Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

TONSILITIS KRONIS, TONSILITIS DIFTERI, ABSES PERITONSIL


PERSEPTOR :
DR. HANGGORO SAPTO, SP. THT-KL
OLEH :
I GUSTI PUTU INDRA W, S.KED. (1118011058)
MUFLIKHA SOFIANA, S.KED. (1118011079)
RIZKY BAYU AJIE, S.KED (1118011112)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA, HIDUNG,
TENGGOROKAN, BEDAH KEPALA DAN LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
2016

TONSILITIS KRONIS
Definisi
Suatu peradangan tonsil palatina dengan relaps dan remisi
serangan akut atau merupakan bentuk klinik dari infeksi
resisten, yang tidak ditangani dengan baik.

Epidemiologi
Tonsilitis kronik merupakan penyakit yang sering terjadi pada
usia 5-10 tahun dan dewasa muda usia 15-25 tahun.

Etiologi
Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut
sering :
- Grup A Streptococus beta hemolitik (GABHS).
- Haemophilus influenzae
- Staphylococcus aureus

Faktor predisposisi

Rangsangan yang menahun dari rokok


Higiene mulut yang buruk
Pengaruh cuaca
Kelelahan fisik
Pengobatan tonsilits akut yang tidak adekuat

Paling

Tonsil

Sistem imunitas

PATOFISIOLOGI
Aktivasi dan proliferasi
patogen melebihi potensi
protekitf

Tonsilitis

Kripta akan melebar, diisi


oleh dendritus

Peradangan berulang

DIAGNOSIS
Anamnesis
Beberapa kriteria klinis untuk diagnosis tonsilitis kronis adalah
sebagai berikut.
7 episode serangan dalam 1 tahun terakhir
5 episode serangan dalam 2 tahun terakhir
3 episode serangan dalam 3 tahun terakhi
(meskipun serangan telah ditangani dengan penatalaksanaan yang
adekuat)

Gejala klinis
nyeri tenggorok yang tidak hilang sempurna
rasa ada yang mengganjal di tenggorok
dirasakan kering di tenggorok
napas berbau (halitosis)
pembesaran tonsil dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi
sehingga timbul gangguan menelan, obstruksi sleep apneu dan
gangguan suara
dapat ditemukan demam, namun tidak mencolok

Pemeriksaan fisik
tonsil yang membesar dalam berbagai ukuran
pembuluh darah yang dilatasi pada permukaan
tonsil
arsitektur kripta yang rusak seperti sikatrik
eksudat pada kripta tonsil
sikatrik pada pilar
pembesaran nodul servikal

Dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan kedalam


kategori tonsilitis kronik:
(a)pembesaran tonsil karena hipertrofi disertai perlekatan kejaringan
sekitarnya, kripta melebar di atasnya tertutup oleh eksudat yang purulen.
(b)tonsil tetap kecil, biasanya mengeriput, kadang-kadang seperti
terpendam dalam tonsilar bed dengan bagian tepinya hiperemis, kripta
melebar dan diatasnya tampak eksudat yang purulen

Gradasi pembesaran tonsil dapat


dibagi menjadi :
T0 : (tonsil di dalam fossa atau
sudah diangkat).
T1 : (<25%, volume tonsil
dibandingkan dengan volume
orofaring atau batas
medial
tonsil melewati pilar anterior
sampai jarak pilar anterioruvula).
T2 : (25-50%, volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas medial
tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai jarak pilar anterior-uvula).
T3 : (50-75%, volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas medial
tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai jarak pilar anterior-uvula).
T4 : (>75%, volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas medial
tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai uvula atau lebih).

Pemeriksaan penunjang
Mikrobiologi
Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam
tonsil.

Histopatologi
Diagnosis tonsilitis kronis dapat ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi :
- infiltrasi limfosit ringan sampai sedang
- adanya Ugras abses
- infitrasi limfosit yang difus.

Diagnosis Banding
Tonsilitis difteri
Faringitis
Infeksi mononukleasis

Penatalaksanaan Tonsilitis Kronis

Tonsilektomi
Tonsilektomi menjadi prosedur pembedahan pilihan utama bagi pasien anak maupun dewasa
dengan tonsillitis kronik. Pasien tonsillitis kronik setelah tonsilektomi menunjukkan
perbaikan yang signifikan
Indikasi absolut:
Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan napas yang kronis
Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindrom apnea waktu tidur
Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan penyerta
Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan
Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya

Kontraindikasi :

Infeksi pernapasan bagian atas yang berulang


Infeksi sistemik atau kronis
Demam yang tidak diketahui penyebabnya
Pembesaran tonsil tanpa gejal-gejala obstruksi
Rinitis alergika
Asma
Tonus otot yang lemah
Sinusitis

Komplikasi
Komplikasi perkontinuatum
rinitis kronik
Sinusitis
otitis media secara perkontinuatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen
Glomerulonefritis
Endokarditis
Artritis
Miositis
enteritis

TONSILITIS DIFTERI
Epidemiologi

Definisi
Tonsilitis difteri
adalah infeksi
difteri yang
menyerang tonsil

Endemik difteri =
terutama anak-anak di
bawah usia 15 tahun
Sekarang = juga
menyerang usia
dewasa yang tidak
mendapatkan vaksin /
booster

Etiologi
Bakteri Gram
positif,
Corynebacterium
diphteriae

Penularan melalui droplet

Masa inkubasi 2-4


hari

PATOFISIOLOGI

Kuman difteri berada di mukosa


saluran pernapasan
Reaksi inflamasi
lokal

koagulum nekrotik padat


organisme, sel epitel,
fibrin, leukosit, dan
eritorit, membentuk
sebuah pseudomembran

Kuman difteri
memproduksi
eksotoksin

Paralisis palatum, hipofaring, nekrosis


tubulus ginjal, trombositopenia,
kardiomiopati, demielinasi sel saraf
Pesudomembran sulit dilepas, dapat
menyebabkan perdarahan

Gambaran klinik :
Gejala umum
kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris,
nyeri kepala
tidak nafsu makan
badan lemah
nadi lambat
keluhan nyeri menelan

GEJALA CONTD

Gejala lokal
Tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan
bersatu membentuk membran semu.
Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea, dan
bronkus, dan dapat menyumbat saluran napas.
Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah
berdarah.
Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher
akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull
neck)

Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman


difteri
Jantung : miokarditis sampai decompensatio cordis
saraf kranial : kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan

Diagnosis
Berdasarkan gambaran klinik yang didapatkan dari:
Anamnesis
pemeriksaan fisik
pemeriksaan laboratorium
yaitu pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari
permukaan bawah membran semu dan kultur dari usapan
nasofaring dengan hasil akan didapatkan kuman Corynebacterium
diphteriae

Diagnosis Banding
Tonsilitis kronis
Epiglotitis

Penatalaksanaan
Anti difteri serum (ADS)
Antibiotik yang digunakan adalah Benzyl Penicillin atau Eritromisin

Komplikasi
Laringitis difteri, membran semu menjalar ke laring dan
menyebabkan gejala sumbatan
miokarditis, cardiac arrhytmias, acute circulatory failure,
komplikasi neurologis berupa kelumpuhan otot palatum molle, otot
mata untuk akomodasi, otot faring serta otot laring sehingga
menimbulkan kesulitan menelan, suara parau, dan kelumpuhan otototot pernapasan.

ABSES PERITONSIL ( QUINSY )


Definisi
Abses peritonsil merupakan suatu infeksi akut dan berat di daerah
orofaring danmerupakan kumpulan pus yang terlokalisir pada jaringan
peritonsil yang umumnya merupakan komplikasi dari tonsilitis berulang
atau bentuk abses dari kelenjar Weber pada kutub atas tonsil

Epidemiologi
Insidensi abses peritonsil di Amerika Serikat sekitar 30 kasus per 100.000
per tahun, mewakili sekitar 45.000 kasus baru per tahun.
Hanya sepertiga kasus abses peritonsilar ditemukan pada anak-anak
Usia pasien yang mengalami abses peritonsil bervariasi, antara usia 1
sampai 76 tahun, dengan insidensi tertinggi pada rentang usia antara 15-35
tahun

Etiologi
Biasanya kuman penyebab sama dengan penyebab tonsilitis,
dapat ditemukan kuman aerob dan anaerob.
Kuman yang paling sering ditemukan dari kultur pasien adalah
group A -hemolytic Streptococcus. Kuman-kuman lain yang juga
sering ditemukan adalah stafilokokus, pneumokokus, dan
haemofilus

PATOFISIOLOGI
Infeksi menembus kapsul tonsil

Pembesaran kelenjar

Pengobatan tidak maksimal

Infeksi meluas ke dalam ruang jaringan ikat di


antara kapsul dan dinding posterior fosa tonsil.

Timbul sumbatan terhadap sekresi


kelenjar Weber

Abses

Pada stadium permulaan, selain pembengkakan tampak permukaannya hiperemis. Bila proses
berlanjut, terjadi supurasi sehingga daerah tersebut lebih lunak. Pembengkakan peritonsil akan
mendorong tonsil dan uvula ke arah kontralateral. Bila proses berlangsung terus, peradangan
jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m. pterigoid interna, sehingga timbul
trismus

Diagnosis
Anamnesis
Onset gejala abses peritonsil biasanya dimulai sekitar 3 sampai 5
hari sebelum pemeriksaan dan diagnosis. Gejala klinis berupa :

Rasa sakit di
tenggorok
Rasa nyeri
terlokalisir,
Demam
Lemah
Mual, muntah
Odinofagi

Hipersalivasi
Mulut berbau
Otalgi
Trismus
Kesulitan berbicara
Hot potatos voice

Pemeriksaan Fisik
Palatum mole tampak membengkak dan
menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi.
Uvula membengkak dan terdorong ke sisi
kontra lateral
Tonsil umumnya tertutup oleh jaringan
sekitarnya yang membengkak atau tertutup
oleh mukopus, tampak hiperemis dan ada
pembengkakan unilateral,
Tanda-tanda dehidrasi
Pembengkakan dan nyeri kelenjar limfe
servikal

Pemeriksaan
laboratorium
pemeriksaan darah lengkap
kultur darah
pemeriksaan elektrolit

Pemeriksaan radiologi
oFoto rontgen polos
Pemeriksaan foto polos
nasofaring dan orofaring posisi
lateral dapat membantu
pemeriksa menyingkirkan
abses retrofaringeal.

oUSG
gambaran cincin isoechoic
dengan gambaran sentral
hypoechoic

oCT-scan
tampak kumpulan cairan
hypodense di apex tonsil yang
terinfeksi (the affected tonsil),
dengan peripheral rim
enhancement

Tindakan diagnostik
Aspirasi dengan jarum pada daerah yang paling fluktuatif,
atau punksi merupakan tindakan diagnosis yang akurat
untuk memastikan abses peritonsil. Pus yang keluar juga
sebaiknya diperiksakan untuk tes kultur dan sensitifitas.

DIAGNOSIS BANDING

Terapi simtomatik
Terapi cairan intravena (mengatasi dehidrasi)
Antipiretik dan analgesik diberikan untuk mengurangi demam dan rasa tidak nyaman
pasien
Kumur- kumur dengan cairan hangat dan kompres hangat pada leher (untuk
mengendurkan tegangan otot).
Terapi insisi dan drainase
Tujuan tindakan ini adalah untuk mendapatkan drainase abses yang kuat dan
terlokalisir secara cepat.
Lokasi insisi biasanya dapat diidentifikasi pada daerah pembengkakan di daerah
pilar-pilar tonsil atau dipalpasi pada daerah paling berfluktuasi.

Penatalaksanaan

Tonsilektomi
Bila dilakukan bersama-sama indakan drainase abses, disebut
tonsilektomi a chaud
Bila tonsilektomi dilakukan 3-4 hari setelah drainase abses, disebut
tonsilektomi a tiede
Bila tonsilektomi 4-6 minggu sesudah drainase abses, disebut
tonsilektomi a froid.

Penatalaksanaan contd

Terapi antibiotika
Sebaiknya diberikan segera setelah diperoleh hasil kultur dari abses.
Penisilin dosis tinggi masih menjadi pilihan untuk penatalaksanaan
abses peritonsil secara empiris.
Agen yang mengatasi kopatogen dan melawan beta laktam juga
direkomendasikan sebagai pilihan pertama. Cephalexin atau
sefalosporin lain (dengan atau tanpa metronidazole) merupakan
pilihan terbaik
Antibiotik oral dapat diberikan setelah pasien dapat mengonsumsi
secara oral. Pengobatan sebaiknya dilanjutkan sampai 7-10 hari

Penatalaksanaan contd

Komplikasi
Abses pecah spontan, dapat mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru, atau piemia
Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring. Pada penjalarang selanjutnya,
masuk ke mediastinum, sehingga terjadi mediastinitis
Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial, dapat mengakibatkan trombus sinus
kavernosus, meningitis, dan abses otak.

Prognosis
Kebanyakan pasien yang ditangani dengan antibiotik dan drainase yang adekuat pada
abses mereka, dapat pulih dalam beberapa hari.
Apabila pasien kembali melaporkan terdapat nyeri tenggorokkan rekuren atau kronis,
atau bahkan sampai timbul abses setelah dilakukan insisi dan drainase, maka dapat
menjadi indikasi untuk dilakukan tonsilektomi

Terlampir

DAFTAR PUSTAKA

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai