Anda di halaman 1dari 7

1.

1 Tatalaksana

Pengobatan terhadap penderita rhinitis alergi harus mencakup 3 prinsip:


1. Mengetahui dengan tepat faktor pencetus dan menghindarinya.
2. Penggunaan sementara obat-obatan untuk menangani gejala di saat
serangan agar penderita dapat beraktifitas dengan baik.
3. Terapi daya tahan tubuh (immunotherapy).

Tatalaksana terapi
1. Non-farmakologi:
a. Hindari pencetus (alergen)
b. Amati benda-benda apa yang menjadi pencetus(debu, serbuk sari, bulu
binatang, dll)
c. Jika perlu, pastikan dengan skin test
d. Jaga kebersihan rumah, jendela ditutup, hindari kegiatan berkebun. Jika
harus berkebun, gunakan masker wajah

2. Farmakologi :
Jika tidak bisa menghindari pencetus, gunakan obat-obat anti alergi seperti:
1) Anti histamine oral, antagonis H-1 (difenhidaramin, prometasin, loratadin,
setisirin, fexofenadin)
2) Agonis alfa adrenergic, sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa
kombinasi anti histamine
3) Kortikosteroid topikal, bila gejala sumbatan tidak dapat diobati dengan obat
lain (beklometason, budesonid, flunisolid, triamsinolon).
4) Sodium kromoglikat topikal, bekerja menstabilkan mastosit sehingga
pelepasan mediator kimia dihambat.
5) Antikolinergik topikal, mengatasi rhinorea karena inhibisi reseptor
kolinergik pada permukaan sel efektor (ipratropium bromida).
6) Anti leukotrine (zafirlukast/montelukast), anti IgE, DNA rekombinan
merupakan obat-obatan baru untuk rhinitis alergi.

Jika tidak berhasil, atau obat-obatan tadi menyebabkan efek samping yang tidak
bisa diterima, lakukan imunoterapi dengan terapi desensitasi

Penatalaksanaan rhinitis alergi berdasarkan ARIA 2001


Tipe rhinitis alergi Lini pertama Tambahan
Sedang-Intermitten Antihistamin Dekongestan
oral,antihistamin intranasal
intranasal
Sedang-Intermitten Antihistamin Dekongestan
atau berat-intermitten oral,kortikosteroid intranasal dan sodium
intranasal, kromolin
antihistamin
intranasal
Berat-Persisten Kortikosteroid Antihistamin
intranasal oral,antihistamin
intranasal,sodium
kromolin,ipratropium
bromida,antagonis
leukotriene

Anti Histamin Antagonis H-1


A. Farmakodinamik :
Antagonis kompetitif pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam
otot polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi
hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pengelepasan histamin
endogen berlebihan.
B. Farmakokinetik :
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Kadar
tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot,
dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 adalah
hati.

Penggolongan AH1
AH generasi 1
Contoh : Etanolamin
Etilenedamin
Piperazin
Alkilamin
Derivat fenotiazin
Keterangan AH1
- sedasi ringan-berat
- antimietik dan komposisi obat flu
- antimotion sickness

Indikasi AH1 berguna untuk penyakit :


1. Alergi
2. Mabuk perjalanan
3. Anastesi lokal
4. Untuk asma berbagai profilaksis

Efek samping
Vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, insomnia, tremor, mulut kering,
disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, lemah pada tangan.

Antihistamin golongan 1 – lini pertama


a. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan
dekongestan secara peroral.
b. lipofilik, dapat menembus sawar darah otak, mempunyai efek pada
SSP dan plasenta.
c. Kolinergik
d. Sedatif
e. Oral : difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin
f. Topikal : Azelastin

Dekongestan Nasal
1) Golongan simpatomimetik
2) Beraksi pada reseptor adrenergik pada mukosa hidung untuk
menyebabkan
3) Vasokonstriksi, menciutkan mukosa yang membengkak,dan
memperbaiki pernafasan
4) Penggunaan dekongestan topikal tidak menyebabkan atau sedikit
sekali menyebabkan absorpsi sistemik
5) Penggunaan agen topikal yang lama (lebih dari 3-5 hari)dapat
menyebabkan rhinitis medikamentosa, di mana hidung kembali
tersumbat akibat vasodilatasi perifer maka batasi penggunaan
6) Contoh Obat : nafazolin,tetrahidrozolin,oksimetazolin dan
xilometazolin

Obat dekongestan topical dan durasi aksinya :


Obat DurasiAksi
AksiPendek Sampai 4 jam
FenilefrinHCl
AksiSedang 4-6 jam
NafazolinHCl
TetrahidrozolinHCl
AksiPanjang Sampai 12 jam
OksimetazolinHCl
XylometazolinHCl
Dekongestan oral
1) Secara umum tidak dianjurkan karena efek klinis masih diragukan
dan punya banyak efek samping
Contoh obat: Efedrin,fenilpropanolamin dan fenilefrin
2) Indeks terapi sempitresiko hipertensi
3) Efedrin= Adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra.
Efektif pada pemberian oral, masa kerja panjang, efek sentralnya
kuat. Bekerja pada reseptor alfa, beta 1 dan beta 2.
Efek kardiovaskular : Tekanan sistolik dan diastolik meningkat, tekanan
nadi membesar. Terjadi peningkatan tekanan darah karena vasokontriksi
dan stimulasi jantung. Terjadi bronkorelaksasi yang relatif lama.

Efek sentral : Insomnia, sering terjadi pada pengobatan kronik yang


dapat diatasi dengan pemberian sedatif.

Dosis. Dewasa : 60 mg/4-6 jam


Anak-anak 6-12 tahun : 30 mg/4-6 jam
Anak-anak 2-5 tahun : 15 mg/4-6 jam

a). Fenilpropanolamin
Dekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral. Selain
menimbulkan konstriksi pembuluh darah mukosa hidung, juga
menimbulkan konstriksi pembuluh darah lain sehingga dapat
meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan stimulasi jantung.

Efek farmakodinamiknya menyerupai efedrin tapi kurang


menimbulkan efek SSP.

Harus digunakan sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan pada


pria dengan hipertrofi prostat. Kombinasi obat ini dengan
penghambat MAO adalah kontra indikasi. Obat ini jika digunakan
dalam dosis besar (>75 mg/hari) pada orang yang obesitas akan
meningkatkan kejadian stroke, sehingga hanya boleh digunakan
dalam dosis maksimal 75 mg/hari sebagai dekongestan.
Dosis. Dewasa : 25 mg/4 jam
Anak-anak 6-12 tahun : 12,5 mg/4 jam
Anak-anak 2-5 tahun : 6,25 mg/4 jam

b). Fenilefrin
Adalah agonis selektif reseptor alfa 1 dan hanya sedikit
mempengaruhi reseptor beta. Hanya sedikit mempengaruhi jantung
secara langsung dan tidak merelaksasi bronkus. Menyebabkan
konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus sehingga
menaikkan tekanan darah.

Intranasal corticosteroids (INCS)


a. INCS menjadi obat pilihan untuk anak-anak yang menderita rhinitis
alergi
b. Dahulu di khawatirkan INCS dapat menyebabkan efek samping
sistemik seperti terganggunya pertumbuhan dan metabolism tulang
c. Tapi studi menunjukkan fluticasone tidak ada efek samping klinis yang
membahayakan.Mometason juga tidak menunjukkan mengganggu
pertumbuhan anak-anak usia 3-9 tahun.
d. Setelah penggunaan 3 bulan flutikason pada anak-anak usia 3-11
tahun,dilakukan rhinoskopi,dan tidak menunjukkan menipisnya jaringan
hidung atau atrofi mukosa hidung
e. Macamnya :
betametason,budesonide,flunisolide,flucticasone,mometasone dan
triamikolon
f. Kerjanya dengan menghambat respon alergi fase awal maupun fase
lambat.
g. Efek utama pada mukosa hidung :
a. mengurangi inflamasi dengan memblok pelepasan mediator,
b. menekan kemotaksis neutrofil
c. mengurangi edema intrasel
d. menyebabkan vasokonstriksi ringan
e. menghambat reaksi fase lambat yang diperantarai oleh selmast
Efek Samping : bersin,perih pada mukosa hidung,sakit kepala dan infeksi
Candida albicans

Sodium kromolin
a. Suatu penstabil sel mast sehingga mencegah degranulasi sel mast dan
pelepasan mediator, termasuk histamin.
b. Tersedia dalam bentuk semprotan hidung untuk mencegah dan
mengobati rhinitis alergi.
c. Efek sampingnya : iritasi lokal (bersin dan rasa perih pada membran
mukosa hidung
d. Dosisnya untuk pasien di atas 6 tahun adalah 1 semprotan pada setiap
lubang hidung 3-4 kali sehari pada interval yang teratur.

Ipratropium bromida
a. Merupakan agen antikolinergik berbentuk semprotan hidung
b. Bermanfaat pada rhinitis alergi yang persisten atau perennial
c. Memiliki sifat anti sekretori jika digunakan secara lokal dan
bermanfaat untuk mengurangi hidung berair yang terjadi pada rhinitis
alergi.
d. tersedia dalam bentuk larutan dengan kadar 0,03%,diberikan dalam 2
semprotan (42 mg) 2- 3 kali sehari.
e. Efek sampingnya ringan, meliputi sakit kepala, epistaxis,dan hidung
terasa kering.

Operatif
Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka
inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kateurisasi
memakai AgNO3 25 % atau troklor asetat (Roland, McCluggage,Sciinneider,
2001).
Polip mukoid jinak pada hidung sering kali dihubungkan dengan alergi hidung .
dapat terjadi pada anak-anak namun lebih sering ditemukan pada orang dewasa .
karena menyumbat jalan napas , polip seringkali dirasakan sangat mengganggu .
setelah lesi penyumbat diidentifikasi sebagai polip jinak , maka lesi tersebut dapat
diangkat .
Pasien harus di peringatkan , bahwa polip dapat kembali kambuh bilamana ada
alergi , sehingga polip perlu berkali-kali diangkat selama hidup . polip umumnya
berasal dari sinus .

Imunoterapi (Desensitisasi)
1. Bersifat kausatif
2. Imunoterapi merupakan proses yang lambat dan bertahap dengan menginjeksikan
alergen yang diketahui memicu reaksi alergi pada pasien dengan dosis yang
semakin meningkat.
3. Tujuannya adalah agar pasien mencapai peningkatan toleransi terhadap alergen,
sampai dia tidak lagi menunjukkan reaksi alergi jika terpapar oleh senyawa
tersebut.

Pencegahan
Pada dasarnya penyakit alergi dapat dicegah dan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:

1. Pencegahan primer
Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah sensitisasi atau proses
pengenalan dini terhadap alergen.Tindakan pertama adalah
mengidentifikasi bayi yang mempunyai risiko atopi. Pada ibu hamil
diberikan diet restriksi (tanpa susu, ikan laut, dan kacang) mulai trimester 3
dan selama menyusui, dan bayi mendapat ASI eksklusif selama 5-6
bulan. Selain itu kontrol lingkungan dilakukan untuk mencegah pajanan
terhadap alergen dan polutan.

2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah manifestasi klinis
alergi pada anak berupa asma dan pilek alergi yang sudah
tersensitisasi dengan gejala alergi tahap awal, berupa a l e rg i
m a k a n a n d a n k u l i t . Ti n d a k a n y a n g d i l a k u k a n d e n g a n
p e n g h i n d a r a n t e r h a d a p pajanan alergen inhalan dan makanan yang
dapat diketahui dengan uji kulit.

Prognosis
Secara umum, pasien dengan rinitis alergi tanpa komplikasi yang respon dengan
pengobatan memiliki prognosis baik. Pada pasien yang diketahui alergi terhadap
serbuk sari, maka kemungkinan rinitis pasien ini dapat terjadi musiman. Prognosis
sulit diprediksi pada anak-anak dengan penyakit sinusitis dan telinga yang
berulang. Prognosis yang terjadi dapat dipengaruhi banyak faktor termasuk status
kekebalan tubuh maupun anomali anatomi. Perjalanan penyakit rinitis alergi dapat
bertambah berat pada usia dewasa muda dan tetap bertahan hingga dekade lima dan
enam. Setelah masa tersebut, gejala klinik akan jarang ditemukan karena
menurunnya sistem kekebalan tubuh.
Penderita rinitis alergi mempunyai resiko berlanjut menjadi asma (3). Rinitis alergi
dan asma merupakan penyakit inflamasi yang sering timbul bersamaan. Dokter
perlu mengevaluasi adanya riwayat asma pada pasien dengan rinitis alergi yang
menetap. Evaluasi dapat dilakukan melalui pemeriksaan sinar X, pemeriksaan
adanya sumbatan saluran nafas sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator.
Bukti epidemiologis adanya hubungan antara rinitis dan asma adalah 1) prevalensi
asma meningkat pada rinitis alergi dan non alergi; 2) rinitis hampir selalu dijumpai
pada asma; 3) rinitis merupakan faktor resiko terjadinya asma; dan, 4) pada
persisten rinitis terjadi peningkatan hipereaktivitas bronkus non spesifik.

Anda mungkin juga menyukai