Anda di halaman 1dari 35

KULIAH PENGANTAR

UJI PRAKLINIK DAN UJI


KLINIK OBAT

dr. Gestina Aliska,Sp.FK


Dept Pharmacology and Therapeutics
Medical Faculty Andalas University
Padang, 20 September 2017
Outlines

 Uji praklinik
 Uji klinik
PENGUJIAN pada HEWAN COBA
 Suatu senyawa yang baru ditemukan (hasil isolasi maupun
sintesis) terlebih dulu diuji dengan serangkaian uji farmakologik
pada organ terpisah maupun pada hewan.
 Jika ditemukan suatu aktivitas farmakologik yang mungkin ber-
manfaat, maka senyawa yang lolos penyaringan ini akan diteliti
lebih lanjut.
 Sebelum calon obat baru ini dapat dicobakan pada manusia,
dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk meneliti sifat
farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek toksiknya pada
hewan coba.
 Dalam studi farmakokinetik ini tercakup juga pengembangan
teknik analisis untuk mengukur kadar senyawa tersebut dan
metabolitnya dalam cairan biologik.
 Semuanya ini diperlukan untuk memperkirakan dosis efektif dan
memperkecil risiko penelitian pada manusia.
Studi toksikologi
Studi toksikologi pada hewan umumnya dilakukan dalam 3
tahap, masing-masing pada 2-3 spesies hewan coba.
 Penelitian toksisitas akut bertujuan mencari besarnya
dosis tunggal yang membunuh 50% dari sekelompok
hewan coba (LD50).
 Pada tahap ini sekaligus diamati gejala toksik dan perubahan
patologik organ pada hewan yang bersangkutan.
 Penelitian toksisitas jangka panjang bertujuan meneliti
efek toksik pada hewan coba setelah pemberian obat ini
secara teratur dalam jangka panjang dan dengan cara
pemberian seperti pada pasien nantinya.
 Lama pemberian bergantung pada lama pemakaian nantinya
pada pasien. Di sini diamati fungsi dan patologi organ.

 Penelitian toksisitas khusus meliputi penelitian terhadap
sistem reproduksi termasuk teratogenisitas, uji
karsinogenisitas dan mutagenisitas, serta uji
ketergantungan.
 Walaupun uji farmakologi-toksikologi pada hewan ini
memberikan data yang berharga, ramalan tepat mengenai
efeknya pada manusia belum dapat dibuat karena spesies
yang berbeda tentu berbeda pula jalur dan kecepatan
metabolisme, kecepatan ekskresi, sensitivitas reseptor,
anatomi, atau fisiologinya.
 Satu-satunya jalan untuk memastikan efek obat pada
manusia, baik efek terapi maupun efek samping, ialah
memberikannya pada manusia dalam uji klinik.
Lama pemakaian pada Lama pemberian pada
manusia hewan

Dosis tunggal atau Minimal 2 minggu


beberapa dosis

Sampai dengan 4 minggu 13-26 minggu


Lebih dari 4 minggu Minimal 26 minggu
(termasuk studi
karsinogenisitas)
PENGUJIAN PADA MANUSIA (UJI
KLINIK)
 Pada dasarnya uji klinik memastikan efikasi,
keamanan, dan gambaran efek samping yang
sering timbul pada manusia akibat pemberian
suatu obat. Uji klinik ini terdiri dari uji fase I
sampai IV.
UJI KLINIK FASE I
 Fase ini merupakan pengujian suatu obat baru untuk pertama kalinya pada manusia. Yang diteliti
di sini ialah keamanan dan tolerabilitas obat, bukan efikasinya, maka dilakukan pada
sukarelawan sehat, kecuali untuk obat yang toksik (misalnya sitostatik), dilakukan pada pasien
karena alasan etik.
 Tujuan pertama fase ini ialah menentukan besarnya dosis maksimal yang dapat ditoleransi
(maximally tolerated dose = MTD), yakni dosis sebelum timbul efek toksik yang tidak dapat di-
terima. Dosis oral yang diberikan pertama kali pada manusia biasanya 1/50-1/60 x dosis minimal
yang menimbulkan efek pada spesies hewan yang paling sensitif. Tergantung dari data yang di-
peroleh pada hewan, dosis berikutnya ditingkatkan sedikit-sedikit atau dengan kelipatan dua
sampai dicapai MTD. Untuk mencari efek toksik yang mungkin terjadi dilakukan pemeriksaan
hematologi, faal hati, faal ginjal, urin rutin, dan jika perlu pemeriksaan lain yang lebih spesifik.
 Pada fase ini diteliti juga sifat farmakodinamik dan farmakokinetiknya pada manusia. Hasil
penelitian farmakokinetik ini digunakan untuk meningkatkan ketepatan pemilihan dosis pada
penelitian selanjutnya. Selain itu, hasil ini dibandingkan dengan hasil uji serupa pada hewan coba
sehingga diketahui pada spesies hewan mana obat tersebut mengalami proses farmakokinetik
seperti pada manusia. Jika spesies ini dapat ditemukan, maka penelitian toksisitas jangka panjang
dilakukan pada hewan tersebut.
 Uji klinik fase I ini dilaksanakan secara terbuka, artinya tanpa pembanding dan tidak tersamar,
pada sejumlah kecil subyek dengan pengamatan intensif oleh dokter ahli farmakologi klinik, dan
dikerjakan di tempat yang memiliki sarana klinik dan laboratoris yang lengkap, termasuk sarana
untuk mengatasi keadaan darurat. Total jumlah subyek pada fase ini bervariasi antara 20-50
orang.
Phase I Clinical Trial
Contoh 1
Contoh 2
UJI KLINIK FASE II

 Pada fase ini obat dicobakan untuk pertama


kalinya pada pasien yang kelak akan diobati
dengan obat ini. Tujuannya ialah melihat apakah
obat ini memiliki efek terapi.
 Dilaksanakan oleh dokter ahli farmakologi klinik
dan dokter ahli klinik dalam bidang yang
bersangkutan.
 ikut berperan dalam membuat protokol penelitian
yang harus diikuti dengan ketat.
 Seleksi pasien harus ketat: tidak ada penyakit pe-
nyerta dan tidak mendapat terapi lain, dan setiap
pasien harus dimonitor dengan intensif.
 Fase II awal pengujian efek terapi obat dikerjakan secara
terbuka karena masih merupakan penelitian eksploratif, karena
itu belum dapat diambil kesimpulan yang mantap mengenai
efikasi obat yang bersangkutan.
 Fase II akhir atau fase III awal  Untuk menunjukkan bahwa
suatu obat memiliki efek terapi, perlu dilakukan uji klinik
komparatif
 membandingkannya dengan plasebo; atau jika penggunaan plasebo
tidak memenuhi persyaratan etik, obat dibandingkan dengan obat
standar (pengobatan terbaik yang ada).
 Validitas uji klinik komparatif ini  alokasi pasien harus acak dan
pemberian obat dilakukan secara tersamar ganda Ini disebut uji klinik
berpembanding, acak, tersamar ganda.
 Pada fase II ini tercakup :
 studi kisaran dosis (dose-ranging study) untuk menetapkan dosis
optimal yang akan digunakan selanjutnya,
 dan penelitian lebih lanjut mengenai eliminasi obat, terutama metabo-
lismenya.
 Jumlah subyek yang mendapat obat baru pada fase ini antara 100-200
pasien.
UJI KLINIK FASE III
 Uji klinik fase III dilakukan untuk memastikan efikasi terapi dari
obat baru (sama dengan penelitian pada akhir fase II) dan untuk
mengetahui kedudukannya dibandingkan dengan obat standar.
 Uji klinik ini sekaligus akan menjawab pertanyaan mengenai
 (1) efeknya jika digunakan secara luas dan diberikan oleh para dokter
yang “kurang ahli”;
 (2) efek samping lain yang belum terlihat pada fase II; dan
 (3) dampak penggunaannya pada pasien yang tidak diseleksi secara
ketat.
 Uji klinik fase III dilakukan pada sejumlah besar pasien yang tidak
terseleksi ketat (ada penyakit penyerta dan/atau mendapat
terapi lain) dan dikerjakan oleh peneliti klinik yang tidak terlalu
ahli, sehingga menyerupai keadaan sebenarnya dalam
penggunaan sehari-hari di masyarakat.
 Pada uji klinik fase III ini biasanya pembandingan
dilakukan dengan
 plasebo,
 obat yang sama tetapi dosis berbeda,
 obat standar dengan dosis ekuiefektif,
 atau obat lain yang indikasinya sama dengan dosis yang
ekuiefektif.
 Pengujian dilakukan secara acak dan tersamar ganda
 Jika hasil uji klinik fase III menunjukkan bahwa obat
baru ini cukup aman dan efektif, maka obat dapat
diberikan ijin pemasaran.
 Jumlah pasien yang diikutsertakan pada fase III ini
paling sedikit 500 orang.
UJI KLINIK FASE IV

 Fase ini sering disebut post-marketing drug


surveillance karena merupakan pengamatan
terhadap obat yang telah dipasarkan.
 Fase ini bertujuan menentukan pola penggunaan
obat di masayarakat serta pola efektivitas dan ke-
amanannya pada penggunaan yang sebenarnya.
 Survei ini tidak terikat pada protokol penelitian;
tidak ada ketentuan tentang pemilihan pasien,
besarnya dosis, dan lamanya pemberian obat.
 Pada fase ini kepatuhan pasien makan obat meru-
pakan masalah.
 Penelitian fase IV merupakan survei epidemiologik
menyangkut efek samping maupun efektivitas obat.
 Pada fase IV ini dapat diamati
 (1) efek samping yang frekuensinya rendah atau yang timbul setelah pemakaian obat
bertahun-tahun lamanya,
 (2) efektivitas obat pada pasien berpenyakit berat atau berpenyakit ganda, pasien anak atau
usia lanjut, atau setelah penggunaan berulangkali dalam jangka panjang, dan
 (3) masalah penggunaan berlebihan, penggunaan yang salah (misuse), penyalahgunaan
(abuse), dan lain-lain.
 Studi fase IV dapat juga berupa uji klinik yang menggunakan protokol dengan
kriteria seleksi pasien.
 Tujuannya:
 (1) sebagai uji klinik tambahan mirip uji klinik pada fase III untuk melengkapi
data sebelum pemasaran yang tidak cukup akibat registrasi jalur cepat;
 (2) uji klinik pada populasi pasien yang belum cukup diteliti pada fase sebelum
pemasaran, misalnya pasien anak, usia lanjut; dan
 (3) uji klinik jangka panjang dalam skala besar untuk menentukan efek obat
terhadap morbiditas dan mortalitas, yang dilakukan dengan/tanpa kelompok
pembanding.
 Data dari fase IV ini menentukan status obat yang bersangkutan dalam terapi.
Resume
LATIHAN
Latihan
Wassalam...

THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai