PENGANTAR PENDIDIKAN
“PENDAPAT TOKOH DUNIA DAN TOKOH NASIONAL
TENTANG PENDIDIKAN”
Oleh
NIM : A1P119040
UNIVERSITAS HALUOLEO
2019
Realisasi dan Konstribusi Pendidikan Menurut Tokoh Tokoh
Dunia
1. Ki Hajar Dewantara
Pendidikan merupakan suatu tuntutan hidup tumbuh kembangnya
anak-anak. Maksudnya adalah penddidikan mengantarkan peserta didik untuk
mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup yang setinggi-tingginya.
Ki Hajar Dewantara adalah tokoh pahlawan nasional yang lahir di
Yogyakarta, 2 Mei 1889 dan meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada
umur 69 tahun. Sebelum tahun 1922 namanya adalah Raden Mas Soewardi S
oerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat).
Ki Hajar Dewantara atau biasa disingkat sebagai "Soewardi" atau
"KHD" adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi,
dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi
Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia
adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu
lembaga pendidikan yang memberikan
kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa
memperoleh hak pendidikan seperti halnya para
priyayi maupun orang-orang Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang
diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari
semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian
Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah
nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya
diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998.
Dalam kabinet pertama Republik Indonesia, KHD diangkat menjadi
Menteri Pengajaran Indonesia (posnya disebut sebagai Menteri PendidikanPe
ngajaran dan Kebudayaan) yang pertama. Pada tahun 1957 ia mendapat gelar
doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari universitas tertua
Indonesia, Universitas Gadjah Mada. Atas jasa-jasanya dalam merintis
pendidikan umum, ia dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional
Indonesia dan hari kelahirannya dijadikan Hari Pendidikan Nasional (Surat
Keputusan Presiden RI no. 305 tahun 1959, tanggal 28 November 1959).
Ia meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 26 April 1959 dan
dimakamkan di Taman Wijaya Brata. (sumber: Wikipedia bahasa Indonesia -
Ensiklopedia bebas)
2. Kiai Haji Ahmad Dahlan
Kiai Haji Ahmad Dahlan adalah Sang Penggagas lahirnya Persyarikat
anMuhammadiyah pada 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah bertepatan dengan 18 No
vember 1912. Dari pemikiran K.H Hasyim Asy’ari tentang pendidikan juga
didasari oleh kesadaran akan perlunya literatur yang membahas tentang etika
(adab) dalam mencari ilmu pengetahuan.
Dalam knteks ini, K.H Hasyim As
y’ari tampaknya berkeinginan bahwa dalam mel
akukan kegiatan-kegiatan keagamaan itu disertai
oleh perilaku sosial yang santun (Akhlakul Kari
mah). Ditengarai, bermukimnnya KH. Hasyim
As’ari selama di Makkah telah menumbuhkan s
emangat perlawanan terhadap kolonialisme. Inte
raksi sosial yang terjalin antar sesama pelajar
dari Jawa khususnya dan daerah jajahan pada umumnya, talah membentuk
kesadaran resistensi terhadap kolonialism. KH. Hasyim Asy’ari bukan
iintelektual an sich yang bergumul dengan buku dan pesantren, seperti
tercermin dalam beberapa karyanya, tetapi memanfaatkan posisinya sebagai
elit keagamaan dalam politik.
Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis lahir di Yogyakart
a, 1 Agustus 1868, meninggal di Yogyakarta, 23 Februari 1923 pada umur 54
tahun, beliau adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera
keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar
adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan
Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri
dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat pada masa itu.
Muhammad Darwisy dilahirkan dari kedua orang tua yang
dikenal sangat alim, yaitu KH. Abu Bakar (Imam Khatib Mesjid Besar Kesult
anan Yogyakarta) dan Nyai Abu Bakar (puteri H. Ibrahim, Hoofd Penghulu Y
ogyakarta).
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhamm
adiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara.
Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan
beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam
Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits.
Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 November 1912. Dan
sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi
politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Selain aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah
Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup
berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi wiraswasta
yang cukup menggejala di masyarakat.
4. Dewi Sartika
Dewi Sartika dikenal sebagai tokoh Jawa Barat yang menjadi perintis
pendidikan bagi kaum perempuan. Kepeduliannya terhadap pendidikan dibuk
tikannya dengan mendirikan sekolah pada tahun 1904, bernama 'Sakola Istri'.
Sempat berganti nama menjadi Sakola Kautamaan Istri pada tahun 1910,
saat ini sekolah tersebut bernama Sekolah Dewi Sartika.Menurut Dewi Sartik
a dalam bukunya, terdapat tiga hal utama yang menjadi dasar keutamaan seor
ang perempuan. Yakni berdasarkan bangsanya, adat dan kebiasaan, serta
pendidikan yang ditanamkan sejak kecil.
Dewi Sartika lahir pada 4 Desember
1884 di Bandung – meninggal di Tasikmalaya, 11
September 1947 pada umur 62 tahun. Beliau
adalah tokoh perintis pendidikan untuk kaum
wanita, diakui sebagai Pahlawan Nasional oleh
Pemerintah Indonesia tahun 1966.
Bakat pendidik dan kegigihan untuk
meraih kemajuan sudah ditunjukkan Dewi Sartika
dari kecil. Sambil bermain di belakang gedung
kepatihan, beliau sering memperagakan praktik di sekolah, belajar baca-tulis,
dan bahasa Belanda, kepada anak-anak pembantu di kepatihan. Papan bilik
kandang kereta, arang, dan pecahan genting dijadikannya alat bantu belajar.
Saat Dewi Sartika baru berumur sekitar sepuluh tahun, Cicalengka
digemparkan oleh kemampuan baca-tulis dan beberapa patah kata dalam
bahasa Belanda yang ditunjukkan oleh anak-anak pembantu kepatihan.
Gempar, karena waktu itu belum ada anak (apalagi anak rakyat jelata) yang
memiliki kemampuan seperti itu, dan diajarkan oleh seorang anak perempuan.
Sejak 1902, Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum
perempuan. Di sebuah ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung,
Dewi Sartika mengajar di hadapan anggota keluarganya yang perempuan.
Merenda, memasak, jahit-menjahit, membaca, menulis dan sebagainya,
menjadi materi pelajaran saat itu.
Dewi Sartika mendapat kelar Pahlawan Nasional pada 1 Februari 1966
melalui Keppres No. 252 Tahun 1966. (Baca selengkapnya di : "Biografi
Dewi Sartika - Pahlawan Nasional dan Perintis Pendidikan wanita")