
e. pembayaran ke Fasilitas Kesehatan; f. organisasi dan kelembagaan; dan
f. keuangan ; g. regulasi.
g. organisasi dan kelembagaan; dan
(3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud (1) dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian
pada ayat ( 1 ) dilakukan oleh Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri,
Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan
Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pemeriksa
Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,
Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Dewan Jaminan Sosial Nasional, Otoritas Jasa Keuangan, dan
Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Pemerintah Daerah sesuai kewenangan masing-masing.
Keuangan dan Pembangunan, Dewan Jaminan
Sosial Nasional, Otoritas Jasa Keuangan, dan (4) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
Pemerintah Oaerah sesuai kewenangan masing- (1) dilaksanakan secara terpadu dan dilakukan dengan
masing. membangun sistem informasi yang terhubung secara
interoperabilitas dengan sistem informasi yang dimiliki oleh
(4) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud kementerian/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
pada ayat ( 1) dilaksanakan secara terpadu.
(5) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dikoordinasikan oleh Dewan Jaminan Sosial
Nasional.

(6) BPJS Kesehatan memberikan akses data dan informasi untuk


kepentingan monitoring dan evaluasi kepada kementerian/
lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam lingkup
aspek sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
(7) Pemberian data dan informasi di luar ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) dilakukan melalui perjanjian kerja
sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 99 Pasal 99 : Ketentuan ayat (2) huruf c dan ayat (5) Pasal 99 diubah

Pasal 99 Pasal 99
(1) Pemerintah Daerah wajib mendukung (1) Pemerintah Daerah wajib mendukung penyelenggaraan
penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan; program Jaminan Kesehatan.

(2) Dukungan Pemerintah Daerah sebagaimana (2) Dukungan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada
dimaksud pada ayat ( 1) dilakukan melalui: ayat (1) dilakukan melalui:
a. peningkatan pencapaian kepesertaan di a. peningkatan pencapaian kepesertaan di wilayahnya;
wilayahnya; b. kepatuhan pembayaran luran;
b. kepatuhan pembayaran Iuran; c. ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
c. peningkatan pelayanan kesehatan; dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan; dan
25
d. dukungan lainnya sesuai dengan ketentuan d. dukungan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
peraturan perundang-undangan dalam rangka perundang-undangan dalam rangka menjamin
menjamin kesinambungan program Jaminan kesinambungan program Jaminan Kesehatan.
Kesehatan.
(3) Dukungan peningkatan pencapaian kepesertaan di
(3) Dukungan peningkatan pencapaian kepesertaan wilayahnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
di wilayahnya sebagaimana dimaksud pada ayat dilaksanakan melalui penerbitan regulasi yang
(2 ) huruf a dilaksanakan melalui penerbitan mempersyaratkan kepesertaan program Jaminan Kesehatan
regulasi yang mempersyaratkan kepersertaan dalam memperoleh pelayanan publik.
program Jaminan Kesehatan dalam memperoleh
pelayanan publik; (4) Dukungan kepatuhan pembayaran Iuran sebagaimana
(4) dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan melalui
pelaksanaan pembayaran Iuran secara tepat jumlah dan tepat
(5) Dukungan kepatuhan pembayaran Iuran waktu.
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dilaksanakan melalui pelaksanaan pembayaran (5) Dukungan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
Iuran secara tepat jumlah dan tepat waktu; peningkatan kualitas pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c dilaksanakan melalui
(6) Dukungan peningkatan pelayanan kesehatan penyediaan Fasilitas Kesehatan, pemenuhan standar
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c pelayanan minimal, dan pelaksanaan program kesehatan
dilaksanakan melalui penyediaan Fasilitas yang memiliki daya ungkit dalam peningkatan akses dan
Kesehatan, pemenuhan standar pelayanan mutu layanan kesehatan.
minimal, dan peningkatan mutu layanan
Kesehatan; (6) Dukungan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d dilaksanakan melalui kontribusi dari pajak rokok
(7) Dukungan lainnya sebagaimana dimaksud pada bagian hak masing-masing Daerah provinsi kabupaten/ kota.
ayat (2 ) huruf d dilaksanakan melalui kontribusi
dari pajak rokok bagian hak masing-masing
Daerah provinsi/ kabupaten/kota;

Sisipan : Di antara Pasal 103A dan Pasal 104 disisipkan 1 (satu)


pasal, yakni Pasal 103B

Pasal 103B

26
(1) Penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat
inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46A dilaksanakan secara menyeluruh
untuk rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan paling lambat tanggal 30 Juni 2025.
(2) Dalam jangka waktu sebelum tanggal 3O Juni 2025
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rumah sakit dapat
menyelenggarakan sebagian atau selunrh pelayanan rawat
inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar sesuai dengan
kemampuan rumah sakit.

(3) Dalam hal rumah sakit telah menerapkan fasilitas ruang


perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan Kelas
Rawat Inap Standar dalam jangka waktu sebelum tanggal 30
Juni 2025 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pembayaran
tarif oleh BPJS Kesehatan dilakukan sesuai tarif kelas rawat
inap rumah sakit yang menjadi hak Peserta sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat


inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan evaluasi
dengan mempertimbangkan keberlangsunga.n program
Jaminan Kesehatan.

(5) Dalam masa penerapan fasilitas ruang perawatan pada


pelayanan rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Menteri
melakukan pembinaan terhadap Fasilitas Kesehatan.
(6) Evaluasi fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat
inap sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh
Menteri dengan berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan,
Dewan Jaminan Sosial Nasional, dan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.

(7) Hasil evaluasi dan koordinasi fasilitas ruang perawatan pada


pelayanan rawat inap sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
menjadi dasar penetapan Manfaat, tarif dan Iuran.

(8) Penetapan Manfaat, tarif, dan Iuran sebagaimana dimaksud


pada ayat (7) ditetapkan paling lambat tanggal 1 Juli 2025.
PRESIDEN
REPUELIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESI.A

NOMOR 59 TAHUN 2024

TENTANG

PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 82 TAHUN 2018

TENTANG JAMINAN KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang a. bahwa ddam penyelenggaraan jaminan kesehatan, setiap


peserta berhak memperoleh manfaat sesuai kebutuhan
dasar kesehatan dan kelas rawat inap standar;
b bahwa beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden
Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2O2O tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82
Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan perlu
disesuaikan dengan hasil evaluasi tata kelola program
jaminan kesehatan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Presiden tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan
Presiden Nomor 82 Tahun 2Ol8 tentang Jaminan
Kesehatan;
Mengingat : I Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2OO4 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 150, Tambahan l,embaran
Negara Republik Indonesia Nomor 44561 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan l,embaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
3.Undang-Undang...

SK No 1704544
PRESIDEN
LIK INDONESIA
-2-
3 Undang-Undang Nomor 24 Tah;un 2O 1 1 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik
lndonesia Tahun 2O11 Nomor 116, Tambahan l,embaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5256) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
lndonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
4 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang
Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2OL8 Nomor 165) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64
Tahun 2O2O tentang Pembahan Kedua atas Peraturan
Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2O2O Nomor 13O);

MEMUTUSI(AN:
Menetapkan PERATURAN PRESIDEN TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 82 TAHUN 2018 TENTANG
JAMINAN KESEHATAN.

Pasal I
Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang
Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2Ol8 Nomor 165) yang telah beberapa kali diubah
dengan Peraturan Presiden:
a. Nomor 75 Tahun 2Ol9 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2OL9 Nomor 21O); dan
b. Nomor 64 Tahun 2O2A (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2O2O Nomor 130),
diubah sebagai berikut:

1. Di antara.

SK No 170487 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-3-

1 Di antara angka 4 dan angka 5 Pasal 1 disisipkan 2 (dua)


angka, yakni angka 4a dan angka 4b sehingga Pasal 1
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa
perlindungan kesehatan agar Peserta memperoleh
manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan
dalam memenuhi Kebutuhan Dasar Kesehatan yang
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar
luran Jaminan Kesehatan atau Iuran Jaminan
Kesehatannya dibayar oleh Pemerintah R.rsat atau
Pemerintah Daerah.
2. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing
yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia, yang telah membayar Iuran Jaminan
Kesehatan.
3. luran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut
Iuran adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara
teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk
program Jaminan Kesehatan.
4. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi
hak Peseraa danlatau anggota keluarganya.
4a. Kebutuhan Dasar Kesehatan adalah kebutuhan
esensial menyangkut pelayanan kesehatan
perorangan guna pemeliharaan kesehatan,
penghilangan gangguan kesehatan, dan
penyelamatan nyawa, sesuai dengan pola
epidemiologi dan siklus hidup.
4b. Kelas Rawat Inap Standar adalah standar minimum
pelayanan rawat inap yang diterima oleh Peserta.
5. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang
selanjutnya disebut PBI Jaminan Kesehatan adalah
fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai Peserta
program Jaminan Kesehatan.

6.Pekerja...

SK No 170486A
PRESIDEN
REPUBUK IXDONESIA

-4-
6. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan
menerima Gaji, Upah, atau imbalan dalam bentuk
lain.
7. Pekerja Penerima Upah yang selanjutnya disingkat
PPU adalah setiap orang yang bekerja pada Pemberi
Kerja dengan menerima Gaji atau Upah.
8. Pekerja Bukan Penerima Upah yang selanjutnya
disingkat PBPU adalah setiap orang yang bekerja atau
berusaha atas risiko sendiri.
9. Bukan Pekerja yang selanjutnya disingkat BP adalah
setiap orang yang bukan termasuk kelompok PPU,
PBPU, PBI Jaminan Kesehatan, dan penduduk yang
didaftarkan oleh Pemerintah Daerah.
10. Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota
lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun L945 dan pejabat lainnya yang ditentukan
oleh Undang-Undang.
11. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS
adalah warga negara Indonesia yang memenuhi
syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai Aparatur
Sipil Negara secara tetap oleh pejabat pembina
kepegawaian untuk menduduki jabatan
pemerintahan.
t2. Prajurit adalah anggota Tentara Nasional Indonesia.
13. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
selanjutnya disebut Anggota Polri adalah Anggota
Polri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
14. Veteran adalah Veteran Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai Veteran Republik Indonesia.
15. Perintis Kemerdekaan adalah Perintis Kemerdekaan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai Perintis Kemerdekaan atau
pemberian penghargaan/tunjangan kepada Perintis
Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan.

16. Pemberi. . .

SK No 198486 A
PRESIDEN
REPUBUK INDONESIA

-5-
16. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan,
pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara
negara yang mempekerjakan Pegawai Aparatur Sipil
Negara dengan membayar gaji, upah, atau imbalan
dalam bentuk lainnya.
17. Gaji atau Upah adalah hak Pekerja yang diterima dan
dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari
Pemberi Kerja kepada Pekerja yang ditetapkan dan
dibayar menurut suatu perjanjian kerja,
kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan,
termasuk tunjangan bagi Pekerja dan keluarganya
atas suatu pekerjaan danf atau jasa yang telah atau
akan dilakukan.
18. Pemutusan Hubungan Keda yang selanjutnya
disingkat PHK adalah pengakhiran hubungan kerja
karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara Pekerjal
buruh dan Pemberi Keda berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
19. Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik
promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, dan/ atau masyarakat.
20. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang
selanjutnya disingkat FKTP adalah Fasilitas
Kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan
perorangan yang bersifat nonspesialistik untuk
keperluan observasi, promotif, preventif, diagnosis,
perawatan, pengobatan, dan/atau pelayanan
kesehatan lainnya.
21. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang
selanjutnya disingkat FKRTL adalah Fasilitas
Kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan
perorangan yang bersifat spesialistik atau sub
spesialistik yang meliputi rawat jalan tingkat
lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap
di ruang perawatan khusus.
22.Cacat...

SK No 198485 A
PRESIDEN
REPUEUK INDONESIA
-6-
22. Cacat Total Tetap adalah cacat yang mengakibatkan
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan
pekerjaan.
23. Kecelakaan Kerja adalah kecelakaan yang terjadi
dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang
terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat
kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan
oleh lingkungan kerja.
24. Kecurangan (fraudl adalah tindakan yang dilakukan
dengan sengaja, untuk mendapatkan keuntungan
finansial dari program Jaminan Kesehatan dalam
Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui perbuatan
curang yang tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
25. Urun Biaya adalah tambahan biaya yang dibayar
Peserta pada saat memperoleh Manfaat pelayanan
kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan
pelayanan.
26. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil
Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
27. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
28. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang
selanjutnya disingkat BPJS Kesehatan adalah badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program Jaminan Kesehatan.
29. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah otonom.

