Anda di halaman 1dari 8

DEKONGESTAN

Dekongestan adalah obat untuk melegakan kongesti melalui mekanisme mengurangi edem,
inflamasi, dan pembentukan mukus. Biasanya, dekongestan digunakan pada kondisi yang
berhubungan dengan kongesti nasal maupun kongesti mata, misal pada rhinitis, sinusitis, alergi, dan
lain-lain. Zat aktif yang biasanya digunakan untuk dekongestan adalah pseudoefedrin atau
fenilefedrin. Dekongestan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Dekongetan sistemik, seperti pseudoefedrin, efedrin, dan fenilpropanolamin. Dekongestan sistemik


ini diberikan peroral, dengan kelebihannya yang tidak mengiritasi hidung, namun efeknya tidak
secepat dekongestan topikal. Sediaan dekongestan sistemik antara lain tablet kempa, tablet lepas
lambat, kapsul, dan sirup.

2. Dekongestan topikal, dapat berupa balsam, inhaler, tetes hidung, dan semprot hidung. Semprot
hidung yang sering digunakan adalah oxymetazolin dan xylometazolin yang merupakan derivat
imidazolin. Dekongestan topikal ini bekerja secara lokal, sehingga efeknya cepat.

Mekanisme utama dari dekongestan adalah stimulasi reseptor alfa-adrenergik yang


memvasokonstriksi pembuluh darah, sehingga mengurangi volume mukosa dan mengurangi
penyumbatan hidung. Dekongestan dapat juga memproduksi efek samping seperti stimulasi CNS,
peningkatan tekanan darah, sehingga tidak cocok untuk pasien dengan tekanan darah tinggi atau
pasien yang sedang mengonsumsi obat obatan tertentu seperti monoamine oksidase inhibitor.
Banyak merk dagang di pasaran yang memadukan dekongestan dengan antihistamin, untuk
mengurangi kongesti pada pasien rhinitis alergi atau rhinitis vasomotor, seperti Rhinofed yang berisi
Terfenadine (anti histamin selektif H1) dan Pseudoefedrin; Rhinos yang berisi Loratadine dan
Pseudoefedrin HCl; Tremenza yang berisi Tripolidine HCl dan Pseudoefedrin HCl; Nalgestan, yang
berisi Chlorpheniramine Maleat (CTM, anti histamin golongan pertama) dan Phenylpropanolamine
HCl, serta masih banyak merk dagang lainnya yang dijual di pasaran. Dibawah ini akan dibahas
beberapa dekongestan yang sering digunakan.

oxymetazoline, pseudoephedrine, ephedrine, ipratropium bromide, dan phenylephrine.

Pseudoefedrin

Indikasi penggunaan pseudoefedrin ini adalah untuk melegakan kongesti hidung sementara
akibat common cold, hay fever, alergi di saluran pernapasan bagian atas, mengurangi 12 tekanan dan
kongesti sinus sementara, membantu drainase sinus, serta melagakan hidung sehingga pasien dengan
kongesti nasal dapat kembali bernapas melalui hidung. Pseudoefedrin biasanya tersedia dalam bentuk
kombinasi dengan obat lain, seperti dengan antihistamin, guaifenesin, dextromethorphan,
paracetamol, dan NSAID.

Farmakologi Menstimulasi reseptor alfa adrenergik dari mukosa respiratori sehingga menyebabkan
vasodilatasi. Selain itu, juga menstimulasi reseptor beta adrenergik sehingga membuat relaksasi
bronkus, dan meningkatkan kontraktilitas jantung serta detak jantung.

Farmakokinetik  Absorbsi pseudoefedrin berlangsung cepat  Metabolisme di hepar  Ekskresi


melalui urin. Alkaline urin dapat menurunkan eliminasi ginjal pseudoefedrin.  Onset pseudoefedrin
kurang lebih 30 menit  Efek puncak dicapai setalah 1-2 jam  Kadar puncak pseudoefedrin dalam
darah dicapai kurang lebih 1-3 jam pada orang dewasa, dan 2 jam pada anak-anak.  Durasi efek : 3-8
jam  T1/2 : bervariasi tergantung pH urin dan urin flow rate. Anak-anak : +-3jam, dewasa 9-16 jam(pH
8), 3-6 jam(pH 5)

Dosis  Dewasa oral immediate release : 60mg setiap 4-6 jam, extended release 120 mg setiap 12 jam
atau 240 mg setiap 24 jam. Dosis maksimum 240 mg per 24 jam.  Geriatri 30-60mg per 6 jam, dengan
perhatian khusus.  Anak  <4 tahun tidak direkomendasikan 4-5 tahun : 15 mg/4-6 jam, maksimum
60mg/24 jam 6-11 tahun : 30 mg/4-6 jam, maksimum 120mg/24 jam 12 tahun ke atas : mengikuti dosis
dewasa
Efek samping Stimulasi CNS,insomnia, cemas, pusing. Selain itu pseudoefedrin kadang menyebabkan
takikardi atau palpitasi.

Perhatian khusus Jangan hancurkan sediaan extended release. Dapat menghasilkan hasil positive palsu
pada tes urin amfetamin 13

Interaksi obat  Administrasi pseudoefedrin tidak dipengaruhi oleh makanan  Alfa1 blocker,
spironolactone  mengurangi efek vasokonstrikdi alfa/beta agonis  Cocaine, MAO inhibitor 
hipertensi  Antasida  meningkatkan absorbsi pseudoefedrin

Kontraindikasi Peudoefedrin sebaiknya tidak diberikan kepada pasien dengan diabetes mellitus,
penyakit kardiovaskular, hipertensi berat maupun hipertensi yang tidak terkontrol, penyakit arteri
koroner, hipertrofi prostat, hipertiroid, insufisiensi ginjal, epilepsi, glukoma sudut tertutup, dan pada
wanita hamil (dapat menyebabkan gastroschisis, atresia usus halus, microsomia hemifacial apabila
digunakan pada trimester pertama)

Fenilefrin

Fenilefrin digunakan untuk mengurangi kongesti nasal, sinus, dan tuba eustachia, namun
fenilefrin juga sering digunakan untuk mengobati shock hipotensi, hipotensi karena anestesi spinal,
tidak bangun setelah anestesi spinal, takikardi supraventrikular paroksismal, dan hemorrhoid. Di
pasaran, fenieferin berbentuk fenilefrin bitartrat, fenilefrin hidroklorid, dan fenilefrin tannante.
Sedangkan sediaan fenilefrin ada yang berupa tablet kempa, tablet kunyah, sirup, suspensi, tablet lepas
lambat, semprot hidung, serbuk, dan injeksi. Fenilefrin HCl injeksi biasanya bukan digunakan untuk
mengurangi kongesti nasal, namun untuk tujuan meningkatkan tekanan darah melalui mekanisme
vasodilatasi pembuluh darah umum.

Farmakodinamik Fenilefrin merupakan selektif reseptor agonis alfa1 adrenergik yang bekerja secara
langsung dan poten, dengan sedikit efek ke reseptor beta di jantung, yang akan menimbulkan efek
vasokonstriksi pembuluh darah.

Farmakokinetik  Bioavailability : 38% melalui traktus gastrointestinal, karena melalui 1 st pass


metabolism di dinding usus halus  Absorbsi : diabsorbsi sempurna setelah administrasi oral 
Metaboisme di hati  T1/2 : 2-3 jam  Volume puncak 1-2 jam  95% diikat oleh protein 14

Dosis Fenilefrin maksimal digunakan untuk 7 hari berturut turut.  Dewasa  oral : 10-20 mg/4jam 
Anak-anak 2-5 tahun : 2,5-5mg/4-6jam. Maksimal 15 mg/hari 6-11 tahun : 5-10 mg/4-6jam. Maksimal
30 mg/hari >12 tahun : 10-20 mg/4-6jam. Maksimal 60mg/hari

Perhatian dan efek samping Perlu diperhatikan bahwa fenilefrin dapat memicu angina pada pasien
atherosklerosis atau pada pasien dengan riwayat angina, memperparah keadaan jantung, dan juga dapat
meningkatkan tekanan arteri pulmo. Fenilefrin dapat juga menyebabkan efek samping takikardi,
palpitasi, aritmia, sakit kepala, hipertensi, kejang, dan edem. Penggunaan fenilpropanolamin pada
wanita hamil dan menyusui tidak disarankan.

Interaksi obat  Alfa adrenergic blocker  mengurangi efek vasokonstriksi fenilefrin  Acetaminophen,
MAO inhibitor, beta adrenergic bloker, alfa adrenergic agonis, steroid, antidepresan trisiklik,
norepinefrin transport inhibitor, alkaloid argot, agen simpatomimetik kerja sentral, atrofin sulfat 
meningkatan efek vasokoknstriksi

Oxymetazolin

Oxymetazolin merupakan selective alpha1 adrenergic receptor agonist dan alpha2 receptor
partial agonist yang merupakarn derivate dari Imidazoline. Oxymetazoline digunakan dalam bentuk
oximetazoline-HCl dan merupakan dekongestan topikal, biasanya berbentuk nasal spray.
Farmakologi Oxymetazoline menstimulasi reseptor alpha-adrenergik di arteriole dari mukosa nasal
sehingga terjadi vasokonstriksi.  Onset Aksi : 10 menit  Durasi Aksi : 12 jam

Dosis 2-3 semprot tiap lubang hidung/dosis. Maksimal 2 dosis, dan jangan melebihi 3 hari. Perlu
pengawasan ketat oleh orang tua pada penggunaan oxymetazolin pada anak.
Interaksi obat Oxymetazolin dapat bereaksi denganbeberapa obat, seperti: 15  Alpha1 blocker 
mengurangi efek vasokonstriksi  Kokain, Furazolidone, MAO inhibitor, antidepresan trisiklik 
meningkatkan efek samping oxymetazolin. Kokain dapat meningkatkan efek hipertensi, sehingga perlu
monitor ketat penggunaan oxymetazoline pada pasien dengan hipertensi, atau pertimbangkan
penggunaan dekongestan jenis lain.  Antidepresan trisiklik  mengurangi efektivitas oxymetazoline 
Bromokriptin, kokain  meningkatkan aksi dan efek samping oxymetazoline

Perhatian khusus dan Efek samping Oxymetazolin memiliki beberapa efek samping, seperti sakit
kepala, demam, hipertensi. Penggunaan pada kehamilan : tidak dikategorikan oleh US FDA, namun ada
bukti kejadian yang tidak diinginkan pada fetus pada penggunaan oxymethazoline dosis tinggi.

Fenilpropanolamin

Fenilpropanolamine juga digunakan untuk mengurangi kongesti nasal karena common cold,
alergi, rhinitis, dan penyakit saluran napas lainnya. Namun sudah jarang digunakan karena pada tahun
2000, FDA memberi instruksi untuk menghentikan produksi karena tingginya risiko stroke hemoragik
pada wanita yang mengonsumsinya. Secara struktur, fenilpropanolamin sama dengan (analog dari)
efedrin, pseudoefedrin, amfetamin, metamfetamin, dan katinon.

Mekanisme aksi Fenilpropanolamin bekerja secara langsung pada reseptor alfa1 adrenergik dan hanya
memiliki sedikit efek ke reseptor beta adrenergik di mukosa saluran pernapasan, menyebabkan
vasokonstriksi, mengurangi hiperemis dan edem jaringan.

Farmakokinetik  Bioavailability 38% karena mengalami 1st pass metabolism oleh monoamine
oksidase di traktus gastroisntestinal dan di hati  Metabolisme utama fenilpropanolamin di hepar  T1/2
: 2.1-3.4 jam

Dosis  Anak  usia 2-6 tahun  6,25mg/4jam. Maksimal 37,5mg/hari 6-12tahun  12,5mg/4jam.
Maksimal 75mg/hari  Dewasa dan anak di atas 12 tahun : 25 mg/4 jam atau 75 mg tablet extended
release/12 jam. Maksimum 150mg/24 jam. 16 Fenilpromanolamin hanya boleh digunakan selama7 hari.
Efek samping Mengantuk, sakit kepala, penurunan nafsu makan, dan pada pasien yang rentan atau
memiliki gangguan kardiovaskular dapat menyebabkan hipertensi, aritmia, hingga stroke.
OBAT BATUK
MEKANISME BATUK

Batuk merupakan suatu mekanisme refleks pertahanan tubuh terhadap iritan mekanik, kimia,
atau inflamasi pada daerah trakeobronkial yang dimediasi oleh neuron sensorik di saluran udara sampai
ke refleks neuron di batang otak. Batuk merupakan suatu fungsi fisiologis untuk membersihkan saluran
pernafasan dari bahan obstruktif atau iritasi atau untuk memperingatkan tentang zat berbahaya di udara
yang terinspirasi. Penting untuk diperhatikan bahwa semua batuk jangan sampai ditekan. Batuk menjadi
berguna jika batuk terjadi secara efektif sehingga dapat mengeluarkan sekresi atau benda asing. Batuk
menjadi suatu masalah jika batuk tersebut tidak produktif dan terjadi secara persistent. Penyebab batuk
persisten tersering ialah asma, rhinosinusitis dan reflux esophageal. Batuk, selain tergolong menjadi
produktif (basah) dan tidak produktif (kering), juga bisa diklasifikasikan berdasarkan waktu menjadi
akut, subakut dan kronis. Batuk akut berlangsung kurang dari tiga minggu dan paling sering terjadi
karena infeksi saluran pernafasan akut. Bisa juga karena eksaserbasi akut penyakit paru kronis,
pneumonia, dan emboli paru. Batuk tergolong menjadi subakut jika terjadi lebih dari tiga minggu (tiga
sampai delapan minggu) atau kronis jika bertahan lebih dari delapan minggu.

REFLEX BATUK

Stimulasi reseptor batuk dibutuhkan untuk mengaktikvasi refleks yang kompleks untuk
menghasilkan batuk. Hal ini disebabkan oleh iritasi reseptor batuk. Yang tidak hanya terdapat pada
epitel saluran pernafasan, tapi juga di pericardium, esophagus, dan diafragma. Reseptor sensitif
terhadap asam, dingin, panas, senyawa seperti capsaicin dan zat iritasi kimia lainnya. Refleks batuk
dimulai dengan mengaktifkan saluran ion transien potensial reseptor vanilloid tipe 1 (TRPV1) dan
transien kelas potensial reseptor tipe ankyrin 1 (TRPA1 ). Reseptor Mekanik batuk dirangsang oleh
pemicu seperti sentuhan. Reseptor ini sangat sensitive terhadap rangsangan mekanis, terutama
rangsangan yang membangkitkan bronkospasme. Reseptor di laring dan pohon trakeobronkial
menanggapi rangsangan mekanik dan kimia. Impuls dari reseptor batuk yang dirangsang dibawa ke
"pusat batuk" di medula melalui saraf vagus, yaitu di bawah kontrol oleh pusat korteks yang lebih tinggi.
Sinyal eferen dibawa dari pusat batuk 18 melalui saraf motorik, frenik, dan saraf medulla spinalis ke
otot ekspirasi yang menghasilkan respon batuk.
ANTITUSSIVE

 Letak kerja perifer Antitusif yang bertindak secara periferal dapat bertindak baik pada aferen
atau sisi eferen dari refleks batuk. Di sisi aferen, antitusif dapat mengurangi masukan stimuli dengan
bertindak sebagai analgesik ringan atau anestesi pada mukosa pernafasan, dengan memodifikasi output
dan viskositas cairan saluran nafas, atau oleh merelaksasi otot polos bronkus ketika stimulus batuk
berupa bronkospasme. Di sisi eferen, antitusif dapat bekerja dengan membuat secret yang lebih mudah
dikelurkan dengan meningkatkan efisiensi mekanisme batuk. Agen yang beraksi di perifer
dikelompokkan sebagai demulcents, anestesi lokal, dan pelembab aerosol. Demulcents berguna untuk
batuk yang berasal dari atas pangkal tenggorokan. Golongan ini membentuk lapisan pelindung di
mukosa faring. Mereka biasanya diberikan sebagai sirup atau pelega tenggorokan dan termasuk akasia,
licorice, gliserin, dan madu. Anestesi lokal (misalnya lidocaine, benzocaine, hexylcaine hidroklorida,
dan tetrakain) digunakan untuk menghambat reflex batuk dalam keadaan khusus (misalnya sebelum
bronkoskopi atau bronkografi).

 Letak kerja sentral 19 Antitusif yang bertindak sentral menghambat atau menekan refleks
batuk dengan menekan pusat batuk medula atau yang terkait pusat yang lebih tinggi. Obat yang paling
sering digunakan dalam kelompok ini adalah dekstrometorfan dan kodein. Dextromethorphan, tidak
memiliki sifat analgesik atau sedatif yang signifikan, dan tidak menekan respirasi dalam dosis biasa.
Codeine, yang memiliki property antitusif, analgesik, dan obat penenang ringan. Efeknya sangat
berguna dalam mengurangi batuk yang menyakitkan (painful coughing). Ketergantungan dapat terjadi,
tapi potensi penyalahgunaan rendah. Antitusif yang bertindak sentral lainnya termasuk chlophedianol,
levopropoxyphene, dan noscapine pada kelompok nonnarcotic dan hydrocodone, hydromorphone,
metadon, dan morfin di kelompok narkotika.

DEXTROMETHORPHAN

Dextromethorphan ialah agen antitusif bekerja pada bagian pusat atau sentral, menekan pusat
batuk dibagian medula melalui stimulasi reseptor sigma, sehingga mengurangi sensitivitas reseptor
batuk dan terjadi gangguan transmisi impuls batuk. Mekansime kerjanya yaitu dengan berikatan dengan
serangkaian reseptor, termasuk N-methyl-D-aspartate (NMDA) glutamat reseptor, reseptor s-1, reseptor
nikotinik, dan reseptor serotonergik. Ikatan yang kompleks ini akan menekan batuk dengan mengubah
ambang batas untuk inisiasi batuk terutama melalui efeknya sebagai NMDA antagonis pada tingkat
antagonis glutamat reseptor pada system saraf pusat. Onset: 15-30 menit.
Durasi: ≤ 6 jam.
Farmakokinetik
Penyerapan Penyerapan terjadi secara baik dari saluran pencernaan. Waktu untuk konsentrasi plasma
puncak: 2-3 jam.

Distribusi Obat ini didistribusikan secara luas dan dapat menembus barier system saraf pusat.
Metabolisme obat ini dimetabolisme di hati melalui proses demetilasi oleh enzim CYP2D6 menjadi
dextrorphan (aktif).

Ekskresi 20 Obat ini dieksresikan melalui urine, sebagai metabolit yang tidak berubah. Waktu paruh
eliminasi: 2-4 jam.

Indikasi Sebagai penekan batuk/ cough suppressant

Kontraindikasi Pasien yang memiliki mengalami gagal nafas. Bersamaan atau dalam 14 hari
pemberian terapi MAOI atau SSRI.

Efek Samping Pusing, gangguan gastrointestinal, mengantuk, bingung, mudah tersinggung, gugup,
sindrom serotonin, depresi berat, reaksi kulit (misalnya ruam).

Dosis  Dewasa Oral: 10 - 20 mg setiap 4 jam atau 20 - 30 mg setiap 6 sampai 8 jam; Pelepasan
diperpanjang: 60 mg dua kali sehari; Dosis maksimum: 120 mg / 24 jam

 Pediatrik

 <4 tahun: tidak dianjurkan

 4 sampai 6 tahun : Oral sirup: 2,5 - 7,5 mg setiap 4 sampai 8 jam; Pelepasan diperpanjang: 15 mg
dua kali sehari Dosis maksimum: 30 mg / 24 jam

 6 sampai 12 tahun: Oral : 5 -10 mg setiap 4 jam atau 15 mg setiap 6 sampai 8 jam; Pelepasan
diperpanjang: 30 mg dua kali sehari Dosis maksimum: 60 mg / 24 jam

 Anak-anak> 12 tahun: Mengacu pada dosis dewasa.

Bentuk sediaan obat

 tablet salut selapu 15 mg

 syrup 10mg/5ml 21

CODEIN
Codeine adalah agonis opiat yang membantu menekan batuk dengan beraksi langsung di medula.
Onset: Oral: 0,5-1 jam. Durasi: 4-6 jam

Farmakokinetik Penyerapan

Penyerapan terjadi secara baik dari saluran pencernaan. Waktu untuk konsentrasi plasma puncak: 1-1,5
jam.
Distribusi Obat ini didistribusikan secara luas dan dapat menembus barier plasenta dan masuk ke air
susu ibu. Pengikatan protein plasma: Sekitar 7-25%.

Metabolisme obat ini dimetabolisme di hati oleh O- dan N-demethylation menjadi morfin (aktif),
norcodeine dan metabolit lainnya termasuk normorfin dan hidrokodon.

Ekskresi Obat ini dieksresikan Via urine, terutama sebagai konjugat dengan asam glukuronat. Waktu
paruh plasma: Sekitar 3-4 jam

Indikasi Sebagai penekan batuk/ cough suppressant, dan pereda nyeri


Kontraindikasi Depresi pernafasan; penyakit saluran napas obstruktif; serangan asma akut; ileus
paralitik, kolitis ulserativa akut; pasien koma; penggunaan alkohol, peningkatan tekanan intrakranial.,
Coadministration dengan MAO inhibitor atau dalam 2 minggu dari penghentiannya serta anak <1 thn.
22
Efek Samping Ketergantungan; mual, muntah, konstipasi, kantuk, kebingungan, sulit buang air kecil,
kejang, mulut kering, pusing, berkeringat, sakit kepala, vertigo, bradikardia, takikardia, palpitasi,
edema, hipotensi postural, hipotermia, vertigo , gelisah, perubahan mood, penurunan libido atau
potensi, halusinasi, miosis, meningkatkan tekanan intrakranial, kekakuan otot, gangguan penglihatan.
Dosis

 Dewasa: 15-30 mg 3-4 kali sehari.

 Pediatrik

 2-5 tahun : 3 mg;

 6-12 tahun : 7,5-15 mg. Dosis yang harus diminum 3-4 kali sehari.

Bentuk sediaan obat

 tab 10 mg

 tab 15 mg

 tab 20 mg

Anda mungkin juga menyukai