Anda di halaman 1dari 51

APENDISITI

Oleh: S

Sherly Cancerita
Magdalena Sihombing
Aisyah Ayu Safitri
Lai Siu Vern
Harmit Kaur
Navin Kanvinder Singh

Pembimbing:

dr. Rommy F. Nadeak,


Sp An
Latar Belakang
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi
pada Appendix vermicularis, dan merupakan
penyebab akut abdomen yang paling sering
pada anak-anak maupun dewasa.
Penyebabnya karena obstruksi lumen baik
karena hiperplasia limfoid atau karena
fekalith.
Lebih dari 5% dari populasi akan terjadi
apendisitis akut. Apendisitis umumnya terjadi
pada remaja dan dewasa muda berusia 20-
an, tetapi dapat terjadi pada semua usia.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
mempelajari dan mengetahui lebih dalam
lagi tentang apendisitis.

Manfaat
Memperkokoh landasan teoritis ilmu
kedokteran di bidang ilmu anestesi dan
terapi intensif khususnya mengenai
apendisitis
Sebagai bahan informasi bagi pembaca
yang ingin memahami lebih lanjut topik-
topik yang berkaitan dengan apendisitis
fungsi apendiks adalah sebagai organ
imunologik dan secara aktif berperan
dalam sekresi immunoglobun.
Selain itu, apendiks menghasilkan
lendir 1 2 ml per hari. Lendir itu
secara normal dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya dialirkan ke
sekum. Adanya hambatan dalam
pengaliran tersebut merupakan salah
satu penyebab timbulnya appendisitis.
Persarafan parasimpatis berasal
dari cabang n.vagus, sedangkan
persarafan simpatis berasal dari
Torakalis X

Pendarahan apendiks berasal


dari a.apendikularis.
Faktor yang mempermudah terjadinya
apendisitis
1.Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia
jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis
fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya
1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan
cacing.

2. Faktor Infeksi Bakteri


Dari kultur bakteri yang paling sering adalah
kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli,
lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes
splanicus. Sedangkan kuman penyebab perforasi
adalah kuman anaerob sebesar 96% dan
aerob<10%.
3. Kecenderungan Familier
Malformasi yang herediter dari organ
apendiks yang terlalu panjang
vaskularisasi yang tidak baik dan
letaknya

4. Faktor Ras dan Diet


Diet rendah serat dapat memudahkan
terjadinya fekolith dan
mengakibatkan obstruksi lumen
Klasifikasi Apendisitis
Klasifikasi Apendisitis ada 2, yaitu :
1. Apendisitis Akut, dibagi atas :
Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah
sembuh akan timbul striktur lokal.
Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk
nanah.
Appendisitis akut dalam 48 jam dapat menjadi
sembuh, kronis, perforasi atau infiltrat

2. Apendisitis Kronis, dibagi atas :


Apendisitis kronis fokalis atau parsial, yaitu setelah
sembuh akan timbul striktur lokal.
Apendisitis kronis obliteritiva, yaitu appendiks miring
dimana biasanya ditemukan pada usia tua.
Gejala Klinis
Nyeri abdomen
Demam
muntah
obstipasi
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Penderita berjalan membungkuk sambil
memegang perut yang sakit, kembung(+)
bila terjadi perforasi, penonjolan perut
kanan bawah terlihat pada appendikuler
abses.
Pemeriksaan pada anak, perhatikan posisi
anak yang terbaring pada meja periksa.
Anak menunjukkan ekspresi muka yang tdak
gembira. Anak tidur miring ke sisi yang sakit
sambil melakukan fleksi pada sendi paha,
karena setiap ektensi meningkatkan nyeri.
Palpasi
Mc. Burney sign (+):nyeri tekan kuadran bawah
Nyeri lepas (+):rebound tenderness
Defens muskuler(+): nyeri tekan seluruh lapanagn
abdomen
Rovsing sign: nyeri kanan bawah pada tekanan kiri
Blumbergs Sign: nyeri kanan bawah bila tekanan di
sebelah kiri dilepaskan
Psoas sign: rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada appendix
Obturator sign: nyeri yang terjadi bila panggul dan
lutut difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam
dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan
peradangan appendix terletak pada daerah
hipogastrium.
Mc Burney Sign

Rovsing Sign
Perkusi,nyeri ketuk (+)
Auskultasi
Peristaltik normal, peristaltic (-) pada
ileus paralitik karena peritonitis
generalisata akibat appendicitis
perforate.
Rectal toucher, nyeri tekan pada jam
9-12
PEMERIKSAAN
PENUNJANG

. leukositosis

. Foto polos abdomen: fecalith

. USG: pembesaran diameter terluar lebih dari 6


mm, tidak tertekan, berkurangnya peristaltik
ataupun akumulasi cairan disekitar periappendikal.

