Anda di halaman 1dari 37

VISUM ET

REPERTUM
Pembimbing :
dr. Farah Kourow, Sp.FM
• Visum et repertum adalah keterangan yang dibuat oleh
dokter atas permintaan penyidik yang berwenang
mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia,
baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian
dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di
bawah sumpah, untuk kepentingan peradilan,

DEFINISI VER
• NAMA “VISUM ET REPERTUM” TIDAK PERNAH
DITEMUKAN DIDALAM KUHAP/KUHP

• VER HANYA DITEMUKAN DI STATSBLAD” NO 350/1937


pasal 1 dan 2 yang berbunyi :
1. Visa reperta dari dokter-dokter, yang dibuat atas sumpah jabatan
yang diikrarkan pada waktu menyelesaikan pelajaran kedokteran di
negeri Belanda atau di Indonesia, atau atas sumpah khusus sebagai
yang dimaksud dalam pasal 2, mempunyai daya bukti dalam
perkara-perkara pidana, sejauh itu mengandung keterangan
tentang yang dilihat oleh dokter pada benda yang diperiksa
2. Dokter-dokter yang tidak mengikrarkan sumpah jabatan di negeri
Belanda maupun di Indonesia, sebagai yang dimaksud dalam pasal
1, boleh mengikrarkan sumpah (atau janji) sebagai berikut : “....”
• dari bunyi stb 350 tahun 1930 terlihat bahwa:

1. Nilai daya bukti VER dokter hanya sebatas mengenal hal yang
dilihat atau ditemukannya saja pada korban. Dalam hal demikian,
dokter hanya dianggap memberikan kesaksian (mata) saja
2. Visum et repertum hanya sah bila dibuat oleh dokter yang sudah
mengucapkan sumpah sewaktu mulai menjabat sebagai dokter,
dengan lafal sumpah dokter yang tertera pada Stasbald no 97 pasal
38 tahun 1882. lafal sumpah dokter ini tepat digunakan sebagai
landasan pijak pembuatan VER
PRODUK DOKTER SEPADAN DENGAN
VER DALAM KUHAP
Keterangan ahli & surat ???? - lanjut slide
• Pasal 186 KUHAP : keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli
nyatakan di sidang pengadilan

• Penjelasan pasal 186 KUHAP : keterangan ahli ini dapat juga sudah
diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum
yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan
menggingat sumpah di waktu ia menerima pekerjaan atau jabatan

• Pasal 187 KUHAP (c) Surat keterangan dari seorang ahli yang
memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau
sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya
• Surat keterangan dan keterangan ahli termasuk ke dalam
alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP
pasal 184 :
1. Alat bukti yang sah adalah:
a) Keterangan saksi
b) Keterangan ahli
c) Surat
d) Petunjuk
e) Keterangan terdakwa

Dari pasal-pasal diatas tampak bahwa yang dimaksud dengan


keterangan ahli maupun surat dalam KUHAP adalah sepadan
dengan VER dalam STB no 350 tahun1937
KETERANGAN AHLI
• Pengertian keterangan ahli adalah sesuai dengan pasal 1
butir 28 KUHAP:
• "keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh
seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana
guna kepentingan pemeriksaan”.
Keterangan ahli dapat diberikan secara lisan di depan sidang pengadilan
(pasal 186 KUHAP), dapat pula diberikan pada masa penyidikan dalam
bentuk laporan penyidik (penjelasan pasal 186 KUHAP), atau dapat
diberikan dalam bentuk keteranangan tertulis di dalam suatu surat (pasal
187 KUHAP).

Sehubungan dengan pengertian tersebut dapat dikemukakan beberapa hal


penting:

1. Pihak yang berwenang Meminta keterangan ahli


2. Pihak yang berwenang membuat keterangan ahli
3. Prosedur permintaan keterangan ahli
4. Penggunaan keterangan ahli
1. Pihak yang berwenang Meminta keterangan ahli
Penyidik ( KUHAP Pasal 133 ayat 1). penyidik pembantu (Pasal 11 KUHAP).

KUHAP pasal 6 ayat (1) jo PP 27 tahun 1983 pasal 2 ayat (1): pejabat polisi negara
RI yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang dengan pangkat serendah-
rendahnya Pembantu Letnan Dua. Bila penyidik PNS, maka kepangkatannya
serendah-rendahnya gol II/b untuk penyidik dan II/a untuk penyidik pembantu.

