Anda di halaman 1dari 51

dr. Ave Olivia Rahman, M.

Sc
Bagian Farmakologi FKIK UNJA
Bagian THT
 Keluhan umum : telinga sakit. keluar cairan, bersin-
bersin, pilek, nyeri telan, serak
 Kompetensi 4A:
Otitis eksterna, otitis media akut, serumen prop, mabuk
perjalanan, furunkel hidung, rinitis akut, vasomotor, dan
alergika, benda asing, epitaksis, influenza, pertusis,
faringitis, tonsilitis, laringitis.
 Kompetensi 3B : inflamasi aurikuler, herpes zoster
telinga, fistula preaurikuler, otitis media serosa, otitis
media kronik, mastoidits, miringitis bulosa, benda asing,
perforasi membran timpani, kolesteatoma, trauma
aksutik akut, rhinitis kronis, rhinitis medikamentosa ,
sinusitis, sinusitis kronik, tortikolosis, abses bezold
Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti perkuliahan, mahasiswa
mampu:
 Memahami farmakologi obat yang digunakan di
bagian THT
 Memilih tatalaksana farmakologi penyakit THT
(tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat
frekuensi dan cara pemberian, serta sesuai
kondisi pasien)
 Menulis resep obat dengan benar untuk
permasalahan di bagian THT
Pokok Bahasan
1. Rinitis Alergika
2. Epistaksis
3. Otitis
4. Ototoksik
Rhinitis Alergi
 Peradangan selaput lendir hidung karena alergi.

Sneezing, itchy nose


Nasal congestion
Mekanisme
Farmakoterapi pada alergi

(A) Environmental control


(B) Leukotriene antagonists
(C) Antihistamines
(D) Corticosteroids
(E) Anti-IgE therapy (e.g.,
omalizumab)
Farmakoterapi rinitis alergika

Pilih generasi ke 2
Studies and meta-analyses have shown
that INTRANASAL CORTICOSTEROIDS
ARE SUPERIOR to antihistamines and
leukotriene receptor antagonists in
controlling the symptoms of allergic rhinitis,
including nasal congestion, and rhinorrhea

Montelukast, zafirlukast
1. Antihistamin H1
 Mekanisme kerja : Memblokade
reseptor Histamin H1
 Indikasi : mengatasi respon alergi terkait
histamin
 Ikatan histamin pada reseptor Histamin
H1  Vasodilatasi kapiler,
Meningkatkan sekresi kelenjar,
Kontraksi dengan otot polos usus dan
bronki.
1. Generasi pertama 2. Generasi kedua
a. Diphenhydramine a. Loratadine
b. Dimenhydrinate, b. Cetirizine
c.Chlorpheniramine c. Desloratadine
d.Brompheniramine d. Fenofenadine
e.Hydroxyzine e. Levocetirizine
f. Meclizine f. Olaptadine
g.Promethazine g. Acrivastine
h.Cyproheptadine h.Azelastine
i. Carbinoxamine i.. Levocabastine
j. Clemastine j. Ebastine
k. Pyrilamine k. Mizolastine
l. Tripelennamine
m.Phenindamine

Dapat menembus blood brain barier  lebih lambat dan jumlah kecil 
efek sedasi (+) (efek histamin pada efek sedasi lebih kecil.
reseptor H1 di SSP : wakefullness).

Aktivitas Mulut kering


ANTIKOLINERGIK (+) Retensi urin

Efek antiemetik
Sediaan Antihistamin H1
 Oral : Cetirizine, Levocetirizine,
Loratadin, desloratadin, Fexofenadine
 Intranasal : Azelastine (Astelin),
Olopatadine intranasal (Patanase)
 Injeksi
2. Kortikosteroid Intranasal
 Kortikosteroid yang penggunaannya
lokal pada hidung
 Menurunkan gejala rhinitis alergi pada
lebih dari 90% dari pasien.
 Sebagian besar dapat digunakan pada
setiap sekali sehari, dan semua memiliki
profil keamanan yang serupa
Sediaan Kortikosteroid Intranasal
 Beklometason (Beconase AQ, QNASL)
QNASL tersedia sebagai bubuk kering
intranasal.
 Budesonide (Rhinocort Aqua)
 Triamcinolone dihirup (Nasacort AQ)

 Ciclesonide (Omnaris)
 Flunisolide (AeroBid)
 Flutikason propionat (Flonase)
 Flutikason furoate (Veramyst)
 Mometasone (NASONEX)
 Mekanisme kerja Steroids : menghambat produksi
sitokin dan kemokin inflamasi
Mekanisme steroid dalam menurunkan produksi sitokin

Trauma /luka sel

Phosfolipase A2  STEROIDS

Fosfolipid membran sel

Asam arakidonat

Lipoxygenase Cyclooxigenase

Hidroperoksid Endoperoksid

Leukotrien Prostaglandin Tromboxan A2 Prostasiklin


Efek Samping Kortikosteroid intranasal

 Sediaan intranasal  sedikit yang


mencapai sirkulasi sistemik  efek
samping sistemik minimal.
 Efek samping lokal dapat berupa
epistaksis, iritasi rongga hidung
Steroid systemic
3. Leukotriene Receptor Antagonists
 Montelukast, zafirlukast.
 Mekanisme kerja : menghambat reseptor
leukotrien
 Pemberian oral : absorpsi cepat, menurun
dengan adanya makanan, Ikatan protein 90%,
metabolisme oleh CYP2C9, CYP3A4, CYP1A2
 Sediaan : zafirlukast tablet 20 mg, 2x1 tab 1-2
jam setelah makan
4. Mast Cell Stabilizers
 Menstabilkan membran sel mast 
Mencegah pelepasan histamin dari sel
mast
 Penggunaan : sebelum paparan
dengan alerrgen
 Efek perlindungan berlangsung 4-8 jam
 Cth obat : Cromolyn, nedocromil
5. Dekongestan
 Rinitisdapat disertai hidung tersumbat  dapat diberikan
dekongestan
 Tipe Dekongestan :
1. DECONGESTAN DIRECT ACTION/ α1adrenergik agonist :
 Phenylephrine oxymetazoline, xylometazoline,
naphazoline
 Mekanisme kerja : berikatan secara selektif pada
reseptor adrenergik  vasokonstriksi pembuluh darah
2. DECONGESTAN INDIRECT ACTION
 Ephedrine, phenylpropanolamine
 Mekanisme kerja : meningkatkan sekresi norepinefrin
 norepinefrin akan berikatan secara nonselektif
pada reseptor adrenergik α1,α2,β1
Dekongestan

Rinitis dapat
disertai hidung PLOONG
tersumbat akibat
kongesti vaskuler
rongga hidung
Farmakokinetik
 Oral
 Topikal : nasal spray, drops
 Kelebihan Topikal : onset lebih cepat, efek samping sistemik
lebih minimal
 Efek samping :
 Stimulasi SSP
 Rebound congesti (rhinitis medikamentosa)
 Stimulasi adrenergik
 Topikal : sensasi hidung terbakar/kering
 Kontraindikasi : hipertensi, konsumsi MAOI dapat
meningkatkan level norepinefrin endogen
Epistaxis
 Penekanan

 Topikal Vasokonstriktor : dekongestan


(oxymetazoline 0.025% nose drops, phenylephrine
solution) dan lokal anestesi (4 percent cocaine
solution, tetracaine, lidocaine/Xylocaine solution)

 Chemical cautery  silver nitrate

 Hemostatic packing with absorbable gelatin foam


(Gelfoam) or oxidized cellulose (Surgicel).
 Use of desmopressin spray (DDAVP) may be
considered in a patient with a known bleeding
disorder
Sediaan

Silver nitrate stick


Phenylephrine 1%
CO-PHENYLCAINE FORTE® spray
(lignocaine hydrochloride 50mg/ml
& phenylephrine hydrochloride
5mg/ml , spray )

Gelfoam

Cocaine 45 solution

surgicel
DDAVP
Otitis Externa
 Penyebab: biasanya bakteri, kadang
jamur, non infeksius
 Pencetus : trauma & kelembaban tinggi
pada liang telinga
Tatalaksana Acute Otitis Eksterna
ec Bakteri
 Analgetik oral untuk atasi nyeri  NSAIDs
 Terapi antbiotik sistemik jika ada kondisi
premorbid seperti DM, imunodefisiensi.
 Tanpa kondisi premorbid : antibiotik topikal
non ototoksik
 Jika ada obstruksi telinga (ex. Serumen) 
aural toilet terlebih dahulu
 Antibiotik yang sensitif terhadap
Pseudomonas aeruginosa dan
Staphylococcus aureus.
Sediaan Antiseptik Topikal
 Acetic acid 2% in alcohol, 4 x 3-4 tetes
per hari
 aluminum acetate solution
Sediaan Antibiotik Topikal Telinga
 Antibiotik
 Aminoglycoside : Neomycin
 Polymyxin B
 Quinolone (Ofloxacin 0.3% solution )
 Kombinasi antibiotik tersebut

