LAPORAN KEUANGAN

DAN AUDIT LAPORAN

KEUANGAN

PENAJAM
2013

LAPORAN KEUANGAN DAERAH ?

UNTUK MENYEDIAKAN INFORMASI YANG RELEVAN MENGENAI

POSISI KEUANGAN DAN SELURUH TRANSAKSI YANG
DILAKUKAN OLEH SUATU PEMERINTAH DAERAH SELAMA
SATU PERIODE PELAPORAN.

UNTUK MENGETAHUI NILAI SUMBER DAYA EKONOMI YANG

DIMANFAATKAN UNTUK MELAKSANAKAN KEGIATAN
OPERASIONAL PEMERINTAHAN, MENILAI KONDISI KEUANGAN,
MENGEVALUASI EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SUATU ENTITAS
PELAPORAN, DAN MEMBANTU MENENTUKAN KETAATANNYA
TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.
2

SIAPA YANG MENYUSUN

LAPORAN KEUANGAN DAERAH

BUKTI TRANSAKSI
YANG LENGKAP
DAN SAH
PENYUSUN LAPKEU
(PPK-SKPD DAN
DPPKAD/BAG.
KEUANGAN SETDA)

LAPORAN
KEUANGAN
3

PERANAN LAPORAN KEUANGAN DAERAH

AKUNTABILITAS

MANAJEMEN

TRANSPARANSI

KESEIMBANGAN ANTAR
GENERASI

EVALUASI KINERJA
4

KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN DAERAH

PP 71 TAHUN 2010 TENTANG SAP
Laporan
Realisasi
Anggaran
(LRA);

Catatan atas
Laporan
Keuangan
(CaLK).

Laporan
Perubahan
Ekuitas
(LPE);

Neraca

LAPORAN
KEUANGAN
DAERAH

Laporan
Arus Kas
(LAK)

Laporan
Perubahan
Saldo
Anggaran
Lebih

Laporan
Operasional
(LO);
5

LAPORAN REALISASI ANGGARAN (LRA)

MENYAJIKAN IKHTISAR SUMBER,
ALOKASI DAN PENGGUNAAN
SUMBER DAYA EKONOMI YANG
DIKELOLA OLEH PEMERINTAH
PUSAT/DAERAH DALAM SATU
PERIODE PELAPORAN.

MENGGAMBARKAN
PERBANDINGAN ANTARA
ANGGARAN DENGAN
REALISASINYA DALAM SATU
PERIODE PELAPORAN
6

LAPORAN REALISASI ANGGARAN (LRA)

PENDAPATAN-LRA;
BELANJA;
TRANSFER;
SURPLUS/DEFISIT-LRA;
PEMBIAYAAN;
SISA LEBIH/KURANG
PEMBIAYAAN
ANGGARAN.
7

LAPORAN REALISASI ANGGARAN (LRA)

LAPORAN REALISASI ANGGARAN (LRA)

LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH

(LAPORAN PERUBAHAN SAL);
SALDO ANGGARAN LEBIH
AWAL;
PENGGUNAAN SALDO
ANGGARAN LEBIH;
SISA LEBIH/KURANG
PEMBIAYAAN ANGGARAN
TAHUN BERJALAN;
KOREKSI KESALAHAN
PEMBUKUAN TAHUN
SEBELUMNYA;
LAIN-LAIN;
SALDO ANGGARAN LEBIH
AKHIR
10

LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH

(LAPORAN PERUBAHAN SAL);

11

NERACA

MENGGAMBARKAN POSISI
KEUANGAN SUATU ENTITAS
PELAPORAN MENGENAI ASET,
KEWAJIBAN, DAN EKUITAS PADA
TANGGAL TERTENTU

12

NERACA

KAS DAN SETARA KAS;

INVESTASI JANGKA PENDEK;
PIUTANG PAJAK DAN BUKAN PAJAK;
PERSEDIAAN;
INVESTASI JANGKA PANJANG;
ASET TETAP;
KEWAJIBAN JANGKA PENDEK;
KEWAJIBAN JANGKA PANJANG;
EKUITAS.
13

NERACA

14

NERACA

15

LAPORAN OPERASIONAL (LO)

MENYEDIAKAN INFORMASI
MENGENAI SELURUH KEGIATAN
OPERASIONAL KEUANGAN ENTITAS
PELAPORAN YANG TERCERMINKAN
DALAM PENDAPATAN-LO, BEBAN,
DAN SURPLUS/DEFISIT
OPERASIONAL DARI SUATU ENTITAS
PELAPORAN YANG PENYAJIANNYA
DISANDINGKAN DENGAN PERIODE
SEBELUMNYA

16

LAPORAN OPERASIONAL (LO)

PENDAPATAN-LO DARI KEGIATAN

OPERASIONAL;
BEBAN DARI KEGIATAN
OPERASIONAL ;
SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN
NON OPERASIONAL, BILA ADA;
POS LUAR BIASA, BILA ADA;
SURPLUS/DEFISIT-LO.

17

LAPORAN OPERASIONAL (LO)

18

LAPORAN OPERASIONAL (LO)

19

LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS (LPE)

EKUITAS AWAL
SURPLUS/DEFISIT-LO PADA PERIODE BERSANGKUTAN;
KOREKSI-KOREKSI YANG LANGSUNG
MENAMBAH/MENGURANGI EKUITAS, YANG ANTARA LAIN
BERASAL DARI DAMPAK KUMULATIF YANG DISEBABKAN
OLEH PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI DAN KOREKSI
KESALAHAN MENDASAR, MISALNYA:
KOREKSI KESALAHAN MENDASAR DARI PERSEDIAAN
YANG TERJADI PADA PERIODE-PERIODE SEBELUMNYA;
PERUBAHAN NILAI ASET TETAP KARENA REVALUASI
ASET TETAP.
EKUITAS AKHIR.

20

LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS (LPE)

21

LAPORAN ARUS KAS (LAK)

MENYAJIKAN INFORMASI MENGENAI
SUMBER, PENGGUNAAN,
PERUBAHAN KAS DAN SETARA KAS
SELAMA SATU PERIODE AKUNTANSI,
DAN SALDO KAS DAN SETARA KAS
PADA TANGGAL PELAPORAN. ARUS
MASUK DAN KELUAR KAS
DIKLASIFIKASIKAN BERDASARKAN
AKTIVITAS OPERASI, INVESTASI,
PENDANAAN, DAN TRANSITORIS.

22

LAPORAN ARUS KAS (LAK)

23

LAPORAN ARUS KAS (LAK)

24

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN (CALK)

PENJELASAN ATAU DAFTAR TERINCI ATAU ANALISIS
ATAS NILAI SUATU POS YANG DISAJIKAN DALAM :

LAPORAN REALISASI ANGGARAN,

LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH,
NERACA,
LAPORAN OPERASIONAL,
LAPORAN ARUS KAS, DAN
LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS

PENYAJIAN INFORMASI SERTA PENGUNGKAPANPENGUNGKAPAN LAINNYA YANG DIPERLUKAN

UNTUK PENYAJIAN YANG WAJAR ATAS LAPORAN
KEUANGAN, SEPERTI KEWAJIBAN KONTINJENSI
DAN KOMITMEN-KOMITMEN LAINNYA.
25

APA YANG TERKANDUNG

DALAM LAPORAN KEUANGAN ?
PERTANGGUNGJAWABAN

ASERSI MANAJEMEN
KEBERADAAN DAN KETERJADIAN
KELENGKAPAN

LAPORAN
KEUANGAN

HAK ATAU KEWAJIBAN

PENILAIAN DAN ALOKASI
PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN

26

ASERSI ?
PERNYATAAN OLEH
PIHAK MANAJEMEN
YANG TERKANDUNG
DALAM KOMPONEN
LAPORAN KEUANGAN
YANG DITUJUKAN
KEPADA PIHAK
KETIGA BAIK SECARA
IMPLISIT MAUPUN
EKSPLISIT

27

KEBERADAAN ATAU KETERJADIAN

(EXISTENCE OR OCCURANCE) ?
PERNYATAAN BAHWA
ASET ATAU UTANG YANG
DILAPORKAN PADA
TANGGAL TERTENTU
DALAM NERACA BENARBENAR ADA DAN SEMUA
TRANSAKSI YANG
DICATAT DAN
DILAPORAN DALAM LRA
BENAR-BENAR TERJADI
SELAMA PERIODE
TERTENTU
28

KELENGKAPAN (COMPLETENESS) ?