3O. Daerah. . .

SK No 198483 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-7 -

30. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah


adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2 Ketentuan ayat (2) Pasal 6 diubah dan ayat (3) dihapus


sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
(1) Setiap penduduk Indonesia wajib ikut serta dalam
program Jaminan Kesehatan.
(21 Ikut serta dalam program Jaminan Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan cara mendaftar atau didaftarkan pada BPJS
Kesehatan, sebagai Peserta.
(3) Dihapus.

3 Di antara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 1 (satu) pasal,


yakni Pasal 6A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6A
(1) Peserta berhak menentukan FKTP yang diinginkan
saat mendaftar pada BPJS Kesehatan.
(21 Dalam hal Peserta didaftarkan oleh pihak lain,
penentuan FKTP untuk pertama kali dapat dilakukan
oleh pihak lain atas nama Peserta.
(3) Dalam hal Peserta yang didaftarkan oleh pihak lain
atas nama Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat
(21 mertrpakan Peserta PBI Jaminan Kesehatan,
penentuan FKTP untuk pertama kali dapat dilakukan
oleh BPJS Kesehatan sesuai domisili Peserta
terdaftar.
(4) Penentuan FKTP untuk pertama kali oleh pihak lain
sebagaimana dimaksud pada ayat l2l harus
diinformasikan kepada Peserta.

4.Ketentuan...

SK No 191976 A
PRESIDEN
K INDONESIA
-8-
4 Ketentuan ayat (21sampai dengan ayat (5) Pasal 7 diubah,
di antara ayat {21 dan ayat (3} disisipkan 1 (satu) ayat,
yakni ayat {2a1, serta ayat (6) dihapus sehingga Pasal 7
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
(1) Peserta dapat mengganti FKTP tempat Peserta
terdaftar setelah jangka waktu 3 (tiga) bulan.
l2l Penggantian FKTP oleh Peserta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam
jangka waktu kurang dari 3 (tiga) bulan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta pindah domisili dalam jangka waktu
kurang dari 3 (tiga) bulan setelah terdaftar di
FKTP awal, yang dibuktikan dengan surat
keterangan domisili; atau
b. Peserta dalam penugasan dinas atau pelatihan
dalam jangka waktu kurang dari 3 (tiga) bulan,
yang dibuktikan dengan surat keterangan
penugasan atau pelatihan.
(2a) Peserta yang didaftarkan oleh pihak lain atas nama
Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6A ayat
(2) juga dapat mengajukan perpindahan FKTP dalam
jangka waktu kurang dari 3 (tiga) bulan setelah
didaftarkan.
(3) Penggantian FKTP sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat(2al mulai berlaku sejak tanggal
1 pada bulan berikutnya.
(4) Dalam hal kondisi Peserta yang terdaftar di FKTP
belum merata, BPJS Kesehatan dapat melakukan
pemindahan Peserta ke FKTP lain setelah
mendapatkan persetujuan dari Peserta.
(5) Pemindahan Peserta ke FKTP lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) bertujuan untuk pemerataan,
peningkatan akses, dan peningkatan mutu layanan
kesehatan dengan mempertimbangkan jumlah
Peserta yang terdaftar, ketersediaan dokter, tenaga
kesehatan selain dokter, dan sarana prasarana di
FKTP.

{6) Dihapus...

SK No 191975 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-9-
(6) Dihapus.
(71 Pemindahan Peserta sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dilakukan setelah berkoordinasi dengan:
a. dinas kesehatan kabupaten/kota untuk
pemindahan antar FKTP milik pemerintah;
b. a'sosiasi Fasilitas Kesehatan untuk pemindahan
antar FKTP bukan milik pemerintah; atau
c. dinas kesehatan kabupaten/kota dan asosiasi
Fasilitas Kesehatan untuk pemindahan antara
FKTP milik pemerintah dengan FKTP bukan
milik pemerintah.
(8) Dalam hal terjadi perpindahan Peserta yang berasal
dari Prajurit atau Anggota Polri, BPJS Kesehatan
harus berkoordinasi dengan Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan Peserta
diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan setelah
berkoordinasi dengan Menteri.

5. Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 15 diubah dan


setelah ayat (3) ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (41
sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15
(1) Setiap PBPU dan BP wajib mendaftarkan dirinya dan
anggota keluarganya sebagai Peserta Jaminan
Kesehatan pada BPJS Kesehatan dengan membayar
luran.
(21 BPJS Kesehatan hants melakukan verifikasi
pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak pendaftaran.
(3) Pembayaran Iuran oleh PBPU dan BP dapat
dilakukan setelah selesai masa verifikasi pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (21.
(4) Dalam hal PBPU dan BP belum mendaftarkan
anggota keluarganya, BPJS Kesehatan harus
memberikan informasi kepada Peserta terkait
kepesertaan dan membantu percepatan pendaftaran
anggota keluarganya.

6.Ketentuan...

SK No 191974 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 10-
6. Ketentuan ayat (21 sampai dengan ayat (6) Pasal 27
diubah, di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu)
ayat, yakni ayat (2a1, dan di antara ayat (3) dan ayat (4)
disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a) sehingga Pasal2T
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 27
(1) Peserta PPU yang mengalami PHK tetap memperoleh
hak Manfaat Jaminan Kesehatan paling lama 6
(enam) bulan sejak di PHK, tanpa membayar Iuran.
(2) PHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan
dengan:
a. bukti diterimanya PHK oleh Pekerja dan tanda
terima laporan PHK dari dinas Daerah
kabupaten / kota yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang ketenagakerjaan;
b. perjanjian bersama dan tanda terima laporan
PHK dari dinas Daerah kabupaten/kota yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang ketenagakerjaan atau akta bukti
pendaftaran perjanjian bersama; atau
c. petikan atau putusan pengadilan hubungan
industrial yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
(2a) Bukti PHK sebagaimana dimaksud pada ayat (21
untuk selanjutnya disampaikan oleh Pemberi Kerja
dan/atau Pekerja kepada BPJS Kesehatan.
(3) Dalam hal perselisihan PHK masih dalam proses
penyelesaian, Pemberi Kerja dan Pekerja tetap
melaksanakan kewajiban membayar Iuran sampai
dengan adanya putusan PHK yang berkekuatan
hukum tetap.
(3a) Dalam hal Pemberi Kerja tidak membayarkan Iuran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tunggakan
Iuran wajib dibayarkan oleh Pemberi Kerja kepada
BPJS Kesehatan dan Pekerja tetap memperoleh hak
Manfaat pelayanan kesehatan.

