Anda di halaman 1dari 29

PEREKONOMIAN

INDONESIA DALAM
ERA GLOBALISASI

Disampaikan oleh :
Ronny. A. Adytama, S.Sos. MM
Pengertian Globalisasi Ekonomi
Globalisasi ekonomi adalah berlangsungnya
gerak arus barang, jasa dan uang di dunia
secara dinamis, sesuai dengan prinsip ekonomi,
dimana berbagai hambatan terhadap arus
tersebut menjadi semakin berkurang. Hambatan
berupa proteksionisme perdagangan, larangan
invstasi, dan regulasi devisa serta moneter yang
mengekang arus jasa dan kapital internasional
semakin lama menjadi semakin berkurang bila
globalisasi berlangsung. (Sjahrir, 1995).

Dampak Perkembangan
Ekonomi Dunia
Perkembangan ekonomi dunia yang begitu
pesat telah meningkatkan kadar hubungan
saling ketergantungan dan mempertajam
persaingan yang menambah semakin rumitnya
strategi pembangunan yang mengandalkan
ekspor. Di satu pihak hal itu merupakan
tantangan dan kendala yang membatasi. Di
pihak lain hal tersebut merupakan peluang baru
yang dapat dimanfaatkan untuk keberhasilan
pelaksanaan pembangunan nasional.

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN
INTERNASIONAL

Terdapat sejumlah konsep atau teori yang
menjelaskan faktor-faktor apa yang
mendorong terjadinya perdagangan antar
negara, mengapa perdagangan antar negara
bisa menguntungkan kedua belah pihak dan
dalam produk-produk apa sebaiknya tiap
negara berspesialisasi.
Dari teori-teori tersebut orang bisa mengambil
prinsip-prinsip yang bisa menjadi pedoman
dalam melaksanakan perdagangan
internasional.

Teori Perdagangan Klasik
Teori Keunggulan Mutlak (Absolute
Advantage)
Teori Keunggulan Komparatif
(comparative advantage)
Teori Proporsi Faktor Produksi

Teori Keunggulan Mutlak
(Absolute Advantage)
Dasar pemikiran teori Adam Smith ini adalah
bahwa suatu negara akan melaksanakan
spesialisasi dana negara tersebut memiliki
keunggulan absolut dan tidak memproduksi atau
melakukan impor tehadap jenis barang lain di
mana negara tersebut tidak memiliki keunggulan
absolut terhadap negara lain yang memproduksi
barang sejenis. (Tulus Tambunan, 2001)

Dengan kata lain, suatu negara akan
mengekspor (impor) suatu jenis barang jika
negara tersebut dapat (tidak dapat)
membuatnya lebih efisien atau murah di
bandingkan negara lain. Jadi teori ini
menekankan bahwa efisiensi dalam
penggunaan input, misalnya tenaga kerja, dalam
proses produksi sangat menentukan keunggulan
atau daya saing. Tingkat keunggulan diukur
berdasarkan nilai tenaga kerja yang sifatnya
homogen.

Teori Keunggulan Komparatif
(comparative advantage)
Sering dijumpai bahwa suatu negara yang efisien dalam
memproduksikan suatu barang, juga efisien dalam
memproduksikan barang-barang lain. Ini disebabkan,
misalnya oleh penggunaan teknologi dan mesin-mesin yang
lebih efisien atau tenaga kerja yang trampil. Negara tersebut
mempunyai keunggulan mutlak dalam produksi semua
barang.
Dalam hal ini, menurut David Ricardo, yang berlaku adalah
teori keunggulan komparatif. Suatu negara hanya akan
mengekspor barang yang mempunyai keunggulan
komparatif tinggi dan mengimpor barang yang mempunyai
keunggulan komparatif rendah. (Boedino, 1994).

Misalnya biaya produksi dihitung dengan hari kerja di
Persia dan di Indonesia sebagai berikut :
Persia Indonesia
Permadani (1 lbr) 2/ hr 4/hr
Rempah-rempah (1 kg) 4/ hr 2/hr

Persia mempunyai keunggulan komparatif dalam
produksi permadani (P) dan Indonesia mempunyai
keunggulan komparatif dalam produksi rempah-rempah
( R )
Teori Proporsi Faktor Produksi
Dasar pemikian teori faktor-faktor proporsi dari
Hecksher dan Ohlin (disingkat Teori H-O) bahwa
perdagangan antara dua negara terjadi karena
adanya perbedaan dalam opportunity cost
antara dua negara tersebut terjadi karena
adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi
yang dimilikinya. Misalnya, Indonesia tanah
lebih luas dan bahan-bahan baku serta tenaga
kerja (unskilled) lebih banyak dari pada
Singapura. Sedangkan di Singapura memiliki
tenaga kerja (skilled) lebih banyak.

Jadi teori H-O menyatakan bahwa suatu negara
akan atau sebaiknya mengekspor barang-
barang yang menggunakan faktor produksi yang
relatif banyak (harga relatif faktor produksi
tersebut murah), sehingga barang-barang
tersebut harganya murah. Indonesia sebaiknya
mengekspor barang-barang yang padat karya
atau padat bahan baku yang melimpah, seperti
minyak dan komoditi pertanian (tulus
Tambunan, 1996).

Teori Perdagangan Modern
Teori Keunggulan Kompetitif
(competitive advantage)
Pendekatan Alternatif Dalam Teori
Perdagangan


Teori Keunggulan Kompetitif
(competitive advantage)
The Competitive Advantage of Nations, 1990
yang dikemukakan oleh Michael E. Porter
adalah tentang tidak adanya korelasi langsung
antara dua faktor produksi (sumber daya alam
yang tinggi dan sumber daya manusia yang
murah) yang dimiliki suatu negara untuk
dimanfaatkan menjadi keunggulan daya saing
dalam perdagangan.

Porter mengungkapkan bahwa ada empat atribut utama
yang menentukan mengapa industri tertentu dalam suatu
negara dapat mencapai sukses internasional :
Kondisi faktor produksi
Kondisi permintaan dan tuntutan mutu dalam negeri
Eksistensi industri pendukung, serta
Kondisi persaingan dan struktur perusahaan dalam negeri
Selain itu, pemerintah juga berperan sentral dalam
pembentukan keunggulan kompetitif. (Hendra Halwani,
1993).

Pendekatan Alternatif Dalam
Teori Perdagangan
Dalam kenyataan, menurut pandangan ini,
selalu terdapat perbedaan kekuatan ekonomi
pihak-pihak yang melakukan perdagangan
(hubungan ekonomi), ada unsur kekuasaan
monopoli (monopolistic power), yang bisa
merusak harmoni dan keseimbangan , yang
menimbulkan ketidakmerataan dalam
pembanguan dan bisa beraneka ragam
(Boediono, 1994).

KERJASAMA EKONOMI REGIONAL
INTERNASIONAL
Globalisasi Ekonomi Dewasa Ini
Perundingan GATT dan WTO
Pembentukan Blok Perdagangan Regional





Gejala-gejala Globalisasi
Globalisasi terjadi dalam kegiatan finansial,
produksi investasi dan perdagangan.
Proses globalisasi meningkatkan kadar
ketegantungan antar negara, menimbulkan
proses menyatunya ekonomi dunia
Gejala yang menonjol adalah terpisahnya
kegiatan ekonomi primer dengan ekonomi
industri sehingga kaitan poduksi ke belakang
industri pengolahan makin melemah.
Dampaknya adalah merosotnya harga komoditi
primer yang disebabkan permintaan yang lesu.

Faktor Penyebab Globalisasi
Makin menipisnya batas investasi dan pasar secara
nasional, regional maupun internasional disebabkan
karena adanya:
Komunikasi dan transportasi yang makin canggih
Lalu lintas devisa yang semakin bebas
Ekonomi negara yang semakin terbuka
Penggunaan keunggulan komparatif dan keunggulan
kompetitif di tiap negara semakin digalakkan
Pesatnya perkembangan perusahaan multinasional (MNC) di
seluruh dunia. (H. Prijono Tjiptoharijanto, 1993).

Kecenderungan Dalam
Globalisasi
Menurut John Naisbit dan Alvin Toffer ada kecenderungan
(H. Prijono Tjiptoharijanto, 1993) :
Masyarakat dunia dewasa ini sedang berubah dari era masyarakat
industri memasuki ke era masyarakat informasi. Masyarakat tidak
bisa menutup diri karna teknologi informasi mampu menembus
batas-batas wilayah kekuasaan negara.
Hubungan saling ketergantungan menyebabkan sistem ekonomi
nasional cenderung menjadi bagian sistem ekonomi global. Aktivitas
ekonomi berlangsung dalam arus gerak barang, jasa dan uang di
dunia secara dinamis sesuai dengan prinsip ekonomi.
Ketergantungan ekonomi yang sedang tumbuh berubah dari formasi
hubungan antar negara menjadi inter-region (antar blok). Kekuatan
blok-blok ekonomi itu akhirnya akan menjadi ukuran bargaining
power tiap negara dalam perdagangan internasional.

Dampak globalisasi ekonomi
Makin terpisahnya kegiatan ekonomi primer dengan ekonomi
industri mengakibatkan :
Harga komoditi primer merosot karena menurunnya permintaan
Akibat robotisasi dalam industri, maka kesempatan kerja berkurang,
pengangguran meningkat.
Kaitan antar ekonomi moneter-perbankan dengan ekonomi riil
(sektor industri dan perdagangan) menjadi melemah
Hubungan antar negara berubah menjadi hubungan antar blok
ekonomi/ pakta perdagangan (inter-region)
Perubahan lingkungan hidup mewarnai berbagai kebijakan ekonomi
dunia, seperti : isu pembangunan berkesinambungan, masalah
limbah industri, nuklir, global warning dan munculnya
persaingan antar blok ekonomi

Perundingan GATT dan WTO
General Agreement on Trade and Tariffs (GATT)
(Persetujuan mengenai perdagangan dan tariff)
Latar belakang Berdirinya GATT
GATT adalah perjanjian internasional, multilateral yang
mengatur perdagangan internasional sesudah Perang Dunia II,
yang didirikan pada tahun 1948.
Setelah Perang DUnia II setiap Negara cenderung membatasi
perdagangan import dan/ atau ekspor dengan alasan: proteksi
untuk produsen, konsumen, masyarakat, neraca pembayaran,
pertahanan dan kemanan.
- Alasan Negara sedang berkembang untuk melindungi
industrinya yang masih lemah (infant industry)


Tujuan dan Azas GATT
Tujuan GATT
terjadinya perdagangan dunia yang bebas tanpa
diskriminasi.
Memupuk disiplin diantara anggotanya supaya tidak
mengambil langkah yang merugikan anggota lainnya.
Mencegah tejadinya perang dagang yang merugikan
semua pihak.
Jika suatu Negara anggota akan melakukan proteksi,
dianjurkan menggunakan tarif (bea masuk) yang
transparan, bukan non tariff seperti kuota, larangan
impor, subsidi dan standar mutu.

Azas Dalam GATT
1) Perdagangan bebas,
2) proteksi dengan tariff non diskriminasi,
3) transparansi kebijakan perdagangan.
(Hendra Halwani, 1993).



WTO
( World Trade Organization )
WTO merupakan organisasi perdagangan
dunia yang berkedudukan di Genewa,
Swiss. Organisasi ini dibentuk pada
tanggal 1 Januari 1995 dan pada saat ini
telah beranggotakan 150 negara.
Fungsi WTO
Mengatur perjanjian perdagangan WTO
Sebagai forum negosiasi perdagangan
Menyelesaikan sengketa perdagangan
Memonitor kebijakan perdagangan suatu
negara
Memberikan bantuan teknis dan pelatihan
bagi negara-negara berkembang
Bekerjasama dengan organisasi
internasional lainnya
Prinsip Prinsip WTO
Perdagangan Tanpa Diskriminasi
Perdagangan Yang Lebih Bebas Secara
Bertahap
Dapat diprediksi
Mempromosikan Persaingan Yang Adil
Mendorong Pembangunan dan
Pembaharuan Ekonomi
Pembentukan Blok
Perdagangan Regional
MEE / EEC tahun 1957 di Roma
NAFTA tahun 1992 di Washington
AFTA tahun 1992 di Singapura

Tantangan Perekonomian
Dunia dan Regional
Memasuki era milenium ketiga, perekonomian
Indonesia menghadapi tantangan besar. Tantangan
tersebut adalah era perdagangan bebas dan
globalisasi ekonomi.
Tantangan semakin terasa berat karena meskipun
Indonesia dikategorikan sebagai Negara dengan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi pendapatan
rata-ratanya terendah di ASEAN. Lebih-lebih karena
adanya krisis ekonomi di Asia Tenggara dan Asia
Timur, perekonomian Indonesia terpuruk dan
mengalami krisis yang paling parah dibandingkan
dengan Negara lain.
Antisipasi yang dapat dilakukan
Indonesia adalah:
Mempersiapkan landasan ekonomi yang
kuat karena kejatuhan perekonomian
Indonesia diakibatkan struktur ekonomi
yang sangat tergantung pada luar negeri.
Mempersiapakan SDM karena di antara
anggota ASEAN, SDM Indonesia
kemampuannya paling rendah.
Meningkatkan daya saing produk

Anda mungkin juga menyukai