Anda di halaman 1dari 57

Dr.

Andreas Lala, SpF

Visum et
. Repertum
berasal dari kata
Visual = melihat
Et= dan
Repertum =
melaporkan ,
sehingga VeR berarti
laporan mengenai
apa yang dilihat atau
diperiksa

- Nama (istilah) tidak


ditemukan di KUHAP &
.
RIB.
- Istilah ditemukan pada
Staatsblad 350 tahun
1937
- Kesepakatan para
dokter di Indonesia
pada Lokakarya VER di
Jakarta 1986

Psl 1 Staatsblad No.350 /1937:


.
Visa et reperta
dari dokterdokter, yg dibuat atas sumpah
jabatan yang diikrarkan pd
waktu
menyelesaikan
pelajaran kedokteran di negeri
Belanda atau di Indonesia,
atau atas sumpah khusus,
sebagai
dimaksud
dalam
pasal 2, mempunyai daya
bukti dalam perkara2 pidana
sejauh
itu
mengandung
keterangan ttg yg dilihat oleh
dokter pd benda yg diperiksa

DASAR HUKUM
Bantuan dokter untuk kepentingan
Peradilan dalam KUHAP tercantum pada
pasal 120, 133, dan 180.
Pasal 120 KUHAP :
(1) Dalam hal penyidik menganggap
perlu, ia dapat minta pendapat orang
ahli atau orang yang memiliki keahlian
khusus.

Pasal 120 KUHAP tsb, masih bersifat umum bagi


penyidik untuk meminta keterangan ahli seperti yg
dimaksud pasal 1 butir 28 KUHAP.

Pasal 133 KUHAP merupakan ketentuan khusus yg


memberi kewenangan kepada penyidik dalam hal
menangani korban yg diduga akibat tindak pidana
kejahatan terhadap kesehatan dan nyawa manusia,
untuk meminta keterangan ahli yg bersifat khusus
kepada dokter atau ahli yang khusus.
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
menangani seorang korban, baik luka, keracunan
ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yg
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

Pasal 133 KUHAP


(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
menangani seorang korban, baik luka, keracunan
ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yg
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

- Penjelasan Pasal 133 KUHAP (2) Keterangan yg diberikan


oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli,
sedangkan keterangan yg diberikan oleh dokter bukan ahli
kedokteran kehakiman disebut keterangan.

Pasal 1 butir 28 KUHAP


Keterangan ahli adalah keterangan yg diberikan oleh
seorang yg memiliki keahlian khusus tentang hal yg
diperlukan utk membuat terang suatu perkara pidana
guna kepentingan pemeriksaan.

Pasal 1 butir 28 KUHAP tersebut merupakan ketentuan


yg bersifat umum, sedangkan ketentuan khususnya
terdapat pada Penjelasan Pasal 133 KUHAP (2)
Kekhususannya terutama dari :
- materi yg diminta keterangannya (manusia atau
bagian dari manusia, hidup atau mati)
- kekhususan ahli pembuatnya (dokter).

Keputusan Menkeh No.M.01.PW.07-03 tahun 1982


tentang Pedoman
Pelaksanaan KUHAP Pasal 133
tersebut :
Hal ini tidak menjadi masalah walaupun keterangan dari
dokter bukan ahli kedokteran kehakiman itu bukan sbg
keterangan ahli, tetapi keterangan itu sendiri dapat
merupakan petunjuk dan petunjuk itu adalah alat bukti
yang sah, walaupun nilainya agak rendah, tetapi
diserahkan saja pada Hakim yg menilainya dalam
sidang.

Hubungan dengan saat pemberian


keterangan ahli :
Pasal 186 KUHAP :
Keterangan ahli ialah apa yang seorang
ahli nyatakan di sidang pengadilan
Penjelasan Pasal 186 KUHAP :
Keterangan ahli ini dapat juga sudah
diberikan pada waktu pemeriksaan oleh
penyidik atau penuntut umum yang
dituangkan dalam suatu bentuk laporan
dan dibuat dengan mengingat sumpah di
waktu menerima jabatan atau pekerjaan.

Oleh karena itu keterangan ahli dapat diberikan pada


waktu :
1. Di dalam persidangan, atau berarti keterangan ahli ini
disampaikan secara lisan, langsung di depan hakim
(sidang pengadilan).
2. Sebelum persidangan, yaitu pada waktu pemeriksaan
oleh penyidik atau penuntut umum. Ini berarti
keterangan ahli tersebut dituangkan dalam bentuk
laporan pemeriksaan (dengan struktur, format dan
anatomi pelaporan tertulis) yg dibuat oleh penyidik
atau penuntut umum yg dimasukkan pada Berita Acara
Pemeriksaan.

Keterangan ahli tertulis yg dibuat dokter, sangat sesuai


dengan pengertian surat, sebagai alat bukti surat
menurut KUHAP Pasal 187 huruf c.
Pasal 187 KUHAP :
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184, ayat (1) huruf
c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan
sumpah, adalah :
c. surat keterangan dari seorang ahli yg memuat
pendapat berdasarkan keahliannya mengenai
sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta
secara resmi daripadanya.

Visum et Repertum adalah keterangan


tertulis yang dibuat oleh dokter yang
berisi fakta dan pendapat berdasarkan
keahlian/keilmuan, tentang hasil
pemeriksaan medis terhadap manusia
atau bagian dari tubuh manusia, baik
hidup atau mati, yang dibuat atas
permintaan tertulis (resmi) dari penyidik
yg berwenang, yang dibuat atas
sumpah atau dikuatkan dengan
sumpah,untuk kepentingan peradilan.

Bantuan dokter
dapat berupa :

bagi

peradilan

1. TERTULIS,
berdasarkan
pemeriksaan
medis: visum et repertum (Pasal 187
KUHAP)
2. LISAN :
a. Dipersidangan : keterangan ahli
(Pasal 180 jo
Pasal 186 KUHAP)
b.Tetapi dituangkan tertulis dalam BAP
oleh
Penyidik/Penuntut Umum :
keterangan ahli (Pasal
180 jo Penjelasan pasal 186 KUHAP)

Peranan Visum et
Repertum

Dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan


medis dan ditujukan untuk kepentingan
peradilan sebagai sarana pembuktian.
Seolah-olah sbg. Salinan atau copy dari
barang bukti disertai dengan pendapat
dokter pembuatnya tentang hasil
pemeriksaan tsb.

Barang bukti yg dimaksud :


- Segala temuan atau
- Hasil pemeriksaan medis (perlukaan/
cedera/ kelainan) dan dampaknya
- Segala sesuatu yang berkaitan dgn
perkara yg ditemukan pada korban.
Salinan atau pengganti BB tsb, berupa
manusia,maka VeR haruslah dibuat
lengkap tanpa menghilangkan salah satu
bagiannya.

Sifat nilai VeR :


- Satu kesatuan surat yang mempunyai
nilai sebagai alat bukti sah.
- Masing-masing bagian saling dukung.
- Tidak adanya salah satu bagian VeR,
mengakibatkan hilang nilainya sbg.
alat bukti yg sah.
- Secara formil Ver memang diterima sbg
alat bukti yg sah, akan tetapi secara
materiil hakim dapat meragukan
kebenaran isinya.
- Pasal 180 KUHAP, memungkinkan
hakim memerintahkan penelitian ulang.

Pasal 180 KUHAP


(2) Dlm hal timbul keberatan yg beralasan
dari terdakwa atau penasehat hukum
thd hasil keterangan ahli sbgmn
dimksd dlm ayat (1) hakim memerintahkan agar dilakukan penelitian ulang.
(3) Hakim krn jabatannya dpt memerintahkan dilakukan penelitian ulang.
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut
pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan
oleh instansi semula dengan komposisi
personil yg berbeda dan instansi lain
yg mempunyai wewenang untuk itu.

