Anda di halaman 1dari 3

Membangun Komitmen Kader Dakwah

Tarbiyah

Komitmen di dalam bahasa arab, biasa disebut dengan iltizam. Tapi iltizam apa yang dimaksud?
Tentunya iltizam bil haq. Komitmen kepada kebenaran. Karena jika kita tidak tegaskan hakikat
komitmen yang dimaksud; maka kejahatan juga bisa dilakukan dengan komitmen. Dalam hal ini,
kadar intelektual seorang kader dakwah menjadi penentu kualitas keteguhan komitmen. Semakin
mendalam kadar intelektualnya (keilmuan), maka semakin tepatlah seorang kader membedakan
antara haq dan bathil.

Dalam membangun sebuah komiten kuat di dalam harokah dakwah, setidaknya kita harus
melalui 3 tahapan: 1. Mempertegas identitas, 2. Menentukkan arah perjuangan, dan 3.
Mengimplementasikan pemahaman ke dalam agenda kerja. Karena urutan tersebut, sudah
menjadi sebuah tahapan yang tersusun rapi, dan harus dilakukan secara kontinyu. Dan jika boleh
dibagi, pada dasarnya tahap 1 dan 2 masih dalam ranah semangat berdakwah. Sebenarnya
berdakwah juga merupakan kewajiban setiap muslim tanpa terkecuali. Adapun tahapan ke-3,
sudah memasuki semangat berharokah. Jika berdakwah masih dalam ranah usaha ‘mengajak’
orang lain kepada kebaikan, maka berharokah sudah memasuki ranah
memobilisasi/mengorganisir massa.

1. Mempertegas Identitas

Seorang kader dakwah harus tegas dengan identitasnya. Karena identitas diri akan menentukan
cara orang lain bersikap terhadap kita. Akan beda jadinya; jika orang lain memandang kita hanya
sebagai seorang pemuda seperti pada umumnya, dengan memandang kita sebagai seorang kader
dakwah. Akan ada kesenjangan pola interaksi, antara pemuda yang sering nongkrong di warung,
dengan pemuda yang mendekatkan dirinya pada masjid. Dan inilah pentingnya ciri khas.

Dalam tahapan mempertegas identitas ini, setidaknya kita harus menguasai 3 hal: a. Aqidah yang
lurus, b. Berpedoman pada quran dan sunnah, dan c. Menjadi kader yang berakhlak. Aqidah dan
keimanan bagaikan sebuah dasar bangunan. Karena di sanalah kita akan berpijak. Sehingga jika
pijakan kita kabur (tidak jelas), tentunya kita akan berada di dalam kebingungan. Larut dalam
kegalauan. Tetapi jika aqidah sudah terbangun, maka kita harus menguasai quran dan sunnah
secara baik. Karena 2 hal itulah yang menjadi pedoman hidup seorang kader dakwah. Bahkan
rasul dalam khutbah haji wada mengatakan;

‘Telah aku tinggalkan 2 perkara, kau tidak akan tersesat selamanya. Selama kau berpegang teguh
kepadanya; yaitu Quran dan sunnah’

Jika aqidah, pemahaman quran dan sunnah sudah baik; tuntutan selanjutnya adalah
mengimplementasikan pemahaman kedalam akhlaqul karimah. Akhlak yang baik. Akhlaklah
yang membuat seorang muslim memiliki karakter. Dan tidak mungkin kita dapat mendengar
istilah peradaban Islam berjaya seribu tahun lebih, jika kata dasar dari peradaban, yaitu adab
(etika/akhlak); tidak melekat pada diri seorang muslim. Sehingga jika ada seorang muslim tidak
mencerminkan akhlaqul karimah yang Islam ajarkan, yang akan terjadi selanjutnya adalah bias
identitas.

2. Memantapkan Arah Perjuangan

Memantapkan arah perjuangan merupakan hal penting dalam perjungan membangun komitmen
dakwah. Karena arahlah yang membuat kita memiliki fokus. Arah juga yang membuat kita
mantap dalam menarasikan cita masa depan, dan arah pulalah yang membuat kita mantap dalam
berjalan. Sehingga dalam tahapan ini, setidaknya kita perlu menguasai 3 hal; a. Manhaj
(metode), b. Uslub Wasail (cara dan sarana), dan Tujuan.

Manhaj merupakan barang berharga dalam sebuah jamaah dakwah. Ke sanalah kita berorientasi.
Karena manhaj yang berfungsi sebagai media penyelesaian konflik. Sehingga segala jenis
konflik, dapat diselesaikan secara manhaji. Adapun uslub wasail kita dalam berdakwah harus
dimaksimalkan. Dan uslub wasail juga boleh berubah, karena memang sifatnya fleksibel. Kita
ada sarana liqoat tarbiyah, daurah, seminar, mukhayyam, ataupun tarbiyah dzatiyah. Semuanya
harus dimaksimalkan secara baik.

Yang terakhir adalah memahami tujuan kita dalam berdakwah. Dan pemahaman akan tujuan
tidak bisa kita pahami secara baik, jika kita belum memahami afiliasi pergerakan. Kita adalah
jamaah dakwah yang bertransformasi menjadi partai politik. Sehingga kita harus meyakini
sebuah kaidah; Aljamaah hiyal hizb, Hizb huwal jamaah (Jamaah dakwah adalah partai politik,
dan partai politik adalah jamaah dakwah). Karena kata kunci dari pemahaman tersebut adalah
dakwah dan politik. Keduanya harus diformulasikan secara baik, agar hubungan antara jamaah
dan indivu dapat berjalan secara integral.

3. Mengimplementasikan pemahaman ke dalam agenda kerja

Agenda kerja menjadi sebuah medan pembuktian kita dalam berdakwah. Jika 2 tahapan
sebelumnya masih berkisar pada ranah konseptual dan pendalaman ideologi, maka implementasi
pemahaman ke dalam agenda kerja merupakan aplikasi nyatanya. Dan agenda kerja ini pun harus
sesuai dengan mihwar (orbit) dakwah. Setidaknya ada 4 mihwar; Mihwar tanzhim (organisasi),
mihwar sya’bi (masyarakat), mihwar muassasi (institusi), dan mihwar daulah (negara). Dan
akumulasi dari setiap mihwar itu adalah ustadziyatul alam (guru dunia). Guru dalam konteks,
orang yang memberikan contoh kepada seluruh masyarakat dunia.

1. Mihwar tanzhim. Contoh kerja yang dapat diimplementasikan dalam mihwar tanzhim,
paling minimal adalah keaktifan kita di dalam struktural. Entah keaktifan dalam
kepanitiaan pengurus (ranting, cabang, daerah, wilayah, hingga pusat). Atau aktif di
dalam organisasi sayap seperti (rohis, LDK, KAMMI). Keaktifan dalam kepanitiaan
struktural adalah sebuah kontribusi paling minimal. Jikalau kita bisa menjadi muharik
(penggerak), itu jauh lebih baik.
2. Mihwar Sya’bi. Pada mihwar ini seorang kader dakwah bisa turut aktif dalam kegiatan
sosial, hingga aktif dalam organisasi kemasyarakatan. Contoh riilnya adalah keaktifan
kita dalam kegiatan remaja masjid, karang taruna, yayasan sosial, hingga aktif dalam
kegiatan struktural pemerintahan terkecil (RT/RW).
3. Mihwar Muassasi. Institusi pada mihwar ini, biasanya dinisbatkan kepada institusi tempat
ikhwah bekerja. Pada tahapan ini, setidaknya kita bisa menguatkan ukhuwah internal,
sebelum berdakwah untuk jangakauan yang lebih luas. Jika ukhuwah antar ikhwah
diinstitusi sudah terbangun, kita bisa berinisiatif mengambil sektor-sektor penting untuk
mendukung kegiatan dakwah. Kegiatan seperti mengaktifkan mushola/masjid di
perusahaan, membangun nuansa dakwah ditempat kerja, hingga menunjukkan akhlaqul
karimah ditempat kerja (memberi salam, saling mendoakan, dll).
4. Mihwar Daulah. Mihwar pada tahapan daulah memang sedikit orang yang bisa
mencapainya. Mihwar ini bisa dikerjakan oleh ikhwah yang menduduki jabatan publik
seperti tenaga professional pemerintahan, pejabat pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan
yudikatif). Tahapan ini, memiliki skala yang besar dan luas. Karenanya perlu ada
kesinambungan dengan kader di grassroot, agar lebih mudah terintegrasi.

Adapun akumulasi dari ke-4 mihwar ini adalah tercapainya ustadziyatul alam (guru peradaban).
Keteladanan untuk rakyat di seluruh dunia, yang berperan besar dalam perealisasian kebangkitan
umat Islam. Ustadziyatul alam ini juga dekat maknanya dengan kepemimpinan. Dan semua hal
itu dapat tercapai, jika setiap mihwar dapat diselesaikan secara baik. Sehingga Ustadziyatul alam
yang tercipta nanti, adalah kepemimpinan yang adil dan sejahtera. Dan hal ini dapat dibangun,
dengan cara mempersiapkan kader dakwah muda yang unggul. Sabab alyaum, wa rijalul ghod
(Pemuda saat ini, adalah pemimpin di masa depan).

Anda mungkin juga menyukai