Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KOMITMEN DALAM DAKWAH

ABDURRAHMAN ASSA’DY

161011362

PRODI PERBANDINGAN MAZHAB

SEKOLAH TINGGI ILMU ISLAM DAN BAHASA ARAB

2018

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala dzat yang selalu melindungi kita

dalam suka dan duka. Berkat segala rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul “KOMITMEN DALAM DAKWAH” dengan lancar.

Sholawat serta salam, saya haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad

Shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan kehadiran beliau di bimu, kita mengerti jalan

menuju rahmat Allah Subhanahu wata’ala dan jalan menuju kemurkaan-Nya.

Selain itu tak lupa kepada sahabat-sahabat dan keluarga Rasulullah karena selalu

setia pada ajaran Allah Subhanahu wata’ala dengan sepenuh hati.

Penulis sadar dalam makalh ini masih banyak kekurangan yang perlu

dibenahi. Untuk itu penyusun berharap kritik dan saran dari pembaca. Semoga

makalah ini dapat memberi manfaat, barakah, dan maslahah didunia dan

diakherat.

Makassar , November 2018

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama dakwah, yaitu agama yang menugaskan

umatnya untuk menyebarkan dan menyiarkan islam kepada seluruh umat

manusia. Sebagai rahmat bagi seluruh alam, islam dapat menjamin terwujudnya

kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia, bilamana ajaran islam yang

mencakup segenap aspek kehidupan itu disajikan sebagai pedoman hidup dan

dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh umat manusia.

Bagi seorang muslim, dakwah merupakan kewajiban yang tidak

biasa ditinggalkan lagi. Kewajiban dakwah merupakan suatu yang bersifat

conditio sine quanon, tak mungkin dihindarakan dari kehidupannya. Sehingga

orang mengaku dirinya sebagai muslim maka secara otomatis pula dia menjadi

seorang juru dakwah dan komitmen didalamnya.

` maka dari itu dakwah merupakan bagian yang sangat penting

dalam kehidupan seorang muslim, bahkan agama islam sebagai ajaran tidaklah

berarti manakala tidak di manifestasikan dalam perbuatan sehari-hari dan

diamalkan. Karena islam tidak semata-mata membicarakan dari satu sisi

kehidupan manusia (hubungan manusia dengan tuhan), tetapi islam juga

menyoroti persoalan hidup manusia secara total dalam kesehariannya.

Memanifestasikan agama biasa dilakukan dimanapun, kapanpun, dan dalam

kondisi bagaimanapun seorang muslim harus menyatakan keislamnnya.

3
B. Rumusan Masalah

dari uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah yang

antara lain :

1. Apakah yang dimaksud dengan komitmen dan komitmen dalam

berdakwah?

2. Apa yang harus diketahui dalam membangun komitmen yang kuat dalam

berdakwah?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian komitmen dalam berdakwah

2. Mengetahui dan memahami pentingnya komitmen yang kuat dalam

berdakwah

3. Mengetahui bahwa menjadi aktivis dakwah itu menyenangkan.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Komitmen

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), komitmen adalah

perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu.

Komitmen di dalam bahasa arab, biasa disebut dengan iltizam. Tapi

iltizam apa yang dimaksud? Tentunya iltizam bil haq. Komitmen kepada

kebenaran. Karena jika kita tidak tegaskan hakikat komitmen yang dimaksud;

maka kejahatan juga bisa dilakukan dengan komitmen. Dalam hal ini, kadar

intelektual seorang kader dakwah menjadi penentu kualitas keteguhan

komitmen. Semakin mendalam kadar intelektualnya (keilmuan), maka semakin

tepatlah seorang kader membedakan antara haq dan bathil.

Dalam membangun sebuah komiten kuat di dalam harokah dakwah,

setidaknya kita harus melalui 3 tahapan: 1. Mempertegas identitas, 2.

Menentukkan arah perjuangan, dan 3. Mengimplementasikan pemahaman ke

dalam agenda kerja. Karena urutan tersebut, sudah menjadi sebuah tahapan yang

tersusun rapi, dan harus dilakukan secara kontinyu. Dan jika boleh dibagi, pada

dasarnya tahap 1 dan 2 masih dalam ranah semangat berdakwah. Sebenarnya

berdakwah juga merupakan kewajiban setiap muslim tanpa terkecuali. Adapun

tahapan ke-3, sudah memasuki semangat berharokah. Jika berdakwah masih

dalam ranah usaha ‘mengajak’ orang lain kepada kebaikan, maka berharokah

sudah memasuki ranah memobilisasi/mengorganisir massa.

