Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

BAHAYA INTOLERANSI SOSIAL YANG MENGANCAM KEUTUHAN NKRI

Disusun oleh :

Kelompok 7 (IKM A 2019)

1. Angela Afrilia Faskah (101911133163)


2. Aracelly Putri Pribadi (101911133164)
3. Edmundo Nathanael S. (101911133165)
4. Ariska Rahmawati (101911133166)
5. Tesalonika Arina Pambudi (101911133167)
6. Rifky Chandra Wirayudha (101911133169)

S1 KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019

1
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Bahaya Intoleransi Sosial
yang Mengancam Keutuhan NKRI.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Bahaya Intoleransi Sosial yang Mengancam
Keutuhan NKRI dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Surabaya, 25 Oktober 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL....................................................................................................1

KATA PENGANTAR.....................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................3

BAB 1. PENDAHULUAN..............................................................................................4

1.1 Latar Belakang............................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................6

1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................6

1.4 Manfaat Penelitian......................................................................................6

1.5 Metode Penelitian.......................................................................................6

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA...........................................................................................8

2.1 Penelitian Terdahulu...................................................................................8

2.2 Teori...........................................................................................................10

2.2.1 Intoleransi Sosial..............................................................................10

2.2.2 NKRI................................................................................................10

BAB 3. PEMBAHASAN.................................................................................................12

BAB 4. KESIMPULAN...................................................................................................14

4.1 Simpulan.....................................................................................................14

4.2 Saran...........................................................................................................14

Daftar Pustaka..................................................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di Indonesia banyak sekali kaum intoleransi sosial. Kasus intoleransi sosial sering terjadi di
tengah-tengah kemajemukan masyarakat. Masyarakat Indonesia yang terkenal dengan
keberagamannya seperti suku, agama, ras, dan antar golongan. Akan tetapi, keberagaman
tersebut selalu disalahgunakan sehingga tidak bisa dipahami sebagai hal yang positif di kalangan
masyarakat.

Berdasarkan pernyataan The Wahid Institute, lembaga yang konsen terhadap isu-isu
pluralisme dan kebebasan beragama melaporkan bahwa selama tahun 2013, peristiwa intoleransi
atas nama agama terjadi sebanyak 245 kasus, 43% melibatkan aktor negara dan 57% oleh aktor
non-negara (Wahid, 2012:23).

Menurut Direktur Lembaga Studi Sosial dan Agama Semarang selama 6 bulan pada tahun
2014 di Jawa Tengah telah terjadi 8 kali kekerasan dengan mengatasnamakan agama (Syukron,
2014:12). Keadaan yang serupa juga terjadi Yogyakarta, selama 5 bulan pertama di tahun 2014
telah terjadi 7 kasus tindakan intoleransi.

SETARA Institut (organisasi yang didirikan oleh beberapa individu yang didedikasikan
untuk ide bahwa setiap orang harus diperlakukan sama sementara menghormati keberagaman,
mengutamakan solidaritas dan menjunjung tinggi martabat manusia) mencatat bahwa pada
periode Januari-Juni 2013 terjadi 122 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan
yang mengandung 160 bentuk tindakan, yang menyebar di 16 provinsi (Susetyo,2013:1).
Menurutnya, separuh peristiwa tersebut terjadi di Jawa Barat sebanyak 61 peristiwa, pelanggaran
tertinggi berikutnya yaitu Jawa Timur sebanyak 18 peristiwa dan DKI Jakarta sebanyak 10
peristiwa. SETARA Institut juga mencatat bahwa Dari 160 bentuk tindakan pelanggaran
kebebasan beragama, terdapat 70 tindakan negara yang melibatkan penyelenggara negara
sebagai aktor. Dari 70 tindakan negara, 58 tindakan merupakan tindakan aktif termasuk 11
tindakan penyegelan tempat ibadah dan 8 tindakan diskriminasi. Sementara 12 tindakan
merupakan tindakan pembiaran (kompas.com).