Bila tidak ada seperti yang disebutkan tadi, Kepolisian Sektor yang berpangkat
bintara di bawah Pembantu letnan Dua (PP 27 tahun 1983 pasal 2 ayat (2)).
2. Pihak yang berwenang membuat keterangan ahli
KUHAP pasal 133 ayat (1):
Dokter ahli forensik (keterangan ahli), selainnya disebut keterangan.
Semua dokter yang telah mempunyai surat penugasasan/surat izin dokter. Namun
untuk tertib administrasinya, sebaiknya diajukan kepada dokter yang bekerja pada
instansi kesehatan (puskesmas-RS).
3. Prosedur permintaan keterangan ahli
KUHAP pasal 133 ayat (2): dilakukan secara tertulis oleh penyidik, terutama
untuk korban mati.

Surat permintaan keterangan ahli ditujukan kepada instansi kesehatan atau khusus,
bukan kepada individu dokter yang bekerja di dalam instansi tersebut.
4. Penggunaan keterangan ahli
Hanya untuk peradilan. Berkas keterangan ahli hanya boleh diserahkan kepada
penyidik (instansi) yang memintanya. Keluarga korban atau pengacaranya dan
pembela tersangka pelaku pidana tidak dapat meminta keterangan ahli langsung
kepada dokter pemeriksa, melainkan harus melalui aparat peradilan (penyidik, jaksa,
atau hakim).

Berkas keterangan ahli tidak dapat digunakan untuk penyelesaian klaim asuransi. Bila
diperlukan keterangan, pihak asuransi dapat meminta keterangan khusus kepada
dokter, dengan memperhatikan ketentuan tentang wajib simpan rahasia jabatan
DASAR HUKUM
• Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
1) “Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli
lainnya”
2) permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas.
Untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat”

• Penjelasan terhadap Pasal 133 KUHAP


• keterangan ahli  Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman
• Keterangan  keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran
kehakiman
• Pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP  yang berwenang meminta keterangan ahli
adalah penyidik dan penyidik pembantu

• pasal 6(1) KUHAP  penyidik adalah (a)penjabat polisi negara republik Indonesia,
(b)penjabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang

• Pasal 7 (2) KUHAP  penyidik sebagai mana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b
mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya
masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan
pengawasan penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat (1) huruf a

Maka penyidik pegawai negeri sipil tidak


berwenang meminta visum et repertum
• Peraturan Pemerintah no 27 tahun 1983 pasal 2  syarat
kepangkatan dan pengangkatan penyidik:
1) Penyidik adalah :
a) Penjabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-
kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi
b) Penjabat pegawai negeri sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat
Pengatur Muda Tingkat 1 (Golongan 11/b) atau yang disamakan dengan itu
2) Dalam hal suatu sektor kepolisian tidak ada penjabat penyidik
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka komandan Sektor
kepolisisan yang berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua
Polisi, karena jabatannya adalah penyidik
3) Penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a ditunjuk
oleh Kepala Kepolisisan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
• Pasal 179 KUHAP  kewajiban dokter untuk
memberikan keterangan ahli bila diminta :
1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajjib
memberikan keterangan ahli demi keadilan
PERAN DAN FUNGSI VER
• VeR adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184
KUHAP. VeR turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana
terhadap kesehatan dan jiwa manusia. VeR menguraikan segala sesuatu yang
di temukan dari hasil pemeriksaan medik kedalam bagian Pemberitaan.

• VeR juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil


pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan.

• VeR secara utuh telah menjembatani ilmu kedolteran dengan ilmu hukum,
sehingga dengan membaca VeR, dapat dikketahui dengan apa yang telah
terjadi pada seseorang daan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-
norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut rubuh/ jiwa manusia.
• Catatan medik adalah catatan tentang seluruh hasil pemeriksaan medik
beserta tindakan pengobatan/perawatan yang merupakan milik pasien,
meskipun di pegang oleh institusis kesehatan. Dokter hanya boleh
mebuka catatan medik kepada pihak ketiga setelah memperoleh izin
dari pasien

• Sedangkan VeR dibuat atas kehendak undang-undang, maka dokter


tidak dapat di tuntut karenan membuka rahasia pekerjaan sebagaimana
diatur dalam pasal 322 KUHP, meskipun dokter membuatnya tanpa
seizin pasien, yang selanjutnya dapat digunakan dalam proses peradilan

Perbedaan VeR dengan catatan medik


dan surat keterangan medik lainnya
Bentuk dan Susunan Visum et Repertum

Pro Justitia Bagian Pendahuluan


• Ditulis di bagian atas visum • Kata “Pendahuluan” tidak ditulis dlm VeR, melainkan
• Sudah dianggap sama dengan materai langsung dituliskan di dalam berupa kalimat-kalimat di
• Kata Pro Justitia artinya Demi bawah judul
Keadilan, mengandung arti laporan • Berisi tentang waktu, tempat pemeriksaan, atas
yang dibuat untuk tujuan peradilan permintaan siapa, nomor, tanggal surat, dokter,
pembantu yang memeriksa, identitas korban, mengapa
Bagian Pemberitaan
diperiksa
• Bagian ini berjudul “ Hasil Pemeriksaan”
• Berisikan apa yang dilihat dan ditemukan meliputi keadaan kesehatan atau sakit atau luka korban yang
berkaitan dengan perkaranya, tindakan medik yang dilakukan serta selesainya pengobatan/perawatan
Bentuk dan Susunan Visum et Repertum
Bagian Penutup
Bagian Kesimpulan • Bagian ini tidak berjudul dan berisi kalimat baku
• Memuat intisari dari hasil pemeriksaan, • Memuat pernyataan VeR dibuat atas sumpah
disertai pendapat dokter yg dokter, menurut pengetahuan pengetahuan
memeriksa/menyimpulkan kelainan yg terjadi yang sebaik-baiknya dan sebenarnya
pada korban • Cantumkan Lembaran Negara No 350 tahun
• Jenis luka/cedera yg ditemukan, jenis 1937 atau berdasarkan KUHAP
kekerasan atau zat penyebabnya, derajat luka
atau sebab kematian

Contoh: “Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan
keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana)
Contoh Visum et
Repertum
Contoh Visum et Repertum
Contoh Visum et
Repertum
Kerahasiaan dalam Hasil Pemeriksaan Forensik

• Rahasia jabatan  bukan berdasarkan azas kepercayaan, diwajibkan


bagi pejabat Negara
• Rahasia pekerjaan  berdasarkan azas kepercayaan, bersifat swasta
• Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran juga berlaku untuk bidang kedokteran forensik
• Pasal 1  Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang diketahui
pada waktu atau selama
melakukan pekerjaan
• Penggunaan keterangankedokteran
ahli, atau VeR hanya untuk keperluan
• Pasal 2 Bila ada peraturan yang sederajat atau lebih tinggi dari PP
peradilan
No 10 tahun 1966, maka wajib simpan rahasia kedokteran tidak
• Berkas VeR hanya boleh diserahkan kepada penyidik yang
berlaku
memintanya
• Pasal 3  Orang yang sedang menjalani pendidikan di bidang
• kedokteran juga wajib simpan rahasia
Untuk mengetahui isi VeR, pihak lain harus melalui aparat
peradilan, termasuk keluarga korban
Pengungkapan Rahasia Kedokteran

• Walaupun pengadilan meminta seorang dokter untuk membuka rahasia kedokteran,


dokter memiliki hak tolak (verschoningsrecht) (Pasal 170 KUHAP)
• Pertimbangan hakim dapat membatasi hak tolak dokter, yakni apabila kepentingan yang
dilindungi pengadilan lebih tinggi dari rahasia kedokteran

Pengungkapan rahasia kedokteran dapat dilakukan dalam kondisi


(Benhard Knight, 1972):
• Adanya persetujuan pasien
• Berdasarkan perintah hukum
• Berdasarkan perintah pengadilan
• Kepentingan umum menyangkut masalah kesehatan dan
keselamatan umum

• Pasal 10 ayat (2) Permenkes 269/2008: Kepentingan pasien, permintaan aparatur penegak
hukum, permintaan pasien, permintaan institusi sesuai perundang- undangan, penelitian
pendidikan audit
VeR Hidup untuk Perlukaan

• Tujuan pemeriksaan kedokteran forensik pada korban hidup


adalah untuk mengetahui penyebab luka atau sakitnya tersebut.
Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi rumusan delik dalam KUHP.
• Pada korban yang diduga korban tindak pidana, pencatatan rekam
medik harus lengkap dan jelas
• sehingga dapat digunakan untuk pembuatan visum et repertum
• Pada korban luka sedang-berat akan datang ke dokter sebelum
melapor ke penyidik/tanpa surat permintaan VeR (surat
terlambat) → tetap dibuatkan VeR setelah
perawatan/pengobatan selesai
• Jika masih diperlukan pemeriksaan ulang → VeR sementara

