Anda di halaman 1dari 24

Referat

PENYALAHGUNAAN
DEXTROMETORFAN
Firdaus Riza
Hairini Elita
Nabila Emeraldine

Pembimbing :
dr. Djusnidar Dja’far, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN PEKANBARU
Latar Belakang
Dekstrometorfan termasuk dalam kategori obat bebas terbatas
yang manfaatnya untuk menekan batuk akibat iritasi tenggorokan
dan saluran napas bronkhial terutama pada kasus batuk pilek.
Dekstrometorfan sering disalahgunakan dengan dosis yang
berlebihan sehingga memberikan efek euforia, rasa tenang,
halusinasi penglihatan dan pendengaran.

Intoksikasi atau overdosis dekstrometorfan dapat menyebabkan


hipereksitabilitas, kelelahan, berkeringat, bicara kacau, hipertensi,
serta dapat menyebabkan depresi sistem pernapasan. Jika
digunakan bersama dengan alkohol, efeknya bisa menjadi lebih
berbahaya yaitu menyebabkan kematian.
Tujuan Penulisan
Memahami penyalahgunaan dekstrometorfan
01 menurut pandangan ilmu kedokteran jiwa.

Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah


02 di bidang Kedokteran khususnya bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa.

Memenuhi salah satu syarat ujian


03 Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Riau Rumah Sakit Jiwa Tampan
Pekanbaru.
Tinjauan Pustaka
Penyalahgunaan Obat
• Penyalahgunaan obat (zat) merupakan penyimpangan
perilaku yang disebabkan oleh zat adiktif yang bekerja pada
susunan saraf pusat yang dapat mempengaruhi tingkah laku,
memori, alam perasaan serta proses pikir seseorang.

• Penyalahgunaan ini menyebabkan kondisi ketergantungan


terhadap zat adiktif yang biasa disebut kecanduan
(ketergantungan),
Penyalahgunaan Obat
Seseorang dikatakan mengalami ketergantungan obat jika memenuhi
kriteria dibawah ini :

• Memiliki keinginan kuat untuk mengkonsumsi zat obat-obatan


tertentu.
• Mengurangi kemampuan untuk mengendalikan onset dan
penghentian, pengambilan zat, dan jumlah yang diambil
• Terjadinya gejala penarikan fisik, mencoba untuk mengakhiri
pengguanaan obat-obatan dan pengurangan ketika penggunaan
dilanjutkan
• Mengabaikan bidang lainnya yang mendukung konsumsi obat-
obatan
Pengertian Dextrometorfan
• Dextromethorphan HBr adalah zat aktif dalam bentuk serbuk berwarna
putih, yang berkhasiat sebagai antitusif atau penekan batuk.

• Obat yang mengandung Dextromethorphan HBr tersedia dalam


berbagai bentuk sediaan seperti sirup, tablet, spray.

• Nama dagang Dextromethorphan HBr di Indonesia saat ini ada


berbagai macam, misalnya Anakonidin, Decolsin, Mixadin, Siladex,
Ultragrip, Comix

• Dextromethorphan HBr adalah suatu senyawa turunan morfin, yang


memiliki nama kimia/IUPAC (+)-3-methoxy-17-methyl-(9α,13α,14α)-
morphinan, suatu dekstro isomer dari levomethorphan.
Dosis Dextrometorfan
Dosis lazim Dextromethorphan HBr untuk dewasa dan
anak diatas 12 tahun adalah 10- 20 mg tiap 4 jam atau
30 mg tiap 6 - 8 jam, dan tidak lebih dari 120mg dalam
satu hari.

Pada penggunaan dengan dosis lazim efek samping


yang pernah muncul seperti mengantuk, pusing,
nausea, gangguan pencernaan, kesulitan dalam
berkonsentrasi dan rasa kering pada mulut dan
tenggorokan.
Pada kasus penyalahgunaan, dosis yang digunakan
biasanya jauh lebih besar daripada dosis lazim. Pada
dosis 5 - 10 kali lebih besar dari dosis yang lazim,
efek samping yang timbul menyerupai efek samping
yang diamati pada penggunaan ketamin dan efek ini
meliputi: kebingungan, keadaan seperti mimpi, rasa
kehilangan identitas pribadi, gangguan bicara dan
pergerakan, disorientasi, keadaan pingsan,
mengantuk. Akumulasi dekstrorfan dapat
mengakibatkan efek psikotropik
Efek yang muncul dibagi dalam 4 tingkatan:
• Dosis 100–200 mg, timbul efek stimulasi ringan
• Dosis 200– 400 mg, timbul efek euforia dan
halusinasi
• Dosis 300 – 600 mg, timbul efek perubahan pada
penglihatan dan kehilangan koordinasi motorik
• Dosis 500 –1500 mg, timbul efek sedasi disosiatif
Mekanisme kerja Dextromethorphan HBr

Mekanisme sebagai penekan batuk (antitusif) terkait dengan


kemampuannya mengikat reseptor sigma-1 yang berada di dekat
pusat batuk di medulla dan terlibat dalam pengaturan refleks batuk.
Fungsi fisiologis reseptor sigma-1 masih banyak yang belum
diketahui, tetapi aktivasi reseptor sigma-1 salah satunya
memberikan efek penekanan batuk.

Reseptor sigma semula diduga merupakan subtipe dari respetor


opiat, namun penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa ia
merupakan reseptor non-opiat,
Selain merupakan agonis bagi reseptor sigma,
dextromethorphan HBr adalah antagonis reseptor NMDA
(N-Methyl D-aspartat) yang berada di sistem syaraf pusat.

Dengan demikian efek farmakologi dextromethorphan HBr,


terutama jika pada dosis tinggi, menyerupai PCP
(phencyclidine) atau ketamin yang merupakan antagonis
reseptor NMDA.

Antagonisme terhadap reseptor NMDA dapat


menyebabkan efek euforia, antidepresan, dan efek
psikosis seperti halusinasi penglihatan maupun
pendengaran.
Tanda dan Gejala Intoksikasi
Dextrometorfan
Intoksikasi atau overdosis dekstrometorfan dapat menyebabkan
hipereksitabilitas, kelelahan, berkeringat, bicara kacau, hipertensi,
nystagmus, serta dapat menyebabkan depresi sistem pernapasan.

Jika digunakan bersama dengan alkohol, efeknya bisa menjadi lebih


berbahaya yang dapat menyebabkan kematian.
Dalam kasus overdosis, banyak mansifestasinya yang mempengaruhi
otak besar. Dilihat dari akibat-akibat ditimbulkan, depresi sistem
pernapasan merupakan akibat yang paling fatal. Ini dikarenakan otak
dapat mengalami kondisi hipoksia.
Tanda dan gejala klinis intoksikasi dekstrometorfan Hbr
setelah menelan dosis 100-400 mg adalah euforia, tertawa,
pingsan, dan hipereksitabilitas.

Pada intoksikasi ringan sampai sedang didapatkan gejala


midriasis, nistagmus, diaphoresis, mual, dan muntah.
Dengan meningkatnya dosis, keracunan menjadi lebih
parah dan terkait dengan halusinasi, delusi, langkah ataxic
yang dapat berjalan seperti zombie, agitasi, dan mengantuk
ekstrim.
Dengan pemakaian yang lebih intensif (600-1500 mg),
penyalahgunaan mungkin mengalami psikosis disosiatif
dengan halusinasi, delusi, paranoia, koma, dan kematian
Toksisitas pada Manusia.
Toksisitas terhadap manusia dapat ditingkatkan jika bentuk
long-acting dekstrometorfan tertelan. Tertelan kurang dari
7,5 mg/kg dekstrometorfan tidak memberikan efek toksik
pada anak.

Beberapa anak, berusia 2 sampai 3 tahun, setelah menelan


hingga 180 mg dekstrometorfan tidak menunjukkan gejala
apapun, sementara anak lain menunjukkan demam, ataksia
dan pingsan pada dosis 90 hingga 180 mg.
Diagnosis Dan Gambaran Klinis
Menurut revisi teks keempat Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM-IV-TR), gangguan terkait zat mencakup
gangguan-gangguan ketergantungan zat, penyalah- gunaan zat,
intoksikasi zat, dan putus zat.