Untuk mencegah terjadinya pelaksanaan


Pasal 180 KUHAP, maka :
- VeR haruslah dibuat sebenar-benarnya.
- Berdasarkan atas keilmuan yg sebaikbaiknya.
- Pemeriksaan medis selengkap mungkin.
- Kesimpulan dpt dipertanggungjawabkan
secara ilmu sesuai standar profesinya

Pembuatan VeR dipergunakan bagi


proses peradilan pidana, tertuang
seluruhnnya dalam KUHAP
VeR dalam peradilan perdata ?

VeR dlm peradilan perdata :


Peraturan perundang-undangan belum
mengatur secara jelas kemungkinan
pengadaan keterangan dokter (ahli)
setingkat VeR.
Menurut pasal 164 HIR, pasal 284 Rbg dan
pasal 1866 BW; alat bukti dalam acara
perdata adalah :
1. Alat bukti tertulis
2. Pembuktian dengan saksi
3. Persangkaan-persangkaan
4. Pengakuan
5. Sumpah

Yg paling mungkin, masuk dalam kategori


alat bukti tertulis; apabila VeR dianggap sbg
salah satu alat bukti dlm hukum acara
perdata.
Alat bukti tertulis ini diatur dalam pasal 138,
165 dan 167 HIR, 164 dan 285-305 Rbg,
S1867 no.29 dan pasal 1867-1894 BW.
Alat bukti tertulis dalam acara perdata tsb
tampaknya dianggap sebagai suatu bentuk
akta otentik.
Namanya pun belum dapat ditentukan, VeR
atau cukup diberi nama Surat Keterangan
Dokter atau Surat Keterangan Medik.

Pasal 165 HIR :


Akta otentik, yaitu suatu akta yg dibuat oleh
atau dihadapan pejabat yg diberi wewenang
untuk itu, merupakan bukti yg lengkap
antara para pihak dan para ahliwarisnya
dan mereka yg mendapat hak daripadanya
tentang yg tercantum didalamnya dan
bahkan tentang yg tercantum didalamnya
sebagai pemberitahuan belaka; akan tetapi
yg terakhir ini hanyalah sepanjang yg
diberitahukan itu erat hubungannya dengan
pokok daripada akta.

Keterangan di bidang kedokteran hanya


dapat diberikan oleh seorang dokter.
Surat keterangan dokter, seperti tentang
kelahiran, penyakit, cacat, cedera, kematian
seseorang dapatlah dianggap sebagai akta
otentik.( dokter dengan STR-SIP, UU
No.29/2004, ttg Praktek Kedokteran)
Demikian pula keterangan yg dibuat
berdasarkan analisis pemeriksaan ilmiah
dalam bidang spesialistik tertentu, misalkan
dokter spesialis forensik (yg diakui secara
formil dan materiil dibidangnya).

JENIS-JENIS VISUM ET REPERTUM :


A.Berdasarkan Materi yg diperiksa dan
Pemeriksaan yg mendasarinya :
1. VeR psikiatrik (kejiwaan)
2. VeR fisik
a. VeR jenazah
b. VeR korban hidup :
1. VeR perlukaan/kecederaan
2. VeR keracunan
3. VeR kejahatan seksual

Visum et repertum psikiatrik (kejiwaan)


1. Utk menerangkan status kejiwaan seseorang
dengan
menggunakan ilmu psikiatri dan berdasarkan hasil pemeriksaan
psikiatris.
2. Umumnya yg diperiksa dan dibuatkan visum et repertumnya adlh
bukan korban tindak pidana, melainkan tersangka atau terdakwa
pelaku tindak pidana. (Tidak didasarkan pada Pasal 133 KUHAP)
3. Dasar pengadaan VeR psikiatri adlh pasal 120 KUHAP bila
pemintanya penyidik; atau pasal 186 KUHAP bila pemintanya
hakim.
4. VeR psikiatrik penting untuk menentukan apakah seorang
tersangka pelaku tindak pidana dapat dipertanggungjawabkan
atau tidak.

VeR Fisik (ragawi)


Pembuatan VeR jenis ini adalah dengan
menggunakan ilmu kedokteran pada
umumnya dan berdasarkan hasil
pemeriksaan medis thd fisik manusia
korban tindak pidana.
Pembuatnya adalah tentu saja dokter
penanggungjawab pasien atau korban
tindak pidana tsb. Dimana menurut
KUHAP adalah ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.

Penjelasan Pasal 133 KUHAP


Keterangan yg diberikan oleh ahli
kedokteran kehakiman disebut
keterangan ahli, sedangkan
keterangan yg diberikan oleh dokter
bukan ahli kedokteran kehakiman
disebut keterangan

Uraian penjelasan Pasal 133 KUHAP tsb diatas


tidak mengecilkan arti para dokter spesialis lain.
Yang dikedepankan adalah berbagai temuan
medis bilamana dikaitkan dengan norma-norma
hukum yang berlaku, maka dokter spesialis
forensik dianggap yg lebih ahli.
Misalkan, dokter umum di daerah terpencil
berwenang membuat ver korban luka, korban
mati ataupun korban kejahatan seksual;
Namun seorang dokter umum di sebuah kota
yg memiliki dokter spesialis forensik tidak lagi
berwenang memeriksa dan membuat VeR
korban mati.

Setiap dokter berwenang membuat VeR korban


perlukaan, tetapi seperti diuraikan dalam
KUHAP, nilainya tidak sama dengan bila dibuat
oleh dokter spesialis forensik.

Pada beberapa rumah sakit VeR korban hidup


ditandatangani ganda, dokter pemeriksa dan
dokter spesialis forensik sebagai konsulen
medikolegalnya, hal tsb. dapat meningkatkan
nilai VeR yg dibuat.

SPV hanya boleh dibuat oleh pihak yang


diberi wewenang sesuai dengan KUHAP
penyidik dan penyidik pembantu
Memperlakukan seperti barang bukti
KUHAP
VeR harus dibuat oleh dokter yang sudah
disumpah sesuai dengan ketentuan
Ketentuan Ordonansi Materai 1921 PRO
JUSTITIA
VeR Psikiatrik pelaku tindak pidana

Ketentuan umum yg harus dibuat :


a. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi
pemeriksa.
b. Bernomor dan bertanggal
c. Mencantumkan kata Pro justitia di bagian atas
(kiri atau tengah)

d. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik & benar


e. Tidak menggunakan singkatan - terutama pd waktu
mendeskripsikan temuan pemeriksaan
f. Tidak menggunakan istilah asing

g. Ditandatangani dan diberi nama jelas


h. Berstempel instansi pemeriksa tersebut
i. Diperlakukan sebagai surat yg harus dirahasiakan
j. Hanya diberikan
(instansi)

kpd

penyidik peminta Ver

k. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan


arsip pada umumnya.

Dibuat secara khusus


hanya untuk kepentingan
peradilan
Menjadi surat resmi,
tidak perlu meterai utk
menjadikannya
berkekuatan hukum

Pendahuluan
-

Sebenarnya tdk diberi judul Pendahuluan


Uraian ttg identitas dokter pemeriksa,
instansi dokter tsb., instansi peminta ver
(+nomor dan tanggal surat, tempat dan
waktu pemeriksaan), serta identitas yg
diperiksa sesuai dengan spv
Terutama pada pemeriksaan jenazah,cara
mengidentifikasi, melalui label identitas yg
diikatkan ke bagian tubuh jenazah.
Waktu pemeriksaan (satu titik waktu
tertentu atau rentang waktu pendek/lama)

Hasil Pemeriksaan/
Bagian Pemberitaan
-

Diberi judul Hasil Pemeriksaan,


Memuat semua hasil pemeriksaan thd BB
Dituliskan secara sistematik, jelas dan
dapat dimengerti oleh org yg tdk
berlatarpendidikan kedokteran.
Pendeskripsian temuan harus panjanglebar,
dengan uraian letak anatomis yg lengkap,
tidak melupakan kiri atau kanan bagian
anatomis tsb, kalau perlu dengan alat ukur.

Pencatatan perlukaan/cedera, scr sistematis


mulai dari atas ke bawah shg tidak ada yg
tertinggal.

Deskripsinya juga tertentu, yaitu


mulai dari letak anatomis, koordinat ( absis
adalah jarak antara luka dengan garis
tengah badan; ordinat adalah jarak antara
luka dengan titik anatomis permanen yg
terdekat), jenis luka/cedera, karakteristik
dan ukurannya.

a.

Pemeriksaan jenazah, tdd 3 bagian, yaitu :


1. Pemeriksaan luar, yaitu pemeriksaan tanpa
melakukan tindakan invasif, meliputi bungkus
jenazah, pakaian satu persatu atau lapis demi
lapis, deskripsi rinci seluruh bagian tubuh dan
perlukaan/cederanya.
2. Pemeriksaan dalam (bedah jenazah), yaitu
pemeriksaan bagian dalam tubuh dengan jalan
membuka rongga kepala, leher, dada, perut,
panggul dan bila perlu membuka anggota badan.
3. Pemeriksaan laboratorium dan pendukung
lainnya, seperti radiologis, histopatologis,
toksikologis,
serologis,
antropologis,
odontologis, kedokteran forensik molekuler,dll

b. Pemeriksaan korban hidup :


1. Memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik
pemeriksaan fisik maupun laboratorium dan
penunjang lainnya, antara lain uraian
tentang keadaan umum dan perlukaan atau
cederanya serta hal lain yg berkaitan
dengan tindak pidananya (status lokalis).
2. Anamnesis yg ketat atau pemeriksaan
fisik yg umum lengkap tetap diperlukan utk
menghindari terlewatkannya kelainan atau
perlukaan.

3. Tindakan dan perawatan berikut


indikasinya atau pada keadaan sebaliknya,
alasan tidak dilakukan suatu tindakan yg
seharusnya diambil.
4. Kadang-kadang ditemukan kelainan yg
tidak berhubungan dengan perlukaannya,
tetapi mungkin justru merupakan indikasi
perawatan atau tindakannya.
5. Keadaan akhir korban, terutama tentang
gejala sisa dan cacat badan (termasuk
indra) merupakan hal penting pembuatan
kesimpulan.

BAGIAN KESIMPULAN
-

Diberi judul Kesimpulan dan memuat


kesimpulan dokter pemeriksa atas seluruh
hasil pemeriksaan dengan berdasarkan
keilmuan atau keahliannya.

VeR jenazah, berisi jenis perlukaan atau


cedera/ kelainan, jenis kekerasan atau
kelainan penyebabnya serta sebab
kematiannya. Bila memungkinkan dituliskan
saat kematiannya, petunjuk penting tentang
kekerasan secara spesifik, cara kematian
serta petunjuk tentang pelakunya.

- VeR korban perlukaan, sebab kematian


diganti dengan kualifikasi luka
VeR sementara, hanya disebutkan jenis
perlukaan/cedera dan jenis
kekerasan/kelainan penyebabnya dan
diakhiri dengan kalimat bahwa ver definitif
akan dibuat kemudian setelah seluruh
pemeriksaan atau perawatan selesai.
Ver korban kejahatan seksual, selain
tentang perlukaan, diperlukan ada atau
tidaknya persetubuhan dan kapan
terjadinya, petunjuk tentang ada atau
tidaknya tanda pemaksaan atau
ketidaksadaran serta petunjuk tentang
pelaku tindak pidananya.

- Kesimpulan VeR adalah pendapat dokter


pembuatnya yang bebas, tidak terikat oleh
pengaruh suatu pihak tertentu.
Pembatasannya a.l. iptek kedokteran, etika
profesi, standar profesi dan ketentuan
hukum yg berlaku.
Harus dapat menjembatani antara temuan
ilmiah dengan manfaatnya dalam
mendukung penegakkan hukum.
Kesimpulan bukanlah sekedar resume hasil
pemeriksaan, melainkan lebih kearah
interpretasi hasil temuan ke dalam kerangka
ketentuan-ketentuan hukum yg berlaku.

