Makalah Qiraat Al Quran
Makalah Qiraat Al Quran
QIRAAT AL QUR’AN
Disusun guna memenuhi salah satu tugas terstruktur Mata Kuliah
Al Qur’an dan Ilmu Tafsir
Dosen Pengampu : Aan Aliyudin, M. Ag
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Sejumlah ulama’ ahli Al-Qur’an ada yang menganggap bahwa qiraat
merupakan kajian yang kurang menarik, karena kajian ini tidak bersentuhan
langsung dengan kehidupan umat islam sehari-hari. Namun demikian, justru yang
diperhatikan adalah sejauh mana wacana qiraat mampu memberi kita manfaat.
Selain itu, ilmu ini juga cukup rumit untuk dipelajari, banyak hal yang harus
diketahui oleh peminat ilmu qira’at ini, yang terpenting adalah pengenalan al-
Qur’an secara mendalam dalam banyak seginya, bahkan hafal sebagian besar dari
ayat-ayat al-Qur’an merupakan salah satu kunci memasuki gerbang ilmu ini;
pengetahuan bahasa Arab yang mendalam dan luas dalam berbagai seginya, juga
merupakan alat pokok dalam menggeluti ilmu ini, pengenalan berbagai macam
qiraat dan para perawinya adalah hal yang mutlak bagi pengkaji ilmu ini. Hal-hal
inilah barangkali yang menjadikan ilmu ini tidak begitu populer.
Meskipun demikian keadaannya, ilmu ini telah sangat berjasa dalam menggali,
menjaga dan mengajarkan berbagai “cara membaca” al-Qur’an yang benar sesuai
dengan yang telah diajarkan Rasulullah SAW. Para ahli qiraat telah mencurahkan
segala kemampuannya demi mengembangkan ilmu ini. Ketelitian dan kehati-hatian
mereka telah menjadikan al-Qur’an terjaga dari adanya kemungkinan
penyelewengan dan masuknya unsur-unsur asing yang dapat merusak kemurnian
al-Qur’an.
Oleh karena itu kita perlu pemahaman, pengetahuan dan hal-hal yang
menyangkut perkara benar dan batilnya mengenai qiraat.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qiraat
1
Munawwir, Kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab Terlengkap, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2007), hlm. 75.
2
Hasanuddin Af, Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum Dalam
Al-Qur’an, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), hlm.111-112.
3
Nur Faizah, Sejarah Al-Qur’an, (Jakarta Barat: CV Artha Rivera, 2008), hlm. 133.
4
Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Ilmu Al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia,
1991), hlm. 374.
2
Untuk menangkal penyelewengan qiraat yang sudah muncul, para imam
dari kalangan salaf maupun khalaf telah menetapkan syarat qiraat dapat
dikatakan shahih. Menurut Al-Jaziri dalam kitabnya An-Nasyr sebagaimana
yang dikutip oleh Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasni, sebagai berikut:
1. Qiraat harus sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab
2. Qiraat tidak menyalahi rasm utsmani
3. Memiliki sanad yang sahih (diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit)
serta diriwayatkan secara mutawatir).5
Jadi apabila ketiga persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka qiraah itu
kualitasnya dhaif (lemah), walaupun berasal dari tujuh imam. Inilah aturan
shahih yang telah ditetapkan oleh imam-imam, baik dari kalangan salaf maupun
khalaf.
C. Macam-Macam Qiraat
Macam-macam tingkatan qiraat menurut Ibnu Al-Jaziri sebagaimana yang
dikutip oleh Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i itu ada enam macam, yaitu
sebagai berikut:
1. َر
ََ وات
َ َ َ مت
َ ا َلadalah qiraat yang diriwayatkan oleh sejumlah periwayatan
yang banyak dari periwayatan yang banyak pula sehingga mereka tidak
mungkin sepakat untuk berdusta. Qiraat yang tergolong mutawatir, yaitu
qiraat sab’ah. Qiraah mutawatir ini adalah qiraat yang sah dan resmi
sebagai Al-Qur’an dan dapat dijadikan hujjah.
2. ر
َ َو َََ َ ا َل ََمadalah qiraat yang sanad-nya sahih yang diriwayatkan oleh orang
َ شه
banyak, akan tetapi tidak sampai tingkatan mutawatir. Disamping itu sesuai
dengan kaidah bahasa Arab dan rasm utsmani. Qiraat ini dinisbatkan
kepada 3 Imam terkenal yaitu: Abu Ja’far ibn Qa’qa al- Madani, Ya’qub al-
Hadrami, Khalaf al-Bazzar.
ََ َََحَاد اآلadalah qiraat yang tidak mencapai derajat masyhur, sanad-nya
3.
sahih, akan tetapi menyalahi rasm utsmani atau pun kaidah bahasa Arab.
Qiraat ini tidak sah dibaca sebagai riwayat yang dikeluarkan oleh hakim
5
Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasni, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Bandung:
CV Pustaka setia, 1983), hlm. 45-46.
3
dari jalur Ashil Al-Jahdari dari Abi Bakrah yang menyebutkan bahwa Nabi
SAW, membaca ayat:
ض َََو َعَب َاقَ 'َ„يَََحَََاََس„َن َ ََ„َ َى
فَخ َ َ„ََر َ ََل
َ ََع
َ ََ َمتَ َََكئَََيَََن
َََر َ َََفرََا
َََر
„ف
Lafadz َ َََََرفا danََعب َاقَ '„َي „ف
pada qiraat mutawatir dibaca َ َََر
َ danَََعَََبقََرَ '„َي.
َََر َََر َََف
َ
َََر
4.ََ َ( ال ََاشذmenyimpang) adalah qiraat yang sanadnya tidak sahih. Seperti
ََ 'جَي
Lafadzَك َ َ ََ َ ننitu dibaca dengan ha’ bukan dengan jim. Qiraat ini tidak
seseorang tanpa asal usul yang pati atau tidak sama sekali. Misalnya qiraat
yang dikumpulkan oleh Muhammad Jafar Al-Khuza’i dan ia
mengatakannya bersumber dari Abu Hanifah yang berbunyi:
Pada ayat diatas sebenarnya pada lafadz للitu berharakat fathah dan
4
atau penjelas terhadap suatu ayat. Contoh qiraat Abi Waqqash yaitu:
َ:4/َََتَََمَََنأََ„ََ'ََم(اَل َنساء
َ ََََََاخ َ َََََو ََا َََنكاَََََن َََرَََجَََليَ َََوََََرََ ََكَالَ َََ˝لةََاَ ََ َواَ َََو َََله
)12 َََم ََ َرأَة َا َََوَاَََََخ َث
6
Ahmad Syadali dan Ahmad Rafi’i, Ulumul Qur’an I, (Jakarta: CV. Pustaka Setia, 1997),
hlm. 228-230.
7
Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasni, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, hlm. 48.
5
D. Tokoh-tokoh Qiraat Sab’ah
Nama-nama tujuh imam qiraat dan dikenal dua orang perawinya, yaitu
sebagai berikut:
1. Imam Ibnu Amir di Damaskus (Syam)
Nama lengkapnya: Abdullah bin Amir al-Yahshabi (8-118 H). Beliau
membaca Al-Qur’an dari Mughirah bin Abi Syihab (dari Utsman bin Affan)
dan Abu al-Darda’.
2. Imam Katsir di Makkah
Nama lengkapnya: Abu Muhammad Abdullah bin Katsir (45-120 H).
Beliau membaca Al-Qur’an dari Abdullah ibn al-Sa’ib (dari Ubay bin Ka’ab
dan Umar bin Khattab), Mujahid ibn Jabar dan Dirbas (dari Ibnu Abbas dari
Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit).
3. Imam Ashim di Kufah
Nama lengkapnya: Abu Bakar Ashim bin Abi Najud al-Asadi (w. 129
H). Beliau membaca Al-Qur’an dari Abu Abd al-Rahman al-Simi (dari
Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Ibnu Mas’ud, Ubay bin Ka’ab dan
Zaid bin Tsabit).
4. Imam Abu Amr di Bashrah
Nama lengkapnya: Abu Amir Zabban bin al-Ala’ bin Ammar (68-154
H). Beliau membaca Al-Qur’an dari Hasan al-Bashri dari Abu al-Aliyah dari
Umar bin Khattab dan Ubay bin Ka’ab.
5. Imam Hamzah di Kufah
Nama lengkap: Hamzah ibn Hubayb ibn al-Ziyyat al-Kufti (80-156 H).
Beliau membaca Al-Qur’an dari Ali Sulaiman al- A’masy, Said Ja’far As-
Shadiq, Hamran ibn A’yan, Manhal ibn Amr dan lain-lain.
6. Imam Nafi’ di Madinah
Nama lengkap: Nafi ibn Abd al-Rahman ibn Abi Nu’aym al-Laysi (w.
169 H). Beliau membaca dari Ali ibn Ja’far, Abd al-Rahman ibn Hurmuz
Muhammad ibn Muslim al-Zuhri dan lain-lain.
7. Imam Al-Kisa’i di Kufah
6
Nama lengkapnya: Abu Hasan Ali bin Hamzah Al-Kisa’i (w. 187 H).
Beliau membaca dari Hamzah bin Hubaib, Syu’bah, Ismail ibn Ja’far dan
lain-lainnya.8
Tujuh Imam tersebut itulah yang masyhur, kemudian ahli qiraat tersebut
terkenal dengan “Qiraat Sab’ah”, karena masing-masing Imam memang teliti
dalam meriwayatkan qiraat yang berasal dari sahabat Nabi SAW.
E. Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qiraat
Beberapa faktor yang melatar belakangi timbulnya perbedaan qiraat Al-
Qur’an menurut Abdul Hadi al-Fadli dalam kitab Al-Qira’ah Al-Qur’aniyah
sebagaimana yang dikutip oleh Nur Faizah, perbedaan qiraat disebabkan oleh
beberapa hal.
1. Karena perbedaan qiraat Nabi Muhammad dalam membaca dan
mengajarkan Al-Qur’an dengan beberapa versi.
2. Karena adanya taqrir (pengakuan) Nabi Muhammad terhadap berbagai
macam qiraat.
3. Karena berbedanya qiraat yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad melalui perantara malaikat Jibril.
4. Karena adanya riwayat dari sahabat menyangkut berbagai versi qiraat
yang ada.
5. Karena adanya perbedaan lahjah atau dialek kebahasan masyarakat Arab
pada masa turunnya Al-Qur’an.9
Jadi dari kelima penyebab berbedaan qiraat diatas, pada prinsipnya sama
yaitu bahwa sumber penyebab adanya perbedaan qiraat Al-Qur’an adalah
bermuara kepada Nabi SAW.
F. Contoh Perbedaan Qiraat
1. Contoh perbedaan qiraat sebagai penggabungan dua ketentuan hukum yang
berbeda. Seperti firman Allah:
. . . .ََََطََن
ََ َحتَى
'َ ََ ََواَل˝َ َتََََقَ َََن ...
َي ََه َََر َبَََوََه
َََر
8
Hasanuddin Af, Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum Dalam
7
Al-Qur’an, hlm. 146-149.
9
Nur Faizah, Sejarah Al-Qur’an, hlm. 140-141.
8
222. “...dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.
apabila mereka Telah suci ... ” (Qs. Al-Baqarah: 222)
Ayat tersebut merupakan larangan larangan bagi seorang suami, dari
melakukan hubungan seksual dengan isterinya dalam kedaan haid.
Lafadz يطهرنmenurut beberapa Imam ada 2 qiraah, yaitu:
a. Menurut Imam Nafi’, Imam Abu ‘Amrin, Imam Ibnu Katsir, Imam
Ibnu Amir, Imam ‘Ashim dalam riwayat Imam Hafsh dibaca َر ََ َََََي
ََطَه
ََن
yang berarti “darah mereka berhenti”. Jadi isteri yang haid tidak boleh
di-jima’ sampai berenti darah haidnya, meskipun belum mandi jinabah.
b. Menurut Imam Hamzah, Imam Kisai, Imam ‘Ashim dalam riwayat
Abu Bakar dibaca َ
َ َ( يyathahharna) yang berarti “darah mereka
ََن ََطََ
ََ
َََه
َََر
berhenti dan sudah mandi jinabah”. Jadi isteri yang haid tidah boleh
di-jima’ sampai berhenti darah haidnya dan harus sudah mandi.10
Jadi menurut Jumhur Ulama’ Lafadz yang dibaca tasydid َر
َََ
ََهََ ََََي
َط
ََن
10
Hasanuddin Af, Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum Dalam
Al-Qur’an, hlm. 203.
10
Sementara itu Imam Ibn Katsir, Nafi, ‘Ashim, Abu Amr dan Ibnu
Amir, membaca َ)الَ ََم َسَََتَم ا َلن' َاس. Sedangkan Imam Hamzah dan al-Kisa’i,
َََ(ء
Qiraat ) َََل ََم َسَََتَم ا َلن' َاسَ َََ(ءada tiga versi pendapat para ulama’ mengenai
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan َل َََم َسَََتَم ا َلن' َاس
َ َوا
َ َ َ)َاdalamَ ayat
َََ(ء
11
tersebut adalah al-Lums dalam arti hakikinya yaitu “bersentuhan kulit”. Hal
ini karena kata al-lums tidak sepopuler kata al-mulamasat dalam
kepemilikan arti “bersetubuh”.11
Dalam hal ini batal wudhu orang yang menyentuh atau bersentuhan
dengan sengaja anggota tubuh laki-laki dan wanita. Hal ini mengingat arti
11
Ibid., hlm. 206-209.
12
hakiki dari kata ( ) َََل ََم َسَت َمyaitu “menyentuh” dan arti hakiki dari kata (َ م
)َ َََالََم
َسَت
yaitu “bersentuhan”.
G. Pengaruh Perbedaan Qiraat dalam Istinbath Hukum
Adapun perbedan qiraat Al-Qur’an yang khusus menyangkut ayat-ayat
hukum dan berpengaruh terhadap istinbath hukum, yaitu
1. Mengukuhkan atau menguatkan ketentuan hukum yang telah disepakati
dan di-ijma’-kan para ulama’.
2. Men-tarjih-kan hukum yang di-ikhtilaf-kan oelh para ulama’.
3. Menggabungkan dua ketentuan hukum yang berbeda.
4. Menunjukkan adanya dua ketentuan hukum yang berbeda, dalam kondisi
yang berbeda pula.
5. Menjadi hujjah bagi sementara ulama’ untuk memperkuat pendapatnya
mengenai sesuatu masalah hukum.
6. Menjelaskan suatu hukum dalam suatu ayat, yang berbeda dengan makna
menurut dhahir-nya.
7. Merupakan penjelas terhadap suatu lafadz dalam Al-Quran, yang mungkin
sulit untuk dipahami maknanya.12
Dibawah ini salah satu contoh dalam mengukuhkan atau menguatkan
ketentuan hukum yang telah disepakati dan di-ijma’-kan para ulama’,
menyangkut firman Allah berikut.
ََنََََََََسدَََس
َ حد َََم ََََاخَََ َََتَ'ََلَا
„َََََو َ َََََو ََا َََنكاَََََن َََرَََجَََليََ ََََوَََرََ ََكَالَ َََ˝لةََاَ ََ َواَ َََو َََله
َهَماَََال َََََوَاَََََخ ف
َ َََم ََ َرأَة َا َث
َََلََََك
13
tersebut yaitu saudara laki-laki dan perempuan seibu saja.
12
Ibid., hlm. 247-253.
14
Ayat diatas diperkuat dengan qiraat yang lain,yaitu:
َ ََ
هماَ ََََسَد َََس َ حد ََََاخَََ َََتَََمَََنأََ„ََ'ََم َ'ََلَا
„َََََو َ َََََو ََا َََنكاَََََن َََرَََجَََليَ َََوََََرََ ََكَالَ َََ˝لةََاَ ََ َواَ َََو َََله
َََم ال ََوَاَََََخ فََََََلََََك َ َََم ََ َرأَة َا َث
َ
َ
َن
Qira’at Syazzat diatas adalah qiraat Said ibn Abi Waqash, terdapat
tambahan ( )من أمuntuk menjelaskan ayat tersebut dan mengukuhkan ketetapan
hukum.13
Dengan demikian, qiraat Sa’ad ibn Abi Waqash tersebut dapat memperkuat
dan mengukuhkan ketetapan hukum yang telah di-ijma’-kan para ulama’
sebagaimana yang telah disebutkan diatas.
H. Urgensi Mempelajari Qiraat
Menurut Syekh Manna’ Al-Qaththan dalam kitab Mabahits fi ‘Ulumil
Qur’an mempelajari ilmu qiraat mengandung banyak faedah sebagai berikut.
1. Dapat mengetahui betapa terjaganya dan terpeliharanya Kitab Allah dari
perubahan dan penyimpangan.
2. Dapat mempermudah dalam membaca Al-Qur’an.
3. Dapat mengetahui bukti kemukjizatan Al-Qur’an dari segi kepadatan
makna.
4. Penjelasan terhadap sesuatu yang kemungkinan masih global dalam qiraat
yang lain.14
Dengan demikian mempelajari qiraat sangatlah penting, terutama dalam
memudahkan untuk membaca Al-Qur’an dan juga dapat mengetahui keragaman
bacaan Al-Qur’an.
13
Ibid., hlm. 248.
15
Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an, (Riyadh: Mansyurat al-Ashri al- Hadits,
14
16
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Qiraat adalah perbedaan cara pengucapan lafadz, metode dan riwayat Al-
Qur’an yang disandarkan oleh tujuh imam qurra. Syarat qiraah shahih yaitu harus
sesuai dengan kaidah bahasa Arab, sesuai dengan rasm utsmani, dan memiliki sanad
shahih. Macam-macam tingkatan qiraat yaitu mutawatir, masyhur, ahad, syadz,
maudhu’ dan mudraj. Tokoh qiraat sab’ah ada tujuh yaitu Ibnu ‘Amir, Ibn Katsir,
‘Ashim, Abu Amr, Hamzah, Nafi’ dan al-Kisa’i.
Timbulnya perbedaan qiraat disebabkan karena perbedaan qiraat dan taqrir
Nabi Muhammad terhadap berbagai qiraat, berbedanya qiraat yang diturunkan
Allah SWT, adanya perbedaan lahjah atau dialek bahasa. Mempelajari perbedaan
qiraat sangatlah penting dan sangat berpengaruh terhadap pengambilan istinbath
hukum dari Al-Qur’an.
17
DAFTAR PUSTAKA
AF, Hasanuddin. Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum
Dalam Al-Qur’an. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1995.
Al-Maliki, Muhammad Alawi. Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Terjemahan
Rosihon Anwar. Bandung: CV Pustaka Setia. 1983.
Al-Qaththan, Manna’. Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an. Riyadh: Mansyurat al-Ashri
al-Hadits. 1973.
Ash-Shaabuuniy, Muhammad Ali. Studi Ilmu Al-Qur’an. Terjemahan Aminuddin.
Bandung: CV Pustaka Setia. 1991.
Faizah, Nur. Sejarah Al-Qur’an. Jakarta Barat: CV Arta Rivera. 2008.
Munawwir, A W. Kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab Terlengkap. Surabaya:
Pustaka Progressif. 2007.
18