Ketergantungan zat adalah sekelompok gejala kognitif, perilaku, dan


psikologis yang menunjukkan bahwa seseorang terus menggunakan
suatu zat tanpa dipengaruhi oleh masalah terkait-zat yang signifikan.
Suatu pola penggunaan zat sendiri secara berulang dapat
mengakibatkan toleransi, putus zat, dan perilaku mengonsumsi obat
yang bersifat kompulsif. Hal ini memerlukan adanya sedikitnya tiga
gejala pola maladaptif, yang dapat terjadi pada saat kapanpun
selama periode 12 bulan yang sama.
Penyalahgunaan zat adalah pola maladaptif penggunaan
zat yang menimbulkan hendaya atau penderitaan yang
secara klinis bermakna; yang ditunjukkan dengan satu
atau lebih gejala berikut dalam periode 12 bulan,
penggunaan zat berulang dalam situasi yang
menimbulkan bahaya fisik pada pengguna, penggunaan
zat berulang saat menghadapi hendaya yang nyata di
sekolah atau situasi kerja, penggunaan zat berulang tanpa
memandang masalah hukum yang ditimbulkan,
penggunaan zat berulang tanpa adanya masalah sosial
atau interpersonal.
untuk memenuhi kriteria untuk penyalahgunaan zat, saat
ini atau di masa lalu, gejala tidak boleh memenuhi kriteria
untuk ketergantungan zat untuk golongan zat ini.
Terapi
Intervensi dapat mencakup terapi kognitif-perilaku,
terapi keluarga, dan intervensi farmakologis.
Pendekatan biasanya dicocokkan untuk remaja
dengan diagnosis psikiatrikkomorbid.

Intervensi psikofarmakologis untuk pengguna alkohol


dan obat remaja masih berada di tahap awalnya. Jika
ada gangguan mood, terdapat indikasi yang jelas
untuk antidepresan, dan umumnya serotonin reuptake
inhibitor adalah terapi lini pertama. Pada keadaan
tertentu, pemberian obat digunakan menyekat efek
obat ilegal yang menguatkan, contohnya memberikan
naltrekson (ReVia) untuk penyalahgunaan opioid.
Antidotum
Nalokson. Nalokson hanya dipertimbangkan untuk kasus
keracunan dalam jumlah besar yang disertai dengan efek
pada saluran pernapasan dan sistem saraf pusat yang
parah. Dosis Nalokson yang diberikan kepada pasien yang
diduga ketergantungan opioid pada dewasa adalah 0,1–
0,4 mg intravena bolus tiap 2-3 menit sampai timbul
respon atau hingga 10 mg (respon yang diinginkan lebih
berupa timbulnya pernapasan spontan dibandingkan
pasien sadar sepenuhnya).
Dosis untuk pasien yang tidak mengalami ketergantungan
opioid. Pada neonatus adalah 0,01 mg/kg intravena,
diulang setiap 2-3 menit hingga timbul respon (jika repon
tidak memadai, dosis pada 0,1 mg/kg).
Faktor Penyebab Ternyadinya Penyalahgunaan Dekstrometorfan
Dekstrometorfan mudah didapat, obat ini dapat diperoleh secara
bebas baik di apotek mauun di warung-warung.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


092/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat generik
Tahun 2012, Harga Eceran tertinggi Dekstrometorfan HBr tablet 15
mg dengan kemasan kotak isi 10x10 tablet adalah sebesar Rp.
14.850,-

Persepsi masyarakat bahwa obat itu aman


secara umum setidaknya ada tiga faktor
menyebab terjadinya penyalahgunaan
narkoba termasuk menyalahgunaan
Dekstrometorfan yaitu :

faktor diri
faktor lingkungan
faktor kesediaan narkoba itu sendiri.
Pencegahan Penyalahgunaan
Dextrometrofan

Tenaga kesehatan memiliki peranan penting dalam pencegahan


penyalahgunaan dengan memberikan edukasi kepada masyarakat saat
pembelian obat dekstrometorfan. Selain itu diperlukan komunikasi dan edukasi
kepada remaja tentang risiko penyalahgunaan dekstrometorfan. Komunikasi dan
edukasi ini selain dilakukan pada remaja juga sebaiknya dilakukan pada para
orangtua supaya dapat berperan aktif dalam pencegahan penyalahgunaan
dekstrometorfan pada anak remaja mereka.
Kesimpulan
• Dekstrometrophan (DMP) adalah zat aktif dalam bentuk serbuk berwarna
putih, yang berkhasiat sebagai antitusif atau penekan batuk. Obat yang
mengandung dekstrometorfan tersedia di pasar dalam berbagai bentuk
sediaan seperti sirup, tablet, spray, dan lozenges.
Dekstrometrophan banyak dijual di berbagai tempat, namun dosis
penggunaannya memang telah dibatasi dan tidak tepat jika digunakan
melebihi dosis yang dianjurkan, dan mengingat statusnya pernah sebagai
Obat Keras, maka tetap perlu kehati-hatian dan tidak serta merta
menganggapnya aman.
• Untuk mencegah meningkatnya dampak buruk akibat penyalahgunaan
dekstro ini diperlukan peran tenaga kesehatan (termasuk apoteker), orang
tua, guru, masyarakat dan instansi keamanan/kepolisian secara bersama
dan berkesinambungan.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai