Anda di halaman 1dari 43

Konstipasi

Oleh :
Jason Avizkan
2016060253
12016001637
Overview
• Klasifikasi dan Definisi Konstipasi
• Epidemiologi Konstipasi
• Etiologi dan Faktor Risiko Konstipasi
• Review Anatomi dan Fisiologi Usus Besar
• Patofisiologi Konstipasi
• Komplikasi dan Manifestasi Klinis Konstipasi
• Terapi dan Tatalaksana Konstipasi
Definisi Konstipasi
• Menurut kamus kedokteran Dorland : konstipasi
adalah evakuasi feses yang jarang atau sulit
• Menurut National Institute of Diabetes and
Digestive and Kidney Diseases : konstipasi adalah
suatu kondisi di mana kita memiliki kurang dari
tiga kontraksi usus dalam seminggu; tinja yang
keras, kering, atau kental; tinja yang sulit atau
menyakitkan untuk dilewati; dan atau perasaan
bahwa tidak semua tinja telah berlalu
Klasifikasi Konstipasi
• Berdasarkan onset :
• Akut (<3 bulan)
• Kronis (>3 bulan)
• Berdasarkan Kausa :
• Organik
• Fungsional
Epidemiologi Konstipasi
• Prevalensi konstipasi global menurut JNM adalah sebesar 28,4%
• Prevalensi konstipasi di Indonesia menurut wald et al adalah sebesar
12,9%
• Menurut penelitian Bardosono dan Sunardi, prevalensi konstipasi di
Jakarta adalah sebesar 52,9%
• Prevalensi konstipasi pada anak yang terbanyak adalah pada kelompok
usia 4-17 tahun yaitu sebesar 22.6%, cenderung pada anak laki-laki
• Prevalensi konstipasi pada dewasa bertambah seiring umur, namun
kelompok usia yang terbanyak adalah kelompok usia diatas 65 tahun yaitu
sebesar 30%-40%
• Pada dewasa, konstipasi didapat lebih tinggi pada wanita dibanding pria
dengan rasio 3:1 dan lebih sering ditemukan pada orang non kulit putih
• Jenis konstipasi yang tersering pada anak dan dewasa adalah konstipasi
fungsional dengan persentase sebesar 90% dari seluruh penyebab
konstipasi
Etiologi Konstipasi
• Primer :
• Faktor Intrinsik dari Fungsi Kolon
• Sekunder :
• Obat-obatan tertentu
• Kondisi metabolik tertentu
• Obstruksi saluran pencernaan karena kondisi
tertentu maupun massa tertentu di saluran
pencernaan
• Kondisi kesehatan tertentu
Faktor Risiko Konstipasi
• Faktor usia
• Non kulit putih
• Perempuan
• Kondisi dehidrasi
• Jarang mengkonsumsi makanan yang mengandung serat
• Jarang beraktivitas fisik
• Sering menahan buang air besar
• Gaya hidup tidak sehat
• Obesitas
• Sedang menjalani terapi tertentu
• Gangguan psikososial tertentu
Anatomi Usus Besar
• Usus besar berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5
meter yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar sekitar
6,5 cm, tetapi semakin mendekatrai anus diameternya semakin kecil.
• Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum. Pada sekum terdapat
katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum.
• Kolon dibagi lagi menjadi kolon asenden, transversum, desenden, dan sigmoid.
• Hampir seluruh usus besar memilki empat lapisan morfologik seperti yang
ditemukan pada bagian usus lain.Lapisannya dari luar ke dalam adalah serosa,
taenia (lapisan otot longitudinal), lapisan otot sirkuler, submukosa, mukosa
muskularis, dan kombinasi antara lamina propria dengan epitel kolumnar selapis.
• Lapisan longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita
yang disebut sebagai taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, sehingga
rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenia
lebih pendek daripada usus, sehingga usus tertarik dan berkerut membentuk
kantong-kantong kecil yang disebut sebagai haustra. Lapisan mukosa usus besar
jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung vili
atau rugae. Kriptus Lieberkhun (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan
mempunyai lebih banyak sel goblet dibandingkan dengan usus halus.
Vaskularisasi Usus Besar
• Arteria mesenterika superior memperdarahai sebelah kanan
(sekum, kolon asenden, dan duapertiga proksimal kolon
transversum), dan arteria mesenterika inferior memperdarahai
sebelah kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon desenden,
kolon sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Suplai darah
tambahan ke rektum berasal dari arteri hemoroidalis media dan
inferior yang dicabangkan dari arteri iliaka interna dan aorta
abdominalis.
• Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui
vena mesenterika superior, vena mesenterika inferior, dan vena
hemoroidalis superior (bagian sistem portal yang mengalirkan darah
ke hati). Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah
ke vena iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi sistemik.
Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media,
dan inferior, sehingga tekana portal yang meningkat dapat
terjadinya aliran balik ke dalam vena dan mengakibatkan hemoroid.
Persyarafan Kolon
• Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf
otonom dengan perkecualian sfingter anus eksternus
yang berada dalam pengendalian volunter. Serabut
parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian
tengah kolon transversum , dan saraf pelvikus yang
berasal dari daerah sakral menyuplai bagian distal.
Serabut simpatis meninggalkan medulla spinalis
melalui saraf splanknikus. Serabut saraf ini bersinaps
dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis, kemudian
serabut pasca ganglionik menuju kolon. Rangsangan
simpatis menghambat sekresi dan kontraksi , serta
merangsang sfingter rektum. Rangsangan parasimpatis
mempunyai efek yang berlawanan.
Fisiologi Fungsi Kolon
Absorpsi Cairan
• Menerima rata-rata 1,5Ltr cairan per hari dari
usus halus, dan mengeluarkan sekitar 200-400 ml
melewati tinja
• Sodium direabsorpsi intraluminal melalui kanal
transport aktif
• Sekresi kolon dimediasi oleh chloride
channel/CFTR yang akan mereabsorpsi cairan dan
elektrolit
• Sehingga tinja yang berada lebih lama dalam
kolon akan menjadi lebih kering
Fisiologi Fungsi Kolon
motilitas kolon
• Terdapat HAPCs (High Amplitude Propagated Contractions) yang terangsang
karena reflek gastrokolik.
• Colonic transit yang normal pada dewasa adalah setiap 20-72 jam
• Tiga sampai empat kali sehari, umunya setelah makan, terjadi peningkatan
motilitas, yaitu terjadi kontraksi simultan segmen-segmen besar di kolon
asendens dan transverses
• sehingga dalam beberapa detik feses terdorong sepertiga sampai tiga
perempat dari panjang kolon . kontraksi-kontraksi masif yang diberi nama
gerakan massa (mass movement) ini, mendorong isi kolon ke bagian distal
usus besar, tempat isi tersebut disimpan sampai terjadi defekasi.
• Peristaltis diperantarai serotonin/5-hydroxytryptamine(5HT) sebagai
neurotransmitter yang dilepaskan oleh ECF, yang akan menginduksi refleks
lokal yang membantu peristaltis usus terhadap bolus
• 5HT akan menstimulasi neurotransmitter penginduksi kontraksi dibelakang
bolus dan neurotransmitter penginduksi relaksasi di depan bolus
• Contoh neurotransmitter pro kontraksi (asetilkolin) dan neurotransmitter pro
relaksasi (nitrit oxide)
• Ada 7 subtipe reseptor 5HT, tetapi yang paling signifikan adalah 5HT4 sebagai
respon peristaltik dan 5HT3 sebagai penerima sensasi bolus dalam usus dan
penyalur informasi kepada sistem saraf pusat
Fisiologi Fungsi Kolon
Refleks Defekasi
• Sewaktu gerakan massa di kolon mendorong isi kolon ke dalam rektum , terjadi
peregangan rektum yang kemudian merangsang reseptor regang di mukosa dinding
rektum menstimulasi nervus intrinsik untuk meningkatkan peristaltik pada kolon sigmoid
dan relaksasi sfingter anus internus.
• Nervus parasimpatis dari pleksus sakral (S2-S4) meningkatkan refleks neural intrinsik ini.
Refleks ini disebabkan oleh sfingter anus internus (yang terdiri dari otot polos) untuk
melemas dan rektum serta kolon sigmoid untuk berkontraksi lebih kuat.
• Kerja dari otot-otot anorektal pada proses defekasi diawali dan diseimbangkan oleh
impuls volunter dan refleks aksi. Ketika detrusor rektum distensi karena massa feses dan
reseptor peregangan distimulasi, refleks inhibisi rektoanal dimulai dengan kontraksi
detrusor rektum dan relaksasi sfingter anus internus.
• Kontraksi detrusor merangsang dua refleks, yaitu refleks rektopuborektal dan refleks
rektolevator. Refleks rektolevator menghasilkan kontraksi rektolevator, yang akan
membuka leher rektum. Pada waktu yang sama, kontraksi rektopuborektal, ditekan oleh
refleks puborektalis, yang berfungsi untuk tetap menutup leher rektum dibawah
kesadaran sampai memungkinkan untuk defekasi.
• Keinginan untuk defekasi dimulai ketika tekanan rektum meningkat sampai 18 mmHg.
Ketika tekanan sampai 55 mmHg , sfingter anus internus dan eksternus relaksasi dan
feses akan dikeluarkan. Jika tidak memungkinkan untuk defekasi, puborektalis akan terus
berkontraksi untuk mencegah feses keluar.
Fisiologi Fungsi Kolon
Refleks Defekasi
• Kontraksi volunter puborektalis menyebabkan dua refleks aksi:
pertama refleks relaksasi levator , dan kedua refleks relaksasi
detrusor. Sementara itu, kontraksi puborektalis menekan refleks
inhibisi rektoanal, yang menyebabkan relaksasi sfingter anus
internus. Oleh karena itu, kontraksi volunter,puborektalis melalui
refleks inhibisi volunter , mencegah relaksasi sfingter anus internus,
yang menyebabkan refleks relaksasi detrusor dan menekan
keinginan untuk defekasi
• Apabila defekasi ditunda, dinding rektum yang semula tegang akan
perlahan-lahan melemas dan keinginan untuk buang air besar
mereda sampai gerakan massa berikutnya yang mendorong lebih
banyak feses ke dalam rektum, yang kembali meregangkan rektum
dan memicu refleks defekasi. Selama periode nonaktif, kedua
sfingter anus tetap berkontraksi untuk memastikan tidak terjadi
pengeluaran feses.
Patofisiologi Konstipasi
Patofisiologi Konstipasi Primer
• Normal Transit Constipation:
• Sering disebut juga sebagai konstipasi fungsional
• Jenis yang paling sering ditemukan klinisi
• Idiopatik
• Berespon baik terhadap terapi diet serat dan pemberian
laxative
• Jadi sering diduga sebagai konstipasi karena defisiensi serat
• diduga bisa disebabkan karena Gut-Brain interaction
(depresi, ansietas, somatisasi, dsb), bisa juga karena faktor
gaya hidup dan dietary(jarang mengkonsumsi serat),
genetik (spesifik genotypes dari G-Protein subunit 825 dan
mutasi di gen SCN5A)
Kriteria Diagnostik Konstipasi
Fungsional Berdasarkan ROME IV
Penyingkiran diagnosis banding IBS
berdasarkan kriteria diagnostik ROME IV
Patofisiologi Konstipasi Primer
• Slow Transit Constipation :
• Pergerakan usus yang tidak teratur dan biasanya kurang
dari satu kali selama seminggu
• Punya waktu transit kolon yang memanjang dan frekuensi
HAPCs yang menurun
• Diduga karena inersia kolon dimana kolon tidak atau jarang
menunjukkan aktivitas motorik setelah makan maupun
diberikan stimulus.
• Dapat juga disebabkan oleh gangguan
neuromuskuloskeletal, yaitu karena defisiensi ICC
(Interstitial Cell Cajal) dan defisiensi neuron di pleksus
myenteric yang mengekspresikan neurotransmitter
eksitatori di dinding usus.
Patofisiologi Konstipasi Primer
• Evacuation disorder :
• Karena disinergi otot defekasi dan
abnormalitas struktur anatomi panggul yang
menunjang defekasi
Patofisiologi Konstipasi Sekunder
• Medikasi : Obat-obatan kemoterapi, obat antihipertensi(mengurangi
kontraksi ototpolos), antidepresan(menghambat metabolisme 5HT),
penggunaan antasid jangka panjang, penggunaan analgesik berlebih, obat
parkinson, anti spasmodik, antiepileptik, dan antipsikotik(punya efek
antikolinergik dan dopaminergik)
• Neurologis : Gangguan transmisi sinyal dari neurotransmitter dan
kegagalan ICC dalam meregulasi neurotransmitter pencernaan
• Metabolik : Hipotiroidisme(retensi cairan) dan
hiperkalsemia(mempengaruhi kanal ion dan pergantian cairan)
• Infeksi : Gastroenteritis berkepanjangan dapat menyebabkan konstipasi
• Obstruksi : Karena massa tertentu, seperti tumor akan menyumbat
saluran pencernaan dan menyebabkan konstipasi/kesulitan defekasi
• Sistemik : Multiple Sclerosis, akan menyebabkan inflamasi dimana-mana,
termasuk saluran pencernaan, dan saluran pencernaan yang mengalami
inflamasi akan sulit melakukan fungsinya
Manifestasi Klinis Konstipasi
• Penurunan nafsu makan
• Letargi/lesu
• Malaise/lemas
• Perut kembung
• Tinja keras dan terpisah-pisah
• Sakit saat mengedan
• Pusing dan sakit kepala
Diagnosa Konstipasi
• ROME IV
• Anamnesa menyeluruh
• PF Abdomen
• Colok dubur/rectal toucher
• Foto polos abdomen
• MRI
• CT-Scan
• Anorectal manometri
• Colonoscopy
Terapi dan Tatalaksana Konstipasi
Kesimpulan
• Konstipasi tidak selalu menjadi diagnosa, namun juga dapat
menjadi suatu keluhan yang mengarah atau mendukung
kepada suatu diagnosa tertentu
• Konstipasi dibedakan menjadi primer dan sekunder
• Konstipasi yang tersering adalah konstipasi fungsional
• Konstipasi biasanya dapat bereaksi dengan baik dengan
perbaikan konsumsi serat dan laxative
• Apabila ada penyakit atau kondisi tertentu yang komorbid
atau menyebabkan konstipasi, maka penyakit yang
mendasari harus ditangani terlebih dahulu
• Konstipasi tidak menyebabkan kematian, namun dapat
menjadi serius apabila tidak ditangani sesegera mungkin
Referensi
• Kasper, Dennis L.,, et al. Harrison's Principles of Internal Medicine. 19th edition. New York: McGraw Hill Education, 2015.
• Rome IV—Functional GI Disorders: Disorders of Gut-Brain Interaction. Douglas A. Drossman, William L. Hasler . p1257–
1261.2016
• Krogh K, Chiarioni G, Whitehead W. Management of chronic constipation in adults. United European Gastroenterology Journal.
2017;5(4):465-472. doi:10.1177/2050640616663439.
• Andrews CN, Storr M. The pathophysiology of chronic constipation. Canadian Journal of Gastroenterology. 2011;25(Suppl
B):16B-21B.
• McCrea GL, Miaskowski C, Stotts NA, Macera L, Varma MG. Pathophysiology of constipation in the older adult. World Journal of
Gastroenterology : WJG. 2008;14(17):2631-2638. doi:10.3748/wjg.14.2631.
• Gray JR. What is chronic constipation? Definition and diagnosis. Canadian Journal of Gastroenterology. 2011;25(Suppl B):7B-
10B.
• http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/46278/Chapter%20II.pdf;jsessionid=3DC8D330DF8F2D26185F244214
D76B20?sequence=4
• http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/60854/Chapter%20II.pdf?sequence=4
• Information H, Diseases D, Center T, Health N. Constipation | NIDDK [Internet]. National Institute of Diabetes and Digestive and
Kidney Diseases. 2018 [cited 25 July 2018]. Available from: https://www.niddk.nih.gov/health-information/digestive-
diseases/constipation
• Tamura A, Tomita T, Oshima T, Toyoshima F, Yamasaki T, Okugawa T et al. Prevalence and Self-recognition of Chronic
Constipation: Results of an Internet Survey. Journal of Neurogastroenterology and Motility. 2016;22(4):677-685.
• Prevalence of Constipation in the General Adult Population. Journal of Wound, Ostomy and Continence Nursing. 2014;41(1):E1-
E2.
• Bardosono, S., Sunardi, D. Functional Constipation and its related factors among female workers. Maj kedokteran Indonesia.
2011;LXI(3): Pp. 126–129.
• Dorland, W. A. Newman. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 29. Elsevier. 2015
• Constipation - Symptoms and causes [Internet]. Mayo Clinic. 2018 [cited 12 August 2018]. Available from:
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/constipation/symptoms-causes/syc-20354253
• Rome III Diagnostic Criteria for Functional Gastrointestinal Disorders [Internet]. 2018 [cited 11 August 2018]. Available from :
https://www.theromefoundation.org/assets/pdf/19_RomeIII_apA_885-898.pdf
Terima Kasih
Semoga Ilmunya Bermanfaat

Anda mungkin juga menyukai