Pengarah
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan
Koordinator
Bobby H. Rafinus
Perkembangan APBN
Observasi Kebijakan Fiskal Tahun 2012 Mitigasi Dampak Krisis Global dalam APBN 2012 7 8
Kontributor Tetap
Edi Prio Pambudi M. Edy Yusuf Mamay Sukaesih Tri Kurnia Ayu Rista Amallia Windy Pradipta Arin Puspa Nugrahani Ruth Nikijuluw Akbar Suwardi Ahmad Fikri Aulia Alexcius Winang Andi Komite Kebijakan KUR
14
Realisasi Penyaluran KUR per 30 Nopember 2011 Evaluasi Realisasi APBD Triwulan II-2011
Daftar Istilah
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan diterbitkan dalam rangka meningkatkan pemahaman pimpinan daerah terhadap perkembangan indikator ekonomi makro dan APBN, sebagai salah satu Direktif Presiden pada retreat di Bogor, Agustus 2010
EDITORIAL
Selamat! Setelah 14 tahun berjuang memperbaiki iklim investasi, Indonesia akhirnya memperoleh kembali posisi investment grade untuk pinjaman dalam mata uang asing maupun lokal dari pemeringkat Fitch pada tanggal 15 Desember 2011. Posisi ini diraih bersamaan dengan pengumuman penurunan rating Perancis dan beberapa bank terkemuka Amerika Serikat serta kemungkinan merosotnya peringkat beberapa negara Eropa lain. Pemberian peringkat seyogyanya merupakan sasaran antara, bukan tujuan, dari upaya peningkatan investasi di sektor riil yang penting bagi akselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Sisa waktu menuju 2015 semakin pendek untuk menunjukan kesanggupan mencapai Millenium Development Goals dan memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN. Keduanya menjadi tolok ukur penting kinerja Indonesia dalam percaturan ekonomi internasional. Penilaian pemeringkat Fitch dan lembaga pemeringkat lain terhadap kinerja ekonomi suatu negara sejatinya berpangkal dari dua indikator ekonomi, yaitu defisit anggaran negara dan rasio utang terhadap PDB. Kedua indikator ini menunjukkan kondisi perekonomian yang sehat apabila rasio utang terhadap PDB kurang dari 60% dan defisit anggaran tidak melebihi -3% GDP. Bagi negara maju yang memiliki cadangan devisa besar, rasio utang terhadap PDB dapat ditoleransi menjadi maksimal 90%. Kondisi beberapa negara maju tersebut mengajarkan pentingnya Indonesia mengendalikan pinjaman luar negeri melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) meskipun peringkat investasi membaik. Peran pembiayaan defisit APBN melalui penerbitan SBN semakin meningkat. Defisit APBN-P 2011 yang mencapai Rp. 150,8 triliun dibiayai dari penerbitan SBN sebesar Rp. 126,6 triliun. Kepemilikan SBN domestik oleh pihak asing mencapai sekitar 31% pada akhir September 2011. Hal yang melegakan adalah sekitar 65% SBN yang dimiliki asing bertenor jangka panjang (lebih dari 5 tahun). Meskipun hal tersebut menunjukkan tingginya kepercayaan asing terhadap prospek ekonomi Indonesia , kiranya peran investor domestik perlu ditingkatkan dalam penyediaan dana jangka panjang. Kedisiplinan menjaga defisit anggaran bukanlah penghambat akselerasi pertumbuhan. Komposisi anggaran yang lebih memberikan ruang bagi belanja modal kiranya menjadi kunci. Penggunaan anggaran yang condong kepada belanja pegawai dan operasional hanya meningkatkan permintaan domestik. Penguatan investasi sebagai sumber pertumbuhan yang terjadi selama dua tahun terakhir ini perlu terus dijaga agar pertumbuhan ekonomi mencapai 7% pada tahun 2014. Untuk itu sinergi anggaran belanja APBN 2012 dan APBD 2012 yang mendorong pembangunan infrastruktur sudah merupakan keharusan. Mari mulai laksanakan MP3EI di tahun 2012, jangan tunda ! (BHR)
Indikator Ekonomi
Indikator
Inflasi (% yoy) Indeks Harga Saham Gabungan Harga Minyak ICP (USD per barel) Indeks Harga Perdagangan Besar Cadangan Devisa* (USD milyar) Nilai Tukar Petani
Nov 2011
4,15% 3.715,08 112,94 184,94
$114,503
Okt 2011
4,42% 3.569,78 109,25 184,64 $113,96 105,51 8835
Indikator
Utang Pemerintah* (USD milyar) Ekspor (USD miliar) Impor (USD miliar) Wisatawan Mancanegara (ribu orang) Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank (%) Belanja Negara APBN 2012 (Rp. Tr)* Pendapatan Negara dan Hibah APBN 2012 (Rp. Tr)* PDB Nominal Tw III-2011 (Rp. Triliun) Defisit NPI Tw III-2011 (USD miliar)
Okt 2011
200,12
Sept 2011
198,90
$16,80 $15,65
656,0 12,36 1.435,4 1.311,4 1.923,6 3,96
$17,54 $15,17
650,1 12,39
Nilai Tukar (Rp/USD) Pertumbuhan Ekonomi Tw.III-2011 (%) Tingkat Pengangguran (Aug. 2011) (%) *kumulatif, NPI : Neraca Pembayaran Indonesia,
105,64 9.170
6,50 6,56
dan Amerika masih menjadi negara tujuan ekspor nonmigas dengan pangsa pasar 11,3% dan 9,8%. Diversifikasi pasar tujuan ekspor nonmigas Indonesia terus berlangsung. Ekspor nonmigas Indonesia ke India berada pada posisi keempat dengan pangsa pasar 8,28% dan meningkat 44% (yoy). Meskipun bukan merupakan negara utama tujuan ekspor, selama JanuariOktober 2011, ekspor ke Taiwan dan Australia meningkat cukup signifikan masing-masing 33,4% (yoy) dan 40,1% (yoy). Dari sisi impor, telah terjadi pergeseran negara asal impor non migas Indonesia dimana terjadi lonjakan impor dari India 65,4%, Perancis 45,9%, dan Thailand 42,8% (yoy). Sementara China tetap merupakan negara asal impor utama dengan pangsa sebesar 18,5% yang meningkat 30,2% (yoy). Dalam menghadapi krisis keuangan global, salah satu upaya pokok yang harus dimasukkan dalam garis besar kebijakan perekonomian yaitu meningkatkan daya saing ekspor. Kementerian Perdagangan telah mempersiapkan empat pilar utama arah kebijakan perdagangan, diantaranya (1) Penguatan Pasar Dalam Negeri , salah satunya melalui menjadikan pasar domestik sebagai guaranteed market bagi produk dalam negeri (2) Menjaga pertumbuhan ekspor, melalui strategi diversifikasi pasar eskpor, optimalisasi peran perwakilan perdagangan di luar dan kemampuan komunikasi aparat (3) Stabilisasi Pasokan dan Harga Barang Pokok (4) Penguatan Organisasi. (TKA)
PERKEMBANGAN INFLASI
Secara umum tekanan inflasi masih mengikuti tren menurun, meskipun pada November 2011 meningkat dibanding bulan sebelumnya. Inflasi IHK tercatat 0,34% (mtm) atau 4,15% (yoy), setelah bulan sebelumnya mengalami deflasi sebesar -0,12% (mtm) atau 4,42% (yoy). Setelah mengalami deflasi dalam dua bulan terakhir, kelompok volatile food mulai memberikan tekanan inflasi seiring kenaikan harga yang signifikan terutama beras dan cabai merah. Inflasi kelompok volatile food pada bulan November 2011 tercatat sebesar 0,72% (mtm) atau 4,76% (yoy). Kendati di akhir tahun produksi domestik beberapa komoditas pangan utama mengalami penurunan, pasokan komditas pangan dari impor secara umum membantu menahan tekanan harga pangan lebih lanjut. Secara spasial, inflasi bahan pangan cukup tinggi terutama terjadi di Jawa dan Jakarta. Kenaikan harga tersebut dipicu oleh produksi di beberapa daerah penghasil di Jawa yang mulai berkurang karena kondisi cuaca dan siklus musiman (memasuki musim tanam beras). Tambahan pasokan impor beras yang cukup besar ini membantu pelaksanaan kebijakan penyaluran RASKIN dan Operasi Pasar (OP) dan dapat menahan akselerasi kenaikan harga beras lebih lanjut. Kenaikan harga beras mencapai sekitar 1,1% (mtm) dengan sumbangan pada inflasi sebesar 0,06% (mtm). Dengan mempertimbangkan bahwa bobot inflasi Jawa yang cukup besar, perkembangan inflasi sub-kelompok padi-padian khususnya komoditas beras di Jawa yang cenderung lebih tinggi dan berpotensi berlanjut di bulan Desember perlu mendapat perhatian khusus. Oleh karena itulah upaya stabilisasi harga pangan perlu difokuskan di wilayah Jawa. Inflasi volatile food bulan November juga bersumber dari komoditas perishable yaitu cabai seiring musim penghujan yang mengalami penurunan produksi, sehingga memberikan sumbangan inflasi cukup tinggi Disagregasi Inflasi (0,09%, mtm). 3
sehingga memberikan sumbangan inflasi cukup tinggi (0,09%, mtm). Beberapa komoditas bumbu terutama bawang merah dan bawang putih masih terus mengalami penurunan harga, sehingga dapat menahan tekanan inflasi kelompok volatile food. Penurunan harga bawang merah dan bawang putih menyumbang deflasi masing-masing sebesar 0,01% karena pasokan yang melimpah baik dari panen di daerah sentra produksi dan tambahan pasokan impor. Penurunan harga komoditas tersebut diperkirakan semakin terbatas karena level harganya sudah cukup rendah. Tekanan inflasi inti masih cukup moderat karena ditopang oleh kondisi supply-demand domestik yang kondusif dan ekspektasi yang membaik, walaupun tekanan dari eksternal seperti harga emas yang meningkat dan nilai tukar yang sedikit terdepresiasi. Inflasi inti mencapai 0,31% (mtm) atau 4,44% (yoy), setelah bulan lalu tercatat 0,12% (mtm) atau 4,43% (yoy). Sampai saat ini, sisi penawaran komoditas inti diperkirakan masih memadai untuk merespon dinamika permintaan. Hal ini terindikasi dari kapasitas utilisasi industri manufaktur yang masih dalam level yang moderat yaitu dibawah 75%. Ekspektasi inflasi juga menunjukkan tren yang membaik seperti yang dirilis oleh Hasil Consensus Forecast November menunjukkan bahwa ekspektasi inflasi tahun 2011 dan 2012 cenderung turun masing-masing turun dari 5,50% menjadi 5,40% dan dari 5,70% menjadi 5,30%. Ekspektasi inflasi yang membaik juga terlihat di pasar keuangan sebagaimana tercermin pada yield spread obligasi yang terpantau menurun. Namun, ekspektasi inflasi di sektor riil khususnya pada level pedagang masih menunjukkan adanya sedikit peningkatan. Tekanan eksternal inflasi bulan November sedikit meningkat, meskipun masih terbatas pada kenaikan harga emas. Kenaikan harga emas global sekitar 4,1% (mtm), sementara emas perhiasan domestik naik lebih tinggi mencapai 5,1% (mtm). Consensus Forecast 4
