Anda di halaman 1dari 41

Biomonitoring Udara

dengan
APTI (Air Pollution Tolerance Index)
Penurunan kualitas lingkungan perkotaan mengakibatkan perubahan fisik
dan kimia pada tanaman, indeks toleransi tanaman terhadap bahan
pencemar menunjukkan tingkat toleransi tanaman terhadap polusi
udara tersebut dapat diketahui melalui formula APTI (Air Pollution
Tolerance Index)

berdasarkan empat variabel penyusun APTI empat parameter fisiologis


dan biokimia yaitu asam akorbat, klorofil total, pH daun dan kadar air
relatif.

Tanaman yang memiliki nilai APTI tinggi menunjukkan tanaman tersebut


toleran terhadap polusi udara, sementara tanaman dengan nilai APTI
rendah menunjukkan bahwa tanaman tersebut kurang toleran atau
sensitif terhadap pencemaran udara (Singh and Rao, 1983).

Tanaman tsb dapat digunakan sbg bio indikator


Tanaman dengan kriteria sensitif dan memiliki
nilai APTI rendah dapat menjadi bioindikator.

Semakin tinggi kadar asam askorbat


maka semakin tinggi pula nilai APTI
suatu tanaman.
menggunakan metode APTI untuk mengetahui
tingkat toleransi beberapa spesies lanskap dari
empat jenis tanaman yaitu pohon, perdu, semak
dan tanaman hias penutup tanah terhadap
pencemaran udara

Bahan tanaman berupa daun segar dari spesies


tanaman hias jenis pohon (yaitu Tanaman Bungur,
Keben dan Angsana), jenis perdu (yaitu Tanaman
Pule, Nusa Indah dan Kasia Emas), jenis semak
(yaitu Tanaman Bakung, Heliconia dan Drasena
Tricolor) serta tanaman hias penutup tanah (yaitu
Tanaman Spider Lily, Ruelia dan Lantana)
jenis pohon
BUNGUR
angsana
KEBEN
KALPATARU
jenis perdu
AKASIA
NUSA INDAH PUTIH
PULE
jenis semak
HELICONIA
Dracena tricolor
BAKUNG
BAKUNG / LILI
tanaman hias penutup tanah
LANTANA
RUELIA
.

Kadar Air Relatif

Kadar air merupakan perbedaan antara berat daun sebelum


dan sesudah dilakukan pengeringan yang bertujuan untuk
mengetahui kadar air pada organ tanaman; Pada organ
tumbuhan, kadar air sangat bervariasi tergantung dari jenis
tumbuhan, struktur dan usia dari jaringan organ (Ronny,
2011).
Klorofil atau zat hijau daun merupakan pigmen yang
dimiliki oleh berbagai organisme dan menjadi salah satu
molekul yang berperan utama dalam fotosintesis.

Fotosintesis adalah suatu proses yang hanya terjadi pada


tumbuhan yang berklorofil dan bakteri fotosintetik,
dimana energi matahari (dalam bentuk foton) ditangkap
dan diubah menjadi energi kimia (ATP dan NADPH).

Energi kimia ini digunakan untuk fotosintesa karbohidrat


dari air dan karbon dioksida. Jadi, seluruh molekul organik
lainnya dari tanaman disintesa dari energi dan adanya
organisme hidup lainnya tergantung pada kemampuan
tumbuhan atau bakteri fotosintetik untuk berfotosintesis
(Devlin, 1975).
Askorbat berperan penting dalam beberapa proses fisiologis
tanaman diantaranya adalah pertumbuhan, diferensiasi dan
metabolisme.

Selain itu askorbat juga berfungsi sebagai pereduktor untuk


beberapa radikal bebas sehingga dapat meminimalkan
kerusakan yang disebabkan oleh oxidative stress.

Askorbat dapat ditemukan dalam kloroplas, sitosol, vakuola,


dan ruang ekstra seluler sel. Kloroplas mengandung banyak
enzim yang dapat mereduksi askorbat dari bentuk
teroksidasi (McKersie dan Leshem, 1994).
APTI = [A (T+P)+R]/10
Dimana,
A adalah kandungan asam absorbat,
T adalah kandungan total klorofil,
P adalah nilai pH ekstrak daun,
dan R adalah kandungan air relatif daun.
Asam askorbat merupakan antioksidan yang
ditemukan pada daun tumbuhan dan mempengaruhi
resistensi tumbuhan terhadap kondisi lingkungan yang
merugikan, termasuk polusi udara. Kontaminasi tanah
dan polusi udara telah diketahui dapat menyebabkan
penurunan kandungan asam askorbat pada tanaman
(Klumpp et al. 2000).
Berkurangnya mineral merupakan salah satu faktor
yang bertanggung jawab dalam pembentukan ROS
( Reactive Oxygen Species ). ROS merupakan molekul
reaktif yang sangat kecil yang dapat menyebabkan
kerusakan struktur sel tumbuhan. Oleh karena asam
askorbat menurunkan konsentrasi ROS pada daun maka
peningkatan kandungan asam askorbat pada daun akan
meningkatkan pula toleransi tanaman terhadap polusi
udara (Tripathi et al. 2007).

Kandungan air relatif menguntungkan tanaman pada


saat mengalami kekeringan (Tripathi et al. 2007).
Kandungan nilai pH yang ditinggi diketahui dapat
meningkatkan toleransi terhadap polusi.

Bila bersifat asam, artinya


efisiensi dalam konversi heksosa menjadi asam askorbat
kurang maksimal berbeda dengan tanaman yang bersifat
basa
Kandungan klorofil akan menurun selama
produksi ROS pada kloroplas di bawah kondisi yang tidak
mendukung. Kandungan klorofil yang lebih tinggi diduga
mendukung toleransi tumbuhan terhadap polutan
Daun diekstraksi menggunakan air dan natrium oksalat
(Na2C2O4) dengan metode maserasi, disentrifuge pada
2000 rpm selama 10 menit dan dianalisis vita min C
dengan Spektrofotometer UV-Vis.

Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode 1,1 –


diphenyl-2-picrylhydrazil( DPPH) dengan parameter yang
diamati adalah
persen peredaman radikal bebas pada menit ke - 30
dengan konsentrasi berbeda dan nilai IC
50 ( Inhibitory Concentration ) dianalisis menggunakan
persamaan regresi.
Metode Kerja
1.Ditimbang 1 gr daun
2.Dihaluskan dengan mortil dan diberi alkohol 25 ml
3.Disaring dengan kertas saring
4.Dipanaskan spektrofotometer selama 30 menit
5.Diambil 3 ml larutan dengan mikropipet
6.Dimasukkan ke dalam cuvet
7.Dimasukkan ke spektrofotometer
8.Diamati kadar klorofil yang tertera di layar
spektrofotometer
Maserasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan
cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam
menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar)
atau setengah air, misalnya etanol encer, selama
periode waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam
buku resmi kefarmasian (Depkes RI, 1995).
Kandungan air relatif

Prinsip:
sampel dikeringkan dg oven 100 -102 o C sampai berat konsta
Prosedur
• Wadah dikeringkan dlm oven 15 menit
• Dimasukkan desikator, dinginkan, dan
timbang
• Timbang sampel ± 2 -5 g
•Dikeringkan 3 jam
• Dinginkan dlm desikator dan timbang
• Panaskan l a g I dlm oven 30 menit
•Dinginkan dlm desikator dan timbang
• Perlakuan ini diulangi hingga diperoleh berat
konstan (selisih penimbangan berturut
- turut 0,2 mg)
Kandungan asam askorbat sampel daun dianalis dengan
menggunakan metode Keller dan Schwager (1977).

Kandungan klorofil a dan b dihitung dengan metode


yang digunakan oleh Maclachlan dan Zalic (1963).

Untuk menghitung nilai pH ekstrak daun dilakukan


prosedur sebagai berikut : Sebanyak 5 g sampel
dihancurkan kemudian dihomogenisasi dalam 50 ml
akuades. Setelah itu sampel disentrifugasi dan
supernatan digunakan untuk mendeteksi pH dengan
menggunakan pH meter digital yang telah dikalibrasi
terlebih dahulu pada pH 4 dan pH 10.

Anda mungkin juga menyukai