4
Permasalahan tersebut sering kita temui pada kehidupan nyata. Contohnya 3 patung pura di
Lumajang yag dirusak oleh orang tak dikenal, seperti yang dilaporkan oleh CNN Indonesia --
Tiga patung di Pura Mandhara Giri Semeru Agung, Senduro Lumajang Jawa Timur, dirusak
orang tak dikenal, Minggu (18/2) malam. Belum diketahui pelaku dan motif perusakan tersebut.
Polisi menyita pecahan patung dan sebilah kapak yang digunakan para pelaku perusakan tersebut
(cnnindonesia.com)

Contoh lain adalah Ancaman bom di klenteng Kwan Tee Koen di Karawang, Kapolres
Karawang AKBP Hendy F Kurniawan mengungkapkan, pada Minggu (11/2/2018) sekitar pukul
05.30 WIB, seorang lelaki tak dikenal memberikan sebuah buku bersampul kain warna merah
dan uang Rp 10.000 kepada Karuna Ismaja, salah seorang pengurus Kelenteng Kwan Tee Koen.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kelenteng di Karawang Terima Ancaman
Bom yang Ditulis di Struk Belanja", Hendy mengatakan, pengurus yang mendapati tulisan
bernada ancaman, kemudian melapor ke polisi setempat. Pada pukul 20.00 WIB, polisi langsung
melakukan penyelidikan (kompas.com)

Dengan contoh masalah di Indonesia ini sangat terlihat banyak masyarakat di Indonesia yang
kurang menghargai perbedaan di Indonesia. Oleh sebab itu, adanya sikap toleransi terhadap
perbedaan sangat penting demi menjaga kedamaian dan keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Alternatif yang jitu untuk mengurangi tindakan intoleransi adalah dengan
menggalakkan pendidikan toleransi. Pendidikan toleransi sebenarnya telah lama dilakukan,
namun perlu lebih digalakkan dengan menerapkan strategi-strategi yang lebih jitu. Toleransi
adalah “sifat atau sikap toleran” (kbbi.web.id). Adapun arti toleran adalah “bersifat atau bersikap
menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan,dsb.) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian
sendiri”. Dengan demikian, pendidikan toleransi itu bertujuan meningkatkan sifat atau sikap
peserta didik yang bisa menghargai perbedaan dengan dirinya.

5
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil pemaparan latar belakang di atas, maka dirumuskan pertanyaan utama
penelitian sebagai berikut :

1. Mengapa intoleransi sosial dapat berkembang?


2. Bagaimana cara menjaga keutuhan NKRI?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menganalisis hubungan
antara intoleransi sosial dengan terancamnya keutuhan NKRI. Secara khusus tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini lingkupnya akan lebih dipersempit yaitu untuk (1) menjelaskan
perkembangan intoleransi sosial di Indonesia, (2) mendeskripsikan cara menjaga keutuhan
NKRI.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan
memperkaya wawasan konsep tentang bahaya intolerans sosial yang mengancam keutuhan
NKRI. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan masyarakat
mengenai permasalahan intoleransi yang marak terjadi di Indonesia dan mengenai solusi untuk
mengatasi permasalahan intolerasi sosial. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pemahaman teoritis lebih mendalam mengenai wacana isu toleransi yang ada di Indonesia.

1.5 Metode Penelitian

Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada
ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu
dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia
(Sugiyono, 2013:3). Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera
manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan.

6
Sistematis artinya, proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah
tertentu yang bersifat logis. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan data yang diperoleh
melalui penelitian itu adalah data rasional, empiris (teramati) dan sistematis yang mempunyai
kriteria tertentu yaitu valid. Valid menunjukkan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya
terjadi pada obyek dengan data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti
pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah
sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan
snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi
(Sugiyono, 2013:15). Berdasarkan pendapat diatas bahwa data kualitatif dapat diperoleh melalui
berbagai macam teknik pengumpulan data misalnya wawancara, analisis, diskusi, atau observasi.
Data kualitatif berfungsi untuk mengetahui kualitas dari sebuah objek yang akan diteliti.

Fase terpenting dari penelitian adalah pengumpulan data. Pengumpulan data tidak lain dari
suatu proses pengadaan data untuk keperluan penelitian, maka mustahil peneliti dapat
menghasilkan temuan, apabila tidak memperoleh data. Metode pengumpulan data ialah teknik
atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data (Riduwan,
2010:51). Pengumpulan data dalam penelitian ilmiah adalah prosedur sistematis untuk
memperoleh data yang diperlukan (Satori dan Aan Komariah, 2011:103). Dari pengertian
tersebut di atas dapat diketahui bahwa teknik pengumpulan data sangat erat hubungannya dengan
masalah penelitian yang ingin dipecahkan. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan
data yaitu studi pustaka.

Studi Pustaka (Library Research) adalah teknik pengumpulan data dari berbagai bahan
pustaka (referensi) yang relevan dan mempelajari yang berkaitan dengan masalah yang akan
dibahas. Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan adalah sumber informasi yang telah
ditemukan oleh para ahli yang kompeten dibidangnya masing-masing sehingga relevan dengan
pembahasan yang sedang diteliti, dalam melakukan studi kepustakaan ini penulis berusaha
mengumpulkan data dari beberapa referensi (Sekaran, 2011:242)

7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan penelitian
sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang
dilakukan. Dari penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan makalah dengan judul yang sama
seperti judul makalah penulis. Namun penulis mengangkat beberapa penelitian sebagai referensi
dalam memperkaya bahan kajian pada penelitian penulis. Berikut merupakan penelitian
terdahulu berupa beberapa jurnal terkait :

Penelitian pertama yang terkait dengan kasus intoleransi sosial yang telah dipaparkan
(Takwin, dkk, 2016:17) berjudul “ Studi Tentang Toleransi dan Radikalisasi di Indonesia”.
Penelitian ini menggunakan metode pengambilan data dengan cara wawancara mendalam dan
Focus Group Discussion (FGD) dengan disertai perbincangan informal.

Wawancara-mendalam (In-depth Interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk


tujuan penelitian, dengan cara tanya-jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan
responden atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman
wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif
lama (Sutopo, 2006:72) Ciri khusus wawancara-mendalam ini adalah penggalian informasi yang
masuk ke area kehidupan pribadi, sehingga pewawancara ikut terlibat dalam penghayatan
kehidupan informan. Wawancara mendalam dalam penelitian ini dilakukan untuk mempelajari
hal-hal yang penting menurut pikiran subyektif informan terkait dengan intoleransi dan
radikalisme. Itu mencakup pengertian, pandangan, dan definisi mereka tentang intoleransi dan
radikalisme,

Focus Group Discussion (FGD) merupakan metode penggalian data, yang berbentuk
diskusi kelompok, yang dilakukan secara sistematis dan terarah mengenai suatu isu atau masalah
tertentu. FGD juga dapat dipahami sebagai suatu proses pengumpulan data dan informasi, yang
sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu, yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok

8
(Irwanto, 2006:1). FGD digunakan untuk menggali data mengenai persepsi, opini, kepercayaan
dan sikap terhadap suatu produk, pelayanan, konsep atau ide, karena relatif lebih mudah dan
cepat selesai dibandingkan dengan teknik pengumpulan data kualitatif yang lain. Namun dalam
pelaksanaannya, banyak kegiatan FGD yang belum dilaksanakan sesuai dengan kaidah, sehingga
hasilnya tidak dapat maksimal.

Penelitian Takwin dkk dilakukan di 4 daerah yakni Tasikmalaya, Yogyakarta,


Bojonegoro, dan Kupang. Hasil kajian memberikan pemahaman mengenai faktor apa saja yang
secara signifikan mempengaruhi perspektif dan perilaku warga terkait toleransi/ intoleransi dan
radikalisme. Faktor yang berperan itu mencakup demografi, latar belakang budaya dan politik,
affiliasi dan asosiasi, kebijakan, nilai, ideologi, makna agama, akses terhadap media sosial
(Takwin, dkk, 2016:17)

