Anda di halaman 1dari 15

REFEREAT

OLEH :
ERWIN CHARISMA PASANG
G 501 08 044

PEMBIMBING : dr. Christian Lopo, Sp.THT

BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
Palu 2014
Tinnitus merupakan keluhan yang cukup
banyak dihadapi dalam praktek sehari-hari
baik sebagai dokter umum ataupun dokter ahli
THT. Tinnitus sendiri bukanlah suatu penyakit
namun merupakan salah satu gejala dari suatu
penyakit. Sebanyak sepertiga dari populasi
seluruh dunia setidaknya pernah mengalami
tinnitus sekali seumur hidup.
1. TELINGA LUAR : Auricula dan Canalis auditorius
eksterna (CAE)

2. TELINGA TENGAH : Membran timpani, Cavum


timpani, Ossicula auditori, Musculus auditori, Tuba
eustachius dan Cellulae mastoidea

3. TELINGA DALAM : labirin tulang (pars osseus)


yang terdiri dari kanalis semisircularis, vestibulum
dan koklea, labirin membranosa yang terdiri
utriculus, sacculus, ductus semisircularis dan
ductus cochlearis
Gelombang Auricula CAE

Fenestra ovale Ossicula Auditori Membran timpani

koklea Nervus VIII Colliculus inferior

Nukleus
suara Cortex audotiry genikulatum medial
Defenisi Tinnitus :
Tinnitus berasal dari bahasa latin tinnire
yang berarti dering atau membunyikan, yaitu
suatu bentuk gangguan pendengaran berupa
sensasi suara, tanpa adanya rangsangan
akustik atau suara dari luar. Keluhan ini dapat
berupa bunyi mendenging, menderu,
mendesis, atau berbagai macam bunyi yang
lain.
1. Tinnitus subjective : Suara yang timbul hanya
didengar oleh pasien

2. Tinnitus objective : Suara yang timbul dapat


didengar oleh pasien dan pemeriksa

3. Tinnitus fisiologis : Suara yang timbul karena


sel sel rambut mengalami kelelahan.
1. Kelainan somatik daerah leher dan rahang
2. Kerusakan N. Vestibulokoklearis
3. Kelainan vaskuler
4. Kelainan metabolik
5. Kelainan neurologis
6. Kelainan psikogenik
7. Gangguan mekanik
8. Gangguan konduksi
9. Kerusakan sel sel rambut organ corti
1. ANAMNESIS
a. Onset
b. Lokasi
c. Bentuk
d. Karakteristik
e. paparan obat obatan ototoksik
f. Perubahan keluhan
g. Riwayat penyakit
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi

a. Pemeriksaan penala
b. Pemeriksaan audiometri
c. Pemeriksaan OAE (otoacustic emmision)
d. Pemeriksaan BERA (brainstem evoked
response audiometri)
e. CT-Scan/MRI
1. Psikologik, dengan memberikan konsultasi psikologik untuk
meyakinkan pasien bahwa penyakitnya tidak
membahayakan dan mengajarkan relaksasi setiap hari.
2. Elektrofisiologik yaitu memberi stimulus elektro akustik
dengan intensitas suara yang telah diatur sedemikuan rupa,
dengan alat bantu atau tinnitus masker
3. Terapi medikamentosa, sampai saat ini belum ada
kesepakatan yang jelas.
4. Tindakan bedah dilakukan pada tumor akustik neuroma
5. Tindakan labirinectomy atau dilakukan death labirine
dengan cara menyuntikkan obat golongan aminoglikosida
1. Menghindari pemakaian obat- obat yang bersifat
ototoksis
2. Mengindari suara suara yang keras atau bising.
Jika harus terpapar, maka gunakan alat pelindung
diri berupa penutup telinga.
3. Kurangi makanan berlemak karena dapat
meningkatkan resiko terjadinya kelainan vaskuler
yang merupakan salah satu penyebab tinnitus.
4. Modifikasi gaya hidup seperti menghilangkan
kebiasaan merokok dan minum kafein yang
merupakan faktor yang dapat memperberat tinitus
5. Olahraga dan menghindari stress.
1. Bashiruddin J, Sosialisman. Tinitus. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta : FKUI ; 2007 : 111 113
2. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid 1. Edisi 22. Jakarta : Binarupa
Aksara ; 2010 : 346 352
3. Stephen LL,Duval AJ. Embriologi Anatomi dan Fisiologi Telinga. Dalam : Effendi H, Santoso RAK, editors.
Boies : Buku Ajar Penyakit THT (Boies fundamental of otolaryngology). Edisi 6. Jakarta : EGC ; 1997 : 27 38
4. Shargorodsky J, Curhan GC, Farwell WR. Prevalence and Characteristics of Tinnitus among US Adults. The
American Journal of Medicine. 2010;123(8):711-18Available from http://www.amjmed.com.
5. Henry JA, Dennis KC, Schechter MA. General Review of Tinnitus : Prevalence, Mechanism, Effect, and
Management. Journal Speech, Language, and Hearing Research. 2005;48(1):1204-35
6. Pancaindera : Telinga dan Pendengaran. Dalam : Pearce EC, editors. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama ; 2007 : 303 402
7. Folmer R. L., Shi B. Y. Chronic Tinnitus Resulting From Cerumen removal Procedure. International Tinnitus
Journal. 2002;10(1):42-46..Available from http://www.aafp.org/afp.
8. Lookwood AH, Salvi RJ, Burkard RF. Tinnitus. The New England Journal of Medicine. 2002;347(12): 904-10.
Available from http://www.nejm.org.
9. Guyton CA, Hall J. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007 :
10. Crummer RW, Hassan GA. Diagnostic Approach to Tinnitus. State University of New York Downstate,
Brooklyn. American Family Physician. Problem Oriented Diagnosis. 2004;69 (1): 120-27. Available from
http://www.aafp.org/afp.
11. Boies LR. Audiologi. Dalam : Effendi H, Santoso RAK, editors. Boies : Buku Ajar Penyakit THT (Boies
fundamental of otolaryngology). Edisi 6. Jakarta : EGC ; 1997 : 27 38
12. Bashiruddin J, Soetisto I. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Restuti RD,
editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta : FKUI ;
2007 : 49 56
13. Kuhuwael FG, Telinga Berdengung ( Tinnitus). 2013. Available from :
http://freddykuhuwael.blogspot.com/2013/11/telinga-berdengung-tinnitus.html

Anda mungkin juga menyukai