SEMUA TRANSAKSI
DAN
AKUN/REKENING
TELAH DISAJIKAN
DALAM LAPORAN
KEUANGAN

29

HAK DAN KEWAJIBAN

(RIGHT AND OBLIGATION)?
ASET YANG DISAJIKAN
DALAM LK MERUPAKAN
HAK PEMERINTAH DAERAH
DAN UTANG
MERUPAKAN KEWAJIBAN
PEMERINTAH DAERAH
PADA TANGGAL TERTENTU

30

PENILAIAN DAN ALOKASI

(VALUATION AND ALLOCATION)?
KOMPONENKOMPONEN AKTIVA,
KEWAJIBAN,
PENDAPATAN,
BELANJA DAN
PEMBIAYAAN
DICANTUMKAN DALAM
LAPORAN KEUANGAN
SESUAI JUMLAH ATAU
NILAI YANG
SEMESTINYA

31

PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN

(PRESENTATION AND DISCLOSURE)?
SEMUA KOMPONENKOMPONEN TERTENTU
DALAM LAPORAN
KEUANGAN DISAJIKAN,
DIKLASIFIKASIKAN,
DIJELASKAN, DAN
DIUNGKAPKAN SECARA
MEMADAI SEHINGGA
BEBAS DARI SALAH
TAFSIR

32

AUDIT ?
AMERICAN ACCOUNTING ASSOCIATION,
COMMITTEE ON BASIC AUDITING CONCEPT,S

PEMERIKSAAN ATAU AUDIT ADALAH SUATU PROSES

SISTIMATIS UNTUK MENDAPATKAN DAN
MENGEVALUASI BUKTI-BUKTI SECARA OBJEKTIF
SEHUBUNGAN DENGAN ASERSI ATAS TINDAKAN DAN
PERISTIWA EKONOMI UNTUK MEMASTIKAN TINGKAT
KESESUAIAN ANTARA ASERSI-ASERSI TERSEBUT
DENGANN KRITERIA YANG TELAH DITETAPKAN SERTA
MENGKOMUNIKASIKAN HASILNYA KEPADA PIHAKPIHAK YANG BERKEPENTINGAN
33

AUDIT ?
ARENS LOBBECKE

PEMERIKSAAN ATAU AUDITING ADALAH PROSES

PENGUMPULAN ATAS PENGEVALUASIAN BAHAN BUKTI
TENTANG INFORMASI YANG DAPAT DIUKUR MENGENAI
SUATU ENTITAS EKONOMI YANG DILAKUKAN OLEH
SEORANG YANG KOMPETEN DAN INDEPENDEN UNTUK
DAPAT MENENTUKAN DAN MELAPORAN KESESUAIAN
INFORMASI DIMAKSUD DENGAN KRITERIA-KRITERIA
YANG TELAH DITETAPKAN
34

AUDIT ?
UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG
PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG
JAWAB PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

PEMERIKSAAN ADALAH PROSES IDENTIFIKASI

MASALAH, ANALISIS, DAN EVALUASI YANG
DILAKUKAN SECARA INDEPENDEN, OBJEKTIF,
DAN PROFESIONAL BERDASARKAN STANDAR
PEMERIKSAAN, UNTUK MENILAI KEBENARAN,
KECERMATAN, KREDIBILITAS, DAN
KEANDALAN INFORMASI MENGENAI
PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB
KEUANGAN NEGARA
35

JENIS AUDIT

PEMERIKSAAN
KEUANGAN

SECARA
TEORITIS

PEMERIKSAAN
KINERJA
PEMERIKSAAN
KEPATUHAN

JENIS
PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN
KEUANGAN

MENURUT UU
NO 15 TAHUN
2004

PEMERIKSAAN
KINERJA
PEMERIKSAAN
DENGAN TUJUAN
TERTENTU
36

FINANCIAL AUDIT ?
STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN
NAGARA (SPKN)

PEMERIKSAAN KEUANGAN ADALAH PEMERIKSAAN

YANG BERTUJUAN UNTUK MEMBERIKAN KEYAKINAN
YANG MEMADAI (REASONABLE ASSURANCE) APAKAH
LAPORAN KEUANGAN TELAH DISAJIKAN SECARA
WAJAR, DALAM SEMUA HAL YANG MATERIAL SESUAI
DENGAN PRINSIP AKUNTANSI YANG BERLAKU UMUM
DI INDONESIA ATAU BASIS AKUNTANSI
KOMPREHENSIF SELAIN PRINSIP AKUNTANSI YANG
BERLAKU UMUM DI INDONESIA
37

GAMBARAN UMUM PEMERIKSAAN KEUANGAN

TUJUAN
KHUSUS

MENILAI ASERSI MANAJEMEN

YANG TERKANDUNG DALAM
LAPORAN KEUANGAN

TUJUAN
UMUM

MENYATAKAN OPINI TENTANG KEWAJARAN PENYAJIAN LAPORAN

KEUANGAN
38

JENIS OPINI

WAJAR
TANPA
PENGEC
UALIAN

WAJAR
TANPA
PENGEC
UALIAAN
DENGAN
PARAGR
AF
PENJELA
SAN

SEMAKIN BAIK

WAJAR
DENGAN
PENGEC
UALIAAN

TIDAK
WAJAR
(ADVERS
E)

TIDAK
MEMBER
IKAN
PENDAP
AT
(DISCLAI
MER)

SEMAKIN TIDAK BAIK

39

KONDISI YANG HARUS DIPENUHI

OPINI WAJAR TANPA PENGECUALIAAN
BUKTI PEMERIKSAAN YANG MEMADAI DIPEROLEH, DAN
PEMERIKSA TELAH MELAKSANAKAN PENUGASAN DENGAN BAIK
SEHINGGA MAMPU MENYIMPULKAN BAHWA KETIGA STANDAR
PEKERJAAN LAPANGAN TELAH DIPATUHI;

SEMUA ASPEK DARI STANDAR UMUM SPKN TELAH

DIPATUHI DALAM PENUGASAN PEMERIKSAAN;
SELURUH LAPORAN KEUANGAN (NERACA, LAPORAN
REALISASI ANGGARAN, LAPORAN OPERASIONAL , LAPORAN
PERUBAHAN EKUITAS, LAPORAN PERUBAHAN SALDO
ANGGARAN LEBIH/LAPORAN PERUBAHAN SAL, LAPORAN
ARUS KAS DAN CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN) TELAH
LENGKAP DISAJIKAN;

LAPORAN KEUANGAN YANG DISAJIKAN SESUAI

DENGAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN (SAP
PP24 TAHUN 2005 DAN PP71 TAHUN 2010.
TIDAK TERDAPAT SITUASI YANG MEMBUAT PEMERIKSA
MERASA PERLU UNTUK MENAMBAHKAN SEBUAH
PARAGRAF PENJELASAN ATAU MEMODIFIKASI KALIMAT
DALAM LAPORAN PEMERIKSAAN.
40

KONDISI YANG MENYEBABKAN

OPINI WAJAR TANPA PENGECUALIAAN DENGAN PARAGRAF PENJELASAN

TIDAK ADA KONSISTENSI DALAM PENERAPAN PRINSIP

AKUNTANSI YANG BERLAKU UMUM

KETIDAKPASTIAN ATAS KELANGSUNGAN HIDUP

ORGANISASI (GOING CONCERN)
AUDITOR SETUJU DENGAN BAHWA LAPORAN
KEUANGAN DISAJIKAN MENYIMPANG DARI STANDAR
AKUNTANSI PEMERINTAHAN

ADA PENEKANAN PADA SUATU MASALAH

TERKAIT LAPORAN YANG MELIBATKAN PEMERIKSA LAIN

41

OPINI WAJAR TANPA PENGECUALIAAN DENGAN PARAGRAF PENJELASAN

TIDAK ADA KONSISTENSI DALAM PENERAPAN

PRINSIP AKUNTANSI YANG BERLAKU UMUM (SAP)
PERUBAHAN YANG MEMPENGARUHI KONSISTENSI (CHANGES AFFECTING
CONSISTENCY)
PERUBAHAN DALAM PRINSIP AKUNTANSI. MISALNYA PERUBAHAN DARI METODE PENYUSUTAN
DARI METODE SALDO MENURUN GANDA (DOUBLE DECLINING BALANCE METHOD) TAHUN
LALU MENJADI METODE GARIS LURUS (STRAIGHT LINE METHOD) TAHUN BERJALAN
PERUBAHAN DALAM ENTITAS YANG MEMBUAT LAPORAN KEUANGAN. MISALNYA INVESTASI
PADA PERUSDA PADA NERACA TAHUN LALU DISAJIKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE
BIAYA TAHUN INI MENGGUNAKAN METODE EKUITAS.
KOREKSI KESALAHAN DALAM PENERAPAN PRONSIP. MISALNYA TAHUN LALU PENILAIAN
PERSEDIAAN KERTAS BERHARGA DISAJIKAN BERDASARKAN NILAI NOMINAL DIUBAH MENJADI
BERDASARKAN HARGA PEROLEHAN.

PERUBAHAN YANG TIDAK MEMPENGARUHI KONSISTENSI (CHANGES NOT

AFFECTING CONSISTENCY)
PERUBAHAN DALAM KLASIFIKASI DAN REKLASIFIKASI. MISALNYA TAHUN LALU DIBEBANKAN
PADA REKENING BELANJA BARANG TAHUN INI DIBEBANKAN PADA BELANJA MODAL
KOREKSI KESALAHAN YANG TIDAK MELIBATKAN PRINSIP AKUNTANSI. MISALNYA TERJADI
KESALAHAN MATEMATIS DALAM LAPORAN KEUANGAN TAHUN SEBELUMNYA YANG TELAH
DITERBITKAN
PERUBAHAN DALAM ESTIMASI AKUNTANSI. MISALNYA PERUBAHAN UMUR EKONOMIS ASET
TETAP
PERUBAHAN AKUNTANSI YANG DIPERKIRAKAN BERDAMPAK MATERIAL DIMASA YANG AKAN
DATANG. MISALNYA PERUBAHAN DALAM STANDAR AKUNTANSI YANG TIDAK MEMILIKI
42
PENGARUH MATERIAL PADA TAHUN SEKARANG TETAPI AKAN BERPENGARUH MATERIAL PADA

OPINI WAJAR TANPA PENGECUALIAAN DENGAN PARAGRAF PENJELASAN

KETIDAKPASTIAN ATAS KELANGSUNGAN HIDUP ORGANISASI (GOING

CONCERN)

MESKIPUN
BUKAN
MERUPAKAN ISU
PENTING DALAM
SEKTOR PUBLIK,
PERSOALAN
KEBERLANGSUN
GAN
HIDUP
ORGANISASI
PEMERINTAH
JUGA HARUS
MENJADI
PERTIMBANGAN
PEMERIKSA.

PENGGABUNGAN 2
ATAU LEBIH
PEMERINTAH
KABUPATEN/ PROVINSI
MENJADI 1
PERUSAHAAN
MENGALAMI TERUS
KERUGIAN DAN
TERANCAM
BANGKRUT
43

OPINI WAJAR TANPA PENGECUALIAAN DENGAN PARAGRAF PENJELASAN

AUDITOR SETUJU DENGAN BAHWA LAPORAN KEUANGAN DISAJIKAN

MENYIMPANG DARI STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN

LAPORAN AUDITOR MENYATAKAN

BAHWA LAPORAN KEUANGAN
DISUSUN SESUAI STANDAR
AKUNTANSI. TAPI DALAM SITUASI
TERTENTU APABILA LAPORAN
DISUSUN SESUAI STANDAR AKAN
MENYESATKAN. KONDISI SEPERTI
INI SANGAT JARANG TERJADI

44

OPINI WAJAR TANPA PENGECUALIAAN DENGAN PARAGRAF PENJELASAN

ADA PENEKANAN PADA SUATU MASALAH

DALAM BEBERAPA SITUASI, PEMERIKSA MUNGKIN
INGIN MEMBERIKAN PENEKANAN PADA BEBERAPA
MASALAH TERTENTU YANG TERKAIT DENGAN
LAPORAN KEUANGAN, MESKIPUN IA BERMAKSUD
MEMBERIKAN OPINI WAJAR TANPA PENGECUALIAN.

MENJELASKAN
TRANSAKSI DENGAN
PIHAK LAIN YANG
BERNILAI SANGAT
BESAR
DAN TERJADI
PERISTIWA PENTING
SETELAH TANGGAL
NERACA.
45

OPINI WAJAR TANPA PENGECUALIAAN DENGAN PARAGRAF PENJELASAN

TERKAIT LAPORAN YANG MELIBATKAN PEMERIKSA LAIN

PEMERIKSA MENGELUARKAN OPINI

WAJAR TANPA PENGECUALIAN
DENGAN PARAGRAF PENJELASAN
APABILA MENYANDARKAN DIRI PADA
PEMERIKSA LAIN (MISALNYA KANTOR
AKUNTAN PUBLIK) UNTUK
MELAKSANAKAN SEBAGIAN PROSES
PEMERIKSAAN.

46

KONDISI YANG MENYEBABKAN

OPINI WAJAR DENGAN PENGECUALIAAN

ADANYA
PEMBATASAN
LINGKUP
(KETIDAKCUKUPA
N BUKTI)

ADANYA
PENYIMPANGAN
DARI PRINSIP
AKUNTASI
(SALAH SAJI)

47

OPINI WAJAR DENGAN PENGECUALIAAN

ADANYA PEMBATASAN LINGKUP AUDIT (KETIDAKCUKUPAN BUKTI)

PEMERIKSA TIDAK DAPAT MEMPEROLEH BUKTI
PEMERIKSAAN YANG CUKUP MEMADAI UNTUK
DIJADIKAN DASAR OPINI, TETAPI PEMERIKSA
MENYIMPULKAN BAHWA DAMPAK YANG MUNGKIN
TERJADI (POSSIBLE EFFECTS) PADA LAPORAN
KEUANGAN ATAS SALAH SAJI YANG TIDAK
TERDETEKSI, APABILA ADA, ADALAH MATERIAL
TETAPI TIDAK SANGAT MATERIAL (PERVASIVE).

KEADAAN DI LUAR
KENDALI ENTITAS
KEADAAN TERKAIT
SIFAT DAN WAKTU
PENUGASAN
PEMBATASAN OLEH
MANAJEMEN/AUDITE
E
48

OPINI WAJAR DENGAN PENGECUALIAAN

ADANYA PEMBATASAN LINGKUP AUDIT (KETIDAKCUKUPAN BUKTI)

KEADAAN DI LUAR KENDALI ENTITAS PEMERIKSA YAITU

PEMERIKSA TIDAK DAPAT MEMPEROLEH BUKTI YANG CUKUP
MEMADAI YANG TIDAK DISEBABKAN OLEH PIHAK AUDITEE
ATAU PIHAK PEMERIKSA CONTOH :

CATATAN
AKUNTANSI ATAU
BUKTI TRANSAKSI
HANCUR ATAU
HILANG

CATATAN
AKUNTANSI TELAH
DISITA OLEH
APARAT PENEGAK
HUKUM UNTUK
WAKTU YANG
TIDAK DAPAT
DITENTUKAN.

ADANYA
KETIDAKPASTIAN

49

OPINI WAJAR DENGAN PENGECUALIAAN

ADANYA PEMBATASAN LINGKUP AUDIT (KETIDAKCUKUPAN BUKTI)

KEADAAN TERKAIT SIFAT

DAN WAKTU PENUGASAN

WAKTU YANG TERSEDIA

UNTUK PEMERIKSAAN
TIDAK CUKUP

PENGENDALIAN
ENTITAS TIDAK EFEKTIF
DAN PEMERIKSA TIDAK
DAPAT MENERAPKAN
PROSEDUR ALTERNATIF
UNTUK MEMPEROLEH
BUKTI YANG CUKUP

KETIDAKCUKUPAN
CATATAN AKUNTANSI

50

OPINI WAJAR DENGAN PENGECUALIAAN

ADANYA PEMBATASAN LINGKUP AUDIT (KETIDAKCUKUPAN BUKTI)

PEMBATASAN OLEH
MANAJEMEN/AUDITEE

BUKTI DAN CATATAN

AKUNTANSI TIDAK
DISAMPAIKAN KEPADA
PEMERIKSA OLEH
MANAJEMEN ATAU AUDITEE

PEMERIKSA DIHALANGHALANGI UNTUK

MELAKUKAN PROSEDUR
AUDIT OLEH PIHAK AUDITEE

PEMBATASAN LINGKUP
PEMERIKSAAN OLEH PIHAK
AUDITEE

51

OPINI WAJAR DENGAN PENGECUALIAAN

PENYIMPANGAN DARI PRINSIP AKUNTANSI (STANDAR AKUNTANSI

PEMERINTAHAN)

PENYAJIAN YANG TIDAK

SESUAI STANDAR
AKUNTANSI PEMERINTAHAN
(SALAH SAJI) YANG TIDAK
DAPAT DIKOREKSI OLEH
PEMERIKSA DENGAN
ALASAN

AUDITEE TIDAK
BERSEDIA
MELAKUKAN KOREKSI
AKUNTANSI
TERIKAT PADA
PERATURAN
PERUNDANGUNDANGAN
MISALNYA
KESALAHAN
PEMBEBANAN
52

OPINI WAJAR DENGAN PENGECUALIAAN

PENYIMPANGAN DARI PRINSIP AKUNTANSI (STANDAR AKUNTANSI

PEMERINTAHAN)
KESESUAIAN
PILIHAN KEBIJAKAN
AKUNTANSI

KLASIFIKA
SI SALAH
SAJI

PENERAPAN
KEBIJAKAN
AKUTANSI TERPILIH

KEBIJAKAN AKUNTANSI YANG DIPILIH

TIDAK SESUAI KERANGKA PELAPORAN
KEUANGAN
LAPORAN KEUANGAN TIDAK
MEREPRESENTASIKAN TRANSAKSI DAN
KEJADIAN YANG SEBENARNYA.
MANAJEMEN TIDAK SECARA KONSISTEN
MENERAPKAN KEBIJAKAN AKUNTANSI
SESUAI DENGAN KERANGKA PELAPORAN
KEUANGAN,
TERJADI KESALAHAN PENERAPAN
KEBIJAKAN AKUNTANSI.

KESESUAIAN ATAU
KECUKUPAN
PENGUNGKAPAN
DALAM LAPORAN
KEUANGAN

LAPORAN KEUANGAN TIDAK

MEMASUKKAN SEMUA HAL YANG PERLU
DIUNGKAPKAN SESUAI YANG
DIPERSYARATKAN
PENGUNGKAPAN DALAM LAPORAN
KEUANGAN TIDAK DISAJIKAN SESUAI
DENGAN SAP
LAPORAN KEUANGAN TIDAK
MENGUNGKAPKAN HAL-HAL YANG
DIPERSYARATKAN
53

KONDISI YANG MENYEBABKAN

OPINI TIDAK WAJAR (ADVERSE)

PEMERIKSA TELAH MEMPEROLEH BUKTI PEMERIKSAAN YANG CUKUP

MEMADAI, MENYIMPULKAN BAHWA PENYIMPANGAN DARI PRINSIP
AKUNTANSI (SALAH SAJI) YANG DITEMUKAN, BAIK SECARA
INDIVIDUAL MAUPUN AGREGAT, ADALAH MATERIAL DAN PERVASIVE
PADA LAPORAN KEUANGAN. SIFAT PERVASIVE (BERPENGARUH
SECARA KESELURUHAN) DIANTARANYA DAPAT DILIHAT DARI
KOMPLEKSITAS, PROPORSINYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN
SECARA KESELURUHAN, DAN PERSYARATAN PENGUNGKAPAN YANG
BERSIFAT FUNDAMENTAL.

54

KONDISI YANG MENYEBABKAN

OPINI TIDAK MEMBERIKAN PENDAPAT (DISCLAIMER)

PEMBATASAN LINGKUP
YANG LUAR BIASA
SEHINGGA PEMERIKSA
TIDAK DAPAT
MEMPEROLEH BUKTI
YANG MEMADAI

KETIDAKPASTIAN YANG
LUAR BIASA SEHINGGA
AUDITOR
MENYIMPULKAN BAHWA
PEMERIKSAAN TIDAK
MUNGKIN MERUMUSKAN
OPINI, TERLEPAS DARI
PEROLEHAN BUKTI
PEMERIKSAAN YANG
CUKUP MEMADAI,

AUDITOR TIDAK
INDEPENDEN

55

SIMPULAN KONDISI UNTUK SETIAP JENIS OPINI

56

KASUS-KASUS YANG MEYEBABKAN

OPINI SELAIN WAJAR TANPA
PENGECUALIAAN DI PEMERINTAH
DAERAH

57

KASUS PEMBATASAN LINGKUP AUDIT

KEADAAN DI LUAR KENDALI ENTITAS
DAFTAR INVENTARIS ASET TETAP RUSAK KARENA KEBAKARAN ATAU BANJIR ( ASUMSI
DAFTAR PERNAH ADA)
BUKTI-BUKTI TRANSAKSI SKPD HILANG KECURIAN SEHINGGA BELANJA YANG
MENGGUNAKAN UANG PERSEDIAAN TIDAK DAPAT DIYAKINI KEWAJARANNYA
NILAI ASET TETAP YANG DIHIBAHKAN OLEH UNICEF TIDAK DIDUKUNG BUKTI
MENGENAI HARGA PEROLEHAN (ASUMSI BUKTI HIBAH ADA TETAPI NILI ASET TETAP
YANG DIHIBAHKAN TIDAK ADA)
TANAH YANG TERDAFTAR DALAM INVENTARIS ASET TETAP TIDAK DIDUKUNG BUKTI
KEPEMILIKAN
KEADAAN
TERKAIT SIFAT DAN WAKTU PENUGASAN
DAFTAR INVENTARI ASET TETAP BELUM DIBUAT SEHINGGA ASET TETAP DALAM
LAPORAN KEUANGAN TIDAK DAPAT DIYAKINI KEWAJARANNYA (ASUMSI BUKTI
PENGADAAN TERSEDIA TETAPI KALAU DIBUAT TIDAK CUKUP WAKTU).
PENYUSUTAN ASET TETAP BELUM DILAKUKAN SEHINGGA NILAI BUKU ASET TETAP
DISAJIKAN LEBIH BESAR DARI YANG SEHARUSNYA (OVERSTATED) (ASUMSI KEBIJAKAN
AKUNTANSI PENYUSUTAN SUDAH ADA)

PEMBATASAN OLEH MANAJEMEN/AUDITEE

BENDAHARA PENGELUARAN SKPD TIDAK MENYAMPAIKAN LAPORAN

PERTANGGUNGJAWABAN (SPJ)
BUKTI-BUKTI ATAU KONTRAK PENGADAAN SEBELUM TAHUN LAPORAN KEUANGAN
TIDAK DIPEROLEH DARI BIDANG ASET ATAU BAGIAN/BIRO PERLENGKAPAN SEHINGGA
PENYAJIAN NILAI ASET TETAP DALAM LAPORAN KEUANGAN TIDAK DAPAT DIYAKINI 58
KEWAJARANNYA

KASUS PEYIMPANGAN DARI PRINSIP AKUNTANSI/

STADAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
(PP 24 TAHUN 2005 ATAU PP 71 TAHUN 2010)
KAS DI KAS DAERAH
PENERIMAAN DANA PENERUSAN PINJAMAN UNTUK PEMBANGUNAN PASAR TIDAK
DISIMPAN DALAM KAS DAERAH SEHINGGA KAS DI KAS DAERAH DISAJIKAN LEBIH
BESAR DARI YANG SEHARUSNYA (UNDERSTATED)

KAS DI BENDAHARA PENGELUARAN

REKENING SKPD TIDAK TERPANTAU DALAM LAPORAN KEUANGAN SEHINGGA KAS
DIBENDAHARA PENGELUARAN DISAJIKAN LEBIH KECIL DARI YANG SEHARUSNYA
(UNDERSTATED)
TERDAPAT REKENING PENAMPUNGAN PADA SKPD YANG TIDAK TERCATAT DALAM
LAPORAN KEUANGAN
KETEKORAN KAS PADA BENDAHARA PENGELUARAN SKPD YANG MENGAKIBATKAN KAS
DISAJIKAN
LEBIH BESARPENERIMAAN
DARI YANG SEHARUSNYA
KAS
DI BENDAHARA
REKENING OPERASIONAL BENDAHARA PENERIMAAN TIDAK TERPANTAU DALAM
LAPORAN KEUANGAN SEHINGGA KAS DIBENDAHARA PENGELUARAN DISAJIKAN LEBIH
KECIL DARI YANG SEHARUSNYA (UNDERSTATED)
KAS TUNAI DARI PAJAK DAERAH DIGUNAKAN SECARA LANGSUNG OLEH SKPD

PERSEDIAAN
PERSEDIAAN KERTAS BERHARGA DISAJIKAN BERDASARKAN NILAI NOMINAL DAN
TIDAK BERDASARKAN HARGA PEROLEHAN SEHINGGA PERSEDIAAN KERTAS
BERHARGA DISAJIKAN LEBIH BESAR DARI YANG SEHARUSNYA
PERSEDIAAN OBAT-OBATAN YANG TERSIMPAN DALAM GUDANG FARMASI TELAH
DALUWARSA

59

KASUS PEYIMPANGAN DARI PRINSIP AKUNTANSI/

STADAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
(PP 24 TAHUN 2005 ATAU PP 71 TAHUN 2010)
PIUTANG
DAFTAR PIUTANG TIDAK DIBUAT SEHINGGA PIUTANG YANG DISAJIKAN DALAM
LAPORAN KEUANGAN TIDAK DAPAT DIYAKINI KEWAJARANNYA
DAFTAR UMUR PIUTANG (AGING SCHEDULE) TIDAK DIBUAT SEHINGGA PEYISIHAN
PIUTANG TAK TERTAGIH TIDAK DAPAT DIHITUNG YANG MENGAKIBATKAN PIUTANG
YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN KEUANGAN LEBIH BESAR DARI YANG SEHARUSNYA
(UNDERSTATED)

INVESTASI

PENCATATA INVESTASI JANGKA PANJANG PADA PERUSDA MENGGUNAKAN METODE

BIAYA DAN BELUM MENGGUNAKAN METODE EKUITAS SEHINGGA INVESTASI DISAJIKAN
LEBIH BESAR/KECIL DARI YANG SEHARUSNYA
INVESTASI NON PERMANEN DANA BERGULIR TIDAK BERDASARKAN NILAI BERSIH
YANG DAPAT DIREALISASI (TIDAK DIKURANGI DENGAN DANA BERGULIR DIRAGUKAN
TERTAGIH)

ASET TETAP

PENYSUTAN ASET TETAP BELUM DILAKUKAN SEHINGGA NILAI BUKU ASET TETAP YANG
DISAJIKAN LEBIH BESAR DARI YANG SEHARUSNYA
ASET TETAP YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN KEUANGAN TIDAK BERDASARKAN
HARGA PEROLEHAN
ASET TETAP YANG TIDAK DAPAT DIGUNAKAN BELUM DIHAPUS DARI DAFTAR
INVENTARI SEHINGGA MASIH TERSAJI DALAM LAPORAN KEUANGAN
NILAI ASET TETAP YANG DISAJIKAN TIDAK DIDUKUNG BUKTI BIAYA PEROLEHAN ATAU
60
HASIL PENIALAIAN KEMABALI DARI PIHAK YANG BERKOMPETEN

KASUS PEYIMPANGAN DARI PRINSIP AKUNTANSI/

STADAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
(PP 24 TAHUN 2005 ATAU PP 71 TAHUN 2010)
ASET LAINNYA
PIUTANG TUNTUTAN PERBENDAHARAAN DAN TUNTUTAN GANTI RUGI
YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN KEUANGAN TIDAK DIDUKUNG
DENGAN SURAT KETETAPAN TANGGUNGJAWAB MUTLAK (SKTJM) ATAU
SURAT KEPUTUSAN PEMBEBANAN
ASET LAINNYA YANG TIDAK DAPAT DIGUNAKAN DAN HILANG BELUM
DIHAPUSKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH

HUTANG/KEWAJIBAN
HUTANG DARI PEMERINTAH PUSAT TIDAK DIKLASIFIKASI ANTARA
HUTANG JANGKA PENDEK DAN HUTANG JANGKA PANJANG
BUNGA PINJAMAN DARI BANK YANG BELUM DIBAYAR TIDAK DISAJIKAN
DALAM SEBAGAI HUTANG BUNGA
SISA PEMBAYARAN KEPADA PIHAK KETIGA SEBAGAI JAMINAN
PEMELIHARAAN TIDAK TERCATAT SEBAGAU UTANG RETENSI DALAM
LAPORAN KEUANGAN
SISA NILAI KONTRAK PEKERJAAN YANG TELAH DISERAHTERIMAKAN
KEPADA PEMERINTAH DAERAH OLEH PIHAK KETIGA YANG BELUM
61
DIBAYAR TIDAK DISAJIKAN SEBAGAI UTANG PIHAK KETIGA DALAM
LAPORAN KEUANGAN

KASUS PEYIMPANGAN DARI PRINSIP AKUNTANSI/

STADAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
(PP 24 TAHUN 2005 ATAU PP 71 TAHUN 2010)

MASALAH PENGANGGARAN
BELANJA YANG DIANGGARKAN DALAM
KEGIATAN YANG TIDAK WAJAR

KESALAHAN AFEKTASI

KONSEP NILAI PEROLEHAN BELUM

DITERAPKAN

BATAS MINIMAL KAPITALISASI (CAPITALIZATION

TRESHOLD) BELUM DITERAPKAN
62

BELANJA YANG DIANGGARKAAN DALAM

KEGIATAN YANG TIDAK WAJAR
SEKITAR 50% ATAU SEPARUH
KEGIATAN MENYISIPKAN ANGGARAN
BELANJA PERJALANAN DINAS

KONDI
SI
APBD

BANYAK KEGIATAN YANG

DIDALAMNYA TERDAPAT
PENGADAAN KOMPUTER DISISI LAIN
TERDAPAT KEGIATAN PENGADAAN
PERALATAN KANTOR DALAM SKPD
TERSEBUT

BELANJA MAKAN MINUM

DIANGGARKAN DALAM BEBERAPA
KEGIATAN SEDANGKAN MAKAN
MINUM TERSEBUT SUDAH
DIANGGARKAN PADA BELANJA
MAKAN MINUM HARIAN PEGAWAI

ADA APA DENGAN PENYUSUNAN RKA-SKPD?

63

BELANJA YANG DIANGGARKAAN DALAM

KEGIATAN YANG TIDAK WAJAR
INDIKATOR
KINERJA,
CAPAIAN ATAU
TARGET KINERJA,
PENYUSUNAN
RKA-SKPD (PASAL
93)

ANALISIS
STANDAR
BELANJA,
STANDAR SATUAN
HARGA,
DAN STANDAR
PELAYANAN
MINIMAL.

ANALISIS STANDAR
BELANJA
MERUPAKAN
PENILAIAN
KEWAJARAN ATAS
BEBAN KERJA DAN
BIAYA YANG
DIGUNAKAN
UNTUK
MELAKSANAKAN
SUATU KEGIATAN.

64

KESALAHAN AFEKTASI
KEGIATAN PENGADAAN BARANG
JASA YANG DIRENCANAKAN UNTUK
DIBERIKAN KEPADA MASYARAKAT
DIANGGARKAN PADA BELANJA
BARANG JASA ATAU BELANJA MODAL

KONDI
SI
APBD

TERDAPAT KEGIATAN PENGADAAN

BARANG JASA YANG AKAN
DIGULIRKAN KEPADA MASYARAKAT
DIANGGARKAN PADA BELANJA
BARANG JASA ATAU BELANJA MODAL

TERDAPAT KEGIATAN BELANJA

BARANG DAN JASA YANG
DIANGGARKAN PADA BELANJA
MODAL (MISALNYA SARUNG TANGAN
YANG SEKALI PAKE DIANGGARKAN DI
BELANJA MODAL)
65

BELANJA HIBAH
PP 24/2005 BULTEK NO 4

HIBAH ADALAH PENGELUARAN PEMERINTAH DALAM BENTUK UANG/BARANG

ATAU JASA KEPADA PEMERINTAH ATAU PEMERINTAH LAINNYA, PERUSAHAAN
DAERAH, MASYARAKAT, DAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN, YANG SECARA
SPESIFIK TELAH DITETAPKAN PERUNTUKANNYA, BERSIFAT TIDAK WAJIB DAN
TIDAK MENGIKAT, SERTA TIDAK SECARA TERUS MENERUS

66

BELANJA HIBAH
(BELANJA TIDAK LANGSUNG)
PERMENDAGRI 59/2007 PS 42

BELANJA HIBAH DIGUNAKAN UNTUK MENGANGGARKAN PEMBERIAN HIBAH

DALAM BENTUK UANG, BARANG DAN/ATAU JASA KEPADA PEMERINTAH ATAU
PEMERINTAH DAERAH LAINNYA, PERUSAHAAN DAERAH, MASYARAKAT, DAN
ORGANISASI KEMASYARAKATAN YANG SECARA SPESIFIK TELAH DITETAPKAN
PERUNTUKANNYA

67

BELANJA HIBAH
PP 71/2010 BULTEK NO 4

HIBAH ADALAH PENGELUARAN PEMERINTAH DALAM BENTUK UANG/BARANG

ATAU JASA KEPADA PEMERINTAH ATAU PEMERINTAH LAINNYA, PERUSAHAAN
DAERAH, MASYARAKAT, DAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN, YANG SECARA
SPESIFIK TELAH DITETAPKAN PERUNTUKANNYA, BERSIFAT TIDAK WAJIB DAN
TIDAK MENGIKAT, SERTA TIDAK SECARA TERUS MENERUS

BELANJA HIBAH
PERMENDAGRI 32-39/2011 PS 1, 10 dan 11

PEMBERIAN UANG/BARANG ATAU JASA DARI PEMERINTAH DAERAH KEPADA

PEMERINTAH ATAU PEMERINTAH DAERAH LAINNYA, PERUSAHAAN DAERAH,
MASYARAKAT DAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN, YANG SECARA SPESIFIK
TELAH DITETAPKAN PERUNTUKANNYA, BERSIFAT TIDAK WAJIB DAN TIDAK
MENGIKAT, SERTA TIDAK SECARA TERUS MENERUS YANG BERTUJUAN UNTUK
MENUNJANG PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

BARANG/JASA

UANG

BELANJA LANSUNG
DIANGGARKAN PADA SKPD

BELANJA TIDAK LANGSUNG

DIANGGARKAN PADA
SKPKD

DICANTUMKAN PADA RKA

SKPD, JENIS BELANJA
BARANG/JASA, OBYEK BELANJA
HIBAH

DICANTUMKAN PADA RKA

PPKD, JENIS BELANJA
HIBAH

BELANJA HIBAH
PERMENDAGRI 32-39/2011 PASAL 4

PERSYARATAN PENGANGGARAN
HIBAH
HIBAH DILAKUKAN SETELAH MEMPRIORITASKAN PEMENUHAN
BELANJA URUSAN WAJIB
DITUJUKAN UNTUK MENUNJANG PENCAPAIAN SASARAN
PROGRAM DAN KEGIATAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN
MEMPERHATIKAN ASAS KEADILAN, KEPATUTAN, RASIONALITAS,
DAN MANFAAT UNTUK MASYARAKAT.

PERUNTUKANNYA SECARA SPESIFIK TELAH DITETAPKAN;

TIDAK WAJIB, TIDAK MENGIKAT DAN TIDAK TERUS MENERUS
SETIAP TAHUN ANGGARAN, KECUALI DITENTUKAN LAIN OLEH
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN; DAN
MEMENUHI PERSYARATAN PENERIMA HIBAH

YANG BERHAK MENERIMA BELANJA HIBAH

PERMENDAGRI 32-39/2011 PASAL 4

PENERIMA
HIBAH

PEMERINTAH

SATUAN KERJA DARI KEMENTERIAN/LEMBAGA

PEMERINTAH NON KEMENTERIAN YANG
WILAYAH KERJANYA BERADA DALAM DAERAH
YANG BERSANGKUTAN

PEMERINTAH
DAERAH
LAINNYA

DAERAH OTONOM BARU HASIL PEMEKARAN

DAERAH

PERUSAHAAN
DAERAH

DALAM RANGKA PENERUSAN HIBAH YANG

DITERIMA PEMERINTAH DAERAH DARI
PEMERINTAH

MASYARAKAT

KELOMPOK ORANG DGN KEGIATAN DALAM

BIDANG PEREKONOMIAN, PENDIDIKAN,
KESEHATAN, KEAGAMAAN, KESENIAN, ADAT
ISTIADAT, DAN KEOLAHRAGAAN NONPROFESIONAL

ORGANISASI
KEMASYARAKATAN

DIBENTUK BERDASARKAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

MEKANISME PENGANGGARAN HIBAH

PERMENDAGRI 32-39/2011 PASAL 8 & 9
CALON PENERIMA HIBAH

MENYAMPAIKAN USULAN HIBAH SECARA TERTULIS KEPADA KEPALA DAERAH

KEPALA DAERAH
MENUNJUK SKPD TERKAIT UNTUK MELAKUKAN EVALUASI USULAN

KEPALA SKPD TERKAIT

MENYAMPAIKAN HASIL EVALUASI BERUPA REKOMENDASI KEPADA KEPALA
DAERAH MELALUI TAPD

TAPD

MEMBERIKAN PERTIMBANGAN ATAS REKOMENDASI SESUAI DENGAN PRIORITAS DAN

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH

REKOMENDASI KEPALA SKPD DAN PERTIMBANGAN TAPD

MENJADI DASAR PENCANTUMAN ALOKASI ANGGARAN HIBAH DALAM RANCANGAN KUA
DAN PPAS

BELANJA HIBAH
(BELANJA TIDAK LANGSUNG)
PERMENDAGRI 59/2007 PS 42

BELANJA HIBAH DIGUNAKAN UNTUK MENGANGGARKAN PEMBERIAN HIBAH

DALAM BENTUK UANG, BARANG DAN/ATAU JASA KEPADA PEMERINTAH ATAU
PEMERINTAH DAERAH LAINNYA, PERUSAHAAN DAERAH, MASYARAKAT, DAN
ORGANISASI KEMASYARAKATAN YANG SECARA SPESIFIK TELAH DITETAPKAN
PERUNTUKANNYA

PERSYARATAN HIBAH (PERMENDAGRI 59/2007 Ps 42 44)

DIBERIKAN SECARA SELEKTIF DENGAN MEMPERTIMBANGKAN KEMAMPUAN KEUANGAN
DAERAH, RASIONALITAS DAN DITETAPKAN DENGAN KEPUTUSAN KEPALA DAERAH.
PEMBERIAN HIBAH DAPAT DIBERIKAN KEPADA PEMERINTAH DAERAH TERTENTU
SEPANJANG DITETAPKAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
HIBAH KEPADA PEMERINTAH BERTUJUAN UNTUK MENUNJANG PENINGKATAN
PENYELENGGARAAN FUNGSI PEMERINTAHAN DI DAERAH
HIBAH KEPADA PERUSAHAAN DAERAH BERTUJUAN UNTUK MENUNJANG PENINGKATAN
PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT
HIBAH KEPADA MASYARAKAT DAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN BERTUJUAN UNTUK
MENINGKATKAN PARTISIPASI PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN DAERAH ATAU
SECARA FUNGSIONAL TERKAIT DENGAN DUKUNGAN PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN DAERAH
BELANJA HIBAH KEPADA PEMERINTAH DILAPORKAN KEPADA MENTERI DALAM NEGERI
DAN MENTERI KEUANGAN SETIAP AKHIR TAHUN ANGGARAN
BERSIFAT BANTUAN YANG TIDAK MENGIKAT/TIDAK SECARA TERUS MENERUS DAN TIDAK
WAJIB SERTA HARUS DIGUNAKAN YG DITETAPKAN DALAM NASKAH PERJANJIAN HIBAH
DAERAH.
NASKAH PERJANJIAN HIBAH DAERAH SEKURANG-KURANGNYA MEMUAT IDENTITAS
PENERIMA HIBAH, TUJUAN PEMBERIAN HIBAH, JUMLAH UANG YANG DIHIBAHKAN.

BELANJA HIBAH
PP 24/2005 BULTEK NO 4

BELANJA HIBAH
PP 24/2005 BULTEK NO 4

BELANJA BANTUAN SOSIAL

PP 24/2007 BULTEK 10
DAPAT LANGSUNG DIBERIKAN KEPADA
ANGGOTA MASYARAKAT DAN/ATAU LEMBAGA
KEMASYARAKATAN TERMASUK DI DALAMNYA
BANTUAN UNTUK LEMBAGA NON PEMERINTAH
BIDANG PENDIDIKAN DAN KEAGAMAAN.

TRANSFER UANG ATAU

BARANG YANG
DIBERIKAN OLEH
PEMERINTAH
PUSAT/DAERAH KEPADA
MASYARAKAT GUNA
MELINDUNGI DARI
KEMUNGKINAN
TERJADINYA RISIKO
SOSIAL

BERSIFAT SEMENTARA ATAU BERKELANJUTAN.

DITUJUKAN UNTUK MENDANAI KEGIATAN
REHABILITASI SOSIAL, PERLINDUNGAN
SOSIAL, JAMINAN SOSIAL, PEMBERDAYAAN
SOSIAL, PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN
PENANGGULANGAN BENCANA.
BERTUJUAN UNTUK MENINGKATKAN TARAF
KESEJAHTERAAN, KUALITAS, KELANGSUNGAN
HIDUP, DAN MEMULIHKAN FUNGSI SOSIAL
DALAM RANGKA MENCAPAI KEMANDIRIAN
SEHINGGA TERLEPAS DARI RISIKO SOSIAL.
DIBERIKAN DALAM BENTUK: BANTUAN
LANGSUNG; PENYEDIAAN AKSESIBILITAS;
DAN/ATAU PENGUATAN KELEMBAGAAN.

BELANJA BANTUAN SOSIAL

PP 24/2007 BULTEK 4

BANTUAN SOSIAL ADALAH TRANSFER UANG ATAU BARANG YANG DIBERIKAN

KEPADA MASYARAKAT GUNA MELINDUNGI DARI KEMUNGKINAN TERJADINYA
RISIKO SOSIAL. BANTUAN SOSIAL DAPAT LANGSUNG DIBERIKAN KEPADA
ANGGOTA MASYARAKAT DAN/ATAU LEMBAGA KEMASYARAKATAN TERMASUK
DIDALAMNYA BANTUAN UNTUK LEMBAGA NON PEMERINTAH BIDANG
PENDIDIKAN DAN KEAGAMAAN.

JADI BELANJA BANTUAN SOSIAL ADALAH PENGELUARAN PEMERINTAH DALAM

BENTUK UANG/BARANG ATAU JASA KEPADA MASYARAKAT YANG BERTUJUAN
UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT, YANG SIFATNYA TIDAK
TERUS-MENERUS DAN SELEKTIF.

BELANJA BANTUAN SOSIAL

PP 24/2007 BULTEK 4

BELANJA BANTUAN SOSIAL

PP 24/2007 BULTEK 4

BELANJA BANTUAN SOSIAL

PERMENDAGRI 32-29/2011 PS 1, 29 dan 30

PEMBERIAN BANTUAN BERUPA UANG/BARANG DARI PEMERINTAH DAERAH

KEPADA INDIVIDU, KELUARGA, KELOMPOK DAN/ATAU MASYARAKAT YANG
SIFATNYA TIDAK SECARA TERUS MENERUS DAN SELEKTIF YANG BERTUJUAN
UNTUK MELINDUNGI DARI KEMUNGKINAN TERJADINYA RESIKO SOSIAL.

BARANG/JASA

UANG

BELANJA LANSUNG
DIANGGARKAN PADA SKPD

BELANJA TIDAK LANGSUNG

DIANGGARKAN PADA SKPKD

DICANTUMKAN PADA RKA

SKPD, JENIS BARANG/JASA
OBYEK BANTUAN SOSIAL

DICANTUMKAN PADA RKA

PPKD, JENIS BELANJA
BANTUAN SOSIAL

INDIVIDU,
KELUARGA,
DAN/ATAU
MASYARAKAT

YANG MENGALAMI KEADAAN

YANG TIDAK STABIL SEBAGAI
AKIBAT DARI KRISIS SOSIAL,
EKONOMI, POLITIK, BENCANA,
ATAU FENOMENA ALAM AGAR
DAPAT MEMENUHI
KEBUTUHAN HIDUP MINIMUM;

LEMBAGA NON
PEMERINTAHAN

BIDANG PENDIDIKAN,
KEAGAMAAN, DAN BIDANG
LAIN YANG BERPERAN UNTUK
MELINDUNGI INDIVIDU,
KELOMPOK, DAN/ATAU
MASYARAKAT DARI
KEMUNGKINAN TERJADINYA
RESIKO SOSIAL.

PENERIMA
BELANJA
BANTUAN
SOSIAL
(PERMENDAGRI
32-29/2011 PS 23)

KRITERIA PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL

PERMENDAGRI 32-29/2011 PS 24

SELEKTIF

PERSYARATAN
PENERIMA
BANTUAN

BERSIFAT
SEMENTARA
DAN TIDAK
TERUS
MENERUS
SESUAI TUJUAN
PENGGUNAAN

BANTUAN SOSIAL HANYA DIBERIKAN KEPADA

CALON PENERIMA YANG DITUJUKAN UNTUK
MELINDUNGI DARI KEMUNGKINAN RESIKO
SOSIAL.
MEMILIKI IDENTITAS YANG JELAS
BERDOMISILI DALAM WILAYAH
ADMINISTRATIF
PEMERINTAHAN DAERAH
BERKENAAN
PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL TIDAK WAJIB DAN TIDAK
HARUS DIBERIKAN SETIAP TAHUN ANGGARAN
KECUALI KEADAAN TERTENTU DAPAT BERKELANJUTAN
(BANTUAN SOSIAL DAPAT DIBERIKAN SETIAP TAHUN
ANGGARAN SAMPAI PENERIMA BANTUAN TELAH LEPAS
DARI RESIKO SOSIAL)

REHABILITASI SOSIAL; PERLINDUNGAN SOSIAL;

PEMBERDAYAAN SOSIAL; JAMINAN SOSIAL;
PENANGGULANGAN KEMISKINAN; DAN
PENANGGULANGAN BENCANA

TUJUAN PENGGUNAAN BANTUAN SOSIAL

PERMENDAGRI 32-29/2011 PS 25

REHABILITASI SOSIAL

MEMULIHKAN DAN MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN SESEORANG YANG

MENGALAMI DISFUNGSI SOSIAL AGAR DAPAT MELAKSANAKAN FUNGSI
SOSIALNYA SECARA WAJAR

MENCEGAH DAN MENANGANI RESIKO DARI GUNCANGAN DAN KERENTANAN

PERLINDUNGAN SOSIAL SOSIAL AGAR KELANGSUNGAN HIDUPNYA DAPAT DIPENUHI SESUAI DENGAN
KEBUTUHAN DASAR MINIMAL.
UNTUK MENJADIKAN SESEORANG ATAU KELOMPOK MASYARAKAT YANG
PEMBERDAYAAN SOSIAL MENGALAMI MASALAH SOSIAL MEMPUNYAI DAYA, SEHINGGA MAMPU MEMENUHI
KEBUTUHAN DASARNYA

JAMINAN SOSIAL

PENANGGULANGAN
KEMISKINAN

PENANGGULANGAN
BENCANA

UNTUK MENJAMIN PENERIMA BANTUAN AGAR DAPAT MEMENUHI KEBUTUHAN

DASAR HIDUPNYA YANG LAYAK

MERUPAKAN KEBIJAKAN, PROGRAM, DAN KEGIATAN YANG DILAKUKAN

TERHADAP ORANG, KELUARGA, KELOMPOK MASYARAKAT YANG TIDAK
MEMPUNYAI ATAU MEMPUNYAI SUMBER MATA PENCAHARIAN DAN TIDAK DAPAT
MEMENUHI KEBUTUHAN YANG LAYAK BAGI KEMANUSIAAN
MERUPAKAN SERANGKAIAN UPAYA YANG DITUJUKAN UNTUK REHABILITASI

MEKANISME PENGANGGARAN HIBAH

PERMENDAGRI 32-29/2011 PASAL 27 & 28
CALON PENERIMA BANTUAN SOSIAL

MENYAMPAIKAN USULAN BANTUAN SOSIAL SECARA TERTULIS KEPADA KEPALA DAERAH

KEPALA DAERAH
MENUNJUK SKPD TERKAIT UNTUK MELAKUKAN EVALUASI USULAN

KEPALA SKPD TERKAIT

MENYAMPAIKAN HASIL EVALUASI BERUPA REKOMENDASI KEPADA KEPALA
DAERAH MELALUI TAPD

TAPD

MEMBERIKAN PERTIMBANGAN ATAS REKOMENDASI SESUAI DENGAN PRIORITAS DAN

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH

REKOMENDASI KEPALA SKPD DAN PERTIMBANGAN TAPD

MENJADI DASAR PENCANTUMAN ALOKASI ANGGARAN BANTUAN SOSIAL DALAM
RANCANGAN KUA DAN PPAS

BELANJA BANTUAN SOSIAL

PERMENDAGRI 21/2011 PS 45

DIGUNAKAN UNTUK MENGANGGARKAN PEMBERIAN BANTUAN YANG

BERSIFAT SOSIAL KEMASYARAKATAN DALAM BENTUK UANG
DAN/ATAU BARANG KEPADA KELOMPOK/ANGGOTA MASYARAKAT.

PERSYARATAN BELANJA BANTUAN

DITETAPKAN DENGAN KEPUTUSAN KEPALA DAERAH
DIBERIKAN SECARA SELEKTIF
TIDAK TERUS MENERUS/TIDAK MENGIKAT (PEMBERIAN BANTUAN
TERSEBUT TIDAK WAJIB DAN TIDAK HARUS DIBERIKAN SETIAP TAHUN
ANGGARAN)
MEMILIKI KEJELASAN PERUNTUKAN PENGGUNAANNYA
MEMPERTIMBANGKAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH

BELANJA BAGI HASIL

(PERMENDAGRI 13/2006 PS 46)

DIGUNAKAN UNTUK MENGANGGARKAN DANA BAGI HASIL YANG

BERSUMBER DARI PENDAPATAN PROVINSI KEPADA KABUPATEN/KOTA
ATAU PENDAPATAN KABUPATEN/KOTA KEPADA PEMERINTAH DESA
ATAU PENDAPATAN PEMERINTAH DAERAH TERTENTU KEPADA
PEMERINTAH DAERAH LAINNYA SESUAI DENGAN KETENTUAN
PERUNDANG-UNDANGAN.

PERSYARATAN BELANJA BAGI HASIL

(UU 28/2009 PS 8)

PROVINSI
PAJAK
KENDARAA
N
BERMOTO
R

MINIMAL
10%

KABUPATE
N/ KOTA
PEMBANGUNAN
DAN/ ATAU
PEMELIHARAAN
JALAN SERTA
PENINGKATAN
MODA DAN
SARANA
TRANSPORTASI
UMUM

PERSYARATAN HIBAH (PERMENDAGRI 59/2007 Ps 42 44)

DIBERIKAN SECARA SELEKTIF DENGAN MEMPERTIMBANGKAN KEMAMPUAN KEUANGAN
DAERAH, RASIONALITAS DAN DITETAPKAN DENGAN KEPUTUSAN KEPALA DAERAH.
PEMBERIAN HIBAH DAPAT DIBERIKAN KEPADA PEMERINTAH DAERAH TERTENTU
SEPANJANG DITETAPKAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
HIBAH KEPADA PEMERINTAH BERTUJUAN UNTUK MENUNJANG PENINGKATAN
PENYELENGGARAAN FUNGSI PEMERINTAHAN DI DAERAH
HIBAH KEPADA PERUSAHAAN DAERAH BERTUJUAN UNTUK MENUNJANG PENINGKATAN
PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT
HIBAH KEPADA MASYARAKAT DAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN BERTUJUAN UNTUK
MENINGKATKAN PARTISIPASI PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN DAERAH ATAU
SECARA FUNGSIONAL TERKAIT DENGAN DUKUNGAN PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN DAERAH
BELANJA HIBAH KEPADA PEMERINTAH DILAPORKAN KEPADA MENTERI DALAM NEGERI
DAN MENTERI KEUANGAN SETIAP AKHIR TAHUN ANGGARAN
BERSIFAT BANTUAN YANG TIDAK MENGIKAT/TIDAK SECARA TERUS MENERUS DAN TIDAK
WAJIB SERTA HARUS DIGUNAKAN YG DITETAPKAN DALAM NASKAH PERJANJIAN HIBAH
DAERAH.
NASKAH PERJANJIAN HIBAH DAERAH SEKURANG-KURANGNYA MEMUAT IDENTITAS
PENERIMA HIBAH, TUJUAN PEMBERIAN HIBAH, JUMLAH UANG YANG DIHIBAHKAN.

89

BELANJA HIBAH
PP 24/2005 BULTEK NO 4

90

BELANJA HIBAH
PP 24/2005 BULTEK NO 4

91

BELANJA BANTUAN SOSIAL

PP 24/2007 BULTEK 4

BANTUAN SOSIAL ADALAH TRANSFER UANG ATAU BARANG YANG DIBERIKAN

KEPADA MASYARAKAT GUNA MELINDUNGI DARI KEMUNGKINAN TERJADINYA
RISIKO SOSIAL. BANTUAN SOSIAL DAPAT LANGSUNG DIBERIKAN KEPADA
ANGGOTA MASYARAKAT DAN/ATAU LEMBAGA KEMASYARAKATAN TERMASUK
DIDALAMNYA BANTUAN UNTUK LEMBAGA NON PEMERINTAH BIDANG
PENDIDIKAN DAN KEAGAMAAN.

JADI BELANJA BANTUAN SOSIAL ADALAH PENGELUARAN PEMERINTAH DALAM

BENTUK UANG/BARANG ATAU JASA KEPADA MASYARAKAT YANG BERTUJUAN
UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT, YANG SIFATNYA TIDAK
TERUS-MENERUS DAN SELEKTIF.

92

BELANJA BANTUAN SOSIAL

PERMENDAGRI 59/2007 PS 45

DIGUNAKAN UNTUK MENGANGGARKAN PEMBERIAN BANTUAN YANG

BERSIFAT SOSIAL KEMASYARAKATAN DALAM BENTUK UANG
DAN/ATAU BARANG KEPADA KELOMPOK/ANGGOTA MASYARAKAT, DAN
PARTAI POLITIK

PERSYARATAN BELANJA BANTUAN

DITETAPKAN DENGAN KEPUTUSAN KEPALA DAERAH
DIBERIKAN SECARA SELEKTIF
TIDAK TERUS MENERUS/TIDAK MENGIKAT (PEMBERIAN
BANTUAN TERSEBUT TIDAK WAJIB DAN TIDAK HARUS
DIBERIKAN SETIAP TAHUN ANGGARAN)
MEMILIKI KEJELASAN PERUNTUKAN PENGGUNAANNYA
MEMPERTIMBANGKAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH
KHUSUS KEPADA PARTAI POLITIK, BANTUAN DIBERIKAN
SESUAI DENGAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN DIANGGARKAN DALAM BANTUAN SOSIAL

93

BELANJA BANTUAN SOSIAL

PP 24/2007 BULTEK 4

94

BELANJA BANTUAN SOSIAL

PP 24/2007 BULTEK 4

95

BELANJA BANTUAN KEUANGAN

(BELANJA TIDAK LANGSUNG)
DIGUNAKAN UNTUK MENGANGGARKAN BANTUAN KEUANGAN YANG BERSIFAT
UMUM ATAU KHUSUS DARI PROVINSI KEPADA KABUPATEN/KOTA, PEMERINTAH
DESA, DAN KEPADA PEMERINTAH DAERAH IAINNYA ATAU DARI PEMERINTAH
KABUPATEN/KOTA KEPADA PEMERINTAH DESA DAN PEMERINTAH DAERAH
IAINNYA DALAM RANGKA PEMERATAAN DAN/ATAU PENINGKATAN KEMAMPUAN
KEUANGAN.(Pasal 47).
KETENTUAN BELANJA BANTUAN KEUANGAN
BANTUAN KEUANGAN YANG BERSIFAT UMUM PERUNTUKAN DAN
PENGGUNAANNYA DISERAHKAN SEPENUHNYA KEPADA PEMERINTAH
DAERAH/PEMERINTAH DESA PENERIMA BANTUAN
BANTUAN KEUANGAN YANG BERSIFAT KHUSUS PERUNTUKAN DAN
PENGELOLAANNYA DIARAHKAN/DITETAPKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH
PEMBERI BANTUAN.
PEMBERI BANTUAN BERSIFAT KHUSUS SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT
(3) DAPAT MENSYARATKAN PENYEDIAAN DANA PENDAMPING DALAM APBD
ATAU ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA PENERIMA BANTUAN.

96

97

98

BELANJA TIDAK TERDUGA

PP 24/2005 BULTEK NO 4

99

100

101

102

CIRI ASET TETAP DAN ASET LAINNYA

PP24/2005 BULTEK NO 4

103

104

KAPAN BELANJA DIKATEGORIKAN BELANJA MODAL ?

(PP 24/2005 BULTEK 9)

105

KAPAN BELANJA DIKATEGORIKAN BELANJA MODAL ?

(PP 24/2005 BULTEK 9)

106

TIDAK TERMASUK ASET

PP 24/2005 PSAP 7 PR 4

107

PP 24/BULTEK 4

108

109

PENGANGGARAN KEGIATAN PENGADAAN ASET

TETAP BELUM MENGGUNAKAN KONSEP NILAI
PEROLEHAN

110

111

KETENTUAN PP 24/BULTEK 4

KOMPONEN BELANJA MODAL UNTUK PEROLEHAN ASET TETAP

MELIPUTI HARGA BELI ASET TETAP DITAMBAH SEMUA BIAYA LAIN
YANG DIKELUARKAN SAMPAI ASET TETAP TERSEBUT SIAP UNTUK
DIGUNAKAN, MISALNYA BIAYA TRANSPORTASI, BIAYA UJI COBA, DAN
LAIN-LAIN. DEMIKIAN JUGA PENGELUARAN UNTUK BELANJA
PERJALANAN DAN JASA YANG TERKAIT DENGAN PEROLEHAN ASET
TETAP ATAU ASET LAINNYA, TERMASUK DI DALAMNYA BIAYA
KONSULTAN PERENCANA, KONSULTAN PENGAWAS, DAN
PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE), HARUS
DITAMBAHKAN PADA NILAI PEROLEHAN. KOMPONEN-KOMPONEN
TERSEBUT HARUS DIANGGARKAN DALAM APBN/APBD SEBAGAI
BELANJA MODAL DAN BUKAN SEBAGAI BELANJA OPERASIONAL.
TENTU HARUS DIPERHATIKAN NILAI KEWAJARAN DAN KEPATUTAN
DARI BIAYA-BIAYA LAIN DI LUAR HARGA BELI ASET TETAP TERSEBUT.

112

KETENTUAN PP 24/BULTEK 4

113

BATAS MINIMAL KAPITALISASI (CAPITALIZATION

TRESHOLD) BELUM DITERAPKAN

114

PERATURAN BUPATI KOTA A TENTANG KEBIJAKAN

AKUNTANSI
Batasan Minimal
Kapitalisasi Untuk Per
No
Jenis Belanja Modal
Satuan Aset Tetap Atau Asset
Lainnya
1
Belanja Modal Tanah
Rp
10.000.000,00
2
Belanja Modal Alat-alat Berat
Rp
10.000.000,00
3
Belanja Modal Alat-alat Angkutan Darat Bermotor
Rp
5.000.000,00
4
Belanja Modal Alat-alat Angkutan Darat Tidak
Rp
1.000.000,00
Bermotor
5
Belanja Modal Alat-alat Angkutan di Air Bermotor
Rp
5.000.000,00
6
Belanja Modal Alat-alat Angkutan di Air Tidak
Rp
1.000.000,00
Bermotor
7
Belanja Modal Alat-alat Angkutan Udara
Rp
10.000.000,00
8
Belanja Modal Alat-alat Bengkel
Rp
300.000,00
9
Belanja Modal Alat-alat Pengolahan Pertanian dan
Rp
5.000.000,00
Peternakan
10 Belanja Modal Peralatan Kantor
Rp
200.000,00
11 Belanja Modal Perlengkapan Kantor
Rp
300.000,00
12 Belanja Modal Komputer
Rp
300.000,00
13 Belanja Modal Mebeulair
Rp
150.000,00
14 Belanja Modal Peralatan Dapur
Rp
150.000,00
KHUSUS
UNTUK
TANAH,
BELANJA MODAL
15 Belanja
ModalBELANJA
PenghiasMODAL
Ruangan
Rumah JIKA
Tangga
Rp TERSEBUT
300.000,00

MENAMBAH BIDANG DAN ATAU LUAS TANAH MAKA TETAP DIPERLAKUKAN

SEBAGAI BELANJA MODAL WALAUPUN BIAYANYA DIBAWAH BATASAN MINIMAL
KAPITALISASI (TRESHOLD CAPITALIZATION).

115

PERATURAN BUPATI MAMUJU TENTANG KEBIJAKAN

AKUNTANSI
No

Jenis Belanja Modal

16
17
18
19
20
21
22
23
24

Belanja Modal Alat-alat Studio

Belanja Modal Alat-alat Komunikasi
Belanja Modal Alat-alat Ukur
Belanja Modal Alat-alat Kedokteran
Belanja Modal Alat-alat Laboratorium
Belanja Modal Konstruksi Jalan
Belanja Modal Konstruksi Jembatan
Belanja Modal Konstruksi Jaringan Air
Belanja Modal Penerangan Jalan, Taman dan Hutan
Kota
Belanja Modal Instalasi Listrik dan Telepon
Belanja Modal Konstruksi/Pembelian*) Bangunan
Belanja Modal Buku/Kepustakaan
Belanja
Modal
Barang
bercorak
Kesenian,
Kebudayaan
Belanja Modal Hewan/Ternak dan Tanaman
Belanja Modal Alat-alat Persenjataan/ Keamanan
Belanja Modal Lainnya (Selain yang Tersebut dari
Nomor 1 sampai dengan 30 diatas)

25
26
27
28
29
30
31

Batasan Minimal
Kapitalisasi Untuk Per Satuan
Aset Tetap Atau Asset Lainnya
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

300.000,00
500.000,00
300.000,00
300.000,00
300.000,00
50.000.000,00
50.000.000,00
10.000.000,00
300.000,00

Rp
Rp
Rp
Rp

1.000.000,00
10.000.000,00
100.000,00
300.000,00

Rp
Rp
Rp

1.000.000,00
500.000,00
300.000,00
116

CONTOH PENERAPAN BATAS MINIMAL KAPITALISASI

(CAPITALIZATION TRESHOLD) BELUM DITERAPKAN

117

JENIS BELANJA APA

PENGADAAN BARANG DAN JASA ?

118

JENIS BELANJA APA PENGADAAN

ASET TETAP DAN ASET LAINNYA ?

119

DIMANA JENIS BELANJA DI ANGGARKAN ?

(PERMENDAGRI 13/2006 PS 97 98)

120

SISTEM PENGENDALIAN
INTEREN
(SPI)

121

BAGAIMANA CARA UNTUK MEMPEROLEH OPINI WTP

PENGANGGARAN/
PERENCANAAN
BUKTI TRANSAKSI
YANG LENGKAP DAN
SAH

PENYUSUN LAPKEU (PPKSKPD DAN DPPKD/BAG.

KEUANGAN SETDA)

LAPORAN KEUANGAN
DENGAN OPINI WTP

122

APA ITU PENGENDALIAN INTEREN

123

UNSUR-UNSUR SPI

124

UNSUR-UNSUR PENGENDALIAN
LINGKUNGAN

125

126

UNSUR-UNSUR KEGIATAN
PENGENDALIAN

127

128

129

APA KENDALA PENERAPAN SPI?

130

TERIMA KASIH ATAS

PERHATIANNY DAN
SAMPAI JUMPA
DILAIN KESEMPATAN

131