Selanjutnya penelitian kedua yang terkait dengan intoleransi sosial telah dipaparkan
(Hermawati, dkk, 2016:110) yang berjudul “Toleransi Antar Umat Beragama di Bandung”.
Mereka mengkaji tingkat toleransi antar umat beragama di kalangan masyarakat perkotaan
yang memiliki karakter sosial dan budaya yang beragam. Pengumpulan data mengenai
toleransi antarumat beragama ini dilakukan melalui survei dengan menggunakan kuesioner.
Dengan cara ini diharapkan bisa tergambar generalisasi pola hubungan antarumat beragama
yang ada. Hubungan yang dimaksud berkaitan dengan tingkat keintiman (intimacy) atau
bahkan sebaliknya kebencian yang menyertainya. Dengan kata lain, toleransi dalam hubungan
antarumat beragama ini akan diukur melalui seberapa jauh para pemeluk agama menentukan
jarak sosial mereka terhadap para pemeluk agama lainnya.

Penelitian ini juga menambahkan variabel sikap pemerintah dan harapan masyarakat
terhadap pemerintah sebagai dua variabel yang dinilai penting untuk mengetahui seberapa
besar persepsi dan harapan masyarakat terhadap peran pemerintah dalam memelihara kondisi
kerukunan antarumat beragama. Kelima dimensi yang menjadi fokus survei ini, yaitu
persepsi, sikap, kerjasama, sikap pemerintah, dan harapan terhadap pemerintah, dijelaskan
melalui beberapa indikator yang dirumuskan melalui item-item pertanyaan dalam kuesioner.
Pengolahan dan analisis data kuantitatif diolah dengan menggunakan program statistik SPSS.
Jawaban-jawaban responden yang diperoleh melalui kuesioner pertama-tama diolah untuk
mendapatkan tabel frekuensi dan persentase dari setiap jawaban pertanyaan. Secara bersamaan

9
juga bisa diperoleh nilai skor rata-rata berupa mean dan median dari setiap variabel
(Hermawati, dkk, 2016:111).

2.2 Teori

2.2.1 Intoleransi Sosial

Menurut (Wahid, 2012:24) menyebutkan istilah “toleransi” berasal dari bahasa Latin,
toleran, yang berarti membiarkan mereka yang berpikiran lain atau berpandangan lain tanpa
dihalang-halangi. Mengutip dari (Zagorin, 2003:17) toleransi adalah istilah dalam konteks sosial,
budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap
kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas masyarakat.
Toleransi merupakan salah satu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal. Kadang-
kadang toleransi timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan, hal mana disebabkan karena
adanya watak orang perorangan atau kelompok manusia, untuk sedapat mungkin menghindarkan
diri dari suatu perselisihan (Soekanto, 1982:71). Dari sejarah dikenal bangsa Indonesia adalah
bangsa yang toleran yang sedapat mungkin menghindarkan diri dari perselisihan-perselisihan.
(Halim, 2008:13) dalam artikel yang berjudul “Menggali Oase Toleransi”, menyatakan
“Toleransi berasal dari bahasa latin, yaitu tolerantia, berarti kelonggaran, kelembutan hati,
keringanan dan kesabaran”. Secara umum istilah ini mengacu pada sikap terbuka, lapang dada,
suka rela, dan kelembutan. United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) mengartikan toleransi sebagai sikap “saling menghormati, saling menerima, dan
saling menghargai ditengah keragaman budaya, kebebasan berekspresi, dan karakter manusia”.
Hakikat toleransi adalah hidup berdampingan secara damai dan saling menghargai diantara
keragaman.
Jadi intoleransi memiliki arti yang berlawaan dengan toleransi. Arti dari kata intoleransi
yaitu tidak toleran atau tidak tenggang rasa. Selain itu intoleransi bisa juga disebut “anti
kehidupan bersama”.

2.2.2 NKRI

10
Sebagai warga negara Indonesia yang mempunyai jiwa nasionalisme, kita harus
mempunyai kesadaran dan semangat cinta tanah air, semangat dan cinta tanah air dibuktikan
dengan pemahaman kita mengenai NKRI atau Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setidaknya,
kita sebagai WNI yang baik, harus mengetahui Pengertian NKRI.

