Terapi komplementer adalah praktek kesehatan dengan pendekatan pengetahuan dan keyakinan tentang pengelolaan tanaman, hewan, mineral dan spiritual yang dikombinasi untuk mempertahankan kesejahteraan dan mencegah penyakit (WHO, 2002) 1. UU Keperawatan No. 38 tahun 2014 tentang Praktik Keperawatan pasal 30 ayat (2) huruf m yang berbunyi “dalam menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan di bidang upaya kesehatan masyarakat, perawat berwenang melakukan penatalaksanaan keperawatan komplementer dan alternatif” 2.Undang – Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 1 butir 16, pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun – temurun secara empiris yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat Pasal 48 tentang pelayanan kesehatan tradisional Bab III Pasal 59 s/d 61 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1076/Menkes/SK/2003 tentang Pengobatan Tradisional Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 120/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Hiperbarik Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer–Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, No. HK.03.05/I/199/2010 tentang pedoman kriteria penetepan metode pengobatan komplementer– alternatif yang dapat diintegrasikan di fasilitas pelayanan kesehatan. Silva & Ludwick (2005) mengidentifikasi ada tiga isu etik berkaitan dengan terapi komplementer yaitu terkait dengan keamanan, bidang praktik dan perbedaan budaya. Keamanan (safety) Bidang praktik (scope of practice) Perbedaan budaya (cultural diversity) American Nurses’ Association – ANA, dalam kode etiknya disebutkan bahwa: “The nurse promotes, advocates for, and strives to protect the health, safety, and rights of the patients.” Kata aman (safety) tertulis italik sebagai bentuk penekanan untuk memberikan gambaran betapa pentingnya aman untuk segala tindakan yang dilakukan perawat Pasien dapat ‘dibahayakan” oleh perawat yang mempraktikkan terapi komplementer jika perawat itu sendiri tidak disiapkan untuk itu. Atau perawat dapat ‘dibahayakan’ secara profesional ketika mereka melakukan praktik di luar skop atau area praktik keperawatan atau melakukan terapi yang masih dipertanyakan. Multikulturalisme memiliki efek positif karena adanya keragaman budaya yang saling mengisi dan mendukung satu dengan lainnya Multikulturalisme juga bisa menimbulkan kesulitan komunikasi akibat penggunaan bahasa yang berbeda Perawat tidak terlepas dari gejala bertemu dan berkomunikasi dengan klien yang memiliki berbagai latar belakang budaya. Jika demikian maka perawat akan mengalami kendala dalam mempraktikkan terapi komplementer karena nilai yang dimiliki klien dapat berbeda dengan yang dipunyai oleh perawat. Pada kondisi semacam ini sering terjadi konflik atau bahkan dilema etik. Dunia barat yang menganut aliran rasional secara tegas dalam beberapa dekade menganggap bahwa terapi komplementer sebagai ilmu yang tidak dapat dijelaskan atau dinalar Namun pelan tapi pasti mulai mempelajari efikasi atau manfaat dari terapi komplementer Di Amerika bahkan berkembang satu ‘protap’ sebelum melakukan tindakan pengelolaan pada penderita kanker terlebih dahulu klien yang bersangkutan ditanyakan apakah memiliki ‘masalah’ dengan orang lain Menolak keberadaan terapi komplementer???????? Mempraktikan terapi komplementer tanpa didasari oleh fakta atau kaidah-kaidah ilmiah ???? Mampu membuktikan sejauh mana efikasi atau khasiat terapi komplementer untuk menjadi bagian dari praktik keperawatan dalam rangka memecahkan masalah-masalah kesehatan atau keperawatan, melalui kajian-kajian ilmiah Jika memang nantinya diketahui manfaatnya berdasarkan kajian evidence based practice tidak mustahil dapat dijadikan bahan untuk memperkaya khasanah praktik keperawatan Kerjasama lintas sektoral-program untuk membuktikan efikasi dan membumikan terapi komplementer ke dalam tatanan praktik, misalnya melalui uji konten (farmakologi) seperti bahan herbal dan uji klinik/laboratorium sebelum betul- betul diimplementasikan pada tatanan nyata Mengakomodasi terapi komplementer ke dalam kurikulum dan skop praktik keperawatan