(4) Dalam...

SK No 191973 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 11-
(4) Dalam hal Peserta PPU yang mengalami PHK
membutuhkan pelayanan rawat inap, Manfaat
Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan berupa Manfaat pelayanan Kelas
Rawat Inap Standar atau di ruang perawatan kelas III
untuk rrmah sakit yang belum menerapkan Kelas
Rawat Inap Standar.
(5) Peserta PPU yang mengalami PHK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang telah bekerja kembali
wajib memperpanjang atau melanjutkan status
kepesertaannya dengan didaftarkan oleh Pemberi
Kerja atau dengan mendaftarkan diri sendiri.
(6) Dalam hal Peserta PPU yang mengalami PHK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak bekerja
kernbali dan tidak mampu, Peserta melaporkan
dirinya beserta keluarga ke dinas Daerah
kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang sosial untuk didaftarkan
menjadi Peserta PBI Jaminan Kesehatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7 Ketentuan ayat (21, ayat (3), dan ayat (4) Pasal 32 diubah
dan setelah ayat (4) ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni
ayat (5) sehingga Pasal 32 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
(1) Batas paling tinggi Gaji atau Upah per bulan yang
digunakan sebagai dasar perhitungan besaran Iuran
bagi Peserta PPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3O ayat (1) yaitu sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas
juta rupiah).
(21 Batas paling rendah Gaji atau Upah per bulan yang
digunakan sebagai dasar perhitungan besaran Iuran
bagi Peserta PPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3O ayat (1) yaitu sebesar upah minimum provinsi.

(3) Dalam...

SK No 191972 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-L2-
(3) Dalam hal ditetapkan upah minimum
kabupatenlkota maka yang menjadi dasar
perhitungan besaran luran sebagaimana dimaksud
pada ayat l2l yaitu sebesar upah minimum
kabupaten/kota.
(41 Ketentuan batas paling rendah Gaji atau Upah per
bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan
besaran Iuran bagi Peserta PPU sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dikecualikan bagi
Peserta PPU pada usaha mikro dan kecil.
(5) Batas paling rendah Gaji atau Upah per bulan yang
digunakan sebagai dasar perhitungan besaran [uran
bagi Peserta PPU pada usaha mikro dan kecil
ditetapkan setelah dilakukan kajian aktuaria oleh
Kementerian Keuangan, Kementerian
Ketenagakerjaan, Kementerian Kesehatan, Dewan
Jaminan Sosial Nasional, dan BPJS Kesehatan.

8 Ketentuan ayat (5), ayat (6), ayat (6a), ayat l7l, ayat (8), dan
ayat (9) Pasal 42 diubah dan di antara ayat (5) dan ayat (6)
disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5a) sehingga Pasal 42
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 42
(1) Dalam hal Peserta dan/atau Pemberi Kerja tidak
membayar luran sampai dengan akhir bulan berjalan
maka penjaminan Peserta diberhentikan sementara
sejak tanggal 1 bulan berikutnya.
l2l Dalam hal Pemberi Kerja belum melunasi tunggakan
Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
BPJS Kesehatan, Pemberi Kerja wajib bertanggung
jawab pada saat Pekerjanya membutuhkan
pelayanan kesehatan sesuai dengan Manfaat yang
diberikan.

(3) Pemberhentian

SK No 170485 A
PRESIDEN
REPUELIK INDONESIA
-13-
(3) Pemberhentian sementara penjaminan Peserta
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir dan
status kepesertaan aktif kembali, apabila Peserta:
a. telah membayar Iuran bulan tertunggak, paling
banyak untuk waktu 24 (dua puluh empat)
bulan; dan
b. membayar Iuran pada bulan saat Peserta ingin
mengakhiri pemberhentian sementara jaminan.
(3a) Untuk tahun 2O2O, pemberhentian sementara
penjaminan Peserta sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) berakhir dan status kepesertaan aktif
kembali, apabila Peserta:
a. telah membayar luran bulan tertunggak, paling
banyak untuk waktu 6 (enam) bulan;
b. membayar Iuran pada bulan saat Peserta ingin
mengakhiri pemberhentian sementara jaminan;
dan
c. dengan sisa Iuran bulan yang masih tertunggak
setelah pembayaran tunggakan luran
sebagaimana dimaksud pada huruf a masih
menjadi kewajiban Peserta.
(3b) Untuk mempertahankan status kepesertaan aktif,
Peserta wajib melunasi sisa Iuran bulan yang masih
tertunggak sebagaimana dimaksud pada ayat (3a)
huruf c seluruhnya paling lambat pada tahun 2021.
(41 Pembayaran Iuran tertunggak dapat dibayar oleh
Peserta atau pihak lain atas nama Peserta.
(5) Dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status
kepesertaan aktif kembali sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), Peserta sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib membayar denda kepada BPJS
Kesehatan untuk satu kali rawat inap tingkat
lanjutan yang diperolehnya.

(5a) Dalam...