Kesimpulan VeR korban mati disepakati


unsur-unsur yg harus ada :
1. Jenis perlukaan atau kecederaan korban.
2. Jenis kekerasan penyebabnya.
3. Sebab kematian.
4. Petunjuk ttg identitas korban tak dikenal.
5. Perkiraan saat kematian & tempus delicti.
6. Petunjuk ttg ciri-ciri rinci kekerasan.
7. Petunjuk ttg jalannya peristiwa.
8. Hubungan kekerasan dgn sebab kematian
9. Petunjuk ttg cara kematian.
10.Petunjuk ttg identitas pelaku.

Bagian PENUTUP
Tidak diberi judul penutup.
Memuat kalimat penutup yg menyatakan,
bahwa Ver dibuat dengan sebenarbenarnya, berdasarkan keilmuan yang
sebaik-baiknya, mengingat sumpah dan
sesuai ketentuan dalam KUHAP.
Diakhiri dengan tanda tangan dokter
pemeriksa atau pembuat ver dan namanya.
Jangan lupa stempel instansi dokter
pemeriksa tsb dan NIP/NRP/NSP

Kualifikasi luka diformulasikan dengan kata-kata


yang sesuai dengan bunyi perundang-undangannya,
mis. :
* tidak menimbulkan sakit/dan atau halangan
dalam melakukan pekerjaannya.
* mengakibatkan sakit yg membutuhkan
perawatan jalan selama-----hari.
* mengakibatkan sakit dan halangan dalam
melakukan pekerjaannya untuk sementara
waktu.
* Mengakibatkan ancaman bahaya maut baginya
* Mengakibatkan kehilangan indera penglihatan
sebelah kanan.

Derajat luka sangat berkaitan dengan jenis


penganiayaan yg dilakukan pelaku dan berat
ringannya ancaman hukuman maksimum kepada
pelaku.
Penganiayaan ringan tidak mengakibatkan luka atau
hanya mengakibatkan luka ringan yang tidak
termasuk ke dalam kategori penyakit dan halangan
sebagaimana diisyarakatkan dalam pasal 352 KUHP.
Contoh luka ringan atau luka derajat satu adalah luka
lecet yg superfisial dan kecil ukurannya atau memar
yg kecil ukurannya.
Lokasinya cedera perlu diperhatikan bila mungkin
ada kecederaan bagian dalam tubuh yg lebih hebat
dari yg terlihat pada kulit.

Pasal 90 KUHP
Luka berat adalah :
Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi
harapan akan sembuh sama sekali atau
menimbulkan bahaya maut.
Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan
tugas jabatan atau pekerjaan/pencaharian.
Kehilangan salah satu panca-indera.
Mendapat cacat berat (kudung=amputasi).
Menderita lumpuh.
Terganggu daya pikir selama empat minggu lebih.
Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

MEKANISME KEMATIAN
adalah suatu keadaan fisio-patologis yg
tidak cocok (kompatibel) dengan
kehidupan, yg disebabkan oleh sebab
kematian.
Misalkan : perdarahan, septikemia,
asfiksia, fibrilasi jantung atau aritmia
jantung.

Adalah setiap cedera, luka atau penyakit


yang mengakibatkan rangkaian gangguan
fisiologis tubuh yg berakhir dengan
kematian
Misalkan :
Luka tembak di kepala, luka tusuk di dada,
penyakit aterosklerotik koroner, ataupun
tbc paru

Cara
Kematian?

Cara kematian :
Menjelaskan bagaimana
kematian itu terjadi,
Apakah oleh sebab yg
alamiah (natural death=mati
wajar), misalkan disebabkan
oleh penyakit
Sebab yang tidak alamiah ?
(unnatural death) baik berupa
kesengajaan (pembunuhan
atau bunuh diri maupun
kecelakaan)

Dokter di Indonesia :
Tidak berkewajiban menentukan cara
kematian korban
Dapat memberikan
petunjuk tentang
perkiraan cara
kematian korban

Kewenangan
penyidik
pada
tingkat
penyidikan dan hakim
pada tingkat persidangan

Mekanisme, sebab
dan cara kematian
pada jenazah yang
telah membusuk
lanjut kadangkadang tidak dapat
dipastikan/ditentuka
n

Anda mungkin juga menyukai