Aplikasi Visum et Repertum


• VeR definitif: dibuat seketika, korban tidak memerlukan perawatan dan
pemeriksaan lanjutan sehingga dapat dibuat kesimpulan.
• VeR sementara: VeR yang dibuat untuk sementara waktu karena korban
memerlukan perawatan & pemeriksaan lanjutan sehingga derajat perlukaan
belum dapat ditentukan. VeR ini tidak ditulis kesimpulan tapi hanya keterangan
bahwa saat VeR dibuat korban masih dalam perawatan.
• VeR lanjutan: VeR yang dibuat setelah luka korban telah dinyatakan sembuh atau
pindah rumah
• sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Pada VeR ini sudah dapat dibuat
kesimpulan
• Persetubuhan yang diancam pidana oleh KUHP meliputi pemerkosaan, persetubuhan pada wanita
yang tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita belum cukup umur.

• Pembuktian adanya persetubuhan dilakukan dengan pemeriksaan fisik terhadap kemungkinan


adanya deflorasi himen, laserasi vulva atau vagina, serta adanya cairan mani dan sel sperma dalam
vagina terutama dalan forniks posterior. Adanya penyakit hubungan seksual atau kehamilan
memperkuat adanya persetubuhan. Bukti persetubuhan tersebut baru mepunyai nilai bila sesuai
waktu kejadiannya dengan persetubuhan yang diperkarakan.
• Jejak kekerasan harus dicari tidak hanya didaerah perineum, melainkan juga daerah-daerah lain
yang lazim seperti wajah, leher, payudara, perut dan paha.
• Pengambilan darah untuk pemeriksaan toksikologi dilakukan bila ada kecurigaan ke arah tersebut,
baik yang didapat dari anamnesis maupun dari pemeriksaan fisik.

Ver Hidup Untuk


Kasus Kejahatan Seksual
• Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan barang bukti, kalau
korban datang sendiri dengan membawa surat permintaan dari polisi, jangan
diperiksa, minta korban kembali kepada polisi

• VeR harus dibuat berdasarkan keadaan yang didapatkan pada waktu


permintaan pembuatan VeR diterima oleh dokter

• Bila korban datang atas inisiatif sendiri  dilakukan pemeriksaan oleh dokter
•  kembali bersama polisi membawa surat permintaan VeR beberapa waktu kemudian
 dokter harus menolak membuat VeR, karena segala sesuatu yang diketahui
sebelum permintaan VeR datang merupakan rahasia kedokteran (KUHP pasal 322)
• Apabila tetap ingin membuat VeR  dibuat berdasarkan keadaan saat ini 
• hasil pemeriksaan yang lalu diberikan dalam bentuk surat keterangan
Keputusan Mentri
Kesehatan RI Nomer
1226/Menkes/SK/XII/20
09

©Bimbel UKDI
MANTAP
 Jenazah yang dimintakan VeR harus diberi label yang memuat identitas mayat, diberi cap
jabatan.

 Pemeriksaan forensik terhadap jenazah meliputi pemeriksaan luar jenazah, tanpa melakukan
tidakan yang merusak keutuhan jaringan. Pemeriksaan dilakukan dilakukan secara rinci, mulai
dari bungkus atau tutup jenazah, pakaian, benda-benda disekitar jenazah, perhiasan, ciri-ciri
umum identitas, tanda-tanda tanatologik, gig geligi, dan luka atau cedera atau kelainan yang
ditemukan diseluruh bagian luar.

 Apabila penyidik hanya meminta pemeriksaan luar saja, maka kesimpulan hanya menyebutkan
jenis luka atau kelainan yang ditemukan dan jenis kekerasan penyebabnya, sedangkan sebab
matinya tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan pemeriksaan bedah jenazah.

VeR Jenazah
• Pasal 134
(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah
mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih
dahulu kepada keluarga korban.

(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-
jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.

(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau
pihak yang diberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

• Apabila jenazah dibawa pulang paksa, maka baginya tidak ada surat keterangan
kematian.
• Visum et repertum psikiatrik perlu dibuat oleh karena adanya pasar
44(1) KUHP yang berbunyi: barang siapa melakukan perbuatan yang
tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena
jiwanya cacat dalam tumbuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau
terganggunya karena penyakit (ziekelijke storing), tidak dipidana.
• Diperuntukan bagi tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana.
• Oleh karena visum et repertum psikiatrik menyangkut masalah dapat
dipidana atau tidaknya seseorang, maka lebih baik bila pembuat visum
et repertum ini hanya dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah
sakit jiwa atau rumah sakit umum.

VeR Psikiatrik

Anda mungkin juga menyukai