Anda di halaman 1dari 32

KONSEP DASAR PERPAJAKAN

Sumber: WerbeFabrik, pixabay.com


PETA KONSEP
Definisi Pajak

Pungutan Selain Pajak

Fungsi Pajak

Kedudukan Hukum Pajak


KONSEP DASAR Jenis Pajak
PERPAJAKAN
Tata Cara Pemungutan Pajak

Asas Pemungutan Pajak

Asas Pemungutan Pajak

Tarif Pajak
A. DEFINISI PAJAK

Leroy Beaulieu
Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun
tidak, yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari
penduduk, untuk menutup belanja pemerintah.

Sumber:
Unknown, commons.wikim
edia.org
Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra-
prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum (dalam Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak
Pendapatan).
Prof. Dr. P.J.A. Adriani
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
mereka yang wajib membayarnya menurut peraturan, tanpa mendapat
prestasi-kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran umum terkait dengan tugas negara dalam
menyelenggarakan pemerintahan.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata


Cara Perpajakan Pasal 1
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
B. PUNGUTAN SELAIN PAJAK
1. Bea meterai, yaitu
pungutan yang dikenakan 2. Bea masuk dan bea keluar. Bea dan
atas dokumen dengan cukai merupakan pungutan negara
menggunakan benda yang dilakukan oleh Direktorat
materai. Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan
undang-undang yang berlaku. Bea
masuk adalah pungutan yang
dimasukkan ke dalam daerah
pabean berdasarkan harga/nilai
barang atau tarif tertentu. Bea
keluar adalah pungutan yang
Sumber: Dokumen Penerbit
dilakukan atas barang yang
dikeluarkan dari daerah pabean
berdasarkan tarif yang sudah
ditentukan.
3. Cukai, yaitu pungutan yang dikenakan atas barang tertentu yang sudah
ditetapkan untuk masing-masing jenis barang tertentu yang mempunyai
sifat atau karakteristik yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

4. Retribusi, yaitu pungutan yang dikenakan sehubungan dengan suatu jasa


atau fasilitas yang diberikan pemerintah secara langsung dan nyata kepada
pembayar. Retribusi pada umumnya mempunyai hubungan langsung
dengan kembalinya prestasi karena pembayaran tersebut ditujukan
semata-mata untuk mendapatkan prestasi dari pemerintah.
C. FUNGSI PAJAK
Fungsi anggaran (budgetair)
• Pajak berfungsi sebagai sumber keuangan negara yang
diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran pemerintah, baik
pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan sarana
umum.
Fungsi mengatur (regularend)
• Pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur kebijakan tertentu
di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan
keamanan.
Fungsi pemerataan pendapatan (redistribution)
• Pajak yang dipungut oleh negara selanjutnya akan dikembalikan
kepada masyarakat dalam bentuk penyediaan fasilitas publik di
seluruh wilayah negara.
Legalitas pemerintahan (representation)
• Slogan revolusioner di Inggris yang menyerukan “No taxation
without representation”, dan di Amerika Serikat yang berbunyi
“Taxation without representation is robbery” mengimplikasikan
bahwa pemerintah membebani pajak atas warga negara dan
sebaliknya warga negara berhak meminta akuntabilitas dari
pemerintah sebagai bagian dari kesepakatan.

Fungsi stabilitas
• Pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang
berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat
dikendalikan, antara lain dengan cara mengatur peredaran uang
di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif
dan efisien.
D. KEDUDUKAN HUKUM PAJAK

Hukum pajak adalah kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara


pemerintah dengan Wajib Pajak. Hukum pajak merupakan bagian dari hukum
publik yang mengatur hubungan antara penguasa sebagai Pemungut Pajak
dan rakyat sebagai Wajib Pajak.

1. Hukum Pajak Formal


Hukum pajak formal mengatur cara untuk mewujudkan hukum
material menjadi suatu kenyataan, memuat norma tentang tata cara
penetapan pajak, kewajiban menyelenggarakan pembukuan, hak dan
kewajiban Wajib Pajak, hak dan kewajiban fiskus, tata cara
pemungutan pajak. Surat Ketetapan Pajak merupakan syarat mutlak
timbulnya utang pajak.
2. Hukum Pajak Material
Hukum pajak material mengatur norma yang menerangkan keadaan,
perbuatan, peristiwa yang dikenakan pajak, siapa yang dikenakan pajak,
besarnya pajak, dan sanksi pajak, memuat norma tentang objek pajak,
subjek pajak, tarif pajak, dan sanksi.

Sumber: Neditations, pixabay.com


Hukum Pajak

MATERIAL FORMAL
Mengatur Materinya: Mengatur Acaranya:
• Subjek • Cara Mendata
• Objek • Cara Menetapkan
• Tarif • Cara Membayar
Contoh • Cara Melapor, dll
• UU No. 36 Th 2008 (PPh) Contoh
• UU No. 42 Th 2009 (PPN) • UU No. 16 Th 2009 (KUP)
• UU No. 12 Th 1994 (PBB) • UU No. 19 Th 1997 (Penagihan
• UU No. 13 Th 1985 (Bea Pajak)
Materai)

Mengatur Kewajiban dan Hak Wajib Pajak


3. Berakhirnya Utang Pajak
a. Pelunasan/pembayaran: melalui kas negara, bank persepsi, kantor
pos.
b. Kompensasi jika Wajib Pajak untuk satu jenis pajak mempunyai
kelebihan pembayaran pajak, sedangkan jenis pajak lain mengalami
kekurangan.
c. Penghapusan utang Wajib Pajak, utang pajak berakhir dengan cara
dihapuskan jika Wajib Pajak menghadapi kebangkrutan,
kadaluwarsa, atau lewat waktu.
d. Pembebasan utang, berakhirnya utang pajak tanpa persetujuan
Wajib Pajak (biasanya diberikan terhadap sanksi administrasi).
e. Penundaan penagihan. Penagihan ditunda dalam jangka waktu
tertentu, jika Wajib Pajak ternyata mampu, akan ditagih, jika
kemudian tidak mampu, akan dihapus.
4. Perlawanan terhadap Pajak
Perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-hambatan yang terjadi
dalam upaya pemungutan pajak.
5. Perlawanan pasif
Perlawanan pajak yang berkaitan erat dengan keadaan sosial
ekonomi masyarakat karena kebiasaan-kebiasaan yang berlaku
dalam masyarakat tersebut. Contoh: masyarakat menyimpan uang di
rumah atau dibelikan emas karena belum terbiasa dengan
perbankan.
2. Perlawanan aktif
Serangkaian usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk tidak
membayar pajak atau mengurangi jumlah pajak yang seharusnya
dibayar, yaitu dengan tax avoidance dan tax evasion.
E. JENIS PAJAK
1. Berdasarkan Lembaga Pemungutan
a. Pajak pusat
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Jenis pajak yang
dipungut, antara lain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dan PPn-BM, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
b. Pajak daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
pembiayaan rumah tangga daerah.

Sumber: jarmoluk, pixabay.com


2. Berdasarkan Cara Pemungutan
a. Pajak langsung
Pajak yang dipikul sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dan
tidak dilimpahkan kepada orang lain (secara ekonomis) dan
dipungut secara berulang pada waktu tertentu, misalnya setiap
bulan atau tahun (berkala). Contoh: PPh dan PBB.
b. Pajak tidak langsung
Pajak yang pemungutanya tidak didaftar berdasarkan nomor kohir,
tetapi jika ada peristiwa, perbuatan tertentu, pembayar pajak
dapat melimpahkan beban pajaknya kepada orang lain. Contoh:
PPN, PPnBM, Bea Cukai dan Bea Meterai.
3. Berdasarkan Sifat Pemungutan
a. Pajak subjektif
Pajak yang pengenaannya memperhatikan kondisi/keadaan Wajib
Pajak. Penentuan pajak harus disertai alasan objektif yang
berhubungan erat dengan keadaan materialnya, yaitu gaya pikul.
Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak objektif
Pajak yang pengenaannya pertama-tama memperhatikan objeknya
(benda, keadaan, perbuatan, peristiwa) yang menyebabkan
timbulnya kewajiban membayar pajak, kemudian ditetapkan
subjeknya. Contoh: PPN, PPnBM.
F. TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK

1. Cara Pemungutan Pajak


a. Stelsel nyata (riil stelsel), yaitu pengenaan pajak yang didasarkan
pada objek yang sesungguhnya, yang benar-benar ada, dan dapat
ditunjuk.
b. Stelsel anggaran (fictive stelsel), yaitu pengenaan pajak yang
dipungut oleh negara yang selanjutnya akan dikembalikan kepada
masyarakat dalam bentuk penyediaan fasilitas publik di seluruh
wilayah negara.
c. Stelsel campuran, merupakan gabungan dari stelsel riil dan stelsel
fiktif, yaitu pada awal tahun pajak digunakan stelsel fiktif, setelah
akhir tahun digunakan stelsel riil.
2. Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assesment System, besarnya pajak ditentukan oleh fiskus
dengan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak.
b. Self Assesment System, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk
melaksanakan gotong royong nasional melalui sistem menghitung,
memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terutang (self
assesment).
c. Withholding Tax System Pemungutan dan pemotongan pajak
dilakukan melalui pihak ketiga. Sistem ini tecermin pada
pelaksanaan pengenaan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan
Nilai.
3. Syarat Pemungutan Pajak
G. ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
Menurut Adam Smith, dalam bukunya The Wealth of Nations, asas
pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
a. Asas kesesuaian (equality), artinya pemungutan pajak yang dilakukan
oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan Wajib
Pajak.
b. Asas kepastian hukum (certainty), artinya semua pemungutan pajak
harus berdasarkan undang-undang sehingga yang melanggar dikenai
sanksi hukum.
c. Asas pemungutan pajak tepat waktu (convenience of payment), artinya
pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi Wajib Pajak.
d. Asas efisiensi, artinya biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat
mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari
hasil pemungutan pajak.
Menurut W. J. Langen
a. Asas daya pikul, artinya besar kecilnya pajak yang dipungut harus
berdasarkan penghasilan Wajib Pajak: semakin tinggi penghasilan,
semakin tinggi pajak yang dibebankan.
b. Asas manfaat, artinya pajak yang dipungut harus digunakan untuk
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi kepentingan umum.
c. Asas kesejahteraan, artinya pajak yang dipungut digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
d. Asas kesamaan, artinya dalam kondisi yang sama, Wajib Pajak yang satu
dengan yang lain harus dikenakan pajak dengan jumlah yang sama.
e. Asas beban sekecil-kecilnya, artinya pemungutan pajak diusahakan
serendah-rendahnya jika dibandingkan dengan nilai Objek Pajak
sehingga tidak memberatkan para Wajib Pajak.
Menurut Adolf Wagner
a. Asas politik finansial, artinya pajak yang dipungut negara jumlahnya
memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan
negara.
b. Asas ekonomi, artinya penentuan Objek Pajak harus tepat. Contoh: PPN,
PPn-BM.
c. Asas keadilan, artinya pungutan pajak berlaku secara umum tanpa
diskriminasi.
d. Asas administrasi, yaitu menyangkut masalah kepastian perpajakan,
kapan, di mana harus membayar pajak, keluwesan cara membayar, dan
besarnya pajak.
e. Asas yuridis, segala pungutan pajak harus berdasarkan undang-undang.
Asas pemungutan Pajak di Indonesia
a. Asas domisili/asas kependudukan (domicile/residence principle),
pengenaan Pajak Penghasilan orang pribadi atau badan adalah
penduduk (resident) yang berdomisili di negara itu.
b. Asas sumber, pengenaan pajak penghasilan yang diperoleh orang pribadi
atau badan adalah Objek Pajak yang timbul dari negara itu. Contoh:
tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia akan dikenakan pajak oleh
pemerintah Indonesia.
c. Asas kebangsaan (nationality/citizenship principle), pembebanan pajak
berdasarkan status kewarganegaraannya, yang dilakukan dengan cara
menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas
worldwide income.
H. TEORI PEMUNGUTAN PAJAK
1. Teori Asuransi
Tugas negara adalah melindungi jiwa, raga, dan harta benda perseorangan.
Dalam kerangka itu, untuk mendapat perlindungan, warga negara
membayar pajak sebagai premi.
2. Teori Kepentingan
Pembayaran pajak mempunyai hubungan dengan kepentingan individu
yang diperoleh dari pekerjaan negara.
3. Teori Daya Pikul
Pemungutan pajak harus sesuai dengan kekuatan membayar dari Wajib
Pajak. Tekanan pajak harus sesuai dengan daya pikul Wajib Pajak dengan
memperhatikan besarnya penghasilan dan pengeluaran belanja Wajib
Pajak tersebut.
4. Teori Kewajiban Mutlak atau Teori Bakti
Negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak dari rakyat sebagai
tanda buktinya. Dasar hukum pajak terletak pada hubungan antara rakyat
dan negara, dengan ketentuan bahwa negara berhak memungut pajak dan
rakyat berkewajiban membayar pajak.
5. Teori Daya Beli
Teori ini tidak mempersoalkan asal mula suatu negara memungut pajak,
tetapi lebih melihat “efeknya”, dan memandang efek yang baik itu sebagai
dasar keadilannya. Teori ini menyatakan keadilan pemungutan pajak oleh
negara sehingga para ahli atau pemikir menamakannya sebagai asas
menurut falsafah hukum, yang tercantum dalam “the four maxims”.
I. TARIF PAJAK

1. Tarif Tetap, tarif berupa jumlah atau angka yang tetap.


Contoh:

No. Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak


1 Rp 1.000.000,00 Rp 6.000,00
2 Rp 5.000.000,00 Rp 6.000,00
3 Rp 25.000.000,00 Rp 6.000,00
4 Rp 50.000.000,00 Rp 6.000,00
2. Tarif Degresif, penetapan tarif yang persentasenya semakin
menurun jika dasar pengenaan pajaknya semakin besar.
Contoh:

No. Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak


1 Rp 50.000.000,00 30%
2 Rp 500.000.000,00 20%
3 Rp 5.000.000.000,00 10%
3. Tarif Proporsional, pengenaan tarif pajak dengan persentase
tertentu yang sifatnya tetap (tidak berubah): semakin besar
dasar pengenaan pajaknya, semakin besar pula jumlah utang
pajak yang harus dibayar, namun persentasenya tetap sama.
Contoh:
No. Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Utang Pajak
1 Rp 1.000.000,00 10% Rp 100.000,00
2 Rp 10.000.000,00 10% Rp 1.000.000,00
3 Rp 100.000.000,00 10% Rp 10.000.000,00
4 Rp 1.000.000.000,00 10% Rp 100.000.000,00
4. Tarif progresif, penetapan tarif pajak dengan persentase tertentu yang
semakin besar jika dasar pengenaan pajaknya semakin besar.
a. Progresif progresif, tarif pajak berupa persentase tertentu yang
semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak,
dengan kenaikan tetap.

No. Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Kenaikan % Tarif


1 Rp 50.000.000,00 10% --
2 Rp 100.000.000,00 15% 5%
3 Rp 200.000.000,00 20% 10%
b. Progresif proporsional

Tarif Kenaikan
No. Dasar Pengenaan Pajak Pajak % Tarif
1 Sampai dengan Rp10.000.000 15% --
2 Di atas Rp10.000.000 s/d Rp25.000.000 25% 10%
3 Di atas Rp25.000.000 30% 10%
c. Progresif degresif

Tarif Kenaikan
No. Dasar Pengenaan Pajak Pajak % Tarif
1 Sampai dengan Rp10.000.000 15% --
2 Di atas Rp10.000.000 s/d Rp25.000.000 25% 10%
3 Di atas Rp25.000.000 30% 5%

Anda mungkin juga menyukai