Menurut (Ibrahim, 2019:7) menyatakan bahwa pengertian NKRI (Negara Kesatuan


Republik Indonesia) itu sendiri mempunyai banyak arti, baik pengertian menurut UUD 1945 dan
pengertian secara umum. NKRI tersendiri tertera dalam pasal 1 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi
“Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik” Adapun dalam pasal 18
ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-
daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”.
Sebagaimana dalam UUD 1945 Pasal 18 ayat 1, bahwa NKRI atau Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik dimana pemerintah daerah dapat
menjalankan otonomi seluas-luasnya yang ditentukan oleh UUD 1945 Pasal 1, 2, 3, 4, dan 5.

Berdasarkan UUD 1945, kita dapat menarik kesimpulan bahwa Pengertian NKRI itu
sendiri secara umum adalah suatu negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau, diapit oleh
dua samudera dan dua benua, terdiri dari ratusan juta penduduk, beriklim tropis, rnemiliki dua
musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau, tentunya keragaman pulau dan penduduk ini
menyebabkan keanekaragaman budaya dan adat istiadat yang berlainan, berdaulat, adil, makmur,
dan tercemin dalam satu ikatan yaitu Bhinneka Tunggal Ika.

Selain harus memahami Pengertian NKRI, kita juga sebagai WNI yang baik harus
mengetahui tujuan NKRI, adapun tujuan NKRI yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945
adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Adapun fungsi negara
menurut Miriam Budiardjo diantaranya adalah melaksanakan penertiban untuk mencapai tujuan
Bersama dan mencegah bentrokan masyarakat, mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat, sebagai pertahanan untuk menjaga serangan dari luar, dan menegakkan keadilan melalui
badan-badan pengadilan.

11
BAB III

PEMBAHASAN

Sikap intoleransi sosial tersebut dapat berkembang jika tidak dihentikan. Jadi sikap
intoleransi yang sedang berkembang dewasa ini, pada dasarnya bukanlah sesuatu yang baru,
mungkin pelakunya bukan oknum yang baru pula. Tetapi memang perlu dicatat bahwa di dalam
kenyataan diri yang beragam itu, dapat saja lahir sikap intoleransi yang mungkin melahirkan
konflik. Jadi juga tidak benar jika dikatakan bahwa di antara masyarakat majemuk yang sebagai
kenyataan diri kita, tidak ada kerawanan untuk bersikap intoleransi. Jadi, kalau ditanyakan
mengapa lahir sikap intoleransi, maka dengan sendirinya hal ini tidak perlu disangkal secara
emosional dapat terjadi karena bibit embriotiknya telah tersimpan dengan sendirinya di dalam
diri masyarakat beragam ini. Dalam hubungan ini umat berguna untuk mengutip kembali
“Adanya kemajemukan sistem budaya yang pada dasarnya berbeda di dalam satu masyarakat,
masing-masing akan bertanggung jawab sepenuhnya atas pikiran, sikap dan tindakan para
anggotanya, sehingga menyebabkan adanya konflik budaya yang tersembunyi” (Bachtiar,
1985:14)

Menurut (Gonggong, 2017:44) yang berjudul “Revitalisasi Nilai Kebhinnekaan Guna


mengikis Sikap Intoleransi dalam Kehidupan Masyarakat” menjelaskan bahwa adanya ruang
intoleransi sikap yang terbuka dan digunakan oleh sementara pihak, menurut saya, pertama-tama
didorong oleh egoisme kelompok yang didukung oleh individu, atau mungkin juga sebaliknya.
Hal ini juga berkaitan dengan faktor latar pendidikan. Rendahnya pendidikan, baik mereka yang
mengaku pemimpin, apalagi juga pengikutnya, pastilah merupakan hal yang mendorong
intoleransi itu. Selanjutnya ialah ajaran keyakinan yang menciptakan keyakinan fanatisme akan
kebenaran dari ajaran keyakinan yang dianutnya itu. Kemudian, bisa juga intoleransi dibawakan
oleh orang-orang yang frustasi, dalam arti mereka gagal untuk mendapatkan sesuatu yang sudah
diharapkannya. Pada suatu waktu, mereka melibatkan ruang untuk melakukan dan yang
12
dilakukannya itu ialah perlakuan intoleransi, karena mungkin menurut anggapan si frustasi ini
jalan intoleransi itulah yang dapat “meringankan” perasaan frustasinya itu. Tetapi dari semua
yang di sebutkan itu, hal lain – yang jauh lebih penting ialah faktor ketidaktaatan pada aturan
bernegara.

Ketika aturan bernegara (akan) dijalankan , maka semua pihak harus mentaati aturan itu.
Dan sangat tidak patut untuk mencari –cari alasan untuk membenarkan tindakan intoleransinya
itu. Sejalan dengan itu, tampak pula, ruang intoleransi terbuka dan digunakan karena adanya
pemahaman terhadap demokrasi yang timpang. Mereka yang bersikap intoleransi tampak hanya
berpegang pada suatu sisi aspek dari demokrasi yaitu kebebasan. Setiap kali mereka mau
melakukan tindakan intoleransi maka yang dipakai sebagai alas pikir ialah mereka mempunyai
kebebasan demokratis. Kalau tidak diizinkan, maka segera berteriak, pemerintah berposisi tidak
adil, polisi bertindak otoriter. Para warga yang bersikap intoleransi itu lupa, bahwa demokrasi
tidak dapat dilaksanakan tanpa melalui jalur seharusnya, yaitu jalur aturan perundang-undangan.
Dengan demikian, sikap intoleransi sosial berpotensi memecah belah keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (Gonggong, 2017:44).

Dari gambaran diatas nampak berbagai kejadian faktual dampak intoleransi sosial
sehingga diperlukan upaya untuk memperbaiki nilai nilai kebhinekaan yang telah pudar di
kalangan masyarakat. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah warga negara harus
berpegang pada aturan bernegara yang maka semua organisasi, baik politik partai-partai, maupun
ormas-ormas harus melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengembalikan
kekuatan diri kita yangsecara sadar membangun sebuah bangsa – negara dengan berlandaskan
pada keberagaman dirinya dalam sebuah aspek kehidupan; dalam aspek kesuku bangsaan,
keagamaan, kebudayaan adat istiadat, norma-norma dan lain-lainnya (Gonggong, 2017:45)

Langkah kedua untuk menjaga keutuhan NKRI adalah dari masyarakat Indonesia sendiri.
Setiap masyarakat Indonesia harus mengamalkan butir-butir pada setiap sila yang ada di
Pancasila. Alasannya adalah Pancasila sudah mengatur sikap dan moral kita. Selain itu Pancasila
diambil sesuai budaya bangsa Indonesia. Dengan demikian, kita tidak hanya cukup menghafal
saja sila-sila dalam Pancasila. Akan tetapi, kita harus mengetahui makna setiap silanya dan juga
mengamalkan sila Pancasila yang sudah ada di dalam butir-butir Pancasila.

13
BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Simpulan

Intoleransi merupakan suatu sikap yang tidak peduli dan tidak bisa menerima suatu
perbedaan yang ada. Intoleransi terlihat dari sikap diskriminasi terhadap keberagaman sosial
budaya. Hal ini dipicu oleh rendahnya tingkat pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan
sosial budaya Indonesia, lingkungan yang kurang baik sehingga pola pikir seseorang bisa
terpengaruh. Sikap intoleransi ini sangat berbahaya untuk kemajuan bangsa karena kekuatan
bangsa adalah ketika semua komponen bisa bersatu dan saling mendukung. Peraturan tertulis
maupun tidak tertulis dibuat supaya kita hidup teratur dan memiliki toleransi terhadap sesama.
Toleransi harus disadari dan dimaknai oleh individu itu sendiri sehingga dalam kelompok akan
muncul rasa saling menghargai dan menghormati hak orang lain.

