Anda di halaman 1dari 29

Gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan

patofisiologis dimana jantung tidak mampu


memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan.
Di Eropa (2005) prevalensi gagal jantung sebesar 2-2,5% pada
semua umur, dan pada usia diatas 80 tahun prevalensi gagal
jantung >10%.
Di London (1999) sekitar 1,3 per 1.000 penduduk pada semua
umur mengalami gagal jantung dan 7,4 per 1.000 penduduk pada
usia 75 ke atas.
Di Indonesia pada tahun 2007 jumlah kasus baru kunjungan
rawat jalan sebanyak 38.438 orang dengan proporsi 9,88% dan
kunjungan rawat inap sebanyak 18.585 orang dengan proporsi
18,23% sedangkan Case Fatality Rate (CFR) 13.420 per 100.000.
Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan, jumlah penderita gagal
jantung yang dirawat inap pada tahun 2000 sebanyak 75 orang,
kemudian meningkat pada tahun 2001 menjadi 114 orang,dan
meningkat lagi pada tahun 2002 menjadi 155 orang.
Umur
Jenis kelamin
Penyakit Jantung Koroner
Hipertensi
Penyakit Katup Jantung
Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit Jantung Reumatik
Kardiomiopati
Merokok dan konsumsi alkohol
Gangguan mekanik ; beberapa faktor yang mungkin bisa
terjadi secara tunggal atau bersamaan yaitu :
Beban volume (volume overload), misal: insufisiensi aorta atau mitral, left
to right shunt, dan transfusi berlebihan
Beban tekanan (pressure overload), misal: hipertensi, stenosis aorta,
koartasio aorta, dan hipertrofi kardiomiopati
Hambatan pengisian, misal: constrictive pericarditis dan tamponade
jantung.
Abnormalitas otot jantung
Kelainan miokardium (otot): kardiomiopati, miokarditis metabolik
(DM, gagal ginjal kronik, anemia), toksin atau sitostatika.
Kelainan dinamik sekunder: Deprivasi oksigen (penyakit jantung
koroner), kelainan metabolic, peradangan, penyakit sistemik, dan
penyakit Paru Obstruksi Kronis
Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi:
misalnya, irama tenang, fibrilasi, takikardia atau bradikardia
ekstrim, asinkronitas listrik.
Mekanisme kompensasi gagal jantung kongestif:
Mekanisme kompensasi sentral termasuk
hubungan Frank-Starling dan hipertrofi ventrikel
akibat peningkatan preload atau after-load.
Mekanisme kompensasi perifer mengakibatkan
Aktivasi sistem renin-angiotensin
peningkatan kadar hormon-hormon endogen lokal
dan sirkulasi yang bersifat kontra-regulasi terhadap
renin-angiotensin
aktivasi dari sistem saraf simpatis dengan peningkatan
kadar nor-epinefrin serum
redistribusi curah jantung untuk mompertahankah
aliran darah ke jantung dan otak
peninggian kadar 2,3-difos-fogliserat (DPG).
Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung9
Kriteria Mayor:
Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
Distensi vena leher
Rales paru
Kardiomegali pada hasil rontgen
Edema paru akut
S3 gallop
Peningkatan tekanan vena pusat > 16 cmH2O pada atrium kanan
Hepatojugular reflux
Penurunan berat badan 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respon pengobatan gagal
jantung
Kriteria Minor:
Edema pergelangan kaki bilateral
Batuk pada malam hari
Dyspnea on ordinary exertion
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardi 120x/menit
Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika terdapat minimal 1 kriteria
mayor dan 2 kriteria minor.
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan
struktural (ACC/AHA):
Stage A
Memiliki risiko tinggi mengembangkan gagal jantung.
Tidak ditemukan kelainan struktural atau fungsional,
tidak terdapat tanda/gejala.
Stage B
Secara struktural terdapat kelainan jantung yang
dihubungkan dengan gagal jantung, tapi tanpa
tanda/gejala gagal jantung.
Stage C
Gagal jantung bergejala dengan kelainan struktural jantung.
Stage D
Secara struktural jantung telah mengalami kelainan
berat, gejala gagal jantung terasa saat istirahat walau
telah mendapatkan pengobatan.
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan gejala dan
aktivitas fisik.
Kelas I
Aktivitas fisik tidak terganggu, aktivitas yang umum dilakukan
tidak menyebabkan kelelahan, palpitasi, atau sesak nafas.
Kelas II
Aktivitas fisik sedikit terbatasi. Saat istirahat tidak ada keluhan.
Tapi aktivitas fisik yang umum dilakukan mengakibatkan
kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas III
Aktivitas fisik sangat terbatasi. Saat istirahat tidak ada keluhan.
Tapi aktivitas ringan menimbulkan rasa lelah, palpitasi, atau sesak
nafas.
Kelas IV
Tidak dapat beraktivitas tanpa menimbulkan keluhan. Saat
istirahat bergejala. Jika melakukan aktivitas fisik, keluhan
bertambah berat.
Laboratorium
Foto thoraks
EKG
Echocardiografi
Tes latihan fisik
Kateterisasi jantung
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors
(ACEI)
Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
-bloker / Penghambat sekat- (BB)
Diuretik
Antagonis Aldosteron
Hydralizin & Isosorbide Dinitrat (ISDN)
Digoxin
Antikoagulan (Antagonis Vit-K)
Sindroma koroner akut merupakan manifestasi
akut yang merupakan keadaan kegawatdaruratan
disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah
akibat sumbatan akut arteri koroner.
Faktor resiko yang tidak dapat diubah
Usia
Jenis kelamin laki-laki
Riwayat keluarga
Etnis
Faktor resiko yang dapat diubah
Merokok
Hipertensi
Dislipidemia
Diabetes melitus
Obesitas dan sindrom metabolik
Stres
Diet lemak tinggi kalori
Inaktifitas fisik
Faktor Resiko Baru
Inflamasi
Fibrinogen
Homosistein
Stres oksidatif
ISDN (isosorbide dinitrate ) 1-2 mg /h (syringe
pump 10 mg or 1amp/50 cc)
Nitroglycrine : 10 200 micro U/ m (Nitrocine 10
mg / 50 cc-syringe pump)
Anamnesa
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan rutin
Pemeriksaan penunjang
Agar lebih sistematik ditujukan pd 6 B
B1 SISTEM PERNAFASAN

B2 KARDIOVASKULAR

B3 SSP

B4 SISTEM UROGENITAL

B5 SISTEM DIGESTIF

B6 MUSKULOSKELETAL

23
Menurut ASA
ASA I : Bila tdk didptkan kel.organik maupun
sistemik selain yg akan di operasi.
ASA II : Bila didptkan kel. Sistemik ringan &
sedang
ASA III : Kelainan sistemik berat tapi belum
mengancam jiwa
ASA IV : Kelainan sistemik berat yg mengancam
jiwa
ASA V : Moribound Syndroma IWR
ASA VI : pada keadaan transplantasi
Sasaran premedikasi pada pasien dengan sindroma koroner akut
berupa menghilangkan rasa takut, cemas dan rasa sakit pre operasi.
Mencegah aktivasi simpatis sehingga keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen jantung terjaga.
Benzodiazepin,dengan atau tanpa kombinasi dengan opioid.
Morfin, 0,1-0,15 mg/kg & skopolamin, 0,2-0,4 mg, intramuskular.
O2 via kanul nasal membantu mencegah hipoksemia.
Profilaksis dengan blocker, menunjukan pengurangan insidensi
episode iskemia intraoperasi dan postoperasi.
Nitrat intravena atau transdermal untuk pencegahan serangan pada
pasien dengan CAD pada periode perioperasi.
Pemilihan anestesi pada pasien dengan penyakit jantung biasanya
dengan regional anestesi yaitu spinal anestesi karena dapat
menurunkan kebutuhan kebutuhan O2 miokardial.
Barbiturat, etomidat, benzodiazepine, opioid dan
kombinasi.
Ketamin adalah kontraindikasi relatif jika digunakan
secara tunggal karena memiliki efek simpatomimetik
indirek. (kec, kombinasi dengan benzodiazepin atau
propofol).
Teknik opioid-volatil memiliki efek
menguntungkan pada keseimbangan oksigen
miokardium.
Isofluran mendilatasi arteri intramiokardium
lebih dari pembuluh epikardium.
Rokuronium, vekuronium, pipekuronium, dan
doksakurium karena memiliki efek sirkulasi yang
minimal.
Atrakurium pada dosis kurang dari 0,4 mg/kg dan
mivakurium, pada dosis hingga 0,15 mg/kg.
O2 hingga oksigenasi adekuat.
Hipotermi harus diatasi dengan penggunaan
penghangat.
Nyeri postoperative harus dikontrol dengan
analgetik atau teknik anestesi regional.
Pada pasien dengan gagal jantung kongestif dapat
diberikan furosemid 20-40 mg intravena,atau
dengan terapi vasodilator intravena (biasanya
nitrogliserin).

Anda mungkin juga menyukai