 Antibiotik kombinasi kortikosteroid ( hydrocortisone


atau dexamethasone)
 Ciprofloxacin 0.3% and hydrocortisone suspension
 Polymyxin B–hydrocortisone
Advantages and Disadvantages of Common Anti-infective
Topical Agents
Class Advantages Disadvantages
2 % acetic acid Generic product is Can be irritating to inflamed external
solution inexpensive and effective auditory canal; possibly ototoxic
against most infections
without causing sensitization
Neomycin otic Effective, and generic product Can be a potent sensitizer, causing
preparations is inexpensive contact dermatitis in 15% of
patients; ototoxic
Polymyxin B Avoids potential neomycin No activity against Staphylococcus
alone sensitization and other gram-positive
microorganisms
Aminoglycoside Less locally irritating than 2% Potential ototoxicity; moderately
solutions acetic acid solution, expensive
neomycin otic preparations or
polymyxin B alone
Quinolone otic Highly effective without Expensive; increased community
solutions causing local irritation or exposure of an important class of
sensitization; no risk of antibiotics, with potential for causing
ototoxicity; twice-daily dosing resistance
Otitis Media
 Acute : Amoxicillin oral, 30 mg/kg/dosis setiap 8 jam selam
5–10 hari  co-amoxiclav  golongan cephalosporin (ex.
ceftriaxone (50 mg/kg/hari untuk 3 hari)
 Alergi golongan penisilin : azithromycin (10 mg/kg/hari utk
hari 1, dilanjutkan 5 mg/kg/hari single dose, selama 4 hari)
atau Clarithromycin (15 mg/kg/hari, 2 x sehari) atau
clindamycin (30—40 mg/kg/hari dibagi dlm 3 dosis)
 chronic, suppurative : fluoroquinolone eardrop (ex
ofloxacin drops, 2 drops setiap 8 jam selama 4 minggu)
setelah dilakukan aural toilet.
 Analgetik untuk mengurangi nyeri
Pemilihan antibiotik dipengaruhi
pola resistensi kuman yang ada
pada populasi tersebut.
Aminoglikosida
 Streptomycin, neomycin, kanamycin, amikacin,
gentamicin, tobramycin, sisomicin, netilmicin.,
spectinomycin
 Mekanisme kerja : Berikatan dengan ribosom sehingga
menghambat sintesis protein bakteri
 Semua aminoglikosida bersifat bakterisidal dan terutama
aktif terhadap kuman bakteri gram negatif. Amikasin,
gentamisin dan tobramisin juga aktif
terhadap Pseudomonas aeruginosa.
 Efek samping utamanya ototoksisitas dan nefrotoksisitas
(terutama pada lansia atau pasien dengan gangguan
fungsi ginjal)
Quinolon
 Ciprofloxacin,Gatifloxacin,
Gemifloxacin, Levofloxacin,
Lomefloxacin,Moxifloxacin,Norfloxaci
n, Ofloxacin
 Mekanisme kerja : DNA gyrase
inhibitors
Siprofloksasin
 Aktif terhadap bakteri Gram positif dan
Gram negatif (terutama salmonella,
shigella, kampilobakter, neisseria, dan
pseudomonas).
 Aktivitas sedang terhadap bakteri Gram
positif seperti Streptococcus
pneumoniae dan Enterococcus faecalis
Perhatian
 Kuinolon sebaiknya digunakan secara hati-hati pada pasien
dengan riwayat epilepsi atau kondisi yang dapat menyebabkan
kejang, defisiensi G6PD, miastenia gravis (risiko eksaserbasi),
pasien gangguan ginjal , pada wanita hamil dan ibu menyusui,

 Anak-anak dan remaja (hasil penelitian pada hewan


menunjukkan adanya artropati pada sendi penunjang berat
badan).

 Sebaiknya dihindari paparan terhadap sinar matahari yang


berlebihan (hentikan bila terjadi fotosensitivitas).

 Kuinolon juga dapat menimbulkan kejang pada pasien dengan


atau tanpa riwayat kejang. Penggunaan AINS pada saat yang
bersamaan dapat memicu terjadinya kejang.
Golongan Penicilin
 Penicillin : Penicilin G (IV), Penicilin VK (PO)
 Penicilin broad spectrum : Amoxilin,
amoxiline/calvulanate, Ampicilin,Piperacilin,
Ticarcilin
 Penicillin Antipseudomonas : Piperacillin,
azlocillin, ticarcillin.
 Penicilin antistaphylococcus : Cloxacilin,
dicloxacillin, nafcillin, oxacillin

 Mekanisme kerja : Menghambat sintesis


dinding sel bakteri
Cephalosporin
 Cephalosporin generasi I : Cefadroxil,
cephalexin, cephradine, cefazolin
 Generasi II : Cefoxitin, cefotetan,
cefuroxime,
 Generasi III : Cefotaxime, Ceftazidine,
Ceftriaxone, Cefepime

 Mekanisme kerja : Menghambat


sintesis dinding sel bakteri
Sefalosporin generasi pertama:
 Terutama aktif terhadap kuman Gram positif.
 Golongan ini efektif terhadap sebagian
besarStaphylococcus
aureus dan streptokokus termasuk Streptococcus
pyogenes, Streptococcus viridans dan Streptococcus
pneumoniae, Streptococcus anaerob, Clostridium
perfringens, Listeria
monocytogenes dan Corynebacterium diphteria.
 Kuman yang resisten antara lain MRSA,
Staphylococcus epidermidis dan Streptococcus
faecalis
Sefalosporin generasi kedua:
 Dibandingkan dengan generasi pertama,
sefalosporin generasi kedua kurang aktif
terhadap bakteri gram positif, tapi lebih aktif
terhadap bakteri gram negatif,
misalnya Hemophilus influenzae, Pr.
mirabilis, Escherichia coli dan Klebsiella.
 Golongan ini tidak efektif
terhadapPseudomonas
aeruginosa dan enterokokus.
Sefalosporin generasi ketiga:
 Golongan ini umumnya kurang aktif
terhadap kokus gram positif dibandingkan
dengan generasi pertama,
 Tapi jauh lebih aktif
terhadap Enterobacteriaceae, termasuk
strain penghasil penisilinase.
Ototoksik  obat yang dapat
menyebabkan hilangnya
pendengaran dan/ tinitus
Daftar Obat
 Antibiotics : aminoglycosides, amphotericin B,
chloramphenicol, minocycline, polymyxine B, sulfonamides,
vancomycin
 Painkillers : acetylsalicylic acid, ibuprofen, naproxen,
indomethacin, peroxicam
 Antimalarial: quinine
 anti-cancer drugs : bleomycin, cis-platinum,carboplatinum,
methotrexate, vinblastin
 Blood pressure controlling medications: acebutolol
 Diuretic bendroflumethazide, bumetadine, chlor-thalidone,
ethacrynic acid, furosemide (only in IV)
 Glucocorticosteroids :prednisolone
 anti-anxiety
 anti-depression drugs
Is Drug-Induced Tinnitus
Temporary or Permanent?
 Temporary : acetylsalicylic acid,
ibuprofen and naproxen
 Often permanent : aminoglycoside
antibiotic
How Soon Will the Tinnitus Occur After
Taking a Drug?

 Very quickly  loop diuretics IV


 Take several days  aminoglycoside
antibiotic
 After stopped taking the drug 
benzodiazepines
Aminoglikosida
 Neomycin do not appear to be ototoxic in humans
unless the tympanic membrane is perforated.
 When a solution of an aminoglycoside antibiotic
combine with an aminoglycoside antibiotic used
intravenously  increasing risk of ototoxic effect
(on open or raw wound, have kidney damage)
 Neomycin is the drug that is most toxic to the
structure involved in hearing, the cochlea, so it is
recommended for topical use only.
Post Test
1. Farmakoterapi rinitis alergika adalah....
2. Antibiotik golongan kuinolon adalah....
3. Antihistamin H1 generasi pertama....; efek
samping ....
4. Cara kerja obat dekongestan phenyleprine
adalah...
5. Obat yang bersifat ototoksik antara lain ....
6. Gentamisin termasuk antibiotik
golongan....
Tuliskan resep
 Tn M, 45 tahun, diagnosa otitis eksterna
dengan tanda infeksi bakteri pada
telinga kanan.
 Ny. H, 30 tahun, diagnosa rinitis
alergika. Berikan obat kortikosteroid
intranasal dan antihistamin yang tidak
menyebabkan kantuk.
Tugas Individu
 Buat RINGKASAN dalam bentuk tabel
mengenai golongan antibiotik (nama
obat, aktivitas antibakteri, dosis,
sediaan, efek samping, kontraindikasi)
 Sertakan daftar puska sumbernya

Anda mungkin juga menyukai