0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
19 tayangan16 halaman
Laringitis tuberkulosis merupakan penyebab jarang namun penting dari odinofagia. Diagnosis dikonfirmasi melalui pemeriksaan langsung laring dengan bronkoskopi serat optik dan biopsi nodul pada epiglottis yang menunjukkan granuloma dengan sel Langerhans raksasa dan nekrosis. Pasien diobati dengan empat obat antituberkulosis dan mengalami penurunan gejala.
Laringitis tuberkulosis merupakan penyebab jarang namun penting dari odinofagia. Diagnosis dikonfirmasi melalui pemeriksaan langsung laring dengan bronkoskopi serat optik dan biopsi nodul pada epiglottis yang menunjukkan granuloma dengan sel Langerhans raksasa dan nekrosis. Pasien diobati dengan empat obat antituberkulosis dan mengalami penurunan gejala.
Laringitis tuberkulosis merupakan penyebab jarang namun penting dari odinofagia. Diagnosis dikonfirmasi melalui pemeriksaan langsung laring dengan bronkoskopi serat optik dan biopsi nodul pada epiglottis yang menunjukkan granuloma dengan sel Langerhans raksasa dan nekrosis. Pasien diobati dengan empat obat antituberkulosis dan mengalami penurunan gejala.
DEPARTEMEN/SMF ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN 2018 Abstrak Tuberkulosis dapat muncul sebagai tuberkulosis paru atau sebagai tuberkulosis extraparu. Bentuk paling umum dari tuberkulosis extraparu antara lain tuberkulosis pleura dan tuberkulosis kelenjar getah bening. Disini kami akan mendeskripsikan sebuah kasus menarik dari laringitis tuberkulosis yang datang kepada kami dengan odinfagia. Diagnosis dicurigai berdasarkan foto thorax dan CT scan thorax, tetapi hal tersebut hanya bisa dikonfirmasi setelah pemeriksaan langsung dari laring dengan fibreoptik bronkoskopi dan dengan melakukan biopsi dari epiglottis melalui pemeriksaan langsung. LARINGITIS Laringitis merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai pada daerah laring. Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi, baik secara akut maupun kronik. Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang dari 3 minggu. Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis kronis. Salah satu bentuk laringitis kronis spesifik adalah laringitis tuberkulosis. Penderita dengan laringitis tuberkulosis biasanya datang dengan gejala, seperti disfonia, odynophagia, dyspnea, odynophonia, dan batuk. Obstruksi pernafasan bisa terjadi pada stadium lanjut penyakit. Pemahaman bahwa karsinoma laring juga sering menunjukkan gejala serupa merupakan keharusan untuk mengevaluasi laringitis. Gejala pada saluran pernapasan seperti batuk kronis, hemoptisis dan gejala sistemik seperti demam, keringat malam, dan penurunan berat badan merupakan gejala-gejala umum yang sering dijumpai pada pasien dengan tuberkulosis Laporan kasus A, laki-laki berusia 63 tahun datang kepada kami dengan keluhan utama demam dan batuk dengan sedikit dahak selama 2 bulan dan nyeri saat menelan (odinofagia) disertai dengan kehilangan nafsu makan selama 1 bulan. Tidak dijumpai adanya riwayat pengobatan tuberkulosis atau diabetes mellitus pada pasien. Pasien tidak mempunyai penyakit komorbid lainnya. Pemeriksaan menyeluruh dari pasien menunjukkan adanya wajah pucat. Pemeriksaan sistem pernafasan menunjukkan adanya suara pernafasan vesikuler bilateral dengan krepitasi ringan pada supraskapular dan infraskapular area. Pemeriksaan sistemik lainnya normal pada pasien. Pemeriksaan lanjutan Pemeriksaan darah menunjukkan Hb : 8,6 mg/dl, dengan leukosit 10,600/mm3, Platelet 1,8 lakh/mm3. Pemeriksaan fungsi liver dan fungsi ginjal didapati normal pada pasien. Gula darah didapati juga normal pada pasien. Pemeriksaan viral marker pada pasien untuk HIV,HCV dan HBSag didapati semuanya negative. Mantoux test pada pasien positif dengan indurasi 18 mm setelah 72 jam. Pemeriksaan foto thorax menunjukkan adanya gambaran bercak opak secara bilateral pada lapangan atas dan tengah kedua paru. Hasil Ct scan dada sendiri menunjukkan adanya bercak konsolidasi bilateral pada paru kanan di lapangan atas, tengah dan bawah dan bercak konsolidasi pada paru kiri lapangan atas dan bawah dengan bilateral nodul centrilobular. (Gambar 1 dan 2). Pemeriksaan sputum untuk bateri tahan asam didapati negatif pada pasien. Kemudian, fibreoptik bronkoskopi sudah dilakukan pada pasien ang menunjukkan adanya pembengkakan dari epiglottis (Gambar 3) dengan irregular nodul yang multiple pada bagian laring bagian epiglottis (Gambar 4). Biopsi sudah dilakukan dari beberapa nodul dan bronkoalveolar lavage (BAL) sudah dilakukan dari kanan dan kiri lobus atas. BAL positif untuk bakteri tahan asam (BTA) pewarnaan dan biopsi dari nodul pada epiglottis menggambarkan multiple granuloma dengan sel Langerhans raksasa dan nekrosis ( Gambar 5). Pengobatan dan perkembangan selanjutnya