SK No 191970 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-14-
(5a) Dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status
kepesertaan aktif kembali sebagaimana dimaksud
pada ayat (3a) dan ayat (3b), Peserta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib membayar denda
kepada BPJS Kesehatan untuk setiap pelayanan
kesehatan rawat inap tingkat lanjutan yang
diperolehnya.
(6) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sebesar
5o/o (lima persen) dari perkiraan biaya paket
Indonestan Case Based Groups berdasarkan diagnosa
dan prosedur awal untuk setiap bulan tertunggak
dengan ketentuan:
a. jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua
belas) bulan; dan
b. besar denda paling tinggi Rp20.0O0.0O0,00 (dua
puluh juta rupiah).
(6a) Untuk tahun 2O2O, denda sebagaimana dimaksud
pada ayat (5a) yaitu sebesar 2,5o/o (dua koma lima
persen) dari perkiraan biaya paket Indonesian Case
Based Groups berdasarkan diagnosa dan prosedur
awal untuk setiap bulan tertunggak dengan
ketentuan:
a. jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua
belas) bulan; dan
b. besar denda paling tinggr Rp3O.OOO.O0O,OO (tiga
puluh juta rupiah).
(71 Bagi Peserta PPU, pembayaran luran sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), ayat (3a), ayat (3b) dan ayat
(4), serta denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
ayat (5a), ayat (6), dan ayat (6a) ditanggung oleh
Pemberi Kerja.
(8) Ketentuan pembayaran luran sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), ayat (3a), ayat (3b), dan ayat (4), serta
denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat
(5a), ayat (6), dan ayat (6a) dikecualikan untuk:
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan

b.Peserta...

SK No 170484A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 15-
b, Peserta PBPU dan Peserta BP yang luran-nya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)
huruf a angka 3 dan huruf b angka 3 seluruhnya
dibayar oleh Pemerintah Daerah.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayara.n Iuran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (3a), ayat
(3b), ayat (4), ayat l7l, dan ayat (8), serta denda
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (5a), ayat
(6), ayat (6a), ayat (7l., dan ayat (8) diatur dengan
Peraturan BPJS Kesehatan setelah berkoordinasi
dengan kementerian/ lembaga terkait.

9 Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 46
(1) Setiap Peserta berhak memperoleh Manfaat Jaminan
Kesehatan berupa Manfaat medis dan Manfaat
nonmedis.
(21 Manfaat medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan Manfaat pelayanan kesehatan
perorangan yang mencakup layanan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk
pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang
diperlukan.
(3) Manfaat medis sebagaimana dimaksud pada ayat (21
diberikan berdasarkan Kebutuhan Dasar Kesehatan.
(4) Manfaat medis berdasarkan Kebutuhan Dasar
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
memiliki kriteria sebagai berikut:
a. upaya pelayanan kesehatan perorangan;
b. pelayanan kesehatan untuk menyelamatkan
nyawa dan menghilangkan gangguan
produktivitas;
c. pelayanan kesehatan yang menimbulkan risiko
yang tidak tertanggungkan bagi Peserta;
d. pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien;
e. pelayanan yang terstandar;

f.tidak...

SK No 191968 A
PRESIDEN
REPUBL|K INDONESIA
- 16-
f. tidak dibedakan berdasarkan besaran luran
Peserta; dan/atau
g. bukan cakupan program lain.
(5) Manfaat medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
juga berlaku bagi bayi baru lahir dari Peserta paling
lama 28 (dua puluh delapan) hari sejak dilahirkan.
(6) Manfaat nonmedis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan Manfaat yang menunjang pelayanan
kesehatan termasuk fasilitas ruang perawatan pada
pelayanan rawat inap.
(71 Fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mencakup
sarana dan prasarana, jumlah tempat tidur, dan
peralatan yang diberikan berdasarkan Kelas Rawat
Inap Standar.

10. Di antaraPasa1 46 dan Pasal 47 disisipkan 1 (satu) pasal,


yakni Pasal 46A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 46A
(1) Kriteria fasilitas
ruang perawatan pada pelayanan
rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (7) terdiri
atas:
a. komponen bangunan yang digunakan tidak
boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi;
b. ventilasi udara;
c. pencahayaan ruangan;
d. kelengkapan tempat tidur;
e. nakas per tempat tidur;
f. temperatur ruangan;
g. ruang rawat dibagi berdasarkan jenis kelamin,
anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau
noninfeksi;
h. kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat
tidur;
i.tirai...

SK No 191967 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-17-
i. tirat/partisi antar tempat tidur;
j. kamar mandi dalam ruangan rawat inap;
k. kamar mandi memenuhi standar aksesibilitas;
dan
1. outlet oksigen.
(21 Penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan
rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
untuk:
a. pelayanan rawat inap untuk bayi atau
perinatologi;
b. perawatan intensif;
c. pelayanan rawat inap untuk pasien jiwa; dan
d. ruang perawatan yang memiliki fasilitas khusus.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk kriteria dan
penerapan Kelas Rawat Inap Standar diatur dengan
Peraturan Menteri.

11. Ketentuan ayat (1) huruf a dan ayat (3) Pasal 47 diubah
sehingga Pasal 47 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47
(1) Pelayanan kesehatan yang ddamin terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi
pelayanan kesehatan nonspesialistik yang
mencakup:
1. administrasipelayanan;
2. pelayanan promotif dan preventif
perorangan;
3. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi
medis;
4. tindakan medis nonspesialistik baik bedah
maupun nonbedah;
5. pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai;
6.pemeriksaan...

SK No 191966 A
PRESIDEN
REPUBLTK INDONESIA

- 18-
6. pemeriksaan penunjang diagnostik tingkat
pratama; dan
7. rawat inap tingkat pertama sesuai dengan
indikasi medis;
b. pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan,
meliputi pelayanan kesehatan yang mencakup:
1. administrasipelayanan;
2. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi
medis dasar;
3. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi
spesialistik;
4. tindakan medis spesialistik, baik bedah
maupun nonbedah sesuai dengan indikasi
medis;
5. pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai;
6. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan
sesuai dengan indikasi medis;
7. rehabilitasi medis;
8. pelayanan darah;
9. pemulasaran jenazah Peserta yang
meninggal di Fasilitas Kesehatan;
10. pelayanan keluarga berencana;
1 1.
perawatan inap nonintensif; dan
L2. perawatan inap di ruang intensif.
c. pelayanan ambulans darat atau air.
l2l Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b angka 2 hanya berlaku untuk
pelayanan kesehatan pada unit gawat darurat.
(3) Alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a angka 5 dan huruf b angka 5 merupakan
seluruh alat kesehatan yang digunakan dalam rangka
penyembuhan, termasuk alat bantu kesehatan.

(4) Pelayanan...

SK No 191965 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-19-
(41 Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b angka 10, tidak termasuk pelayanan
keluarga berencana yang telah dibiayai Pemerintah
Pusat.
(5) Pelayanan ambulans darat atau air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan
pelayanan transportasi pasien rujukan dengan
kondisi tertentu antar Fasilitas Kesehatan disertai
dengan upaya menjaga kestabilan kondisi pasien
untuk kepentingan keselamatan pasien.