. CT scan : lebih besar dari 5 cm

. Laparoskopi: diagnostik dan terapi


Indeks Alvarado
Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita
apendisitis. Pasien ini dapat langsung diambil
tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih
lanjut. Kemudian perlu dilakukan konfirmasi
dengan pemeriksaan patologi anatomi.
Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk
terjadinya apendisitis. Pasien ini sbaiknya
dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto
polos abdomen ataupun CT scan.
Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita
apendisitis. Pasien ini tidak perlu untuk di evaluasi
lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan dengan
catatan tetap dilakukan follow up pada pasien ini.
Penatalaksanaan
Pemberian cairan
Berikan analgesik dan anti-
emetik parenteral untuk
kenyamanan pasien.
Berikan antibiotik intravena
spektrum luas untuk gram positif,
gram negatif dan anaerob
Apendiktomi
Komplikasi & Prognosis
Komplikasi yang sering ditemukan
adalah infeksi, perforasi, abses intra
abdominal/pelvi, sepsis,syok,dehidrasi.
Bila ditangani dengan baik, prognosis
appendix adalah baik. Secara umum
angka kematian pasien appendix akut
adalah 0,2-0,8% yang lebih
berhubungan dengan komplikasi
penyakitnya daripada akibat tindakan
intervensi.
ANASTESI PADA APENDISITIS
Untuk bedah pada bagian abdomen
bawah, dapat diindikasikan dengan teknik
analgesia spinal jika tidak ada
kontraindikasi.
Pilihan anestesi umum dilakukan pada
anak, laparotomi, atau laparoskopi.
Analgesia spinal adalah pemberian obat
anestetik lokal ke dalam rongga
subaraknoid. Rongga subarachnboid spinal
tersebar dari foramen magnum sampai S2
pada dewasa dan S3 pada anak.
Left Lateral Decubitus
Position
Bupivacaine dan tetracaine hiperbarik
merupakan zat yang paling sering
digunakan untuk anestesia spinal.
Keduanya ini memiliki onset yang relatif
lambat (5-10 menit) dan durasi yang
panjang (90-120 menit). Meskipun
keduanya, menghasilkan tingkat sensoris
yang sama, tetracaine spinal umumnya
menghasilkan blokade motor daripada
bupivacaine pada dosis ekuivalen.

Penambahan epinefrin pada bupivacaine


hanya sedikit memperpanjang durasinya.
Kontraindikasi Anestesia
Spinal
Kontraindikasi absolute anestesia spinal
Pasien menolak
Infeksi pada tempat fungsi
Hipovolemia berat
Curah jantung rendah yang menetap seperti pada keadaan
stenosis mitral atau aorta yang berat
Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
Peningkatan tekanan intrkaranial

Kontraindikasi relatif anestesia Spinal


Sepsis
Kelaianan neurologis
Bedah yang lama
Penyakit jantung
Hipovelemia ringan
Nyeri punggung kronis
Komplikasi Anestesia
Spinal
Komplikasi anestesia spinal
Hipotensi dan bradikardia
Mual dan muntah akibat hiptensi dan hipoksia serebral
Sakit kepala pasca pungsi dura, insidensi ini
berhubungan dengan pengunaan jarum spinal ukuran
besar ( 22 G ), cutting needle
aritmia

Komplikasi yang jarang terjadi


Total spinal
Cardiac arrest
Asepetic meningitis
Bacterial meningitis
Hematoma canalis vertebralis
LAPORAN KASUS
PR, 38 TH, 60 KG
KU : Nyeri perut kanan bawah
T : Hal ini dialami pasien sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sebelumnya terasa nyeri di
ulu hati dan menjalar ke perut sejak 1 minggu
yang lalu.Mual di jumpai. Muntah di jumpai.
Demam tidak terlalu tinggi di jumpai, turun
tanpa obat penurun panas. BAB/BAK/flatus (N)
RPT :-
RPO :-
Time Sequence
14-12-2010
Pasien datang
ke Adam Malik
pukul 10.00 WIB di konsulkan Appendectomy
ke anestesi pukul 13.00
pkl 10.30 WIB WIB

14-12-2010 14-12-2010
PRIMARY SURVEY

A (Airway): clear, ST : (-), GL: bebas, JMH 3 jr


B (Breathing): Spontan, SP : Vesikuler ki=ka,
ST : Rh/wh (-/-), rr: 20 x/I reg.
Riw Asthma/batuk/sesak/merokok/OSA (-)/-/-/-
C (Circulation): Akral : H/M/K, Nadi: 80
x/menit, t/v kuat/ cukup, reg.TD: 130/70
mmHg
D(Disability): Alert, Pupil: isokor, diameter
kanan: 3mm/ kiri: 3mm, RC +/+, pingsan (-),
kejang (-), muntah (-).
E(Exposure): Dalam batas normal
Pemeriksaan Fisik Di IGD
(Pkl: 10.30 WIB)
B1: clear, RR=20x/i reg, SP : Vesikuler ki=ka, ST : Rh/wh (-/-).

B2 : Akral: H/M/K, TD: 130/70 mmHg HR: 80 x/i, reguler, t/v:


kuat/cukup,

Temp: 37C

B3 : Sens:CM, pupil: isokor, : 3mm/3 mm, RC: +/+. Riw.


