TONSILITIS KRONIS
Definisi
Suatu peradangan tonsil palatina dengan relaps dan remisi
serangan akut atau merupakan bentuk klinik dari infeksi
resisten, yang tidak ditangani dengan baik.
Epidemiologi
Tonsilitis kronik merupakan penyakit yang sering terjadi pada
usia 5-10 tahun dan dewasa muda usia 15-25 tahun.
Etiologi
Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut
sering :
- Grup A Streptococus beta hemolitik (GABHS).
- Haemophilus influenzae
- Staphylococcus aureus
Faktor predisposisi
Paling
Tonsil
Sistem imunitas
PATOFISIOLOGI
Aktivasi dan proliferasi
patogen melebihi potensi
protekitf
Tonsilitis
Peradangan berulang
DIAGNOSIS
Anamnesis
Beberapa kriteria klinis untuk diagnosis tonsilitis kronis adalah
sebagai berikut.
7 episode serangan dalam 1 tahun terakhir
5 episode serangan dalam 2 tahun terakhir
3 episode serangan dalam 3 tahun terakhi
(meskipun serangan telah ditangani dengan penatalaksanaan yang
adekuat)
Gejala klinis
nyeri tenggorok yang tidak hilang sempurna
rasa ada yang mengganjal di tenggorok
dirasakan kering di tenggorok
napas berbau (halitosis)
pembesaran tonsil dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi
sehingga timbul gangguan menelan, obstruksi sleep apneu dan
gangguan suara
dapat ditemukan demam, namun tidak mencolok
Pemeriksaan fisik
tonsil yang membesar dalam berbagai ukuran
pembuluh darah yang dilatasi pada permukaan
tonsil
arsitektur kripta yang rusak seperti sikatrik
eksudat pada kripta tonsil
sikatrik pada pilar
pembesaran nodul servikal
Pemeriksaan penunjang
Mikrobiologi
Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam
tonsil.
Histopatologi
Diagnosis tonsilitis kronis dapat ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi :
- infiltrasi limfosit ringan sampai sedang
- adanya Ugras abses
- infitrasi limfosit yang difus.
Diagnosis Banding
Tonsilitis difteri
Faringitis
Infeksi mononukleasis
Tonsilektomi
Tonsilektomi menjadi prosedur pembedahan pilihan utama bagi pasien anak maupun dewasa
dengan tonsillitis kronik. Pasien tonsillitis kronik setelah tonsilektomi menunjukkan
perbaikan yang signifikan
Indikasi absolut:
Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan napas yang kronis
Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindrom apnea waktu tidur
Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan penyerta
Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan
Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya
Kontraindikasi :
Komplikasi
Komplikasi perkontinuatum
rinitis kronik
Sinusitis
otitis media secara perkontinuatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen
Glomerulonefritis
Endokarditis
Artritis
Miositis
enteritis
TONSILITIS DIFTERI
Epidemiologi
Definisi
Tonsilitis difteri
adalah infeksi
difteri yang
menyerang tonsil
Endemik difteri =
terutama anak-anak di
bawah usia 15 tahun
Sekarang = juga
menyerang usia
dewasa yang tidak
mendapatkan vaksin /
booster
Etiologi
Bakteri Gram
positif,
Corynebacterium
diphteriae
PATOFISIOLOGI
Kuman difteri
memproduksi
eksotoksin
Gambaran klinik :
Gejala umum
kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris,
nyeri kepala
tidak nafsu makan
badan lemah
nadi lambat
keluhan nyeri menelan
GEJALA CONTD
Gejala lokal
Tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan
bersatu membentuk membran semu.
Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea, dan
bronkus, dan dapat menyumbat saluran napas.
Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah
berdarah.
Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher
akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull
neck)
Diagnosis
Berdasarkan gambaran klinik yang didapatkan dari:
Anamnesis
pemeriksaan fisik
pemeriksaan laboratorium
yaitu pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari
permukaan bawah membran semu dan kultur dari usapan
nasofaring dengan hasil akan didapatkan kuman Corynebacterium
diphteriae
Diagnosis Banding
Tonsilitis kronis
Epiglotitis
Penatalaksanaan
Anti difteri serum (ADS)
Antibiotik yang digunakan adalah Benzyl Penicillin atau Eritromisin
Komplikasi
Laringitis difteri, membran semu menjalar ke laring dan
menyebabkan gejala sumbatan
miokarditis, cardiac arrhytmias, acute circulatory failure,
komplikasi neurologis berupa kelumpuhan otot palatum molle, otot
mata untuk akomodasi, otot faring serta otot laring sehingga
menimbulkan kesulitan menelan, suara parau, dan kelumpuhan otototot pernapasan.
Epidemiologi
Insidensi abses peritonsil di Amerika Serikat sekitar 30 kasus per 100.000
per tahun, mewakili sekitar 45.000 kasus baru per tahun.
Hanya sepertiga kasus abses peritonsilar ditemukan pada anak-anak
Usia pasien yang mengalami abses peritonsil bervariasi, antara usia 1
sampai 76 tahun, dengan insidensi tertinggi pada rentang usia antara 15-35
tahun
Etiologi
Biasanya kuman penyebab sama dengan penyebab tonsilitis,
dapat ditemukan kuman aerob dan anaerob.
Kuman yang paling sering ditemukan dari kultur pasien adalah
group A -hemolytic Streptococcus. Kuman-kuman lain yang juga
sering ditemukan adalah stafilokokus, pneumokokus, dan
haemofilus
PATOFISIOLOGI
Infeksi menembus kapsul tonsil
Pembesaran kelenjar
Abses
Pada stadium permulaan, selain pembengkakan tampak permukaannya hiperemis. Bila proses
berlanjut, terjadi supurasi sehingga daerah tersebut lebih lunak. Pembengkakan peritonsil akan
mendorong tonsil dan uvula ke arah kontralateral. Bila proses berlangsung terus, peradangan
jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m. pterigoid interna, sehingga timbul
trismus
Diagnosis
Anamnesis
Onset gejala abses peritonsil biasanya dimulai sekitar 3 sampai 5
hari sebelum pemeriksaan dan diagnosis. Gejala klinis berupa :
Rasa sakit di
tenggorok
Rasa nyeri
terlokalisir,
Demam
Lemah
Mual, muntah
Odinofagi
Hipersalivasi
Mulut berbau
Otalgi
Trismus
Kesulitan berbicara
Hot potatos voice
Pemeriksaan Fisik
Palatum mole tampak membengkak dan
menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi.
Uvula membengkak dan terdorong ke sisi
kontra lateral
Tonsil umumnya tertutup oleh jaringan
sekitarnya yang membengkak atau tertutup
oleh mukopus, tampak hiperemis dan ada
pembengkakan unilateral,
Tanda-tanda dehidrasi
Pembengkakan dan nyeri kelenjar limfe
servikal
Pemeriksaan
laboratorium
pemeriksaan darah lengkap
kultur darah
pemeriksaan elektrolit
Pemeriksaan radiologi
oFoto rontgen polos
Pemeriksaan foto polos
nasofaring dan orofaring posisi
lateral dapat membantu
pemeriksa menyingkirkan
abses retrofaringeal.
oUSG
gambaran cincin isoechoic
dengan gambaran sentral
hypoechoic
oCT-scan
tampak kumpulan cairan
hypodense di apex tonsil yang
terinfeksi (the affected tonsil),
dengan peripheral rim
enhancement
Tindakan diagnostik
Aspirasi dengan jarum pada daerah yang paling fluktuatif,
atau punksi merupakan tindakan diagnosis yang akurat
untuk memastikan abses peritonsil. Pus yang keluar juga
sebaiknya diperiksakan untuk tes kultur dan sensitifitas.
DIAGNOSIS BANDING
Terapi simtomatik
Terapi cairan intravena (mengatasi dehidrasi)
Antipiretik dan analgesik diberikan untuk mengurangi demam dan rasa tidak nyaman
pasien
Kumur- kumur dengan cairan hangat dan kompres hangat pada leher (untuk
mengendurkan tegangan otot).
Terapi insisi dan drainase
Tujuan tindakan ini adalah untuk mendapatkan drainase abses yang kuat dan
terlokalisir secara cepat.
Lokasi insisi biasanya dapat diidentifikasi pada daerah pembengkakan di daerah
pilar-pilar tonsil atau dipalpasi pada daerah paling berfluktuasi.
Penatalaksanaan
Tonsilektomi
Bila dilakukan bersama-sama indakan drainase abses, disebut
tonsilektomi a chaud
Bila tonsilektomi dilakukan 3-4 hari setelah drainase abses, disebut
tonsilektomi a tiede
Bila tonsilektomi 4-6 minggu sesudah drainase abses, disebut
tonsilektomi a froid.
Penatalaksanaan contd
Terapi antibiotika
Sebaiknya diberikan segera setelah diperoleh hasil kultur dari abses.
Penisilin dosis tinggi masih menjadi pilihan untuk penatalaksanaan
abses peritonsil secara empiris.
Agen yang mengatasi kopatogen dan melawan beta laktam juga
direkomendasikan sebagai pilihan pertama. Cephalexin atau
sefalosporin lain (dengan atau tanpa metronidazole) merupakan
pilihan terbaik
Antibiotik oral dapat diberikan setelah pasien dapat mengonsumsi
secara oral. Pengobatan sebaiknya dilanjutkan sampai 7-10 hari
Penatalaksanaan contd
Komplikasi
Abses pecah spontan, dapat mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru, atau piemia
Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring. Pada penjalarang selanjutnya,
masuk ke mediastinum, sehingga terjadi mediastinitis
Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial, dapat mengakibatkan trombus sinus
kavernosus, meningitis, dan abses otak.
Prognosis
Kebanyakan pasien yang ditangani dengan antibiotik dan drainase yang adekuat pada
abses mereka, dapat pulih dalam beberapa hari.
Apabila pasien kembali melaporkan terdapat nyeri tenggorokkan rekuren atau kronis,
atau bahkan sampai timbul abses setelah dilakukan insisi dan drainase, maka dapat
menjadi indikasi untuk dilakukan tonsilektomi
Terlampir
DAFTAR PUSTAKA
TERIMA KASIH