Anda di halaman 1dari 3

Pemuliaan tanaman untuk meningkatkan ketahanannya terhadap hama dan penyakit

merupakan salah satu contoh dari pemuliaan untuk melindungi kualitas tanaman contoh nya
itu pada tanaman mentimun. penyakit yang sering menyerang mentimun adalah jamur tepung
atau Powdery Mildew (PM) yang sering disebabkan oleh dua spesies yaitu Podosphaera
xanthii dan Golovinomyces cichoracearum. Selain itu, kemunculan dan keparahan PM
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sehingga meningkatkan kesulitan dalam pemuliaan
varietas tahan PM. CRISPR/Cas9 adalah teknologi penyuntingan gen yang memungkinkan
para ilmuwan untuk mengubah DNA secara tepat dan efisien. Teknologi ini telah banyak
digunakan dalam pemuliaan tanaman, salah satunya untuk meningkatkan toleransi garam dan
resistensi virus pada mentimun. pada tanaman gandum, genome editing menggunakan
CRISPR/Cas9 pada 3 alel gen MILDEW RESISTANCE LOCUS (MLO) berhasil
menciptakan resistensi PM pada tanaman gandum. Hal ini mendorong mencoba teknologi
tersebut di mentimun. Pada tanaman mentimun knock out gen CsaMLO8 menggunakan
CRISPR/Cas9 berhasil merakit varietas baru tanaman mentimun yang resisten terhadap
penyakit PM.
Selain PM, beberapa penyakit pada mentimun disebabkan oleh virus, antara lain Cucumber
vein yellowing virus (CVYV), Zucchini yellow mosaic virus (ZYMV), dan Papaya ring spot
mosaic virus-W (PRSV-W) yang sering diperantarai oleh serangan serangga. Penyakit ini
umumnya menyebabkan terjadinya gejala mosaic pada daun, batang, dan buah yang ditandai
dengan adanya semburat kekuningan atau warna hijau pucat yang tersebar diantara warna
hijau asli dari organ tersebut (mosaik).
Penelitian yang dilakukan dengan CRISPR/Cas9 berhasil mengembangkan resistensi dan
imunitas pada mentimun terhadap penyakit mosaic yang disebabkan oleh virus ini. Dalam
penelitiannya, gen eukaryotic translation initiation factor 4E (eIF4E) berhasil mentargetkan
delesi pada bagian C-terminal dan N-terminal gen penyandi eIF4E. Hal ini menyebabkan
tanaman mentimun menjadi imun terhadap CVYV, resisten terhadap ZYMV dan PRSV-W.
(Adnan,et al.2024)
Biofortifikasi beras menjadi penting sebagai salah satu inovasi dalam memperbaiki mutu gizi
beras melalui peningkatan kandungan zat gizi, di antaranya mineral besi dan seng. Secara
umum terdapat dua upaya biofortifikasi padi, yaitu melalui pemuliaan tanaman secara
konvensional dan transformasi gen atau rekayasa genetik (bioteknologi). Pemuliaan tanaman
padi juga dapat diarahkan untuk mendapatkan varietas yang mempunyai kandungan mineral
tinggi, seperti Fe untuk menanggulangi masalah anemia gizi besi. Syarat utama yang harus
dipenuhi dalam memperbaiki kandungan mineral varietas padi adalah tersedianya plasma
nutfah dengan keragaman genetik yang memadai untuk karakter yang akan diperbaiki, dalam
hal ini kandungan Fe tinggi pada padi. Tahapan berikutnya adalah menyilangkan tanaman
padi dari plasma mutfah yang telah teridentifikasi untuk menghasilkan genotipe atau varietas
unggul baru yang memiliki kombinasi karakter yang diinginkan.
Upaya lain untuk meningkatkan kadar mineral Fe pada padi adalah mengekspresikan gen.
OsNASI, OsNas2, dan OsNax3 pada endosperm. Beberapa hasil studi menunjukkan unsur Fe
dapat memasuki endosperm dalam berbagai bentuk. walaupun mekanisme untuk mengimpor
Fe ke dalam endosperm belum berkembang sepenuhnya. Variasi akumulasi Fe dalam
berbagai bentuk memberikan pilihan bagi upaya peningkatan bioavailabitas. Bioavalabilitas
adalah efek dari setiap proses fisik dan kimia maupun fisiologis yang berpengaruh terhadap
jumlah zat besi yang diserap tanaman bahan makanan sampai menjadi bentuk biologis yang
aktif untuk dapat dimanfaatkan tubuh.
Teknologi transgenik berhasil meningkatkan kandungan Fe pada beras tanpa kendala
fisiologis yang berarti sehingga dapat disimpulkan bahwa perbaikan kandungan Fe beras
hanya dapat dicapai dengan tehnik transgenik. Padi transgensik kaya besi dan seng yang
dikembangkan secara terbatas di lapangan menyumbang 30% kedua zat gizi tersebut pada
beras (Siti&kristamtini,2018).
Contoh lain teknologi transgenik dapat diliat pada tanaman jagung, jagung transgenik
memiliki beberapa keunggulan yaitu peningkatan ketahanan dan produktivitasnya . Jagung
transgenik adalah jagung hasil rekayasa genetika yang telah ditambahkan gen bakteri Bacillus
thuringiensis.Gen yang diambil bakteri tersebut merupakan gen penyandi protein Bt (delta
endotoksin) yang mampu membunuh larva hama kupu-kupu. Hama ini dapat menurunkan
hasil jagung hingga 30%. Protein toksin Bt dapat menembus dinding usus danmenyebabkan
hama berhenti makan. Racun tersebut kemudian menyebabkan robeknya dinding usus dan
bakteri usus berpindah ke rongga tubuh dan berkembang biak di dalam darah. Akibatnya
hama kacang-kacangan mati karena keracunan darah.
Jagung transgenik jenis ini dibuat dengan menambahkan gen dari makhluk hidup atau benda
mati sehingga membuat jagung tahan terhadap penyakit, hama atau bahkan tahan bahan
kimia sehingga menjadikan tanaman tersebut superplant.Keunggulan jagung jenis ini adalah
kapasitas produksinya yang tinggi sekitar 8-10 ton per hektar, tahan terhadap penyakit, hama
dan obat-obatan kimia. (Firma,2023)

Dapus
Adnan, M. R., Aini, N., Oktaval, G., Ainur, M., Firdaus, M. A., & Mauludy, M. G. (2024).
Perkembangan Bioteknologi CRISPR/Cas9 dalam Pemuliaan Tanaman Mentimun. Jurnal
Cakrawala Ilmiah, 3(5), 1483-1490.
Siti dewi indrasari & Kristamtini, K. (2018). Biofortifikasi mineral Fe dan Zn pada beras:
peningkatan kualitas gizi pangan melalui pemuliaan tanaman. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pertanian , 37 (1), 9-16.
Firma Nabilla Amalia, Hidayati, SN, & bin Sa'id, I. (2023). Pengaruh Rekayasa Genetika
Terhadap Produktivitas Tanaman Jagung Transgenik (Zea Mays). Jurnal Pertanian Pat Petulai
, 1 (1), 37-44.

Anda mungkin juga menyukai