Anda di halaman 1dari 32

KOMPETENSI

Mampu melakukan analisa sensitifitas terhadap


suatu cashflow estimate jika salah satu
parameternya bersifat variabel.

SUB KOMPETENSI:
 Mengerti dan memahami asumsi dasar dari suatu
cashflow estimate serta fungsi dari analisa sensitifitas
pada cashflow estimate tersebut
 Mampu melakukan perhitungan sensitifitas terhadap
suatu cahsflow jika salah satu parameternya bersifat
variabel
 Mengetahui penerapan konsep break even point
pada analisa investasi.
Analisis Sensitifitas Dibutuhkan Dalam Rangka

Mengetahui sejauh mana dampak parameter-


paremater investasi yang telah ditetapkan
sebelumnya boleh berobah karena adanya
faktor situasi dan kondisi selama umur
investasi, sehingga perobahan tersebut
hasilnya akan berpengaruh secara signifikan
kepada keputusan yang telah diambil.
Parameter-parameter investasi yang memerlukan
analisa sensitivitas antara lain :

 Investasi
 Benefit / Pendapatan
 Biaya / Pengeluaran
 Suku Bunga (i)
Analisa sensitivitas dapat ditinjau atas dua
perspesktif

 Sensitivitas terhadap dirinya sendiri, yaitu


sensitivitas pada kondisi Break even point
(titik pulang pokok),n yaitu saat NPV = 0,
atau AE = 0, atau  CFt Faktor bunga   0
t 0

 Sensitivitas terhadap alternatif lain, biasanya


ditemukan jika terdapat n alternatif yang
harus dipilih salah satunya untuk
dilaksanakan.
Contoh sensitifitas terhadap diri sendiri :

Suatu investasi dengan perkiraan cash-flow


sebagai berikut :

Casf-flow
Investasi 1000 jt
Annual Benefit 400 jt
Annual Cost 50 jt
Nilai Sisa 700 jt
Umur Investasi 4 th
Suku Bunga (i) 10%
Jika yang akan dianalisis sensitivitas Investasinya
n
Sensitivitas Investasi saat NPV = 0 atau  CF FBP   0
t 0
t

NPV = - I + Ab (P/A,i,n) + S(P/F,i,n) – Ac(P/A,i,n)

0 = - I + 400 (P/A,10,4) + 700 (P/F,10,4) – 50 (P/A,10,4)


0 = - I + 400 (3,170) + 700 (0,6830) – 50 (3,170)
0 = - I +1587,6
I = Rp 1587,6 jt
 Artinya investasi sensitif pada nilai Rp 1587,6
juta, dimana jika biaya investasi meningkat
dari Rp 1000 juta sampai Rp 1587,6 juta
invesatasi masih tetap layak, namun jika
kenaikan telah melampaui angka Rp 1587,6
juta, maka investasi dimaksud tidak layak lagi.
Jika yang akan dianalisis sensitivitas Benefitnya :
n
Sensitivitas Investasi saat NPV = 0 atau  CFt FBP   0
t 0

NPV = - I + Ab (P/A,i,n) + S(P/F,i,n) – Ac(P/A,i,n)


‘0 = - 1000 + Ab (P/A,10,4) + 700 (P/F,10,4) – 50 (P/A,10,4)
‘0 = - 1000 + Ab (3,170) + 700 (0,6830) – 50 (3,170)
‘0 = 3,170 Ab – 680,4
Ab = Rp 214,63 jt
 Artinya Annual Benefit akan sensitif pada
angka Rp 214,63 juta, jika realisasi benefit
lebih kecil dari angka tersebut maka investasi
menjadi tidak feasibel lagi. Jadi penurunan
benefit hanya dibenarkan sampai angka Rp
214,63 juta tersebut.
Jika yang akan dianalisis sensitivitas
Operasional Cost-nya :
n

Sensitivitas Investasi saat NPV = 0 atau  CFt FBP   0


t 0

NPV = - I + Ab (P/A,i,n) + S(P/F,i,n) – Ac(P/A,i,n)


‘0 = - 1000 + 400 (P/A,10,4) + 700 (P/F,10,4) – Ac (P/A,10,4)
‘0 = - 1000 + 400 (3,170) + 700 (0,6830) – Ac (3,170)
‘0 = 3,170 Ac + 746,1
Ac = Rp 235,36 jt
 Artinya Opertional Cost akan sensitif pada
nilai Rp 235,36 juta, apabila peningkatan
biaya operasional melebihi angka diatas,
investasi yang sebelumnya feasilbel akan
berobah menjadi tidak feasibel lagi.
Jika yang akan dianalisis sensitivitas Suku
bunga (i):

Sensitivitas Investasi saat NPV = 0 atau  CFt FBP   0


t 0

NPV = - I + Ab (P/A,i,n) + S(P/F,i,n) – Ac(P/A,i,n)


0 = - 1000 + 400 (P/A,i,4) + 700(P/F,i,4) – 50(P/A,i,4)
Dengan coba-coba memasukan nilai “i” dicari nilai NPV
mendekati nol :
 Jika i=10%
NPV = - 1000 + 400 (P/A,10,4) + 700(P/F,10,4) – 50(P/A,10,4)
NPV = - 1000 + 400 (3,170) + 700(0,6830) – 50(3,170)
NPV = Rp 587,6 jt

 Jika i=15%
NPV = - 1000 + 400 (P/A,15,4) + 700(P/F,15,4) – 50(P/A,15,4)
NPV = - 1000 + 400 (2,855) + 700(0,5718) – 50(2,855)
NPV = Rp 399,51 jt

 Jika i=20%
NPV = - 1000 + 400 (P/A,20,4) + 700(P/F,20,4) – 50(P/A,20,4)
NPV = - 1000 + 400 (2,589) + 700(0,4823) – 50(2,589)
NPV = Rp 243,76 jt

 Jika i=30%
NPV = - 1000 + 400 (P/A,30,4) + 700(P/F,30,4) – 50(P/A,30,4)
NPV = - 1000 + 400 (2,166) + 700(0,3501) – 50(2,166)
NPV = Rp 3,17 jt

 Jika i=40%
NPV = - 1000 + 400 (P/A,40,4) + 700(P/F,40,4) – 50(P/A,40,4)
NPV = - 1000 + 400 (1,849) + 700(0,2603) – 50(1,849)
NPV = - Rp 170,64 jt
i = iNPV 
NPV
iNPV  iNPV 
NPV  NPV

i= 30% 
3,17
40%  30%
3,17  170,64

i = 30% +0,18%
i = 30,18%

 Jadi investasi akan sensitif pada kenaikan suku


bunga melebihi nilai 30,18 %.
Sensitivitas terhadap alternatif lain :

Suatu rencana investasi menyediakan tiga alternatif dengan


perkiraan cash-flow seperti tabel berikut :

Alt A Alt B Alt C


Investasi 1000 jt 800 jt 1200 jt
Annual Benefit 400 jt 400 jt 300 jt
Annual Cost 50 jt 75 jt 50 jt
Nilai Sisa 700 jt 500 jt 400 jt
Umur Investasi 4 th 3 th 6 th
Suku Bunga (i) 10% 10% 10%
Menghitung tingkat sensitifitas alternatif terpilih terhadap
alternatif pilihan kedua.
Pertama-tama perlu ditentukan alternatif mana yang terbaik
pertama dan keduanya, setelah itu baru dihitung tingkat
sensitifitas parameter yang diinginkan.

Penyelesaian :
Karena umur masing-masing alternatif tidak sama, maka
analisa evaluasi sebaiknya dilakukan dengan metoda Annual
Ekivalen (AE), yaitu
n
AE =  CF FBA
t 0
t

AEA= - I (A/P,i,n) + Ab + S (A/F,i,n) – Ac


= - 1000 (A/P,10,4) + 400 + 700 (A/F,10,4) – 50
= - 1000 (0.3155) + 400 + 700 (0.2155) – 50
= Rp 185,35 jt
AEB= - I (A/P,i,n) + Ab + S (A/F,i,n) – Ac
= - 800 (A/P,10,3) + 400 + 500 (A/F,10,3) – 75
= - 800 (0.4071) + 400 + 500 (0.3021) – 75
= Rp 154,32 jt
AEC= - I (A/P,i,n) + Ab + S (A/F,i,n) – Ac
= - 1200 (A/P,10,6) + 300 + 400 (A/F,10,6) – 50
= - 1200 (0.2296) + 300 + 400 (0.1296) – 50
= Rp 26,32 jt

alt A >> alt B >> alt C, artinya A menjadi terbaik pertama dan B terbaik
kedua, sehinga alt A dipilih sebagai keputusan pemilihan.
Untuk itu perlu dianalisis sejauhmana alternatif A sensitif terhadap
alternatif B jika salah satu parameter A berfluktuasi.
Jika yang diperhatikan sensitivitas Investasi A terhadap alternatif B,
yaitu :
Investasi A sensitif terhadap alt B jika NPVB = NPVA
atau AEB = AEA

AEB = - I (A/P,i,n) + Ab + S (A/F,i,n) – Ac


154,32 = - I (A/P,10,4) + 400 + 700 (A/F,10,4) – 50
154,32 = - I (0.3155) + 400 + 700 (0.2155) – 50
154,32 = - 0.3155 I + 500,85
346,53
I =  Rp 1095,35 jt
0,3155

Artinya Investasi A sensitif pada nilai Rp 1095,35 juta terhadap


alternatif B, dan jika nilai investasi A melebihi angka tersebut
maka pilihan beralih kepada alternatif B.
Dengan cara yang sama sensitifitas Benefit, cost maupun suku bunga
alt A terhadap alt B dapat dihitung dengan cara yang sama.
Benefit A sensitif terhadap alt B jika NPVB = NPVA atau AEB = AEA
AEB = - I (A/P,i,n) + Ab + S (A/F,i,n) – Ac
154,32 = - 1000 (A/P,10,4) + Ab + 700 (A/F,10,4) – 50
154,32 = - 1000 (0.3155) + Ab + 700 (0.2155) – 50
154,32 = - 214,65 + Ab
Ab = Rp 368,97 jt

Artinya Annual benefit A sensitif pada nilai Rp 368,97 juta terhadap


alternatif B, dan jika anual benefit A kurang dari angka diatas, maka
pilihan beralih pada alternatif B.
Analisa Break-Even Point Investasi
 Pembangunan fasilitas tidak perlu dilakukan sekaligus dalam kapasitas
maksimum (full capacity), mungkin saja dapat dilakukan seiring dengan
kebutuhan aktual dari produksi.
 Kebutuhan produksi aktual biasanya akan mengikuti perilaku pertumbuhan
pasar (product life cycle).
 Pada awalnya kebutuhan aktual produksi masih relatif kecil yang kemundian
akan meningkat secara bertahap sampai ditemukan kebutuhan maksimal.
 Jika peningkatan kebutuhan aktual yang maksimum akan dicapai dalam waktu
yang relatif singkat, maka pilihan untuk membangun fasilitas produksi full
capacity tentu menjadi pilihan terbaik, namun jika kejadian sebaliknya,
kebutuhan akan full capacity masih cukup lama mempertimbangkan
pembangunan fisik fasilitas secara bertahap tentu dapat dijadikan salah satu
pertimbangan yang rasional
 Untuk mengetahui pada kondisi bagaimana pembangunan fasilitas investasi
perlu dilakukan sekaligus atau perlu dilakukan secara bertahap, dan kalau
bertahap kapan tahap-tahapan tersebut sebaiknya dilakukan, sehingga akan
menghasilkan suatu investasi yang optimal dan produksif.
 Melalui analisa break even investasi ini sebagian dari pertanyaan-pertanyaan
tersebut akan dapat dijawab.
 Analisa break even point menjadi penting untuk dipahami dalam rangka
melakukan analisis yang lebih mendalam terhadap suatu rencana investasi.
Contoh:

Suatu proyek investasi pembangunan fasilitas produksi


menyediakan dua alternatif metoda pembangunan, yaitu
antara membangun fasilitas dengan satu tahap (full
kapasitas) atau membangun dengan cara bertahap. Jika
dibangun untuk full kapasitas, memerlukan biaya
investasi Rp 2 milyar, sedangkan jika dibangun dua
tahap, tahap pertama butuh biaya investasi Rp 1,4
milyar dan tahap kedua Rp 1,7 milyar. Jika semua
fasilitas akan habis dalam waktu 40 tahun dengan nilai
sisa = 0, biaya operasi dan perawatan relatif sama untuk
kedua metoda, analisalah sejauh mana keputusan
tersebut sensitif pada suku bunga berjalan 8%/tahun.
Penyelesaian

 Karena faktor yang lain diasumsikan relatif sama, maka yang


perlu mendapat perhatian cukup biaya investasi saja, yaitu :
 PWCA dari metoda satu tahap adalah Rp 2 milyar
 PWCB dua tahap konstruksi adalah :
PWCB = I1 + I2 (P/F,i,n)
= 1,4 + 1,7(P/F,8,n)
 Jika n = 8  PWCB = 1,4 + 1,7(0,5403) = Rp 2,318 milyar
 Jika n = 10 PWCB = 1,4 + 1,7(0,4632) = Rp 2,187 milyar
 Jika n = 12 PWCB = 1,4 + 1,7(0,3971) = Rp 2,075 milyar
 Jika n = 15 PWCB = 1,4 + 1,7(0.3152) = Rp 1,935 milyar
Penyelesaian

 Karena faktor yang lain diasumsikan relatif sama, maka yang


perlu mendapat perhatian cukup biaya investasi saja, yaitu :
 PWCA dari metoda satu tahap adalah Rp 2 milyar
 PWCB dua tahap konstruksi adalah :
PWCB = I1 + I2 (P/F,i,n)
= 1,4 + 1,7(P/F,8,n)
 Jika n = 8  PWCB = 1,4 + 1,7(0,5403) = Rp 2,318 milyar
 Jika n = 10 PWCB = 1,4 + 1,7(0,4632) = Rp 2,187 milyar
 Jika n = 12 PWCB = 1,4 + 1,7(0,3971) = Rp 2,075 milyar
 Jika n = 15 PWCB = 1,4 + 1,7(0.3152) = Rp 1,935 milyar
Rp Dua tahap

2,5
BEP
Full Capacity

2,0

1,5

1.0

0,5

14 n
0 2 4 6 8 10 12 16 18

Grafik BEP
 Metoda A akan sensitif terhadap metoda B, jika
PWCA=PWCB, dimana PWCB akan sama jika I2 berada
antara n=12 dan 15 tahun yad.
 Jika diinterpolasikan akan diperoleh:
‘n = 12 + 2,075  2 (15  12) = 13,6 tahun  14 tahun.
2,075  1,935
 Kesimpulan : Alternatif sensitif pada umur proyek 15 tahun
 Jika kapasitas maksimum dibutuhkan sebelum 14 tahun yang
akan datang, maka sebaiknya dibangun full capasity dari
sekarang. Sebaliknya jika kapasitas maksimum akan
dibutuhkan setelah 14 tahun yang akan datang, sebaiknya
fasilitas dibangun dua tahap, dimana tahap pertama sekarang
dan tahap ke-dua 14 tahun yang akan datang.
 Jika soal diatas asumsi biaya operasionalnya diganti, dimana
biaya operasional untuk alternatif full capacity tahun pertama
Rp 200 juta dan tiap tahun meningkat gradient Rp 25
juta/tahun, sedangkan biaya operasional untuk pembangunan
bertahap, tahun pertama Rp 120 juta dan meningkat gradient
Rp 20 juta/tahun, akan dihitung sensitifitas alternatif pada suku
bunga 10%/tahun.
 Kesimpulan : Alternatif sensitif pada umur proyek 15 tahun
 Jika kapasitas maksimum dibutuhkan sebelum 14 tahun yang
akan datang, maka sebaiknya dibangun full capasity dari
sekarang. Sebaliknya jika kapasitas maksimum akan
dibutuhkan setelah 14 tahun yang akan datang, sebaiknya
fasilitas dibangun dua tahap, dimana tahap pertama sekarang
dan tahap ke-dua 14 tahun yang akan datang.
 Jika soal diatas asumsi biaya operasionalnya diganti, dimana
biaya operasional untuk alternatif full capacity tahun pertama
Rp 200 juta dan tiap tahun meningkat gradient Rp 25
juta/tahun, sedangkan biaya operasional untuk pembangunan
bertahap, tahun pertama Rp 120 juta dan meningkat gradient
Rp 20 juta/tahun, akan dihitung sensitifitas alternatif pada suku
bunga 10%/tahun.
Penyelesaian:
Alternatif A:
Present Worth of Cost dicari untuk umur yang berbeda, yaitu :
PWCA = IA + Ac (P/A,i,n) + G (P/G,i,n)
PWCA = 2000 + 200 (P/A,i,n) + 25 (P/G,i,n)

Jika n = 5  PWCA = 2000 + 200(3,791) + 25 (6,862)


= Rp 2929,75 juta
Jika n = 6  PWCA = 2000 + 200(4,355) + 25 (9,684)
= Rp 3113,1 juta
Jika n = 7  PWCA = 2000 + 200(4,868) + 25 (12,763)
= Rp 3292,67 juta
Jika n = 8  PWCA = 2000 + 200(5,335) + 25 (16,029)
= Rp 3467 juta
Jika n = 9  PWCA = 2000 + 200(5,759) + 25 (19,421)
= Rp 3637,32 juta
Jika n = 10  PWCA = 2000 + 200(6,144) + 25 (22,891)
= Rp 3801 juta
Alternatif B:
Present Worth of Cost dicari untuk umur yang berbeda, yaitu :
PWCB = IB1 + Ac (P/A,i,n) + G (P/G,i,n) + IB2 (P/F,i,n)
PWCB = 1400 + 120 (P/A,i,n) + 20 (P/G,i,n) + 1700 (P/F,i,n)

Jika n = 5  PWCB = 1400 + 120(3,791) + 20 (6,862) + 1700 (0,6209)


= Rp 3047,69 juta
Jika n = 6  PWCB = 1400 + 120(4,355) + 20 (9,684) + 1700 (0,5645)
= Rp 3075,93 juta
Jika n = 7  PWCB = 1400 + 120(4,868) + 20 (12,763) + 1700 (0,5132)
= Rp 3111,86 juta
Jika n = 8  PWCB = 1400 + 120(5,335) + 20 (16,029) + 1700 (0,4665)
= Rp 3153,83 juta
Jika n = 9  PWCB = 1400 + 120(5,759) + 20 (19,421) + 1700 (0,4241)
= Rp 3200,47 juta
Jika n = 10 PWCB = 1400 + 120(6,144) + 20 (22,891) + 1700 (0,3855)
= Rp 3250,45 juta
Dengan memasukan nilai PWC dari masing-masing alternatif pada
grafik di bawah ini, diperoleh titik potong (BEP) antara kedua
alternatif pada tahun ke 5,7 atau dibulatkan saja pada tahun ke-6.
Rp
Full Capacity

34

33
Dua tahap

32

31

30
BEP

....

0 .... 5 6 7 8 9 10 11 12 n

Grafik BEP Dengan Memasukan Variabel Biaya Operasional


Kesimpulan :
 Jika kebutuhan full capacity sebelum tahun ke-6
sebaiknya dilakukan pembangunan dengan
kapasitas maksimum sekarang, sebaliknya jika
kebutuhan full capacity setelah tahun ke-6, maka
sebaiknya fasilitas dibangun bertahap, yaitu tahap
pertama sekarang dan tahap kedua setelah tahun
ke-6.

Anda mungkin juga menyukai