12. Ketentuan ayat (1), ayat (4), ayat (5), ayat (8), ayat (9), dan
ayat (11) Pasal 48 diubah dan di antara ayat (9) dan ayat
(10) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (9a) sehingga Pasal
48 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 48
(U Manfaat pelayanan promotif dan preventif perorangan
meliputi pemberian pelayanan:
a. penyuluhan kesehatan perorangan;
b. imunisasi rutin;
c. keluarga berencana;
d. skrining riwayat kesehatan dan pelayanan
penapisan atau skrining kesehatan tertentu; dan
e. peningkatan kesehatan bagi Peserta penderita
penyakit kronis.
(21 Penyuluhan kesehatan perorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hurt-f a meliputi paling sedikit
penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko
penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
(3) Pelayanan imunisasi rutin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi pemberian jenis
imunisasi rutin sesuai dengan ketentuan peraturan
pemndang-undangan.

(4) Pelayanan...

SK No t91964 A
PRESIDEN
REPUBLIK TNDONESIA
-20-
(4) Pelayanan keluarga berencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hurrf c meliputi konseling
dan pelayanan kontrasepsi, termasuk vasektomi dan
tubektomi yang bekerja sama dengan Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
(5) Ketentuan mengenai pemenuhan kebutuhan alat dan
obat kontrasepsi bagi Peserta di Fasilitas Kesehatan
diatur dengan Peraturan Kepala Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
(6) Vaksin untuk imunisasi rutin serta alat dan obat
kontrasepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
ayat (4) disediakan oleh Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
l7l Pelayanan skrining riwayat kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d diberikan secara
selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko
penyakit dengan menggunakan metode tertentu.
(8) Pelayanan penapisan atau skrining kesehatan
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d diberikan secara selektif melalui skrining riwayat
kesehatan terlebih dahulu yang ditujukan untuk
mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak
lanjutan risiko penyakit tertentu.
(9) Jenis pelayanan penapisan atau skrining kesehatan
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d dilakukan di FKTP untuk penapisan penyakit:
a. diabetes mellittts;
b. hipertensi;
c. ischa.emic heart disease;
d. stroke;
e. kanker leher rahim;
f. kanker payudara;
g. anemia remaja putri;
h. tuberkulosis;

i.hepatitis...

SK No 191963 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-2t-
i. hepatitis;
j. paru obstruktif kronis;
k. talasemia;
l. kanker usus;
m. kanker paru; dan
n. hipotiroidkongenital.
(9a) Dalam hal dibutuhkan pemeriksaan lanjutan
berdasarkan hasil penapisan atau skrining kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (9), pemeriksaan
lanjutan dilakukan di FKTP dan/atau FKRTL sesuai
indikasi medis dan sistem rujukan yang berlaku.
(10) Peningkatan kesehatan bagr Peserta penderita
penyakit kronis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e ditujukan kepada Peserta penderita penyakit
kronis tertentu untuk mengurangi risiko akibat
komplikasi penyakit yang dideritanya.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan skrining
riwayat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(7l., pelayanan penapisan atau skrining kesehatan
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dan
peningkatan kesehatan bagi Peserta penderita
penyakit kronis sebagaimana dimaksud pada ayat
(10) diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan setelah
berkoordinasi dengan kementerian/ lembaga terkait.

13. Ketentuan ayat (3) Pasal 51 diubah sehingga Pasal 51


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 51
(U Peserta dapat meningkatkan perawatan yang lebih
tinggr dari haknya termasuk rawat jalan eksekutif
dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan
atau membayar selisih antara biaya yang dijamin oleh
BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar
akibat peningkatan pelayanan.
(21 Selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS
Kesehatan dengan biaya akibat peningkatan
pelayanan dapat dibayar oleh:

a. Peserta...

SK No 191962 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-22-
a. Peserta yang bersangkutan;
b. Pemberi Kerja; atau
c. asuransi kesehatan tambahan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan bagi:
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan;
b. Peserta BP dengan Manfaat pelayanan di ruang
perawatan Kelas III;
c. Peserta PBPU dengan Manfaat pelayanan di
ruang perawatan Kelas III;
d. Peserta PPU yang mengalami PHK dan anggota
keluarganya; atau
e. Peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

L4. Ketentuan ayat (1) huruf d, huruf m, dan huruf r Pasal 52


diubah sehingga Pasal 52 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 52
(1) Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin meliputi:
a. pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas
Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;
c. pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau
cedera akibat Kecelakaan Kerja atau hubungan
keda yang telah dijamin oleh program jaminan
Kecelakaan Kerja atau menjadi tanggungan
Pemberi Kerja;
d. pelayanan kesehatan yang jaminan
pertanggungannya diberikan oleh program
jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat
wajib sampai nilai atau ketentuan yang
ditanggung sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan diberikan sesuai hak
kelas rawat Peserta;
e. pelayanan. . .

SK No 19196l A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-23-
e. pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar
negeri;
f. pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;
g. pelayanan untuk mengatasi infertilitas;
h. pelayanan meratakan gigi atau ortodonsi;
i. gangguan kesehatan/penyakit akibat
ketergantungan obat dan/ atau alkohol;
j. gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti
diri sendiri atau akibat melakukan hobi yang
membahayakan diri sendiri;
k. pengobatan komplementer, alternatif, dan
tradisional, yang belum dinyatakan efektif
berdasarkan penilaian teknologi kesehatan;
1. pengobatan dan tindakan medis yang
dikategorikan sebagai percobaan atau
eksperimen;
m. alat dan obat kontrasepsi serta kosmetik;
n. perbekalan kesehatan rumah tangga;
o. pelayanan kesehatan akibat bencana pada
masa tanggap darurat, kejadian luar
biasa/wabah;
p. pelayanan kesehatan pada kejadian tak
diharapkan yang dapat dicegah;
q. pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
dalam rangka bakti sosial;
r. pelayanan kesehatan akibat tindak
pidana penganiayaan, kekerasan
seksual, korban terorisme, dan tindak
pidana perdagangan orang yang telah dijamin
melalui skema pendanaan lain yang
dilaksanakan kementerian/lembaga atau
Pemerintah Daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;

s. pelayanan. . .

SK No 191960A
PRESIDEN
REPUBLIK TNDONESIA
-24-
s. pelayanan kesehatan tertentu yang berkaitan
dengan Kementerian Pertahanan, Tentara
Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
t. pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan
dengan Manfaat Jaminan Kesehatan yang
diberikan; atau
u. pelayanan yang sudah ditanggung dalam
program lain.
(21 Pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi
rujukan atas permintaan sendiri dan pelayanan
kesehatan lain yang tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri
sendiri atau akibat melakukan hobi yang
membahayakan diri sendiri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hurufj, pengobatan dan tindakan medis
yang dikategorikan sebagai percobaan atau
eksperimen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf l, dan kejadian tak diharapkan yang dapat
dicegah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf p
ditetapkan oleh Menteri.

15. Pasal 54A dihapus.

16. Pasal 54E} dihapus.

17. Ketentuan Pasal 64 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 64
(1) Dalam hal di suatu Daerah belum tersedia Fasilitas
Kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi
kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan
wajib memberikan kompensasi.

(2) Daerah. . .

SK No 191959 A
PRESIDEN
REPUBLIK TNDONESIA
-25-
(21 Daerah yang belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang
memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)jika:
a. desa/kelurahan dan/atau kecamatan:
1. tidak tersedia FKTP atau jaringan
Puskesmas atau jejaring FKTP;
2. tersedia Fasilitas Kesehatan namun belum
memenuhi syarat kerja sama; dan/atau
3. tersedia FKTP namun sulit diakses; atau
b. kabupaten/kota:
1. tidak tersedia FKRTL;
2. tersedia Fasilitas Kesehatan namun belum
memenuhi syarat kerja sama; dan/atau
3. tersedia FKRTL namun sulit diakses.
(3) Penentuan Daerah belum tersedia Fasilitas
Kesehatan yang memenuhi syarat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh kepala daerah
berdasarkan pertimbangan BPJS Kesehatan
dan/atau asosiasi Fasilitas Kesehatan.
(4) Penetapan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan dengan memperhatikan:
a. letak geografis;
b. keterbatasEln sarana;
c. infrastruktur;
d. aksesibilitas yang menjadi hambatan FKTP
mencapai desa;
e. ketersediaan tenaga kesehatan; dan
f. ketersediaanFasilitasKesehatan.
(5) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa:
a. penyediaan Fasilitas Kesehatan melalui keda
sarna dengan pihak lain yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan berdasarkan kriteria
khusus;
b. pengiriman tenaga kesehatan; dan/atau
c.penggantian...

SK No 170482 A
K INDONESIA

-26-
c. penggantian uang tunai untuk biaya pelayanan
kesehatan, sesuai dengan hak Peserta.
(6) Kerja sama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) huruf a termasuk dengan Fasilitas
Kesehatan bergerak.
(71 Dalam melaksanakan kerja sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf a, BPJS Kesehatan
mengutamakan kemudahan akses pelayanan
kesehatan bagi masyarakat setempat.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
persyaratan pemberian kompensasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7) diatur
dengan Peraturan BPJS Kesehatan setelah
berkoordinasi dengan Menteri.

18. Ketentuan ayat (2) Pasal 69 diubah sehingga Pasal 69


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 69
(1) Standar tarif pelayanan kesehatan di FKTP dan
FKRTL ditetapkan oleh Menteri.
l2l Menteri menetapkan standar tarif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) setelah:
a. berkoordinasi dengan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keuangan, Dewan Jaminan Sosial
Nasional, dan BPJS Kesehatan;
b. mendapatkan masukan dari asosiasi Fasilitas
Kesehatan; dan
c. mempertimbangkan ketersediaan Fasilitas
Kesehatan, pemanfaatan atau utilisasi
pelayanan kesehatan, tingkat risiko Peserta,
regionalisasi, dan kemampuan keuangan dana
jaminan sosial kesehatan.

19.Ketentuan...

SK No 191957 A
PRESIDEN
REPUBLIK INT}ONESIA

-27 -

19. Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 71
(1) BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada:
a. FKTP secara:
1. praupaya atau kapitasi; dan/atau
2. klaim pelayanan kesehatan/nonkapitasi;
dan
b. FKRTL secara:
1. Indonesian Case Based Groups; dan/atau
2. non-Indonesian Case Based Groups.
(21 Dalam melakukan pembayaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), BPJS Kesehatan dapat
mengembangkan sistem pembayaran.
(3) Pengembangan sistem pembayaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (21 dilakukan dalam rangka
penguatan pembayaran di FKTP dan FKRTL yang
lebih berhasil guna.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan
sistem pembayaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan BPJS
Kesehatan setelah berkoordinasi dengan Menteri dan
lembaga terkait.

20. Ketentuan ayat (1) Pasal 72 diubah dan setelah ayat (41
ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5) sehingga Pasal
72 berbunyi sebagai berikut:
Pasal72
(1) Cara pembayaran dengan Indonesian Case Based
Groups untuk FKRTL sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7l ayat (1) huruf b angka l ditetapkan sesuai
kelas rumah sakit.

(2) Dalam...

SK No 198492 A
PRESIDEN
REPUBLIK IilDONESIA

-28-
(21 Dalam hal ditemukan ketidaksesuaian kelas rumah
sakit berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan pada saat kredensial atau re-kredensial
maka BPJS Kesehatan harus melaporkan kepada
Menteri untuk dilakukan reviu.
(3) Reviu kelas rumah sakit sebagaimana dimaksud pada
ayat (21 dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) bulan
dengan melibatkan unsur Kementerian Kesehatan,
BPJS Kesehatan, dan asosiasi rumah sakit.
(41 Hasil reviu kelas rumah sakit sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dijadikan dasar penyesuaian kontrak
oleh BPJS Kesehatan dengan rumah sakit.
(5) Apabila reviu kelas rumah sakit belum dapat
diselesaikan sesuai dengan jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), BPJS
Kesehatan melakukan pembayaran tarif sesuai hasil
kredensial atau re-kredensial yang telah disepakati
oleh BPJS Kesehatan bersama dinas kesehatan
dan/atau asosiasi Fasilitas Kesehatan.

21. Setelah ayat(2\Pasal 83 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni


ayat (3) sehingga Pasal 83 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 83
(1) Dalam menetapkan kebijakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 82, Menteri dan menteri
terkait serta Dewan Jaminan Sosial Nasional
berwenang mengakses dan meminta data dan
informasi dari BPJS Kesehatan.
(21 BPJS Kesehatan wajib memberikan akses dan
menyediakan data dan informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri dan menteri
terkait serta Dewan Jaminan Sosial Nasional.

(3) Dalam

SK No 198491 A
PRESIDEN
REPUEUK INDONESIA

-29-
(3) Dalam rangka kemudahan akses data dan informasi,
BPJS Kesehatan dan kementerian/lembaga terkait
melakukan interoperabilitas sistem secara penuh
antar sistem informasi program Jaminan Kesehatan
pada kementerian/lembaga terkait dan BPJS
Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

22. Ketentuan ayat (4) Pasal 98 diubah dan setelah ayat (4)
ditambahkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (5), ayat (6), dan ayat
(7) sehingga Pasal 98 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 98
(1) Untuk kesinambungan penyelenggaraan program
Jaminan Kesehatan dilakukan monitoring dan
evaluasi.
(21 Pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada aspek:
a. kepesertaan;
b. pelayanan kesehatan;
c. Iuran;
d. pembayaran ke Fasilitas Kesehatan;
e. keuangan;
f. organisasi dan kelembagaan; dan
g. regulasi.
(3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Kementerian Kesehatan,
Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial,
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan
Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan, Dewan Jaminan Sosial Nasional,
Otoritas Jasa Keuangan, dan Pemerintah Daerah
sesuai kewenangan masing-masing.

(4) Monitoring.

SK No 198490 A
PRESIDEN
REPUBL|K INDONESIA

-30-
(4) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan secara terpadu dan dilakukan
dengan membangun sistem informasi yang
terhubung secara interoperabilitas dengan sistem
informasi yang dimiliki oleh kementerian/lembaga
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dikoordinasikan oleh Dewan
Jaminan Sosial Nasional.
(6) BPJS Kesehatan memberikan akses data dan
informasi untuk kepentingan monitoring dan evaluasi
kepada kementerian/lembaga sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dalam lingkup aspek
sebagaimana dimaksud pada ayat (21.
(71 Pemberian data dan informasi di luar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan
melalui perjanjian kerja sama sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

23. Ketentuan ayat (2) huruf c dan ayat (5) Pasal 99 diubah
sehingga Pasal 99 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 99
(1) Pemerintah Daerah wajib mendukung
penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan.
(21 Dukungan Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. peningkatan pencapaian kepesertaan di
wilayahnya;
b. kepatuhan pembayaran luran;
c. ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan; dan
d. dukungan lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dalam rangka
menjamin kesinambungan program Jaminan
Kesehatan.

(3) Dukungan

SK No 198500 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-31 -

(3) Dukungan peningkatan pencapaian kepesertaan di


wilayahnya sebagaimana dimaksud pada ayat (21
huruf a dilaksanakan melalui penerbitan regulasi
yang mempersyaratkan kepesertaan program
Jaminan Kesehatan dalam memperoleh pelayanan
publik.
(4) Dukungan kepatuhan pembayaran Iuran
sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf b
dilaksanakan melalui pelaksanaan pembayaran
Iuran secara tepat jumlah dan tepat waktu.
(5) Dukungan ketersediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (21
humf c dilaksanakan melalui penyediaan Fasilitas
Kesehatan, pemenuhan standar pelayanan minimal,
dan pelaksanaan program kesehatan yang memiliki
daya ungkit dalam peningkatan akses dan mutu
layanan kesehatan.
(6) Dukungan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(21 huruf d dilaksanakan melalui kontribusi dari
pajak rokok bagian hak masing-masing Daerah
provinsi / kabupaten/ kota.

24. Di antara Pasal 103A dan Pasal 104 disisipkan 1 (satu)


pasal, yakni Pasal 1038 sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 1038
(1) Penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan
rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46A
dilaksanakan secara menyeluruh untuk rumah sakit
yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan paling
lambat tanggal 30 Juni 2025.
(21 Dalam jangka waktu sebelum tanggal 3O Juni 2025
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rumah sakit
dapat menyelenggarakan sebagian atau selunrh
pelayanan rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap
Standar sesuai dengan kemampuan rumah sakit.
(3) Dalam...

SK No 158047 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA

-32-
(3) Dalam hal rumah sakit telah menerapkan fasilitas
ruang perawatan pada pelayanan rawat inap
berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar dalam jangka
waktu sebelum tanggal 3O Juni 2025 sebagaimana
dimaksud pada ayat (21, pembayaran tarif oleh BPJS
Kesehatan dilakukan sesuai tarif kelas rawat inap
rumah sakit yang menjadi hak Peserta sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan
rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
dilakukan evaluasi dengan mempertimbangkan
keberlangsunga.n program Jaminan Kesehatan.
(5) Dalam masa penerapan fasilitas ruang perawatan
pada pelayanan rawat inap berdasarkan Kelas Rawat
Inap Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), Menteri melakukan pembinaan terhadap
Fasilitas Kesehatan.
(6) Evaluasi fasilitas rLrang perawatan pada pelayanan
rawat inap sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan oleh Menteri dengan berkoordinasi dengan
BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional,
dan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan.
(71 Hasil evaluasi dan koordinasi fasilitas ruang
perawatan pada pelayanan rawat inap sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) menjadi dasar penetapan
Manfaat, tarif dan Iuran.
(8) Penetapan Manfaat, tarif, dan Iuran sebagaimana
dimaksud pada ayat (71 ditetapkan paling lambat
tanggal 1 Juli 2025.

Pasal II
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar

SK No 158046 A
PRESIDEN
REPUBUK TNDONESIA
-33-
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Presiden ini dengan
penempatannya dalam lembaran Negara RePublik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Mei 2A24

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Mei 2024

MENTERI SEKRETARIS NEGARA


REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

PRATIKNO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 82

Salinan sesuai dengan aslinYa


KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
dan
Hukum

Djaman

SK No 1704554

Anda mungkin juga menyukai