Anda di halaman 1dari 30

KONSEP KEPERAWATAN KRITIS

OLEH: EFRIS KARTIKA SARI


KONSEP KEPERAWATAN KRITIS

 Keperawatan kritis merupakan suatu bidang keahlian


khusus yang merawat pasien dalam kondisi krisis
kesehatan yang mengancam nyawa, dengan
menggunakan patient/family centered model of care.
 Perawat kritis berkolaborasi dalam tim interprofesional,
bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan asuhan
keperawatan untuk memenuhi kebutuhan fisik,
psikososial, kultural, dan spiritual pasien dan keluarga.
PATIENT/FAMILY CENTERED MODEL
 Perawatan pasien sakit kritis dilakukan dengan bantuan
teknologi, dan bersifat intensif serta berkelanjutan.
 Perawat kritis membutuhkan kemampuan penyelesaian
masalah (problem-solving) dengan kemampuan khusus
dalam mengenali respon pasien sakit kritis.
 Asuhan keperawatan kritis membutuhkan kemampuan
untuk bertindak cepat dan tepat.
 Esensi asuhan keperawatan kritis tidak berdasarkan
pada lingkungan/peralatan khusus, tetapi dalam proses
pengambilan keputusan yang didasarkan pada
pemahaman kondisi fisiologi dan psikologi pasien.
 Perawat kritis harus menyeimbangkan kebutuhan
teknologi dan kebutuhan terhadap keamanan, privasi,
martabat, dan kenyamanan dalam perawatan pasien.
 Pasien memiliki hak untuk menerima perawatan sesuai
dengan pilihannya, dengan menghargai sikap, integritas
dalam hubungannya dengan keluarga dan lingkungan.
 Kemampuan perawat kritis dalam membuat keputusan
klinik didasarkan pada fondasi keilmuan yang kokoh dan
pengalaman kerja.
 Perawat kritis harus menguasai ilmu dan teknologi yang
diperlukan dalam melakukan asuhan keperawatan
pada pasien sakit kritis.
 Semangat dan proses belajar yang berkelanjutan (life
long learning) dibutuhkan untuk meningkatkan
kemampuan dalam melakukan asuhan keperawatan.
 Studi Viljoen et al (2017): mengeksplorasi alasan perawat
kritis akan keengganan mengikuti program
pengembangan diri yang (continuous professional
development program).
 Responden 14 perawat kritis yang bekerja di 3 ruang
rawat intensif RS.
 4 faktor yang mempengaruhi sikap mereka: komunikasi
(butuh komunikasi yang efektif, persuasif), continuous
professional development (tidak memenuhi kebutuhan
kerja, perlu identifikasi kebutuhan), ketidakleluasaan
waktu, dan implikasi finansial.
PERAN PERAWAT KRITIS

 Studi Edwards et al (2012): Bagaimanakah peran


perawat kritis dalam menghadapi situasi pasien tidak
dapat mengekspresikan harapannya terkait kondisi sakit,
anggota keluarga bertindak selaku pengambil
keputusan, dan tidak terdapat kesepakatan antara
anggota keluarga dengan tim kesehatan tentang terapi
pasien?
 Interview pada 12 perawat kritis, FGD pada 4 perawat
kritis.
 Peran perawat: mengupayakan keamanan pada
pasien, bekerja secara kompeten, memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas,
membangun/memulihkan hubungan dan kepercayaan
dengan keluarga, dan saling memberi dukungan antar
perawat.
STANDAR PERAWAT KRITIS (CACCN, 2009)

 Perawat kritis menggunakan pengetahuan khusus dan


keterampilan (advanced skills) untuk melakukan
pengkajian, monitoring, dan pengelolaan pasien untuk
meraih kesimbangan fisiologis yang optimal.
 Perawat kritis mengupayakan dan memfasilitasi
kenyamanan pasien dan keluarga secara optimal
dalam setting lingkungan perawatan berteknologi tinggi
yang asing bagi pasien dan keluarga.
 Perawat kritis mengembangkan hubungan yang
bermanfaat dengan pasien dan keluarga dengan
berdasar pada kepercayaan, martabat, rasa hormat,
komunikasi, dan kolaborasi.
 Perawat kritis melakukan asuhan keperawatan secara
aman dan optimal pada lingkungan yang beresiko
tinggi.
 Perawat kritis membantu pasien dan keluarga
menghadapi masa transisi menuju kematian (dari active
treatment ke peaceful death) ketika penatalaksanaan
pada pasien tidak lagi bermanfaat.
 Perawat kritis mengupayakan praktik kolaborasi, dengan
kontribusi yang bersifat setara, saling terbuka, dan
menghormati antara pasien, keluarga, dan setiap
anggota tim kesehatan.
 Perawat kritis melakukan fungsi kepemimpinan dengan
mengembangkan kondisi kolaborasi yang kondusif,
peningkatan kualitas perawatan, keamanan, kinerja
profesional, dan penggunaan sumber daya secara
bertanggung jawab.
PERAWAT KRITIS DI INDONESIA
PROSES KEPERAWATAN KRITIS

 Proses keperawatan memberi kerangka sistematik:


perawat mencari informasi, berespon terhadap petunjuk
klinik, mengidentifikasi dan berespon terhadap isu yang
mempengaruhi kesehatan pasien.
 Langkah-langkah proses keperawatan:

Pengkajian: Data dikumpulkan


Diagnosis: Data dianalisis untuk mengidentifikasi
masalah pasien/diagnosis keperawatan
Perencanaan: Mengembangkan rencana tindakan
Implementasi: Rencana dilaksanakan dalam tindakan
Evaluasi Hasil implementasi di evaluasi
KERANGKA KERJA HOLISTIK

 Konsep hirarki kebutuhan manusia, adaptasi, dan


perlindungan pasien mempunyai hubungan khusus
dengan asuhan keperawatan kritis.
 Hirarki kebutuhan manusia pada asuhan keperawatan
kritis berdasarkan teori Maslow’s sebagai berikut:
Kreativitas

Nilai diri

Harga diri

Memiliki

Keamanan/keselamatan

Eliminasi

Koordinasi

Metabolisme

Nutrisi

Sirkulasi

Udara

Pemeliharaan diri

Perawat sebagai
negosiator
KRITERIA PASIEN SAKIT KRITIS

Tujuan dari pelayanan di ruang rawat intensif adalah memberikan


pelayanan medik tertitrasi dan berkelanjutan serta mencegah
fragmentasi pengelolaan pasien sakit kritis, meliputi:
 Pasien - pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan
perawatan yang terkoordinasi dan berkelanjutan, sehingga
memerlukan perhatian yang teliti, agar dapat dilakukan
pengawasan yang konstan dan titrasi terapi.
 Pasien - pasien yang dalam keadaan bahaya mengalami
dekompensasi fisiologis dan karena itu memerlukan pemantauan
yang terus menerus dan kemampuan tim intensive care untuk
melakukan intervensi segera untuk mencegah timbulnya penyulit
yang merugikan.
Indikasi pasien yang layak dirawat di ICU adalah:
 Pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh Tim intensive
care
 Pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh
secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan
pengawasan yang konstan terus menerus dan metode terapi titrasi
 Pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan
tindakan segera untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis

Lihat Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan tentang


Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan ICU di RS dan guidelines
for ICU admission, discharge, and triage (terlampir).
EFEK SAKIT KRITIS BAGI PASIEN DAN
KELUARGA
 Pendekatan holistik pada asuhan keperawatan kritis
mencakup pasien dan keluarga pasien.

Keluarga memasuki krisis sebab:


 Terjadi peristiwa penuh stress dan mengancam
 Aktivitas pemecahan masalah tidak adekuat
 Terjadi penurunan kemampuan adaptasi keluarga dan
peningkatan kecenderungan terhadap kejadian krisis
STRESS DAN KOPING
Studi Kinrade et al (2009), kebutuhan keluarga ketika anggota keluarga
dirawat di ICU:
 Pertanyaan dijawab secara jujur
 Dapat mengunjungi pasien setiap saat
 Merasa petugas kesehatan peduli terhadap pasien
 Mengetahui fakta yang spesifik mengenai perkembangan pasien
 Mengetahui hasil yang diharapkan
 Melihat pasien secara berkala
 Mendapat jaminan bahwa pasien akan dirawat sebaik mungkin
 Mengetahui mengenai kenyataan meskipun menyedihkan
 Mendapatkan penjelasan mengenai sesuatu yang tidak dimengerti
KASUS: KONFLIK DI RUANG RAWAT INTENSIF

 Konflik biasa terjadi pada ruang rawat intensif (ICU).


 Studi Azoulay et al (2009), pada 7,358 staf ICU di 24
negara, 72% responden mengalami minimal satu situasi
konflik ketika kuesioner dibagikan, 27% konflik terjadi
antara keluarga pasien dan tenaga kesehatan. Sumber
konflik yang paling sering adalah masalah perilaku
(ketidakpercayaan, miskomunikasi), dan end of life care
(pengabaian terhadap pilihan pasien).
KASUS 1

 Nn. H dirawat di ruang rawat intensif dengan post op aneurisme aorta.


Kesesokan harinya, perawat membangunkan pasien untuk
kepentingan personal hygiene. Semalam pasien tidak bias tidur karena
kondisi ruangan yang bising. Pasien merasa sangat lelah dan meminta
tindakan personal hygiene ditunda sekitar dua jam. Perawat menolak
dengan mengatakan bahwa tindakan personal hygiene harus
dilakukan saat itu. Perawat mengganti seprei, menyeka pasien. Pasien
merasa tindakan perawat kasar sehingga dia merasa nyeri. Dua jam
kemudian datang perawat untuk mengambil sampel darah. Perawat
mengatakan bahwa hasil pemeriksaan sampel darah sebelumnya
meragukan, sehingga perlu mengambil sampel lagi. Pasien enggan
untuk bertanya lagi karena merasa pendapatnya diabaikan. Pasien
merasa sedih dan tidak berdaya.
 Lakukan analisis terhadap kasus tersebut berdasarkan standar dan
peran perawat kritis.
KASUS 2

 Tn. H di rawat di ICU selama 2 bulan dengan cedera otak berat.


Saat ini kondisi pasien mengalami perburukan akibat komplikasi
sepsis. Kondisi saat ini: pasien menggunakan ventilasi mekanik yang
terhubung dengan tracheocanule, batuk (produksi sputum massif,
berwara kuning kental), Rh +/+, TD 80/50 mmHg, N 120x/mnt, RR
35x/mnt, S 39oC, SpO2 80%, GCS 1x1, akral dingin, oliguria. Keluarga
telah diberi tahu bahwa kondisi pasien memburuk. Saat ini istri dan
anak mendampingi pasien, keduanya menangis dan meminta agar
bagaimanapun caranya pasien dapat diselamatkan.
 Rumuskan asuhan keperawatan yang dilakukan pada kondisi
tersebut.
REFERENSI

 Banfield, V., Giesbrecht, J., Goldsworthy, S., Hughes, P., Kastanis, D., MacConnell, G., . . . RuthTrinier. (2009).
Standards for Critical Care Nursing Practice Canadian Association of Critical Care Nurses. Canada: CACCN.

 Edwards, M. P., Throndson, K., & Dyck, F. (2012). Critical care nurses’ perceptions of their roles in family-team
conflicts related to treatment plans. CJNR, 44(1), 60-75.

 Hudak, C. M., & Gallo, B. M. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik (J. J. Benz Ed. VI ed. Vol. I). Jakarta:
EGC.

 Kinrade, T., Jackson, A. C., & Tomnay, J. E. (2009). The psychosocial needs of families during critical illness:
Comparison of nurses’ and family members’ perspectives. Australian Journal of Advanced Nursing, 27, 82-88.

 Medicine, S. o. C. C. (1999). Guidelines for ICU Admission, Discharge, and Triage Crit Care Med, 27(3), 633-638.

 Nates, J. L., Nunnally, M., Kleinpell, R., Blosser, S., Goldner, J., Birriel, B., .Sprung, C. L. (2016). ICU admission,
discharge, and triage guidelines: a framework to enhance clinical operations, development of institutional
policies, and further research. Crit Care Med, 44, 1553-1602.

 Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Nomor HK.02.04/I/1966/11 tentang Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit (2011).

 Viljoen, M., Coetzee, I., & Heyns, T. (2017). Critical care nurses’ reasons for poor attendance at a continuous
professional development program AJCC, 26(1), 70-76.

 Wahlin, I. (2017). Empowerment in critical care – a concept analysis. Scand J Caring Sci, 31, 164-174.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai