Secara etimologi, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata, yakni kearifan (wisdom) dan lokal (local).
Sebutan lainnya kebijakan setempat (local
wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge) dan kecerdasan setempat (local genious). dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal segala sesuatu yang merupakan potensi dari suatu daerah serta hasil pemikiran manusia maupun hasil karya manusia yang mengandung nilai yang arif dan bijaksana serta diwariskan secara turun temurun sehingga menjadi ciri khas daerah tersebut pembelajaran didukung oleh beberapa penelitian, salah satunya yaitu :
penelitian mengungkapkan bahwa
kearifan lokal menjadi sangat penting mengingat bahwa proses pembelajaran yang terjadi di kelas, khususnya pada siswa sekolah dasar Nilai-nilai kearifan lokal akan membantu siswa dalam memahami setiap konsep dalam materi, Refleksi dan realisasi dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu pasal 17 ayat 1, Selain itu Efendi (2011) memaparkan pentingnya implemen tasi nilai-nilai budaya lokal dalam pembelajaran dapat dikaji dari filsafat pendidikan yang mendasari-nya yaitu Perenialisme, Menurut Wagiran (2011) alasan terbesar yang dikemukakan adalah agar siswa mengetahui, mengenal dan mampu melestarikan budaya bangsa. melestarikan dan membentuk kepribadian jawa, untuk menggali potensi daerahnya sehingga anak mampu berkreasi, mengembang-kan budaya lokal, melestarikan budaya bangsa, mengenal dan membudidayakan potensi lokal, membekali generasi muda dengan kepribadian yang kuat, Pendidikan bebasis kearifan lokal adalah pendidikan yang lebih didasarkan kepada pengayaan nilai-nilai kultural. Permainan tradisional jawa sebagai suatu permainan dapat digunakan sebagai strategi pembelajaran alternatif. Hal ini didasari oleh pandangan Smaldino, dkk (2011,p. 39) yang menyatakan bahwa permainan, simulasi, dan pengajaran yang terpisah tetapi, mereka bisa dibaurkan. Permainan tradisional jawa di Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 40 jenis yang tersebar. Sukirman Dharmamulya (2008, p. 35) permainan tersebut dikelompokkan menurut pola permainannya menjadi 3 kategori, yaitu: (1) bermain dan bernyanyi, dan atau dialog, (2) bermain dan olah pikir, dan (3) bermain dan adu ketangkasan ancak-ancak alis, bethet thing-thong, bibi- bibi tumbas timun, cacah bencah, cublak- cublak suweng, dhingklik oglak-aglik, dhoktri, epek-epek, gajah talena, gatheng, genukan, gowokan, jamuran, koko-koko, kubuk, kubuk manuk, kucing-kucingan, layangan, lepetan, nini thowong, sliring gending, dan soyang. anjir, angklek, bengkat, benthic, dekepan, dhing-dhingan, dhukter, dhul-dhulan, embek-embekan, jheg-jegan, jirak, layung, pathon, patil lele bas-basan sepur, dhakon, mul-mulan, dan macanan bersosialisasi, responsive, berkomunikasi, berbudi pekerti yang halus, konsentrasi berpikir, ketenangan, kecerdikan, bertindak secara strategis, kompetitif, ketahanan dan kekuatan fisik, serta ketangkasan. permainan tradisional jawa berpotensi: (1) menumbuhkan keterampilan berpikir kritis; (2) menumbuhkan keterampilan komunikasi; (3) menumbuhkan keterampilan kolaborasi/kerjasama; dan (4) menumbuhkan keterampilan kreatif. Jenis permainan tradisional jawa yang berpotensi dapat menumbuhkan keterampilan berpikir kritis yaitu: bas- basan, dhakon, macanan, mul-mulan, dan kubuk Jenis permainan tradisional jawa yang dapat digunakan sebagai strategi menumbuhkan keteranpilan komunikasi yaitu: ancak-ancak alis, bibi tumbas timun, cublak-cublak suweng, gowokan, jamuran, lepetan, epek-epek, kubuk manuk, sliring gending, soyang, dekepan, dan patil lele. Jenis permainan tradisional jawa yang dapat digunakan sebagai strategi menumbuhkan keterampilan bekerjasama yaitu: bethet thing thong, bibi tumbas timun, cacah bencah, genukan, gowokan, koko-koko, dhingklik oglak-aglik, gajah talena, gatheng, sliring gendhing, bengkat, benthic, dhul-dhulan, dan jeg-jegan. Jenis permainan tradisional jawa yang dapat digunakan sebagai strategi menumbuhkan keterampilan berpikir kreatif dan inovatif yaitu: bas-basan, macanan, mul-mulan, dan dhul-dhulan. Pada kelompok pertama, syair lagu dolanan anak memberikan wawasan dan pengetahuan kepada anak-anak Maka kelompok kedua dapat dikaitkan dengan penanaman sikap atau affective. Adapun kelompok ketiga (lagu dolanan anak tradisional yang melekat pada gerak permainan), Contoh pada lagu berikut ini (T. Pujianto, dalam “Bende” Edisi September 2003, hal 60): “DUWE TANGAN LORO” Aku duwe tangan loro Kiwa karo tengen Aku bisa malang kerik Keplok lan ngedhaplang tangan Yen aku arep maem Wijik dhisik tanganku Supaya ora klebon Wiji lara ngelu ANA TAMU” E..e.. e..e, ana tamu Mangga, mangga lenggah rumiyin Bapak nembe siram, ibu tindak peken Mangga-mangga lenggah mriki. “CUBLAK-CUBLAK SUWENG” Cublak-cublak suweng Suwenge ting gerendhel Ana kebo nusu gudel Pak empo lera lere Sapa sira ndhelikake Sir, sir pong dhele gosong Sir, sir pong dhele gosong