Anda di halaman 1dari 26

EPISTAKSIS

Dedy Rusdi
RSUD Lubuk Basung

Powerpoint Templates Page 1


Pendahuluan

Epistaksi
s

Perdarahan aktif dari hidung


Kasus gawat darurat THT-KL
Dapat berakibat fatal

Perdarahan dapat berhenti secara spontan  1-2% kasus


membutuhkan tindakan pembedahan

Powerpoint Templates Page 2


Epidemiologi

Sekitar 60% populasi pernah mengalami 1 episode epistaksis


dalam hidupnya  6% populasi membutuhkan penanganan
medis dan 1,6 dari 10.000 membutuhkan rawat inap

Laki-laki lebih sering ditemukan  sekunder akibat trauma

Insidensi usia  distribusi bimodal dengan puncak pada anak dan dewasa
tua (usia 45-65 tahun)

HHT  paling sering spontan dan recuren

Powerpoint Templates Page 3


Etiopatofisiologi
Lokal Sistemik
Sering Jarang Sering Jarang
Trauma wajah Mukosa kering Hereditary Tuberkulosis
Trauma digiti Inhalasi kimiawi Hemorrhagic Mononukleosis
Benda asing Barotrauma Telangiectasia (HHT) Demam scarlet
Perforasi septum Sinusitis Leukemia Demam reumatik
Deviasi atau spina Rinitis Trombositopenia Sifilis
septum Lesi metastatik Anti platelet (aspirin, Penyakit hepar
Polip hidung Angiofibroma juvenil clopidogrel) Uremia
Tumor sinonasal Iritasi lingkungan Polisitemia vera ISPA
Tumor nasofaring Anemia aplastik
Hemangioma hidung Hemofilia
Obat antikoagulan
(heparin, warfarin)
Defisiensi vitamin K
Penyakit Von
Willebrand
Powerpoint Templates Page 4
Little’s Area
½ inchi dari batas kaudal
septum (anteroinferior)
Yang termasuk:
A etmoid anterior
A palatina mayor
A sfenopalatina
A labialis superior

Powerpoint Templates Page 5


Klasifikasi Epistaksis

• Epistaksis anterior: area Little (pleksus Kiesselbach)  anastomosis a. etmoid anterior dan
posterior, a. sfenopalatina cabang septal, a. palatina mayor, a. labialis superior
• Epistaksis posterior: pleksus Woodruff  anastomosis a. sfenopalatina, a. palatina
descenden dan kontribusi kecil dari a. etmoid posterior
Powerpoint Templates Page 6
Berdasarkan usia
• Anak-anak;
– Benda asing, nose picking, nasal difteri.
• Dewasa:
– Trauma, idiopatik.
• Usia pertengahan:
– Tumor.
• Usia tua:
– Hipertensi.

Powerpoint Templates Page 7


Tujuan penanganan epistaksis

Mengontrol
perdarahan aktif,
mencari lokasi
dan penyebab
perdarahan

Powerpoint Templates Page 8


Algoritma
Epistaksis

Powerpoint Templates Page 9


Algoritma Epistaksis
Epistaksis

Anamnesis singkat
Observasi keadaan umum dan tanda vital
Tekan bagian kartilago hidung dengan ibu jari dan jari telunjuk minimal selama 15 menit
Cek laboratorium darah lengkap

Keadaan umum baik dan stabil Keadaan umum lemah/ syok hipovolemik/
koagulopati

Preparasi hidung
-Hisap bekuan darah Perbaiki keadaan umum, resusitasi cairan, koreksi
-Anestesi lokal (tampon/spray adrenalin dan lidokain)
koagulopati (FFP, cryoprecipitate, vitamin K,
trombosit)

Identifikasi sumber perdarahan


Rinoskopi anterior, bila memungkinkan nasoendoskopi

Lokasi diketahui Lokasi tidak diketahui

Powerpoint Templates Page 10


Lokasi diketahui Lokasi tidak diketahui

Anterior Posterior Tampon anterior (2-3x24 jam)


Bila perlu tampon posterior (2-3x24 jam)
Kaustik AgNO3/asam trikloroasetat Tampon posterior
(2-3x24 jam)
Perdarahan (-)
Perdarahan (+)
Perdarahan (+)
Rawat inap
Tampon anterior
(2-3x24 jam)
Intervensi pembedahan*
Aff tampon
Perdarahan (+)
Perdarahan (+)
Perdarahan (-)
Tampon ulang (2-3x24 jam)
Evaluasi dan terapi kausa
Evaluasi dan terapi komplikasi
Perdarahan (+)