Kejang: (-)

B4 : UOP (+), vol 100 cc, warna kuning, dengan foley kateter
terpasang

B5 : I : Simetris, distensi (-), A : peristaltik (+) dbn, P: tympani,


P : Nyeri Tekan & Nyeri lepas Mc Burney (+), Rovsing Sign (-),
Penanganan di IGD
Pasang IV line i.v. cath 30
gtt/i/mikro
Rencanakan appendectomy
Analgetik
Antibiotik
Pasang kateter
Ambil sampel darah dan urin untuk
pemeriksaan laboratorium.
Informed consent tindakan anestesi.
Hasil lab. 25 April 2012

Hb/ht/L/T :14/39,5/14.750/294.000 g%
PT/APTT/TT/INR :
14,6(12,5)/31,2(29,2)/13,1(12,9)/1,06
SGOT/SGPT :34/74
Kgd Ad Random :116mg/dl
Ur/Cr :31/0,76mg/dl
Na/K/Cl :134/4,3/104meq/L
Diagnosa : Appendicitis Akut

Tindakan : Appendictomy
PS ASA :1E
Anestesi : RA-SAB
Posisi : Supine
Masalah Pemecahan
Problem list
Pre operasi
Pasien emergensi anggap NPO sejak direncanakan operasi
lambung penuh. Antibiotika broadspectrum sesuai
Infeksi dengan lokasi infeksi
Diberikan setelah proses diagnostik
Nyeri selesai

Durante operasi
Pasien dengan tindakan RA-SAB
Potensial terjadi hipotensi Preloading/Co loading dengan cairan
Kristaloid/ Koloid sebelum tindakan
RA-SAB, 10-20 cc/kg/bb , ephedrine 5-
Menggigil (shivering) 10 mg
Hangatkan cairan, atur suhu ruangan,
selimuti pasien, pethidine 0,5
high block/total block mg/kgbb atau tramadol 1 mg/kg bb iv
Jaga jalan nafas ( Intubasi), support
Kemungkinan gagal spinal anesthesia hemodinamik dengan vasopressor
Siapkan alat dan obat GA-ETT,
apabila gagal switch ke GA
Post operatif
Nyeri post operasi Beri analgetik
PDPH (Post Dural Puncture Headache Ingatkan pasien jangan angkat kepala
PRE-OPERASI
Persiapan alat
CAIRAN YANG DIHANGATKAN
Tehnik Anastesi
Pastikan IV line Lancar.
Pada Posisi Left Lateral Decubitus (LLD) dilakukan
identifikasi L3-L4 .
Desinfeksi lapangan operasi dengan Povidone Iodine
10%, kemudian Alkohol 70%.
Tutup Lapangan Operasi dengan Doek steril, kecuali
Lapangan Kerja
Co Loading Ringer Lactat 10-20 cc/Kg BB (550-1100) cc
Insersi Spinocan 25 G CSF (+), darah (-) injeksi
Bupivacaine 0,5 % 4 cc dengan arah bevel cephalad.
Posisikan pasien supine, atur ketinggian blok Th 4, nilai
sensari nyeri dengan pin prick test, skor motorik
dengan bromage score,
Monitoring hemodinamik pasca tindakan.
DURANTE OPERASI
RM 19
Lama operasi :2 jam
TDS : 120 - 140mmHg
TDD : 60 88 mmHg
HR : 84-100 x/menit
SpO2 : 97-100%
Pre op : RL : 7 50 cc
Durante op : RL: 1000 cc
Perdarahan : + 75 cc
Maintenance 2cc/kgbb/jam : 120 cc/jam
Penguapan 2 cc/kgbb/jam : 120 cc/jam
UOP : 80 cc/jam
POST-OPERASI

B1 : A: clear, SP : Vesikuler ki=ka, ST : Rh/wh (-/-),


rr: 20 x/I reg, SpO2 : 97-99% (Fio2 21 %)
B2 : Akral : H/M/K, TD : 130/80 mmHg, HR: 80 x/I
reg , T/V: kuat cukup,
B3 : Sens : CM, pupil isokor ki=ka, diameter
3mm/3mm, RC +/+ dir
B4 : UOP (+), vol 500 cc, warna kuning, dengan
foley kateter terpasang
B5 : I : Simetris, Luka operasi tertutup verban,
drain (-), P: distensi (-), A : peristaltik (+) dbn, P:
tympani
B6 : fraktur (-), oedem (-)
RENCANA POST OPERASI

Bed Rest
Diet MB 1500 kkal + 50 gr
TERIMA
proteinKASIH
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
iv (ST dulu)
Inj Ketorolac 30 mg/8 jam/iv
Monitoring di PACU
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan apendisitis akut
seperti yang dijumpai dalam kasus ini
dapat ditegakkan secara klinis melalui
anamnesis berupa keluhan nyeri perut
kanan bawah disertai dengan
pemeriksaan fisik dengan ditemukannya
McBurney dan Rovsing Sign dan
didukung oleh pemeriksaan laboratorium
yang menunjukkan leukositosis.
Penatalaksanaan yang diberikan pada
pasien adalah apendektomi.
TERIMA KASIH

Lai Teli Mimit Unyu Navin Magda

Anda mungkin juga menyukai