4.2 Saran

Intolerasi adalah sikap yang berlawanan dengan nilai nilai Pancasila sehingga harus ada
upaya untuk memberantas intoleransi. Hal yang bisa di lakukan yang pertama adalah pendidikan.
Pendidikan karakter di sekolah saat ini mulai luntur, banyak siswa yang melakukan hal tidak
sopan terhadap guru, melakukan bully terhadap teman yang 'berbeda'. Maka di sekolah
sebaiknya ada aturan tertulis mengenai hal ini dan peran guru sangat diperlukan. Pendidikan
tidak hanya soal sekolah, pendidikan karakter oleh orang tua juga harus dikenalkan kepada anak
sejak dini. Orang tua membimbing anak agar peduli sesama, menghargai perbedaan, melakukan
kewajibannya dan sebagainya. Setelah individu mengerti dan memaknai toleransi, kelompok dan

14
organisasi akan menjadi lebih baik tentunya. Dan yang terakhir peraturan yang dibuat negara,
nilai nilai pancasila dan Undang Undang yang ada harus dipatuhi agar tercipta lingkungan yang
toleran, aman dan sejahtera.

Penulis tentunya masih menyadari jika makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis meminta kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Daftar Pustaka

Aprialdo, Dylan Rachman. 2019. Setara Institute: 2018, 202 Pelanggaran Kebebasan
Beragama dan Berkeyakinan Terjadi. (https://kompas.com, diakses 22 Oktober 2019).

Bachtiar, Harsya W., Mattulada, Haryati Soebadio. 1985. Budaya dan Manusia Indonesia.
Yogyakarta: Hanindita.

Gonggong, Anhar. 2017. Revitalisasi Nilai Kebhinnekaan Guna Mengikis Sikap Intoleransi
dalam Kehidupan masyarakat. Jurnal Ilmu Kepolisian, (Online), Volume 11, No. 1,
(http://www.jurnalptik.id, Diakses 20 Oktober 2019).
Halim, Abdul. 2008. 14 April. Menggali Oase Toleransi. Kompas, hlm 23.

Hermawati, Rina, Caroline Paskarina, Nunung Runiawati. 2016. Toleransi Antar Umat
Beragama di Kota Bandung. UMBARA: Indonesian Journal of Anthropology, (Online),
Volume 1, No. 2 (http://jurnal.unpad.ac.id/. Diakses 20 Oktober 2019).

Ibrahim, Adzikra. 2019. Pengertian NKRI dan Tujuannya. (https://pengertiandefinisi.com,


diakses 21 Oktober 2019).

Irwanto. 2006. Focus Group Discussing (FGD): Sebuah pengantar Praktis. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia di https://kbbi.web.id. Diakses 22 Oktober


2019.

Karawang, Kontributor dan Farida Farhan. 2018. Klenteng di Karawang Terima Ancaman Bom
yang Ditulis di Struk Belanja. (https://kompas.com, diakses 22 Oktober 2019).

15
Nurdiyansyah, Hendra. 2018. Patung di Pura Lumajang Dirusak Orang Tak Dikenal.
(https://cnnindonesia.com, diakses 22 Oktober 2019).

Riduwan. 2010. Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Satori, Djam’an, Aan Komariah. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sekaran, Uma. 2011. Metode Penelitian untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Susetyo, Benny. 2013. Saatnya intoleransi dihentikan dan Pancasila tetap jadi perekat kehidupan
bangsa. (https://penakatolik.com, diakses 22 Oktober 2019).

Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS.


Syukron, Muhammad. 2014. Pejuang-Pejuang Pluralisme di Jateng (2): Cairkan Perbedaan
dengan Seni dan Budaya. (https://suaramerdeka.com, diakses 22 Oktober 2019).

Takwin, Bagus, Amin Mudzakkir, Hairus Salim, Moh Iqbal Ahnaf, dan Ahmad Zainul Hamdi.
2016. Studi tentang Toleransi dan Radikalisme di Indonesia. Jakarta: INFID.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 Ayat 1.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1, 2, 3, 4, dan 5.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 Ayat 1.

Wahid, Yenny. 2012. Mengelola Toleransi dan Kebebasan Beragama: 3 Isu Penting. Jakarta:
The Wahid Institute.

Zagorin, Perez. 2003. How the Idea of Tolerantion Came to the West. Princeton NJ: Princeton
Univesity Press.

16
17

Anda mungkin juga menyukai