Filsafat Pendidikan Kelompok 9
Filsafat Pendidikan Kelompok 9
Filsafat
Pendidikan
Disusun Oleh:
KELOMPOK 9
Kelompok Kami
Puspita Sari Rahmania Aisy
(23129227 ) ( 23129230 )
01 02
Wiliam James (1842- John Dewey Hans Vaihinge
1910) (1859-1952)
Hans Vaihinger, mempengaruhi pendidikan
aplikasi aliran progresivisme oleh William Dewey mengembangkan teori "Progressivism" yang dengan konsep yang lebih menekankan
James dalam pendidikan berfokus pada lebih menekankan pada anak didik dan minatnya pada anak didik, minat, dan pengalaman.
pentingnya mempelajari fungsi-fungsi jiwa, daripada mata pelajarannya sendiri, sehingga Ia juga mempengaruhi pendidikan dengan
menggunakan metode diskusi dan muncullah "Child Centered Curriculum" dan "Child konsep bahwa pendidikan harus
pendekatan konstruktivisme dalam Centered School". Progresivisme mempersiapkan melibatkan secara aktif peserta didik
pendekatan pembelajaran, serta anak masa kini dibanding masa depan yang belum dalam pembelajaran dan bahwa ilmu
berkeyakinan bahwa kehidupan nyata dan jelas, dengan tujuan untuk menjadikan manusia itu pengetahuan dapat diperoleh dan
minat belajar seseorang adalah faktor menjadi orang-orang yang dapat membuka rahasia dikembangkan dengan mengaplikasikan
utama dalam belajar. dari alam semesta pengalaman.
peran 1
PENTINGNYA
PENGALAMAN DAN
AKTIVITAS
2 3 4
PENGEMBANGAN KOLABORASI
KEMAMPUAN KOLABORASI DAN
DAN INTERAKSI
BERPIKIR KRITIS INTERAKSI SOSIAL
SOSIAL
5 6 7
RELEVANSI DAN PEMBELAJARAN
PENGEMBANGAN SEUMUR HIDUP
RELEVANSI KREATIVITAS
KEHIDUPAN NYATA
Mengaktifkan Siswa
dalam Proses
Mengakui Memfasilitasi
Pembelajaran
Kebutuhan Pembelajaran yang
Mendorong berpikir
Individualitas Siswa Relevan dan
kritis
Mendorong Bermakna
Menyediakan
Kolaborasi dan Membangun
pembelajaran yang
Interaksi Sosial Keterampilan dan
berpusat pada
sikap seumur Hidup
Siswa
3. Perenialisme
Perenialisme dalam pendidikan Islam pertama kali
dicetuskan oleh Agustinus di dalam buku
karangannya "De perenila Philosophia" yang
diterbitkan pada tahun 1540. Leibniz juga
mempopulerkan istilah perenialisme dalam suratnya
kepada temannya Remundo yang ditulisnya pada
tahun 1540. Perenialisme dalam pendidikan Islam
kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh para
filsuf Islam, seperti Muhammad Hossen Nasr, yang
memandang bahwa setiap nilai yang hidup pada
masa lalu dapat digunakan pada hari ini dan di
masa depan
tokoh yang berpengaruh
Muhammad al-Ghazali memiliki peran yang signifikan dalam aliran
perenialisme. Pemikiran dan karya Al-Ghazali tentang pendidikan akhlak
bagi anak usia dini telah dikaitkan dengan perspektif perenialisme. Dalam
konteks ini, Al-Ghazali dilihat sebagai tokoh yang memainkan peran penting
dalam pengembangan teori pendidikan yang berfokus pada pengembangan
nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang ditemukan dalam agama-agama dan
tradisi-tradisi spiritual. Aliran perenialisme, yang berfokus pada
pengembangan nilai-nilai universal dan konstan, memandang pendidikan
sebagai cara untuk membantu anak dalam memperoleh atau mendapatkan
imam Al Ghazali ilmu yang sebenarnya. Al-Ghazali, dalam pemikirannya, menekankan
pentingnya pendidikan akhlak yang berbasis pada materi dan disiplin ilmu
keagamaan, serta menekankan peran guru sebagai pusat pembelajaran
yang memberikan ilmu pengetahuan yang memiliki kedekat dengan anak.
Dengan demikian, Al-Ghazali dapat dilihat sebagai salah satu tokoh yang
memainkan peran penting dalam pengembangan filsafat perenialisme dan
aplikasinya dalam pendidikan Islam.
tokoh yang berpengaruh
Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) memiliki peran dalam
aliran perenialisme karena ide-ide dan kontribusinya yang
signifikan dalam pengembangan filsafat perenialisme. Leibniz,
seorang filsuf dan matematikawan Jerman, memainkan peran
penting dalam pengembangan teori filsafat yang mengangkat
tema universalitas dan kesatuan dalam berbagai agama dan
tradisi spiritual. Dalam konteks perenialisme, Leibniz dikenal
karena kontribusinya pada pengembangan konsep "Sanatana
Leibniz Dharma" dalam agama Hindu, yang berarti "jalan yang abadi"
atau "hukum yang kekal." Konsep ini memperlihatkan
bagaimana Leibniz berpikir bahwa nilai-nilai dan prinsip-
prinsip yang ditemukan dalam agama-agama dan tradisi-
tradisi spiritual dapat dianggap sebagai bagian dari suatu
kesatuan yang lebih luas dan abadi.
tokoh yang berpengaruh