Anda di halaman 1dari 40

Pembimbing :

dr. Sri Adila Nurainiwati, Sp. KK


dr. Dwi Nurwulan Pravitasari, Sp.KK

Oleh:
Didi Yudha Trisandya
201720401011161

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH GAMBIRAN KOTA KEDIRI
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
1
Urtikaria  Gangguan kulit
yang ditandai dgn adanya :
- Edema kulit (wheal)
- Area kemerahan (eritema)
- Umumnya disertai sensasi
gatal
• Urtikaria (kronis dan akut) pernah dialami sekitar 15-25% populasi
dunia sepanjang hidup mereka.
• Chronic idiopatic urticaria (CIU) terjadi hingga 0,5-1,5% populasi
semasa hidupnya.
• Insiden urtikaria akut lebih tinggi pada orang dengan R.atopi.
• Insiden urticaria kronis tidak meningkat pada orang dengan R.atopi.
• Data epidemiologi urtikaria berdasarkan usia menunjukkan bahwa
urtikaria akut paling sering terjadi pada anak dan dewasa muda,
sedangkan CIU lebih sering terjadi pada dewasa dan wanita
setengah baya.
• Sebuah penelitian epidemiologi urtikaria di Spanyol
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan prevalensi urtikaria
kronik yang signifikan pada perempuan (0.48%) daripada laki-
laki (0.12%). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tidak
ada perbedaan prevalensi urtikaria kronik berdasarkan status
ekonomi, lokasi geografis, atau luas wilayah suatu kota.
• Obat-obatan
• Makanan (sea food, telur ayam)
• Gigitan atau sengatan serangga
• Inhalan (polen, spora jamur, debu, bulu binatang)
• Kontaktan (bahan kosmetik, bahan tekstil)
• Trauma fisik (dermografisme)
• Infeksi
• Psikis
• Genetik
• Penyakit sistemik
• wheals yang terjadi secara
Akut spontan selama kurang dari
6 minggu

• wheals yang terjadi dalam


Kronis jangka waku lebih dari 6
minggu
• Urtikaria kontak dingin
FP: Udara dan air dingin
• Delayed pressure urticaria
FP: tekanan vertical
• Urtikaria kontak panas
FP: Panas yang terlokalisir
• Urtikaria solaris
FP: Sinar matahari
• Urtikaria dermografik
FP: kekuatan mekanis (wheal muncul setelah
1-5 menit)
• Angioedema
• Urtikaria angiogenik
FP: Air
• Urtikaria kolinergik
FP: Peningkatan tempratur
tubuh
• Urtikaria kontak
FP: kontak dengan bahan yang
bersifat urtikariogenik
• Urtikaria yang diinduksi oleh
latihan fisik
FP: latihan fisik
• Angioderma (giant urticaria, quinke’s edema) : urtika besar-besar disertai
edema pada palpebra, genetalia, bibir
• Urtika kolinergik : urtika berbentuk kecil-kecil tersebar dan sangat gatal
• Urtikaria fisik : timbul akibat tekanan berbentuk linear sesuai dengan
bagian tekanan/garukan/goresan.
• Urtikaria dingin : timbul beberapa menit sampai beberapa jam setelah
terpapar udara/air dingin. Ringan-berat (disertai hipotensi, sesak nafas)
• Urtikaria solar : timbul setelah terpapar dengan sinar matahari,
manifestasi terutama pada daerah yg terpapar langsung dgn sinar matahari
• Urtikaria alegika : karena alergi makanan, obat
• Urtikaria idiopatik : tidak di ketahui penyebabnya
• Tujuan  mengidentifikasi jenis urtikaria dan penyebab yang mendasari.
• Urtikaria didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan 
mengkonfirmasi penyebab pasti urtikaria
• Anamnesis:
- Onset
- frekuensi
- Durasi dan distribusi wheals
- Faktor pemicu (cuaca, stress, sinar matahari)
- Kejadian dalam kaitannya dengan hari kerja atau akhir pekan
- R. urtikaria dalam keluarga
- R. alergi
- R. Penyakit infeksi
- Penyakit kejiwaan
- Induksi oleh agen fisik atau olahraga
- Penggunaan obat-obatan dan makanan
• Pemeriksaan fisik :
• Seorang pasien dapat mengunjungi dokter tanpa lesi kulit atau
setelah lesi sembuh.
• Foto-foto lesi kulit yang diambil oleh pasien dapat membantu
diagnosis. Wheal  pembengkakan sentral dengan ukuran variabel
dan eritema disekitarnya; hilang dengan penekanan
• Wheals ukuran kecil (1-3 mm) biasanya terdapat pada urtikaria
kolinergik
• Angioedema biasanya muncul sebagai edema nonpuritik, tanpa
margin yang jelas, pada sekitar mata, bibir, tangan, kaki, dan
tenggorokan.
• Penatalaksaan yang ideal  menghindari penyebabnya dan
mencegah trigger (faktor pemicu).
• Prinsip terapi urtikaria  menghilangkan pruritus dan
urtikaria.
• Anti histamine mengikat reseptor histamine  mencegah pruritus dan
timbulnya urtikaria.
• Generasi pertama anti histamine : diphenhydramine, chlorpheniramine,
hydroxizyne, cyclizine, dymenhidrinat,
doxepin,doxamine,meclizine,promethazine
• Generasi kedua anti histamine : cetirizine, loratadine, fexofenadine,
desloratadine, levocetirizine, ebastine, dan bilastine
• Pada lini pertama antihistamine H1 kurang baik  efek sedative dan efek
samping dan durasi jangka pendek. Pada generasi kedua baik untuk orang
dewasa dan anak-anak karena memiliki efek samping minimal,interaksi
obat minimal, efek antikolinergik dan lebih aman.
• H2 anti histamine
Kombinasi antara H1 dan H2 antihistamin lebih efektif untuk
urtikaria akut daripada hanya golongan H1 antihistamin.
• Kortikosteroid sistemik
Glukokortikoid tidak menghambat degranulasi sel mast, tetapi
bisa menekan mekanisme inflamasi. Untuk mengontrol
persisten dan gejala berat, glukokortikoid sistemik dapat
ditambahkan terapi anti histamine untuk jangka pendek.
Siklosporin
• Dibandingkan dengan glukortikoid sistemik, siklosporin (5 mg/kg/hari)
dilaporkan menyebabkan remisi yang lebih cepat dan jangka panjang.
• Respon klinis berkisar 64-95%. Ketika durasi terapi telah komplit, 50% pasien
remisi sampai 9 bulan tetapi pada beberapa pasien relaps terjadi ketika obat
dihentikan.
• Dosis maintenance terapi 1.5-2 mg/kg/hari.
Omalizumab
• Omalizumab monoclonal antibody (anti IgE IgG) agen IgE aman dan efektif pada
banyak pasien tetapi terlalu mahal dan tidak menampakkan efek peningkatan
penyakit jangka panjang.
• Omalizumab menurunkan fungsi sel mast dan menginduksi eosinophil apoptosis.
Menurunkan pelepasan sitokin dari basophil dan migrasi sel imun ke jaringan.
• Digunakan secara subkutan dosis 300 mg setiap 28 hari untuk 6 bulan.
• Efektif pada >80% pasien. Omalizumab dilaporkan efektif untuk urtikaria lainnya
antara lain cold urticarial, solar urticarial, cholinergic urticarial, dan demographic
urticarial.
• Generasi terbaru dari H1 direkomendasikan sebagai pilihan
pertama untuk terapi urtikaria. Generasi pertama anti histamine
tidak disarankan untuk digunakan karena memiliki efek
kuatsedative dan menurunkan kemampuan psikomotor.
• Penggunaan omalizumab efektif dan aman digunakan untuk anak
di atas 7 tahun.
• Siklosporin boleh digunakan pada anak-anak jika tidak respon
terhadap terapi antihistamin seperti pada dewasa dan ditemukan
efektifitas yang tinggi.
• Kortikosteroid sistemik bisa digunakan maksimal 10 hari pada anak-
anak untuk serangan angioedema dan urtikaria berat.
• Obat pada kehamilan kategori B yaitu chlorpheniramine,
loratadine, cetirizine, dan levocetirizin.
• Loratadine dan cetirizine menjadi pilihan selama menyusui
karena kadar obat tersebut hanya sedikit yang ditemukan
dalam di dalam ASI.
Antihistamin H1
• Diphenydramine HCL i.m
Dewasa : 10-20 mg/dosis, sehari 3-4 kali
Anak ; 0,5 mg/kg/dosis, sehari 3-4 kali
• Clorpheniramine maleat
Dewasa : 3-4 mg/dosi, sehari 3 kali
Anak ; 0,09 mg/kg/dosis, sehari 3 kali
• Hidroxyzine HCL
Dewasa ; 25 mg/dosis, sehari 3-4 kali
Anak ; 0,5 mg/kg/dosis, sehari 3 kali
(terbaik urtikaria kronis, urtikaria demografik, dan urtikaria kolinergik)
• Cyproheptadine HCL
Dewasa : 4 mg/dosis, sehari 3-4 kali
• Loratadine 10 mg/ dosis sehari 1 kali
• Cetirizine 10 mg/ dosis sehari 1 kali
Kombinasi antihistamin H1 dan antihistaminH2 (tablet cimetidine 200-400 mg,
sehari 2-4 kali atau 800 mg sehari 1 kali waktu tidur malam)
• Kortikosteroid
Digunakan pada urtikaria yang akut atau berat
• Adrenalin injeksi
Dewasa : 0,3-0,5 ml/kali, dapat diulang 15-30 menit kemudian
Anak : 0,2-0,3 mg/kgBB/sehari 2-3 kali
• Tablet ephedrine HLC
Dewasa : 0,5 tablet sehari 2 kali minimal selama 3 kali
Anak : 0,2-0,3 mg/kgBB/ sehari 2-3 kali
Pengganti injeksi adrenalin
• Beberapa studi menunjukkan bahwa 85% pasien memiliki
respon yang baik setelah pengobatan.
• Pada beberapa kasus urtikaria dapat terjadi hingga lebih dari
50 tahun.
• Faktor yang diasosiasikan dengan prognosis, yaitu onset
(akut/kronis) dan keparahan penyakit (angioedema)
Identitas Pasien
• Nama : Tn. A
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Status : Sudah menikah
• Usia : 52 tahun
• Alamat : Kediri
• Agama : Islam
• Pendidikan terakhir : SMA
• Tanggal periksa : 22 Juli 2019
– Keluhan Utama
Bentol-bentol kemerahan pada perut bagian atas
– Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Gambiran Kota Kediri dengan
keluhan bentol-bentol kemerahan pada perut bagian atas. Awal muncul
kurang lebih 1 bulan yang lalu, hilang timbul. Bentol-bentol timbulnya
mendadak, awalnya bentol muncul sebesar uang koin 500 rupiah, seiring
berjalannya waktu bentol-bentol tersebut semakin banyak. Penderita tidak
mengoleskan apa-apa pada daerah bentol-bentol, semakin hari keluhan tidak
berkurang. Bentol-bentol tersebut disertai dengan rasa gatal yang bersifat
hilang timbul. Terkadang pasien juga merasakan sedikit panas pada bentol-
bentol tersebut. Pasien mengatakan selama ini tidak pernah digigit serangga
maupun hewan lainnya. Selama aktivitas di luar rumah dan dalam rumah,
beberapa kali tidak mengenakan baju.
– Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit dahulu
– Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak mengalami keluhan serupa.
– Riwayat Sosial – Ekonomi
Pasien datang ditemani oleh istrinya, kesan status ekonomi
cukup.
– Riwayat Alergi
Pasienmengatakan bahwa sebelum munculnya gejala tersebut,
pasien mengkonsumsi telur ayam rebus, pasien juga
mengatakan bahwa saat dingin sering bersin-bersin. Ayah, ibu,
serta mbahnya tidak memiliki riwayat alergi.
Status Generalis
• Keadaan umum : Baik
• Kesadaran : Compos Mentis
• Berat badan : 64 kg
• Tekanan darah :-
• Nadi :-
• Suhu :-
• RR :-
• Kepala : Dalam batas normal
• Leher : Dalam batas normal
• Thorax : Dalam batas normal
• Abdomen : Slide selanjutnya
• Ekstremitas : Dalam batas normal
Efloresensi
Et regio epigastrium dan hipokondrium sisinstra terdapat urtika
eritematosa, berbatas jelas, dengan diameter bervariasi 1
Hingga 6 cm

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan
Diagnosis
Urtikaria akut

Diagnosis Banding
Dermatitis kontak alergi
Planing Diagnosis
Patch test

Planing Terapi
a. Medikamentosa
R/ Loratadine 10 mg tab No. VII
ʃ 1 dd 1 prn pruritus
R/ Dexametason 0,5 mg tab No. XXI
ʃ 3 dd 1 prn pruritus
Memberikan edukasi kepada pasien :
• Menjaga hygiene dan sanitasi pada daerah lesi
• Dilarang untuk menggaruk daerah lesi
• Tidak memberikan oles-olesan bahan lain selain yang
dianjurkan oleh dokter
• Menghindari pengkonsumsian makanan yang memicu
terjadinya urtikaria (telur ayam)
• Selalu menggunakan pakaian di luar maupun di dalam rumah
- Keluhan simptomatis pasien
- Efloresensi
• Memeritahukan kepada keluarga pasien dan pasien tentang penyakitnya,
penyebab, rencana pengobatan, serta prognosis penyakitnya.
• Menjelaskan cara pemakaian obat-obatan yang diberikan, efek samping
yang mungkin muncul dan berapa lama pengobatannya.
• Menjaga hygiene dan sanitasi pada daerah lesi.
• Dilarang untuk menggaruk dan sering menyentuh daerah lesi, karena dapat
memperparah kondisi dan menyebabkan infeksi.
• Menghindari pengkonsumsian makanan yang memicu terjadinya urtikaria
(telur ayam)
• Selalu menggunakan pakaian di luar maupun di dalam rumah
• Kontrol 1 minggu lagi.
• Prognosis bergantung dengan perilaku pasien, onset, dan
tingkat keparahan.
• Jika pasien melaksanakan terapi, menjaga hygiene dengan
baik, tidak menggaruk dan sering menyentuh lesi maka
prognosis baik.
• Akut > kronis
• Tidak ada angioedema > terdapat angioedema
Berdasarkan Kayiran Melek Aslan (2019) dalam “Diagnosis and
Treatment of Urticaria in primary care” Urtikaria didefinisikan
sebagai gangguan kulit yang ditandai oleh kulit sementara lokal
atau edema mukosa (wheal) dan area kemerahan (eritema) yang
biasanya menyertai sensasi gatal dan berkurang dalam sehari. Hal
ini sesuai dengan pasien yang mengalami edema mukosa dan
terdapat area kemerahan disertai dengan sensasi gatal.
Pada pasien tersebut diberikan loratadine 10 mg 1 x 1, dan
dexametasone tablet 0,5 mg 3 x 1. Prognosis bergantung dengan
perilaku pasien. Jika pasien melaksanakan terapi, menjaga hygiene
dengan baik, tidak menggaruk lesi maka prognosis baik.
• Godse kiran,Abishek De,D S Krupashankar,2017. “ Consensus Statement for the Diagnosis and Treatment of
Urticaria: A 2017 Update”.
• Habib,Thomas P,urtikaria In : clinical dermatology : a color guide to diagnosis and therapy.6thed.Canada:Elsevier
Inc.2016 PP: 183
• Jusuf. B,et al Pemfigus Vulgaris In: Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin 3th
ed.Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya,2005 PP. 19-22
• Kanani et al. Urticaria and angioedema. In : Allergi Asthma Clin Immunol 2018,14(Suppl 2):59
• Kayiran Melek Aslan,Necmettin Akdeniz,2019. “Diagnosis and Treatment of Urticaria in primary care”. North Clin
Isntanb
• Sewon Kang,MD,MPH Masayuki Amagai , MD, PhD Anna L.Bruckner,MD,Mscs Alexander H.ENK, MD David
J.margolis,MD,PhD AMY J.Mc Michael,MD Jefrey S,Orringer, MD. Fitzpatrick’s Dermatology ,9th edition VOL.1
New Yorj : McGraw Hill 2019
• Katz, K.A. Syphilis. In: Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J.,Wolff, K., eds. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Ninth Edition. New York: McGraw-Hill; 2019
• Griffith CEM, Barker J, Bleiker T, Chalmers R, Creamer D. 2016. Rook’s Textbooks of Dermatology, 9th Ed. UK:
Wiley Blackwell

Anda mungkin juga menyukai