Kemudian, pasien diinisiasi dengan 4 jenis obat dalam
pengobatan tuberkulosis Yang mengkombinasikan Rifampicin (600 mg), Isoniazid (300 mg), Ethambutol (100 mg) dan Pyrazinamide (1500 mg) berdasarkan berat badan dengan penurunan secara bertahap dari demam dan penyembuhan pada odinofagia dalam 3 minggu setelahnya. Differential diagnosis : Laringeal carcinoma Kronik laringitis Laringitis tuberkulosis Laringitis papilomatosis Beningn laryngeal tumor Penyakit Kimura pada epiglottis Penyakit autoimun pada laring Sarkoidosis pada laring Mykosis pada laring Diskusi Laringitis tuberkulosis adalah bentuk paling jarang dari tuberkulosis extra pulmonal tetapi merupakan penyakit granulomatosa paling banyak dan umum yang mengenai laring. Gejala paling umum dari laringitis tuberkulosis adalah suara yang serak ataupun adanya perubahan pada suara. Akan tetapi, pada kasus pasien kami dia datang dengan odinofagia dengan atau tanpa adanya perubahan pada suara. Laringitis tuberkulosis bisa menjadi penyakit primer ataupun sekunder. Pada primer laringitis tuberkulosis belum ada bukti adanya tuberkulosis pada paru sedangkan paka laringitis tuberkulosis sekunder terdapat kemungkinan besar adanya tuberkulosis paru. Pasien pada kasus kami mempunyai laringitis tuberkulosis sekunder dengan menampilkan gambaran bercak konsolidasi pada bilateral paru dan bronkoalveolar lavage cairan menunjukkan positif terhadap bateri tahan asam. Pita suara seringnya terlibat pada laringitis tuberkulosis pada lebih dari 50 % kasus sementara epiglottis terlibat hanya sebesar 20 % dari kasus. Epiglotis hanya merupakan salah satu bagian dari laring yang terlibat pada kasus kami dengan pita suara asli (plika vokalis) dan pita suara palsu (plika ventrikularis), aritenoid, dan inter region aritenoid normal pada fibreoptik bronkoskopi. Ketika tidak ada keterlibatan pada pita suara pada kasus kami, Hal itu menyebabkan munculnya suara yang normal pada pasien. Visualisasi langsung pada lesi di laringitis tuberkulosis dapat seperti ulseratif bewarna keputihan, inflamasi non spesifik, polipoidal atau ulserofungative.8 Pada kasus kami permukaan laring pada epiglottis menunjukkan multiple lesi polipoidal dengan bagian atas dari epiglottis membengkak secara difus dan eritematosa. Karena laringitis tuberkulosis sering sekali menyerupai karsinoma laring.9 Sehingga biopsi dibutuhkan dari lesi untuk mengkonfirmasi lesi. Biopsi dari polipoidal lesi pada epiglottis menunjukkan granuloma dengan munculnya sel Langerhans raksasa dan nekrosis. Bronchoalveolar lavage cairan positif untuk bakteri tahan asam dan pewarnaan lebih lanjut mengkonfirmasi diagnosis. Diagnosis dari laringitis tuberkulosis juga sudah dilaporkan dengan menggunakan kultur tinja.10 Kesimpulan Gejala paling umum dari laringitis tuberkulosis adalah dysphonia atau suara serak, akan tetapi dapat juga timbul sebagai odynophagia. Laringitis tuberkulosis dapat muncul dengan atau tanpa keterlibatan organ paru. Fibreoptik bronkoskopi dengan biopsi dari daerah yang terlibat dapat dibutuhkan untuk mengonfirmasi dari diagnosis Laringitis tuberkulosis. REFERENSI
1. Ramirez-Lapausa M, Menendez-Saldana A, Noguerado-Asensio A. Extrapulmonary tuberkulosis: An overview. Rev
Esp Sanid Penit. 2015;17:3-11. 2. Prakasha SR, Suresh G, Peter D’sa I, Shetty SS, Kumar SG. Mapping the Pattern and Trends of Extrapulmonary Tuberkulosis. J Glob Infect Dis. 2013;5(2):54-9. 3. AroraVK, Chopra KK. Extra Pulmonary Tuberkulosis. Indian J Tuberc. 2007;54:165-7. 4. Benwill JL, Sarria JC. Laryngeal tuberkulosis in the United States of America: a forgotten disease. Scand J Infect Dis. 2014;46(4):241-249. 5. Gandhi S, Kulkarni S, Mishra P, Thekedar P. Tuberkulosis of Larynx Revisited: A Report on clinical characteristics in 10 cases. Indian J Otolaryngol Head Neck Surg. 2012;64(3):244-247. 6. Ling L, Zhou SH, Wang SQ. Changing trends in the clinical features of laryngeal tuberkulosis: a report of 19 cases. Int J Infect Dis. 2010;14(3):e230-5. 7. Umadevi KR, Alavandar E. Tuberkulosis of larynx. Trop J Med Res. 2015;18:38-41. 8. Shin JE, Nam SY,Yoo SJ, Kim SY. Changing trends in clinical manifestations of laryngeal tuberkulosis. Laryngoscope. 2000;110:1950-3. 9. SmuldersYE, De Bondt BJ, Lacko M, Hodge JA, Kross KW. Laryngeal tuberkulosis presenting as a supraglottic carcinoma: a case report and review of literature. J Med Case Rep. 2009;3:9288. 10.Yin N, Delord M, Giovanni A, del Grande J, Drancourt M, Brouqui P, Lagier JC. Laryngeal tuberkulosis diagnosed by stool sample cultures: a case report. J Med Case Rep. 2015;9:74.