Resiko
Inflasi Inti, Emas Perhiasan & Inti Kecuali Emas
Respon kenaikan harga domestik yang lebih besar tersebut ditengarai selain disebabkan oleh kecenderungan nilai tukar Rupiah yang melemah (1,50%, mtm) juga karena permintaan yang masih tinggi. Jika komoditas emas tidak diperhitungan, inflasi inti (kecuali emas) tercatat cukup rendah yakni 0,14% (mtm) atau secara tahunan 3,75% (yoy). Kelompok administered prices mencatat inflasi yang rendah karena tidak ada pemicu berupa kebijakan administered prices strategis. Inflasi administered prices cukup rendah, yaitu 0,15% (mtm) atau 2,83% (yoy), relatif stabil dibandingkan dengan bulan sebelumnya (0,16%, mtm dan 2,91%, yoy). Sumbangan inflasi terutama berasal dari komoditas rokok kretek dan bahan bakar rumah tangga yang masing-masing menyumbang minimal sebesar 0,01%. Sumbangan inflasi dari komoditas rokok tersebut lebih rendah dibanding rata-rata historisnya yaitu sekitar 0,03%. Mencermati perkembangan inflasi sampai dengan November yang cenderung rendah dan kemungkinan berlanjut pada Desember, maka inflasi IHK untuk keseluruhan tahun 2011 diperkirakan bisa ke bawah dari rentang sasaran inflasi 5% 1%. Pada sisi eksternal, perekonomian dunia yang melambat berdampak pada tren penurunan harga global, sehingga menurunkan tekanan imported inflation. Selain itu, tekanan inflasi yang rendah juga disebabkan oleh pasokan pangan yang memadai, pertama pasokan impor diperkirakan meningkat dan kedua, pasokan domestik meningkat terutama sub-kelompok aneka daging serta tekanan inflasi administered prices masih minimal. Namun demikian, terdapat beberapa risiko yang berpotensi meningkatkan tekanan inflasi di Desember seperti tekanan depresiasi nilai tukar Rupiah, potensi lebih buruknya cuaca yang dapat menurunkan produksi terutama bahan pangan dan menghambat arus distribusi, serta kelangkaan BBM di sejumlah daerah terutama di luar Jawa karena kuota BBM bersubsidi yang sudah habis. (Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi)
LAPORAN SIDANG PBB KOMISI EKONOMI DAN SOSIAL DI ASIA PASIFIC (UNITED NATION ECONOMIC AND SOCIAL COMMISION FOR ASIA AND PACIFIC)
Awal Desember 2011, salah satu komite UNESCAP (United Nation Economic and Social Commision for Asia and Pacific), lembaga PBB yang fokus pada isu kebijakan makroekonomi, pengentasan kemiskinan dan pembangunan inklusif di kawasan Asia-Pasifik menggelar sidang 2-tahunan kedua (second session) di United Nation Conference Center (UNCC) Bangkok, Thailand. Beberapa isu krusial dibahas dalam 2 hari sidang meliputi (1) tantangan kebijakan merespon dinamika kondisi ekonomi global yang melambat dan bencana alam di kawasan Asia Tenggara, (2) kebijakan pengentasan kemiskinan dan pembangunan inklusif untuk mengatasi inflasi, (3) mempercepat pencapaian MDG di kawasan, dan (4) isu sesuai kebutuhan negara anggota seperti kawasan tak berpantai (landlocked) yang memerlukan akses logistik. Sidang dihadiri oleh 43 perwakilan negara dan berbagai lembaga internasional seperti IMF, ADB, WorldBank, dan sebagainya menekankan spirit korporasi dalam mengadopsi respon kebijakan dan pandangan dari negara-negara anggota yang akan diteruskan pada sidang-sidang PBB level di atasnya tahun depan. Sidang pun menyepakati 7 bahasan termasuk agenda sidang ketiga yang akan digelar 2 tahun mendatang. Dalam sidang tersebut, tim delegasi Indonesia yang diwakili oleh Kementeriaan Koordinator Bidang Perekonomian dan perwakilan tetap pada UNESCAP dari Kantor Kedubes RI di Bangkok terpilih sebagai vice-chair. Intervensi pemerintah Indonesia dalam sidang kedua UNESCAP ada dua hal. Pertama, memperluas cakupan pembangunan sektor pertanian yang disepakati menjadi salah satu program utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik melalui keseimbangan antar daerah. Indonesia mengusulkan pembangunan sektor pertanian mencakup pula perikanan, hortikultura dan peternakan karena ketiga hal tersebut termasuk sektor menjadi mata pencaharian negara-negara kawasan tropis dan kepulauan seperti di Asia-Pasifik. Nelayan, petani dan peternak Indonesia juga perlu mendapat perhatian karena sumber kemiskinan seringkali terjadi di kawasan tersebut karena berlaku pola kerja musiman. Seperti misalnya gangguan cuaca ekstrim yang menghalangi nelayan melaut menghambat kesempatan memperoleh penghasilan, sehingga perlu memberikan tambahan ketrampilan. Intervensi kedua dari Indonesia adalah menjadikan isu pekerja migran sebagai agenda pembahasan di sidang ketiga UNESCAP tahun 2013. Alasan dari intervensi ini adalah menarik perhatian negara anggota yang memperoleh manfaat dari pekerja migran secara mutualisme
memperoleh manfaat dari pekerja migran secara mutualisme. Pekerja migran bagi negara pengirim memberikan manfaat remitansi dan mengentaskan kemiskinan secara mutualisme, sedangkan bagi negara penerima memperoleh manfaat tenaga kerja untuk turut menggerakan perekonomian. Dengan masuknya pembahasan pekerja migran di tingkat PBB diharapkan perlindungan hak-hak bagi pekerja migran dapat diperjuangkan secara lebih intensif. Intervensi Indonesia terkait pekerja migran ini mendapat tentangan dari delegasi India karena dianggap sebagi isu yang tidak terlalu relevan dan penting bagi semua negara anggota UNESCAP. Sementara dukungan mengalir dari Iran dan Pakistan. China pun turut memberikan jalan tengah agar isu pekerja migran tetap dapat diakomodasi dalam agenda pembahasan sidang UNESCAP. Secara keseluruhan, sidang kedua UNESCAP sepakat untuk memberi fasilitas pada koordinasi antar wilayah dalam rangka menciptakan keseimbangan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan permintaan domestik dan daya tahan terhadap gejolak ekonomi baik akibat krisis di kawasan utara maupun bencana alam di kawasan selatan. Dampak banjir di Thailand dan Phillippine yang signifikan pada perlambatan ekonomi pun diungkap dalam sidang memancing empati dari semua negara anggota. Di tengah sidang kedua, UNESCAP mengundang ekonom AS pemenang Nobel 1999, Prof. Robert Mundell yang terkenal dengan karya keseimbangan agregat dan observasi mendalam pada dinamika nilai tukar. Prof. Mundell menjelaskan dalam sesi distinguished lecture bahwa dinamika ekonomi telah mengubah polarisasi mata uang yang menjadi rujukan nilai tukar. Nilai emas di pasar yang berlipat dari nilai rujukan untuk nilai tukar memicu gejolak ekonomi dan saat ini kekuatan ekonomi Asia seperti China akan menambah polarisasi nilai tukar dunia, tidak hanya Dollar dan Euro tetapi juga Renmimbi. (EP2)
Banjir yang melanda Thailand diantaranya mempengaruhi sektor pertanian, manufaktur, pariwisata, rumah tangga dan investasi. Asia Tenggara terutama Thailand merupakan produsen beras terbesar yaitu 20% produksi global dan 60% ekspor global. Banjir di kawasan tersebut diperkirakan menyebabkan penurunan produksi beras regional 7% dan global 1,4%. Bank Dunia memperkirakan sektor pertanian Thailand mengalami kerugian sekitar US $ 1,3 miliar. Sektor manufaktur merupakan sektor yang mengalami kerugian terbesar. Bank Dunia memperkirakan kerugian sektor ini sebesar US $ 32 miliar. Hal ini disebabkan banjir yang melanda kawasan Timur Thailand, Provinsi Rayong tepatnya kawasan industri Ayutthaya. Banjir Thailand diantaranya diperkirakan mempengaruhi harga komputer dan otomotif. Karena Thailand merupakan negara produser hard disk drive terbesar kedua di dunia dan memproduksi sekitar 1,8 juta unit kendaraan dan auto parts per tahun. Dampak banjir juga menimpa sektor pariwisata karena belum teratasi sepenuhnya pada triwulan IV yang merupakan puncak kunjungan wisatawan. Selain itu, banjir juga melanda kawasan tujuan pariwisata utama seperti Bangkok dan Ayutthaya. Jumlah wisatawan pada triwulan IV 2011 diperkirakan turun sebesar 15-20%. Kerugian sektor pariwisata Thailand menurut perkirakan Bank Dunia sekitar US $ 3 miliar. Biaya banjir juga dirasakan oleh unit rumah tangga. Selain korban jiwa dan luka, kerugian material juga tidak sedikit. Kerugian material mencakup biaya kerusakan perabot rumah tangga dan biaya kebersihan
Perkembangan APBN
pemakaian batubara sebagai input pembangkit listrik. Sedangkan untuk pos transfer ke daerah juga mengalami peningkatan, khususnya untuk Dana Alokasi Khusus yang sebelumnya hanya 3,2% dari total transfer ke daerah menjadi 5,6% di tahun 2012.Selanjutnya, dalam rangka membiayai defisit anggaran, kebijakan umum pembiayaan yang akan ditempuh ialah mengutamakan pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri, mencari sumber pembiayaan yang berisiko rendah, mengurangi rasio utang terhadap PDB, serta memanfaatkan utang untuk kegiatan produktif. Tantangan serta Upaya Mitigasi Krisis Salah satu permasalahan fiskal yang dihadapi Indonesia ialah daya serap anggaran yang masih belum optimal, yaitu berkisar rata rata hanya 87,7% untuk belanja kementerian/lembaga. Oleh sebab itu, berbagai faktor penyebab seperti masalah internal kementerian serta rumitnya mekanisme pengadaan akan segera diatasi.
Tabel 2. Ringkasan Postur APBN 2012
2011 2012
RAPBN APBN Selisih thd RAPBN Selisih thd APBN-P 2011
URAIAN
A. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH
I. PENERIMAAN DALAM NEGERI 1. PENERIMAAN PERPAJAKAN Tax Ratio (% thd PDB IHK) 2. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK II. PENERIMAAN HIBAH
APBN-P
1.169,9 1.165,3 878,7 12,2 286,6 4,7 1.320,8 908,2 461,5 446,7 0,0 0,0 0,0 412,5 347,5 96,8 225,5 65,0 (150,8) (2,1) 150,8 153,6 (2,8) 56,2 19,2 (47,2)
1.292,9 1.292,1 1.019,3 12,55 272,7 0,8 1.418,5 954,1 476,6 477,5 0,0 0,0 0,0 464,4 394,1 98,5 269,5 70,2 (125,6) (1,55) 125,6 125,9 (0,3) 56,0 16,9 (47,3)
1.311,4 1.310,6 1.032,6 12,72 278,0 0,8 1.435,4 965,0 508,4 456,6 12,5 9,1 3,4 470,4 400,0 100,1 273,8 70,4 (124,0) (1,53) 124,0 125,9 (1,9) 54,3 15,3 (47,3)
18,5 18,5 13,2 0,16 5,3 0,0 16,9 10,9 31,7 (20,9) 12,5 9,1 3,4 6,0 5,8 1,6 4,3 0,2 1,6 0,02 (1,6) 0,0 (1,6) (1,7) (1,6) 0,0
141,5 145,3 153,9 0,56 (8,6) (3,8) 114,7 56,8 46,9 9,9 12,5 9,1 3,4 57,9 52,4 3,3 48,3 5,5 26,8 0,56 (26,8) (27,7) 0,9 (1,9) (3,9) (0,0)
B. BELANJA NEGARA
I BELANJA PEMERINTAH PUSAT (K/L & Non K/L) A. Belanja K/L B. Belanja Non K/L Tambahan Anggaran - Non Pendidikan - Pendidikan untuk K/L II. TRANSFER KE DAERAH 1. Dana Perimbangan a. Dana Bagi Hasil b. Dana Alokasi Umum 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
C. DEFISIT ANGGARAN (A - B)
% Defisit Terhadap PDB - IHK
D. PEMBIAYAAN (I + II)
I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI II. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (neto) 1. Penarikan Pinjaman LN (bruto) a.l Pinjaman Program 2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN
KELEBIHAN/(KEKURANGAN) PEMBIAYAAN
0,0
0,0
(0,0)
(0,0)
(0,0)
Asumsi makro APBN 2012 - Pertumbuhan ekonomi 6,5 - 6,7 persen - Inflasi 5,3 persen
Proyeksi APBN 2012 Pendapatan Negara Rp 1300 triliun Defisit 1,53 persen dari PDB atau Rp 124 triliun
Bunga SPN 6,5 persen 6 persen Nilai tukar Rp 8,800 per dollar Harga minyak USD 90 per barrel Lifting 950 ribu barrel per hari Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011
pemakaian
Perkembangan APBN
Selain itu, dari postur APBN 2012, terlihat alokasi belanja didominasi oleh jenis belanja mengikat. Hal ini menyebabkan ruang gerak fiskal Indonesia menjadi terbatas sehingga sulit untuk melakukan perubahan alokasi pengeluaran dalam merespon kondisi ekonomi global. Namun di samping tantangan yang dihadapi, pemerintah melalui APBN juga telah mempersiapkan upaya mitigasi krisis melalui suatu sistem yang disebut crisis management protocol (CMP) serta kerangka kerja stabilisasi obligasi negara (bond stabilization framework). Langkah antisipasi juga tampak dari beberapa pos belanja di APBN 2012, yaitu tersedianya dana cadangan risiko fiskal yang akan digunakan jika terjadi perubahan asumsi makro dan stabilisasi harga sebesar Rp.15,8 triliun, peningkatan anggaran bantuan sosial serta anggaran subsidi pangan, dan alokasi belanja lain-lain untuk keperluan mendesak sebesar Rp. 5,5 triliun. (RN dan AS) dalam mengambil keputusan ketika terjadi krisis keuangan. Protokol ini nantinya akan ditetapkan sebagai Keputusan Kementerian Keuangan 2. Bond Stabilization Framework Saat ini pemerintah telah menyediakan suatu kerangka penstabilan pasar obligasi pemerintah ketika terjadi pembalikan arah aliran modal. Dalam kerangka tersebut juga terdapat mekanisme pembelian kembali obligasi pada pasar sekunder dengan menggunakan alokasi dana anggaran atau sumber sumber lain seperti saldo fiskal 3. Rencana Kontingensi UU APBN memungkinkan pemerintah menyertakan upaya yang memungkinkan pemerintah menanggapi krisis keuangan secara cepat dengan persetujuan DPR yang harus diberikan dalam waktu 24 jam, misalnya tindakan mengeluarkan belanja yang belum dianggarkan ataupun melampaui anggaran yang telah ditetapkan, mengalokasikan kembali dana dan belanja untuk mencapai efisiensi, menggunakan saldo fiskal yang belum digunakan (SAL) untuk menutup celah pembiayaan, dan meningkatkan penerbitan obligasi melampaui tingkat yangs udah direncanakan. Bentuk lain upaya mitigasi krisis dalam APBN 2012 tampak dari tersedianya dana cadangan risiko fiskal sebesar Rp. 15,8 Triliun yang dapat digunakan jika terjadi perubahan asumsi makro ataupun diperlukan suatu upaya ekstra dalam menjaga stabilisasi harga. Selain itu, untuk mencegah dampak rambatan krisis global terhadap kondisi ekonomi dan sosial masyarakat, dalam APBN 2012, pemerintah juga telah meningkatkan alokasi anggaran Bantuan Sosial serta anggaran subsidi pangan. Seperti yang telah dituangkan dalam arah APBN 2012, maka sustainabilitas menjadi salah satu pendukung bagi stabilisasi pertumbuhan ekonomi di tengah ancama krisis finansial ini. Oleh karena itu, pemerintah telah memformulasikan beberapa strategi yang akan ditempuh dalam menjaga stabilitas fiskal tersebut, yaitu 1) optimalisasi pendapatan negara dengan mempertimbangkan iklim dunia usaha, 2) meningkatkan efisiensi dan efektivitas belanja negara melalui quality spending yang berfokus pada peningkatan belanja infrastruktur yang dapat mendukung MP3EI, 3)mengendalikan defisit dalam batas aman di bawah 3% PDB yaitu pada kisaran 1,5% serta 4) mengurangi rasio utang terhadap PDB secara konsisten sembari mencari sumber pembiayaan dengan risiko yang rendah dan mengutamakan pembiayaan yang berasal dari luar negeri. (RN)
tidak banyak, yaitu dibawah 20% dilakukan di smelter Gresik. Bijih besi (IUP) dan Nikel (IUP) sebagian besar diekspor berupa bijih, sedangkan bauksit seluruhnya diekspor berupa bijih.
Sumber Daya dan Cadangan Batubara Indonesia Tahun 2010
Total Sumberdaya = 105,187 Miliar Ton Total Cadangan = 21,131 Miliar Ton ( 20,09% dari sumberdaya) Sumber Data: Badan Geologi, 2010
Penerimaan negara dari mineral terdiri dari penerimaan negara bukan pajak dan penerimaan dari pajak. Besarnya royalti mineral tergantung pada Peraturan Pemerintah No.45 tahun 2003 dan untuk Kontrak Karya sesuai dengan yang tertera di kontrak. Untuk pajak badan besarnya 35% dari keuntungan perusahaan. Penerimaan negara dari batubara yaitu, berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (royalti/dana hasil produksi batubara-DHPB dan iuran tetap) dan Penerimaan Pajak. Royalti/DHPB untuk perusahaan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) besarnya 13,5% dari hasil produksi batubara, sedangkan untuk IUP lebih kecil yaitu 3-7% (sesuai kualitas) dari hasil produksi. Untuk pajak badan besarnya 35 45% dari keuntungan perusahaan. 7
Produksi mineral dalam hal ini tembaga sebagian besar berupa konsentrat untuk tujuan ekspor. Sedangkan konsentrat yang pengolahan dan pemurnian dalam negeri
Perlambatan pertumbuhan ekonomi berbagai negara kawasan ATP diakibatkan melemahnya permintaan dari dalam dan luar negeri. Permintaan domestik menurun seiring dengan kebijakan normalisasi bidang fiskal dan moneter.. Kondisi ini sejalan dengan produksi sektor industri yang menurun di negara-negara dengan tingkat PDB menengah. Gejolak ekonomi di Eropa dan Amerika serta sentimen negatif atas perekonomian global menyebabkan permintaan eksternal kawasan ATP menurun. Ekspansi ekspor Cina, khususnya sejak bergabung dengan WTO, mulai menurun. Sebaliknya, tingkat impor Cina terus meningkat hingga mengejar tingkat impor Eropa sebagai importir terbesar kedua. Bahkan pemerintah Cina berjanji untuk menjaga tingkat impor untuk menoooo Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011 11
12
Jika TKI belum mendapatkan KTKLN sementara yang bersangkutan berada di luar negeri maka untuk memudahkan mereka pulang ke tanah air seyogyanya dapat dibuatkan KTKLN di negara TKI bekerja. Hal ini bisa dilakukan dengan mengirim petugas dari BNP2TKI untuk membantu dalam penerbitan KTKLN dimaksud; Pada umumnya TKI menginginkan kemudahan dalam menabung sehingga diharapkan perbankan nasional dapat membuka cabangnya di negara TKI bekerja yang lokasinya mudah dijangkau TKI; Perlu penghapusan sponsor/calo dalam perekrutan TKI karena jika tidak maka biaya perekrutan masih tetap akan mahal.
Suasana sosialisasi KUR TKI yang dilakukan di Singapura pada tanggal pada tanggal 27-28 November 2011
Dari pemantauan selama sosialisasi di sembilan lokasi tersebut, nampak sekali antusiasme dari para peserta baik dari kalangan calon TKI dan purna TKI (saat sosialisasi di dalam negeri), maupun TKI kita yang sedang berada diperantauan (saat sosialisasi di negara tujuan TKI). Disamping itu dukungan dari pimpinan daerah setempat (Bupati Flores Timur, Bupati Indramayu, Bupati Banyuwangi dan Bupati Banyumas) sangat membantu sehingga sosialisasi dapat berlangsung dengan lancar. Dukungan yang sama juga didapatkan dari perwakilan Republik Indonesia (KBRI di Seoul, KJRI di Johor, KJRI di Hongkong dan KBRI Singapura). Dari pelaksanaan sosialisasi terjaring beberapa permasalahan dan harapan dari TKI dan pemangku kepentingan terkait yang perlu segera ditindak lanjuti diantaranya adalah : Sampai saat ini masih ada pihak yang mengirimkan TKI dengan data diri TKI yang tidak sebenarnya; KUR TKI harus benar-benar dapat membantu pembiayaan penempatan TKI apalagi dengan direlaksasikannya beberapa aturan KUR TKI (SOP KUR TKI yang baru sudah diluncurkan pada tanggal 5 Oktober 2011) dimana diantaranya bank tidak lagi menggunakan struktur biaya penempatan sebagai acuan dalam pemberian kredit kepada TKI; Produk perbankan bagi TKI masih belum banyak yang tahu; Gaji Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) seharusnya dibayarkan melalui perbankan; Program penempatan lewat G to P (government to private) yang saat ini dirintis di Penang, Malaysia, seyogyanya dapat menjadi contoh program penempatan TKI lainnya dan dapat diberikan KUR TKI;
Permasalahan dan harapan tersebut perlu mendapat perhatian dan segera ditindaklanjuti oleh instansiinstansi terkait sehingga tujuan mulia meningkatkan harkat dan martabat TKI dapat terwujud. (MEY)
Sambungan halaman 14 Liputan LKM: Lembaga Perkreditan Desa Bali Selanjutnya perbedaan LPD dengan BUMDes adalah pada wilayah kerja. BUMDes didirikan oleh Pemerintah Desa sedangkan LPD didirikan oleh komunitas desa adat. Disamping adanya alasan perbedaan dengan LKM formal, banyak pihak yang mengira bahwa keengganan untuk bertransformasi menjadi LKM formal adalah untuk menghindari pajak. Menanggapi hal tersebut, ahli ekonomi Prof. Dr. I Wayan Ramantha menegaskan bahwa LPD bukan lembaga ekonomi berorientasi keuntungan finansial semata. LPD sudah seharusnya tidak dikenakan pajak karena fungsi sosial-keagamaan. Masyarakat desa adat tidak pernah menerima keuntungan finansial langsung dari LPD. Semua infrastruktur yang dimiliki LPD telah diupayakan sendiri dan tidak ada dana dari Pemerintah. Selain itu, muncul kekhawatiran berkurangnya kontribusi LPD pada desa adat. Apa yang diharapkan oleh LPD dalam pengembangan ke depan adalah pengakuan LPD sebagai lembaga keuangan formal khusus yang tidak dapat disamakan dengan LKM. LPD mengharapkan adanya sinkronisasi peraturan Pemerintah Pusat dengan Peraturan Daerah. Selain itu, LPD juga mengharapkan adanya aturan dan mekanisme yang dapat dijadikan pegangan pada saat krisis. (TKA/AHS/MS) Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011
13
Memang tidak mudah melakukan transformasi LKM non formal yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia menjadi LKM formal berbadan hukum. Keberadaan sebagian LKM berkembang sesuai dengan karakteristik masyarakat setempat. Sebagai contoh adalah Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Bali. LPD di Bali sudah didirikan sejak tahun 1984. Pendirian LPD didasari oleh kesadaran untuk memperkokoh budaya Bali melalui penguatan aspek ekonomi masyarakat adat. Dan salah satu caranya adalah pendirian lembaga keuangan berbasis adat dan budaya. Sejak tahun 1984 hingga 2011, telah berdiri 1.405 unit LPD di seluruh Provinsi Bali. Dari total desa adat sebanyak 1.473, masih ada 68 desa adat yang belum memiliki LPD. Modal awal pendirian LPD bersumber dari Desa Adat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten. Untuk dapat berkembang selama 27 tahun bukanlah yang mudah. Tidak sedikit LPD yang ditutup karena kualitas dan pengetahuan pengurus yang kurang. Namun demikian sebagian besar LPD terus berkembang. Salah satunya adalah LPD Kuta yang berdiri dengan modal awal Rp.31,6 juta. Pada tahun 2010, LPD ini telah memiliki aset sebesar Rp. 222,9 miliar dengan keuntungan Rp. 9,3 miliar. LPD Kuta dibina oleh Pemerintah Daerah, Bank Pembagunan Daerah Bali, Pembina Lembaga Perkreditan Desa Kecamatan (PLPDK), dan Badan Kerja Sama (BKS) LPD. Bagi masyarakat Bali, LPD ini merupakan lembaga keuangan yang bersifat khusus karena dimiliki oleh komunitas adat dengan jiwa sosio-religious. LPD berperan sebagai penyokong pembiayaan adat dan budaya di tingkat desa adat karena disadari kebutuhan dana yang besar untuk kegiatan adat dan budaya. Dari hasil pertemuan dengan Nyoman Arnaya (Ketua PLPDK) dan beberapa pengurus LPD Bali disampaikan sejumlah aspek yang menunjukkan kekhususan LPD. Kekhususan tersebut yang menjadi penyebab kesulitan LPD bertransformasi menjadi LKM sesuai SKB di atas. Perbedaan LPD dengan BPR adalah pada aspek pemilikannya. Bank dapat dimiliki oleh perorangan, sedangkan LPD merupakan lembaga keuangan milik seluruh masyarakat desa adat. Dari segi tata kelola, bank mengutamakan keuntungan financial, sementara target utama LPD adalah terpenuhinya pembiayaan adat dan budaya di desa adat. Perbedaan LPD dengan koperasi adalah pada aspek keanggotaan. Koperasi dibentuk oleh kumpulan anggota dengan kewajiban membayar simpanan wajib dan simpanan sukarela. Sementara LPD tidak dibangun dari dasar keanggotaan serta tidak ada kewajiban bagi masyarakat desa adat untuk membayar simpanan.
(bersambung ke halaman 13 TKA/AHS/MS)
14
10
Sektor pertanian, perburuan dan kehutanan merupakan sektor terbesar kedua dengan total plafon Rp 9,6 trilliun dan debitur sebanyak 739.530. Penyaluran KUR secara geografis terkonsentrasi di pulau Jawa. Realisasi penyaluran KUR pada lima provinsi di Pulau Jawa mencapai Rp 30,2 trilliun dengan jumlah debitur sebanyak 3.313.175. Dari 33 provinsi, Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah plafon tertinggi yaitu Rp 9,4 trilliun dan jumlah debitur 969.174. Namun jumlah debitur tertinggi berada pada provinsi Jawa Tengah sebanyak 1.273.886 debitur. Panyaluran plafon KUR diluar pulau Jawa masih belum optimal. Bangka Belitung dan Maluku Utara merupakan provinsi dengan penyaluran KUR masing-masing sebesar Rp 158 milliar dan Rp 268 milliar. BPD diharapkan lebih aktif menyalurkan KUR pada tahun 2012 agar terjadi pemerataan penyaluran KUR sesuai dengan potensi daerah. (WP)
Dari keenam Bank Pelaksana, BRI merupakan bank penyalur KUR terbesar. BRI telah menyalurkan hingga Rp 38 trilliun dana kepada sekitar 5.247.946 debitur. Sebagian besar dana KUR tersebut merupakan KUR mikro senilai Rp 28,7 trilliun. KUR mikro BRI disalurkan kepada 5.184.896 debitur. Sehingga rata-rata KUR mikro sebesar Rp 5,6 juta dengan nilai NPL 2.19%. Sedangkan KUR ritel BRI sebesar Rp 9,2 trilliun dengan rata-rata Rp 147,2 juta dan NPL sebesar 3,2%. Secara sektoral , sebagian besar dana KUR diserap sektor hilir seperti perdagangan besar dan eceran. Total plafon sektor tersebut mencapai Rp 37 trilliun dengan jumlah debitur sebanyak 4.050.317 orang. Sedangkan rata-rata kredit sektor tersebut adalah sebesar Rp 9,1 juta/debitur. Sebagian besar KUR pada sektor perdagangan merupakan KUR mikro.
Sambungan halaman 16 Evaluasi Realisasi APBD Triwulan II-2011 Hal ini karena belanja modal sendiri bila ditambahkan dengan komponen belanja barang dan jasa, akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, selain kontribusi dari sektor swasta, rumah tangga, dan luar negeri. Ini berarti, semakin tinggi realisasi rasio belanja modal terhadap total belanja daerah, akan semakin baik pengaruhnya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, semakin rendah penyerapan belanja modal maka semakin kecil perannya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011
15
Selanjutnya jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2010 (lihat tabel), secara nasional, terjadi penurunan dalam realisasi pendapatan dan belanja. Realisasi pendapatan triwulan II/2011 turun 1,52% dari triwulan II/2010. Penurunan realisasi belanja daerah secara agregat ini dapat dikatakan karena realisasi pendapatan propinsi, dan juga realisasi pendapatan kabupaten/kota memang relatif lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2010. Relatif turunnya realisasi pendapatan daerah, baik secara agregat, di provinsi, maupun di kabupaten tersebut dikarenakan utamanya karena penurunan realisasi Pendapatan Asli Daerah dan realisasi lain-lain pendapatan yang sah. Secara agregat, realisasi Pendapatan Asli Daerah triwulan II/2011 turun 1,42% dibandingkan periode yang sama tahun 2010. Berbeda halnya dengan komponen PAD dan lain-lain pendapatan yang sah, komponen pendapatan berupa Dana Perimbangan meningkat, baik secara agregat (dari 51,29% ke 53,18%), maupun realisasi di provinsi (dari 45,09% ke 48,67%) dan realisasi kabupaten/kota (dari 52,57% ke 53,93%). Demikian halnya dengan realisasi belanja triwulan II/2011 yang juga turun 2,74% dari periode yang sama tahun 2010. Realisasi belanja pegawai, secara agregat turun dari 44,42% ke 39,97%. Dari 3 komponen belanja daerah yang utama, realisasi belanja modal menunjukkan tren menurun dalam kedua periode, baik secara agregat (dari 12,99% ke 9,99%), maupun realisasi di provinsi (dari 12,73% ke 10,81%) dan kabupaten/kota (dari 13,13% ke 9,75%). Dengan mencermati perkembangan realisasi pendapatan dan belanja daerah Triwulan II/2011, maka percepatan realisasi belanja modal Triwulan selanjutnya hendaknya menjadi fokus pemerintah. (bersambung ke halaman 15 APN) Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Desember 2011
16
DAFTAR ISTILAH
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengelola atau mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau yang diinginkan dengan cara mengendalikan penerimaan dan pengeluaran pemerintah Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar dari pada pengeluarannya Kebijakan Fiskal Ekspansif adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan guna member stimulus pada perekonomian Kebijakan Moneter adalah kebijakan dengan mengendalikan perekonomian dengan mengatur jumlah uang beredar Moral persuasion adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberikan imbauan kepada pelaku ekonomi Reserve Requirement Ratio adalah penetapan rasio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang beredar. Jika rasio cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil dibandingkan sebelumnya
Untuk informasi lebih lanjut hubungi : Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4 Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, 10710 Telepon. 021-3521843, Fax. 021-3521836 Email : tinjauan.ekon@gmail.com
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada website www.ekon.go.id
ISSN 2088-3153