5
1. Mempertegas Identitas

Seorang kader dakwah harus tegas dengan identitasnya. Karena identitas

diri akan menentukan cara orang lain bersikap terhadap kita. Akan beda jadinya;

jika orang lain memandang kita hanya sebagai seorang pemuda seperti pada

umumnya, dengan memandang kita sebagai seorang kader dakwah. Akan ada

kesenjangan pola interaksi, antara pemuda yang sering nongkrong di warung,

dengan pemuda yang mendekatkan dirinya pada masjid. Dan inilah pentingnya

ciri khas.

Dalam tahapan mempertegas identitas ini, setidaknya kita harus

menguasai 3 hal: a. Aqidah yang lurus, b. Berpedoman pada quran dan sunnah,

dan c. Menjadi kader yang berakhlak. Aqidah dan keimanan bagaikan sebuah

dasar bangunan. Karena di sanalah kita akan berpijak. Sehingga jika pijakan kita

kabur (tidak jelas), tentunya kita akan berada di dalam kebingungan. Larut

dalam kegalauan. Tetapi jika aqidah sudah terbangun, maka kita harus

menguasai quran dan sunnah secara baik. Karena 2 hal itulah yang menjadi

pedoman hidup seorang kader dakwah. Bahkan rasul dalam khutbah haji wada

mengatakan;

‘Telah aku tinggalkan 2 perkara, kau tidak akan tersesat selamanya.

Selama kau berpegang teguh kepadanya; yaitu Quran dan sunnah’

Jika aqidah, pemahaman quran dan sunnah sudah baik; tuntutan

selanjutnya adalah mengimplementasikan pemahaman kedalam akhlaqul

karimah. Akhlak yang baik. Akhlaklah yang membuat seorang muslim memiliki

karakter. Dan tidak mungkin kita dapat mendengar istilah peradaban Islam

berjaya seribu tahun lebih, jika kata dasar dari peradaban, yaitu adab

6
(etika/akhlak); tidak melekat pada diri seorang muslim. Sehingga jika ada

seorang muslim tidak mencerminkan akhlaqul karimah yang Islam ajarkan, yang

akan terjadi selanjutnya adalah bias identitas.

2. Memantapkan Arah Perjuangan

Memantapkan arah perjuangan merupakan hal penting dalam perjungan

membangun komitmen dakwah. Karena arahlah yang membuat kita memiliki

fokus. Arah juga yang membuat kita mantap dalam menarasikan cita masa

depan, dan arah pulalah yang membuat kita mantap dalam berjalan. Sehingga

dalam tahapan ini, setidaknya kita perlu menguasai 3 hal; a. Manhaj (metode), b.

Uslub Wasail (cara dan sarana), dan Tujuan.

Manhaj merupakan barang berharga dalam sebuah jamaah dakwah. Ke

sanalah kita berorientasi. Karena manhaj yang berfungsi sebagai media

penyelesaian konflik. Sehingga segala jenis konflik, dapat diselesaikan secara

manhaji. Adapun uslub wasail kita dalam berdakwah harus dimaksimalkan. Dan

uslub wasail juga boleh berubah, karena memang sifatnya fleksibel. Kita ada

sarana liqoat tarbiyah, daurah, seminar, mukhayyam, ataupun tarbiyah dzatiyah.

Semuanya harus dimaksimalkan secara baik.

Yang terakhir adalah memahami tujuan kita dalam berdakwah. Dan

pemahaman akan tujuan tidak bisa kita pahami secara baik, jika kita belum

memahami afiliasi pergerakan. Kita adalah jamaah dakwah yang bertransformasi

menjadi partai politik. Sehingga kita harus meyakini sebuah kaidah; Aljamaah

hiyal hizb, Hizb huwal jamaah (Jamaah dakwah adalah partai politik, dan partai

politik adalah jamaah dakwah). Karena kata kunci dari pemahaman tersebut

7
adalah dakwah dan politik. Keduanya harus diformulasikan secara baik, agar

hubungan antara jamaah dan indivu dapat berjalan secara integral.

3. Mengimplementasikan pemahaman ke dalam agenda kerja agenda

kerja menjadi sebuah medan pembuktian kita dalam berdakwah. Jika 2 tahapan

sebelumnya masih berkisar pada ranah konseptual dan pendalaman ideologi,

maka implementasi pemahaman ke dalam agenda kerja merupakan aplikasi

nyatanya. Dan agenda kerja ini pun harus sesuai dengan mihwar (orbit) dakwah.

Setidaknya ada 4 mihwar; Mihwar tanzhim (organisasi), mihwar sya’bi

(masyarakat), mihwar muassasi (institusi), dan mihwar daulah (negara). Dan

akumulasi dari setiap mihwar itu adalah ustadziyatul alam (guru dunia). Guru

dalam konteks, orang yang memberikan contoh kepada seluruh masyarakat

dunia.

1. Mihwar tanzhim. Contoh kerja yang dapat diimplementasikan dalam

mihwar tanzhim, paling minimal adalah keaktifan kita di dalam

struktural. Entah keaktifan dalam kepanitiaan pengurus (ranting,

cabang, daerah, wilayah, hingga pusat). Atau aktif di dalam

organisasi sayap seperti (rohis, LDK, KAMMI). Keaktifan dalam

kepanitiaan struktural adalah sebuah kontribusi paling minimal.

Jikalau kita bisa menjadi muharik (penggerak), itu jauh lebih baik.

2. Mihwar Sya’bi. Pada mihwar ini seorang kader dakwah bisa turut

aktif dalam kegiatan sosial, hingga aktif dalam organisasi

kemasyarakatan. Contoh riilnya adalah keaktifan kita dalam kegiatan

remaja masjid, karang taruna, yayasan sosial, hingga aktif dalam

kegiatan struktural pemerintahan terkecil (RT/RW).

8
3. Mihwar Muassasi. Institusi pada mihwar ini, biasanya dinisbatkan

kepada institusi tempat ikhwah bekerja. Pada tahapan ini, setidaknya

kita bisa menguatkan ukhuwah internal, sebelum berdakwah untuk

jangakauan yang lebih luas. Jika ukhuwah antar ikhwah diinstitusi

sudah terbangun, kita bisa berinisiatif mengambil sektor-sektor

penting untuk mendukung kegiatan dakwah. Kegiatan seperti

mengaktifkan mushola/masjid di perusahaan, membangun nuansa

dakwah ditempat kerja, hingga menunjukkan akhlaqul karimah

ditempat kerja (memberi salam, saling mendoakan, dll).

4. Mihwar Daulah. Mihwar pada tahapan daulah memang sedikit orang

yang bisa mencapainya. Mihwar ini bisa dikerjakan oleh ikhwah yang

menduduki jabatan publik seperti tenaga professional pemerintahan,

pejabat pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Tahapan

ini, memiliki skala yang besar dan luas. Karenanya perlu ada

kesinambungan dengan kader di grassroot, agar lebih mudah

terintegrasi.

Adapun akumulasi dari ke-4 mihwar ini adalah tercapainya ustadziyatul

alam (guru peradaban). Keteladanan untuk rakyat di seluruh dunia, yang

berperan besar dalam perealisasian kebangkitan umat Islam. Ustadziyatul alam

ini juga dekat maknanya dengan kepemimpinan. Dan semua hal itu dapat

tercapai, jika setiap mihwar dapat diselesaikan secara baik. Sehingga

Ustadziyatul alam yang tercipta nanti, adalah kepemimpinan yang adil dan

sejahtera. Dan hal ini dapat dibangun, dengan cara mempersiapkan kader

9
dakwah muda yang unggul. Sabab alyaum, wa rijalul ghod (Pemuda saat ini,

adalah pemimpin di masa depan).

B. Menjadi aktivis dakwah itu menyenangkan

Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru

kepada Allah, mengerjakan amal yang shalih dan berkata:”Sesungguhnya aku

termasuk orang-orang yang berserah diri.” Dan tidaklah sama kebaikan dan

kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba

orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi

teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan

kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada

orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. (Fushshilat: 33-35).

Ayat di atas merupakan bekal utama bagi para aktivis dakwah di jalan

Allah (dai), agar selalu semangat dan istiqamah, tidak pernah gentar dan getir,

senantiasa menjalankan tugasnya dengan tenang, tidak emosional dan

seterusnya. Ayat tersebut diletakkan setelah sebelumnya di awal surat Fushshilat

Allah menggambarkan sikap orang-orang yang tidak mau menerima ajaran

Allah. “Mereka mengatakan: hati kami tertutup, (maka kami tidak bisa

10
menerima) apa yang kamu serukan kepadanya, pun telinga kami tersumbat, lebih

dari itu di antara kami dan kamu ada dinding pemisah.” (Fushshilat: 5). Bisa

dibayangkan bagaimana beratnya tugas dakwah jika yang dihadapi adalah orang-

orang yang tidak mau menerima kebenaran, tidak mau diajak kepada kebaikan,

lebih dari itu ia menyerang, memusuhi dan melemparkan ancaman. Setiap

disampaikan kepada mereka ajaran Allah, mereka menolaknya dengan segala

cara, entah dengan menutup telinga, menutup mata, atau dengan mencari-cari

alasan dan lain sebagainya.

Dakwah di jalan Allah adalah kebutuhan pokok manusia. Tanpa dakwah

manusia akan tersesat jalan, jauh dari tujuan yang diinginkan Allah Subhanahu

wata’ala . Para rasul dan nabi yang Allah pilih dalam setiap fase adalah dalam

rangka menegakkan risalah dakwah ini. Di dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu

wata’ala tidak pernah bosan mengulang-ulang seruan untuk bertakwa dan

menjauhi jalan-jalan setan. Tetapi manusia tetap saja terlena dengan panggilan

hawa nafsu. Terpedaya dengan indahnya dunia sehingga lupa kepada akhirat.

Dalam ( surat Al-Infithaar ayat 6 ) Allah berfirman: yaa ayyuhal insaan maa

gharraka birabbikal karim (wahai manusia apa yang membuat kamu terpedaya,

sehingga kamu lupa terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah?)

Dalam ayat lain: kallaa bal tuhibbuunal aajilah watadzaruunal aakhirah

(sekali-kali tidak, sungguh kamu masih mencintai dunia dan meninggalkan

akhirat) (Al-Qiyaamah: 20-21). Perhatikan bagaimana pahit getir yang harus

ditempuh para pejalan dakwah. Sampai kapan manusia harus terus terombang-

ambing dalam gemerlap dunia yang menipu kalau tidak ada seorang pun yang

bergerak untuk melakukan dakwah di sini tampak bahwa tugas dakwah pada

11
hakikatnya bukan hanya tugas para dai, melainkan tugas semua manusia yang

mengaku dirinya sebagai hamba Allah –tak perduli apa profesinya– lebih-lebih

mereka yang telah meletakkan dirinya sebagai aktivis dakwah.

Karenanya, persoalan dakwah bukan persoalan nomor dua, melainkan

persoalan pertama dan harus diutamakan di atas segala kepentingan. Bila kita

mengaku mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, maka juga harus

mengaku bahwa berjuang di jalan dakwah adalah segala-galanya. Karena

Rasulullah dan sahabat-sahabatnya tidak saja mengorbankan segala waktu dan

hartanya bahkan jiwa raganya untuk dakwah kepada Allah. Bagi mereka rumah

dan harta yang telah mereka bangun sekian lama di kota Makkah memang

merupakan bagian dari kehidupan yang sangat mahal dan berharga. Tetapi

mempertahankan iman dan menegakkan ajaran Allah di bumi adalah di atas

semua itu. Karenanya mereka tidak pikir-pikir lagi untuk berhijrah dengan

meninggalkan segala apa yang mereka miliki. Mereka benar-benar paham bahwa

iman dan dakwah pasti menuntut pengorbanan. Karenanya dalam berbagai

pertempuran para sahabat berlomba untuk melibatkan dirinya. Mereka merasa

berdosa jika tidak ikut terlibat aktif. Tidak sedikit dari mereka yang telah gugur

di medan tempur. Semua ini menggambarkan kesungguhan dan kejujuran

mereka dalam menegakkan risalah dakwah yang taruhannya bukan hanya harta

benda melainkan juga nyawa.

12
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, penulis dapat menyimpulkan:

1. Dakwah merupakan suatu proses penyelenggaraan aktivitas atau usaha

yang dilakukan secara sadar dan sengaja dalam upaya meningkatkan taraf

hidup dan tata nilai kehidupan manusia dengan berlandaskan ketentuan

Allah Subhanahu wata’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

2. Tujuan dakwah substansinya yaitu demi kemaslahatan hidup manusia di

dunia dan kehidupan di akhirat.

3. Unsur dakwah terdiri atas : Da’i (pelaku dakwah), Mad’u (Mitra Dakwah

atau Penerima Dakwah), Materi dakwah, Media (Wasilah) dakwah,

Metode (Thariqah) dakwah, efek (Atsar) dakwah.

4. Dakwah kepada kelaurga dapat dilakukan dengan menegur dan memberi

contoh. Member nasihat pada orang tua harus dengan cara yang baik dan

sopan.

5. Dakwah kepada masyarakat dalam era global harus dapat memafaatkan

teknologi. Seperti sekarang ini banyak dakwah dalam masyarakat melalui

jejaring social dan juga media massa.

6. Dakwah kepada lingkungan kampus adalah dakwah ammah harokatudz

dzahiroh dalam lingkup perguruan tinggi, dakwah yang sifatnya terbuka,

berorientasi kepada rekrutmen dakwah di kalangan civitas akademika

secara umum, dan aktivitasnya.

13
14

Anda mungkin juga menyukai