*Intervensi pembedahan: ligasi arteri sfenopalatina atau arteri etmoid anterior, reseksi
submukosa/septoplasti, angiografi, embolisasi, radiasi (kasus keganasan) Intervensi pembedahan*
Powerpoint Templates Page 11
Penanganan Awal

Pada saat pasien datang dengan perdarahan aktif dari hidung, dilakukan
anamnesis singkat dan cepat mengenai riwayat penyakit pasien

Riwayat medis
Frekuensi dan Riwayat trauma lainnya Riwayat
Jumlah dan penyakit (hipertensi,
lamanya lainnya pada arteriosklerosis,
pengobatan
perdarahan
perdarahan kepala dan leher koagulopati, sebelumnya
penyakit hepar)

Powerpoint Templates Page 12


Penanganan Awal

•Penilaian keadaan umum dan tanda vital (airway, breathing, circulation)

•Perbaikan apabila keadaan umum buruk, meliputi akses intravena dan resusitasi
cairan

• Pemeriksaan laboratorium darah lengkap guna menilai status koagulasi darah dan langsung
melakukan koreksi apabila terdapat kelainan
• Pada 10% pasien epistaksis ditemukan kelainan pada profil pembekuan darah

Powerpoint Templates Page 13


Penanganan Awal
Langkah awal mengontrol perdarahan, dapat dilakukan penekanan pada
bagian kartilago hidung selama 15 menit

Powerpoint Templates Page14


14
Preparasi Hidung

Menghisap (suction) bekuan darah pada kavum nasi dengan


rinoskopi anterior dan lampu kepala

Bila perlu, diberikan anestesi lokal yang dioleskan pada kapas


atau disemprotkan pada mukosa kavum nasi, terutama pada
septum anterior (Little’s area)

Preparat anestesi lokal


Campuran lidokain (0,5%, 1% atau 2%) dengan adrenalin
(1/200.000), campuran lidokain (5%) dengan fenilefrin (0,5%)

Powerpoint Templates Page 15


Kauterisasi
• Kauter kimiawi menggunakan AgNO3 dengan tekanan ringan
pada lokasi perdarahan selama 5-10 detik  akan bereaksi
dengan mukosa hidung yang menimbulkan kerusakan lokal
secara kimiawi

Powerpoint Templates Page 16


Tampon Anterior
Untuk tampon hidung anterior dapat digunakan
• Tampon handscoon
• Tampon gulung

Apabila dalam 48-72 jam tidak terjadi perdarahan, tampon hidung


dapat dilepas dan hidung dievaluasi dengan menggunakan naso-
endoskopi

Powerpoint Templates Page 17


Tampon Anterior

Merocel Nasal
Packing

Powerpoint Templates Page 18


Tampon Anterior

Komplikasi:
• Cedera pada mukosa septum atau kartilago
alar
• Sinusitis
• Syncope
• Yang paling jarang sindrom syok sepsis

Powerpoint Templates Page 19


Tampon Posterior
• Ujung kateter
diikatkan dengan
benang pada tampon
Bellocq yang telah
dibuat dan dioleskan
kloramfenikol zalf

• Kateter ditarik
melewati hidung dan
tampon Bellocq
diarahkan dan
diletakkan di daerah
nasofaring dan koana

Powerpoint Templates Page 20


Kateter Foley

Insersi balon menggunakan


kateter Foley yang diinflasi
dengan 3-4 ml udara yang
diletakkan pada koana

Powerpoint Templates Page 21


Tampon Posterior

• Komplikasi:
– Perdarahan kembali atau epistaksis persisten
– Overpressure pada nasofaring-nekrosis palatum, nekrosis alar
– Sinusitis akut
– Efek samping respirasi
– Sindrom syok toksik

Powerpoint Templates Page 22


Terapi definitif
• Evaluasi kavum nasi.
• Ganti darah yang hilang.
– Cairan kristaloid atau koloid
– Transfusi
• Tentukan sumber perdarahan setelah hidung
ditampon dengan campuran xylokain 4% dan
adrenalin 1:1000

Powerpoint Templates Page 23


Intervensi Pembedahan
Diatermi bipolar

Operasi septum

Ligasi arteri sfenopalatina, etmoid


anterior/posterior, maksilaris dan
karotis eksterna

Powerpoint Templates Page 24


Terapi Lain

• Pilihan terapi lain untuk epistaksis meliputi embolisasi


angiografi, krioterapi dengan fibrin glue, elektrokauter secara
endoskopik, irigasi dengan air hangat dan laser (Nd:YAG),
argon dan CO2 terutama pada kasus HHT (Hereditary
Hemorrhagic Telangiectasia)

Powerpoint Templates Page 25


Terima Kasih

Powerpoint Templates Page 26

Anda mungkin juga menyukai