Anda di halaman 1dari 86

PEDOMAN TATALAKSANA

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS


DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA
ANGINA PEKTORIS STABIL

PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS


KARDIOVASKULAR INDONESIA
2020
Edisi Pertama, 2019
PEDOMAN TATALAKSANA
PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK
NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL

PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULAR


INDONESIA
2020
PEDOMAN TATALAKSANA
PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK
NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL

ii

Disusun oleh :
KELOMPOK KERJA EKOKARDIOGRAFI
KELOMPOK KERJA KARDIOLOGI NUKLIR & PENCITRAAN
KARDIOVASKULAR
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULAR INDONESIA
2020

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
KONTRIBUTOR
Dr. dr. Amiliana Mardiani Soesanto, dr. Dyna Evalina Syahlul, SpJP(K),
SpJP(K), FIHA FIHA
Departemen Kardiologi dan Departemen Kardiologi Rumah Sakit
Kedokteran Vaskular Pusat Angkatan Darat
Fakultas Kedokteran Universitas Gatot Soebroto Jakarta
Indonesia
Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional dr. Elen Sahara, SpJP(K), FIHA
Harapan Kita Departemen Kardiologi dan
Kedokteran Vaskular
dr. Anna Fuji Rahimah, SpJP(K), FIHA Fakultas Kedokteran Universitas
Departemen Kardiologi dan Indonesia
Kedokteran Vaskular Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional
Fakultas Kedokteran Universitas Harapan Kita
Brawijaya
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful dr. Erwan Martanto, SpPD, SpJP(K),
Anwar Malang FIHA
Departemen Kardiologi dan
dr. Ario Soeryo Kuncoro, SpJP(K), Kedokteran Vaskular
FIHA Fakultas Kedokteran Universitas
Departemen Kardiologi dan Padjadjaran
Kedokteran Vaskular Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
Fakultas Kedokteran Universitas iii
Indonesia dr. Habibie Arifianto, SpJP(K), M.Kes,
Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional FIHA
Harapan Kita Departemen Kardiologi dan
Kedokteran Vaskular
dr. Aussie Fitriani Ghaznawie, Fakultas Kedokteran Universitas
SpJP(K), FIHA Negeri Sebelas Maret
Departemen Kardiologi dan Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Kedokteran Vaskular Moewardi Surakarta
Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin dr. Hilfan Ade Putra Lubis, SpJP(K),
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin FIHA
Sudirohusodo Makassar Departemen Kardiologi dan
Kedokteran Vaskular
dr. Celly Anantaria Fakultas Kedokteran Universitas
Atmadikoesoemah, SpJP(K), FIHA Sumatera Utara
Departemen Kardiologi dan Rumah Sakit Universitas Sumatera
Kedokteran Vaskular Utara
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional
Harapan Kita

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
dr. Manoefris Kasim, SpJP(K), SpKN, dr. Rosi Amrilla Fagi, SpJP(K), FIHA
FIHA Departemen Kardiologi dan
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Indonesia Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Soetomo Surabaya
Harapan Kita
dr. Sany R. Siswardana, SpJP(K), FIHA
dr. Mefri Yanni, SpJP(K), FIHA Departemen Kardiologi Rumah Sakit
Departemen Kardiologi dan Umum Daerah Sidoarjo
Kedokteran Vaskular
Fakultas Kedokteran Universitas dr. Saskia Dyah Handari, SpJP(K),
Andalas FIHA
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Departemen Kardiovaskular
Djamil Padang Universitas Ciputra Surabaya

dr. Meity Ardiana, SpJP(K), FIHA dr. Sony Hilal Wicaksono, SpJP(K),
Departemen Kardiologi dan FIHA
Kedokteran Vaskular Departemen Kardiologi dan
Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran Vaskular
Airlangga Fakultas Kedokteran Universitas
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Indonesia
iv Soetomo Surabaya Rumah Sakit Universitas Indonesia
Depok
dr. Paskariatne Probo Dewi Yamin,
SpJP(K), FIHA dr. Sri Hastuti, SpJP(K), FIHA
Departemen Kardiologi Rumah Sakit Departemen Kardiologi dan
Pusat Angkatan Darat Kedokteran Vaskular
Gatot Soebroto Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas
Bengkulu
dr. Med. dr. Putrika Prastuti Ratna Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M.
Gharini, SpJP(K), FIHA Yunus Bengkulu
Departemen Kardiologi dan
Kedokteran Vaskular
Fakultas Kedokteran Universitas Gajah
Mada
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito

dr. Rina Ariani, SpJP(K), FIHA


Departemen Kardiologi dan
Kedokteran Vaskular
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional
Harapan Kita

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
KATA SAMBUTAN KETUA PP PERKI

Assalamualaikum Wr. Wb.


Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, maka
buku “PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON
INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL” edisi tahun 2020 yang
disusun oleh Perhimpunan Dokter Kardiovaskular Indonesia ini
dapat terselesaikan dengan baik.
Kami mengharapkan buku ini dapat dipergunakan sebagai
pedoman dan pegangan dalam memberikan pelayanan Kesehatan
Jantung dan Pembuluh Darah di rumah sakit – rumah sakit dan
fasilitas – fasilitas pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia.
Kami sampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada tim
penyusun buku panduan ini yang telah meluangkan waktu, tenaga,
dan keahliannya untuk menyelesaikan tugas ini hingga buku ini
dapat diterbitkan.
Sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi kardiovaskular, v
buku pedoman ini akan selalu dievaluasi dan disempurnakan agar
dapat dipergunakan untuk memberikan pelayanan yang terbaik
dan berkualitas.
Semoga buku pedoman ini bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamua’alaikum Wr. Wb.

DR. Dr. Isman Firdaus, SpJP(K), FIHA


Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
DAFTAR ISI

KONTRIBUTOR............................................................................... iii
KATA SAMBUTAN KETUA PP PERKI............................................ v
DAFTAR ISI...................................................................................... vi
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR.................................................... viii
DAFTAR SINGKATAN..................................................................... x
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................. 1
1.1 Latar Belakang..................................................................... 1
1.2 Berbagai Modalitas Pencitraan.......................................... 1
1.3 Komplikasi............................................................................ 2
1.4 Kepentingan Klinis.............................................................. 4
1.5 Optimalisasi Luaran Klinis.................................................. 5
BAB 2 PENJELASAN MODALITAS DIAGNOSTIK DALAM
MENILAI ISKEMIA.......................................................................... 6
2.1 TES PENCITRAAN FUNGSIONAL DAN ANATOMIKAL... 6
vi 2.1.1 Fungsional.................................................................... 6
2.1.2 Anatomikal................................................................... 6
2.2 Tes beban exercise (Uji latih beban) dan Farmakologis. 9
2.2.1 Tes dengan uji latih beban......................................... 9
2.2.2 Tes dengan farmakologis........................................... 10
BAB 3 PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK LANJUTAN.... 11
3.1 Pemeriksaan Non Invasif Fungsional................................ 11
3.1.1 STRESS ECHOCARDIOGRAPHY................................ 11
3.1.1.1 Definisi....................................................................... 11
3.1.1.2 Pre- Test Probability (PTP)........................................ 11
3.1.1.3 Indikasi Stress Echocardiography.......................... 11
3.1.1.4 Kontraindikasi Stress Echocardiography............... 12
3.1.1.5 Persiapan Tindakan.................................................. 15
3.1.1.6 Metode Pemeriksaan............................................... 15
3.1.1.7 Interpretasi Hasil...................................................... 20

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
3.1.1.8 Pelaporan Hasil Stress Echocardiography............ 24
3.1.2 STRESS CMR................................................................ 25
3.1.2.1 Pendahuluan............................................................. 25
3.1.2.2 Vasodilator-stress CMR............................................ 25
3.1.2.3 Dobutamine-stress CMR......................................... 26
3.1.2.3.1. Prinsip dasar pemeriksaan.................................. 26
3.1.2.4 Penilaian scar infark dan viabilitas miokardium.... 29
3.1.3 SPECT........................................................................... 32
3.1.3.1 Prinsip dasar............................................................. 32
3.1.3.2 Indikasi...................................................................... 33
3.1.3.3 Kontraindikasi........................................................... 34
3.1.3.4 Protokol..................................................................... 37
3.1.3.5 Interpretasi hasil....................................................... 40
3.1.4 PEMERIKSAAN PERFUSI MIOKARDIUM DENGAN
PEMINDAI POSITRON EMISSION TOMOGRAPHY
(PET SCAN).................................................................. 44
3.1.4.1 Prinsip Dasar Pemeriksaan...................................... 44 vii
3.1.4.2 Indikasi...................................................................... 47
3.1.4.3 Kontra Indikasi.......................................................... 47
3.1.4.5 Interpretasi Hasil...................................................... 48
3.1.4.6 Stratifikasi Risiko....................................................... 50
3.2 PEMERIKSAAN NON INVASIF ANATOMIKAL.................. 51
3.2.1 Coronary CTA.............................................................. 51
3.2.1.1 Menilai anatomi arteri koroner............................... 51
BAB 4 ALUR PEMILIHAN TES DIAGNOSTIK.............................. 58
4.1 Alur pemilihan tes diagnostik........................................... 58
BAB 5 SKRINING PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA
SUBJEK ASIMTOMATIK.................................................................. 62
KEPUSTAKAAN ............................................................................. 65

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Tabel
Tabel 1. Keuntungan dan kerugian tes anatomikal dan
fungsional.......................................................................... 7
Tabel 2. Penggunaan tes anatomikal dan fungsional pada
kecurigaan penyakit jantung koroner simtomatis........ 8
Tabel 3. Pemilihan Modalitas Tes Stress Echocardiography....... 13
Tabel 4. Protokol Bruce................................................................... 16
Tabel 5. Protokol Supine Bicycle.................................................... 16
Tabel 6. Rekomendasi Penulisan Hasil Stress Echocardiography 23
Tabel 7. Perbandingan vasodilator dan dobutamin stress CMR 27
Tabel 8. Protokol standar pemeriksaan stress CMR..................... 30
Tabel 9. Persiapan dan waktu penghentian minimal untuk
pasien................................................................................. 35
Tabel 10. Interpretasi skor perfusi ventrikel kiri........................... 41
viii Tabel 11. Panduan pemantauan kadar gula darah pada
pemeriksaan PET 18F-FDG.............................................. 48
Tabel 12. Interpretasi Perfusi dan Metabolisme Glukosa
18
F-FDG............................................................................. 50
Tabel 13. Derajat stenosis lumen menurut SCCT dan kategori
CAD-RADS....................................................................... 53
Tabel 14. Skor Agaston................................................................... 54
Tabel 15. Skor Visual ....................................................................... 55
Tabel 16. Stratifikasi risiko Coronary CTA..................................... 55
Tabel 17. Kelas Rekomendasi Modalitas Diagnostik APS .......... 55
Tabel 18. Probabilitas pre test PJK berdasarkan karakteristik
keluhan, usia, dan jenis kelamin.................................... 58
Tabel 19. Data klinis tambahan dalam menilai kemungkinan
adanya PJK...................................................................... 59
Tabel 20. Sensitivitas dan Spesifisitas Modalitas Diagnostik pada
PJK.................................................................................... 59

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Tabel 21. Rekomendasi skrining PJK pada subjek asimtomatik 63

Gambar
Gambar 1. Perbandingan ESE pada Saat Istirahat dan Segera
Paska Exercise............................................................... 17
Gambar 2. Protokol DSE................................................................. 19
Gambar 3. Ekokardiografi DSE diambil pada 4 periode waktu. 20
Gambar 4. Distribusi Arteri Koroner.............................................. 21
Gambar 5. Ilustrasi dari konsep total perfusi defek untuk
salah satu segmen kardiak.......................................... 41
Gambar 6. Derajat keparahan defek perfusi berkorelasi dengan
derajat keparahan penyakit jantung koroner........... 42
Gambar 7. Segmentasi Ventrikel Kiri............................................. 42
Gambar 8. Alur tatalaksana PJK dan alur pemilihan uji diagnostik
non-invasif..................................................................... 61

ix

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
DAFTAR SINGKATAN

CCB calcium channel blocker

CCTA coronary computed tomography angiography

CKD chronic kidney disease

CMR cardiac magnetic resonance imaging

CT computed tomography

DSE Dobutamine Stress Echocardiography

DTS Duke Treadmill Score

EKG elektrokardiogram

LBBB left bundle branch block

LGE late gadolinium enhancement

LV left ventricular

MRI magnetic resonance imaging


x
PET positron emission tomography

PJK Penyakit Jantung Koroner

PKV Penyakit kardiovaskular

TAPSE tricuspid annular plane systolic excursion

SPECT single photon emission computed tomography

SVT supraventricular tachycardia

ULJ Uji Latih Jantung

USG ultrasonography

VT ventricular tachycardia

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejalan dengan semakin maraknya inovasi teknologi di
dalam dunia kedokteran, kemampuan memvisualisasi jantung
dan pembuluh darah secara non invasif juga terus berkembang
pesat.1 Modalitas diagnostic kardiovaskular noninvasif seperti
stressechocardiography, computed tomography (CT), scintigrafi
nuklir, resonansi magnetik (magnetic resonance, MR) mampu
menjadi alternatif pemeriksaan invasif. Pencitraan kardiovaskular
non invasif dapat memberikan informasi penting dalam mendeteksi,
menegakkan diagnosis, dan menentukan tatalaksana penyakit
kardiovaskular,serta memegang peranan penting dalam stratifikasi
risiko dan menentukan keputusan klinis.1, 2
Setiap modalitas dapat digunakan baik secara individual
maupun secara kombinasi tergantung kebutuhan diagnostikyang
dikehendaki. Pemeriksaan tersebut secara rutin digunakan
1
bersama dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan fisik,
dan uji laboratorium, yang keseluruhan proses ini menggambarkan
praktik kedokteran kardiovaskular modern. Semua ini mengacu
pada kriteria kepatutan (appropriateness guidelines) untuk menilai
modalitas pencitraan yang mana yang hendak digunakan pada
pasien tertentu agar didapatkan hasil optimal dengan biaya yang
efisien dan risiko minimal bagi pasien.1

1.2 Berbagai Modalitas Pencitraan


Pencitraan nuklir menggunakan penyuntikan intravena zat
radioaktif (radioactive tracers) yang selanjutnya akan terperangkap
di dalam miosit melalui aliran di dalam pembuluh darah di sekeliling
miokardium tersebut. Berbagai tracers dapat digunakan, tergantung
dari waktu paruh dan tujuan pemeriksaan. Tracers radioaktif ini
memancarkan radiasi yang akan dideteksi oleh pemindai khusus
yang mampu mengkonversi sinar radioaktif menjadi citra perfusi
jantung. Pecitraan nuklir dapat digunakan baik dengan pembebanan
PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
fisik maupun farmakologis untuk menilai adanya iskemia.1
CT kardiak menggunakan pancaran sinar x multiple dari
scanner CT pada berbagai sudut pemeriksaan untuk mendapatkan
berbagai gambaran cross-sectional. Adanya sinar x yang melewati
tubuh pasien akan ditangkap oleh detector tertentu. Tergantung dari
jalannya sinar melewati jaringan dengan densitas yang beragam,
terbentuklah gray scale. Tulang akan nampak putih, udara hitam,
darah dan otot nampak abu-abu dengan intensitas beragam.Untuk
membedakan ruang jantung dengan struktur vaskular, dilakukan
pemberian zat kontras.Pencitraan CT juga dapat menghasilkan
gambaran kardiak secara tiga dimensi. CTangiografi coroner
(Coronary CT Angiography, CCTA) menggunakan kontras untuk
menghasilkan citra pembuluh darah secara tiga dimensi tanpa
memerlukan tindakan kateterisasi invasif.1
Resonansi magnetik kardiak (Cardiac magnetic resonance
imaging, CMR) menggunakan proton molekul Hidrogen untuk
menghasilkan citra kardiak. Tubuh manusia banya mengandung
molekul Hidrogen karena tubuh tersusun sebagian besar dari air.
2 Mesin MRI menghasilkan suatu medan magnet yang mengubah
putaran (spin) proton. Tergantung dari kondisi sekitarnya, frekuensi
putaran dapat diubah. Frekuensi ini akan dideteksi dan akhirnya
membentuk suatu citra. Struktur kardiak dapat divisualisasi dengan
sangat baik dengan CMR, kontras antara jaringan dan pembuluh
darah yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan CT.1

1.3 Komplikasi
Pada pemeriksaan CT kardiak, pasien terpapar radiasi pengion,
yang sudah diketahui memiliki efek samping.Risiko terjadinya
keganasan setelah paparan radiasi sulit ditentukan dan kasusnya
jarang terjadi; namun pasien tetap berpeluang mengalami hal
tersebut. Pertimbangkan dengan baik risiko dan keuntungan bagi
pasien yang hendak menjalani pemeriksaan ini, khususnya pada
pasien usia muda yang menjalani pemeriksaan berulang kali.1
Penggunaan zat kontras penting bagi pemeriksaan CT.
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi efek lokal (ekstravasasi), reaksi
PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
alergi akut dan lambat (acute or delayed reactions), dan neuropati
akibat zat kontras (contrast-induced nephropathy).1,3 Ekstravasasi
terjadi pada 0.2% prosedur baik CT maupun koroangiografi invasif
yang menggunakan power injector dan dapat menyebabkan efek
samping serius seperti sindrom kompartemen. Alergi ringan
terjadi pada 0.4% pasien sementara reaksi yang lebih bermakna
seperti edema paru, hipotensi berat, dan penurunan kesadaran
pada 0.04% pasien yang diberikan zat kontras non-ionik.3Pada
pasien dengan fungsi ginjal yang normal, nefrotoksisitas akibat
kontras dapat dikendalikan (self-limiting). Namun pada pasien yang
memiliki kelainan fungsi ginjal, khususnya pada pasien diabetes,
risiko perburukan kondisi hingga menjadi gagal ginjal kronis tetap
tinggi.1
Diperkirakan besarnya kematian karena reaksi alergi akut
adalah sebesar 0.059/10 000 dan risiko jangka panjang karena
nefropati sebesar 6.6/10 000 untuk kontras intravena.Besarnya
efek samping akut yang serius diperkirakan sebesar 4.06 dan
kejadian jangka panjang (long-term events) adalah 79.0/ 10 000
pemeriksaan.3
3
Medan magnet kuat pada CMR tidak menyebabkan efek
samping biologis yang bermakna.Energi radiofrekuensi yang
diberikan kepada pasien dapat menyebabkan peningkatan panas
lokal pada jaringan. Beberapa peralatan yang mengandung logam,
seperti lead pacu jantung, dapat menjadi panas dan berpotensi
menyebabkan aritmia. Gradien medan magnet dapat menstimulasi
sel saraf dan otot, sehingga kadang kala menyebaban rasa tidak
nyaman; namun sistem CMR saat ini biasanya beroperasi di bawah
tingkat yang dapat menstimulasi saraf. Perubahan medan magnet
yang cepat dapat menimbulkan aliran listrik pada alat konduksi
listrik sehingga terdapat potensi terjadinya aritmia pada pasien
dengan pacu jantung. Obyek feromagnetik, seperti klip aneurisma
serebral, pompa infus (infusion pumps), pacu jantung/ defibrilisasi
dalam medan magnet CMR dapat menyebabkan kerusakan yang
bermakna bagi pasien.
Suatu studi melaporkan data terjadinya kejadian tidak
sengaja yang tidak diharapkan (accidents) sebesar 0.07/10 000

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
pemeriksaan dan 0.2/10 000 efek samping serius lain yang meliputi
luka bakar dan aritmia. Tidak ada data kejadian klinis kerusakan
DNA akibat resonansi magnetik.

1.4 Kepentingan Klinis


Pencitraan nuklir paling sering digunakan untuk mengevaluasi
pasien penyakit jantung koroner.Pemeriksaan ini dilakukan baik
dalam menegakkan diagnosis, stratifikasi risiko, maupun penilaian
viabilitas sebelum dilakukan revaskularisasi. Uji beban pada
pemeriksaan nuklir dapat menunjukkan regio dengan gangguan
perfusi yang menggambarkan iskemia jaringan.1
CT kardiak menunjukkan visualisasi pembuluh darah koroner
baik dalam dua maupun tiga dimensi tanpa prosedur invasif
kateterisasi.Dalam pencitraan ini juga dapat dilakukan kalkulasi
nilai kalsium (calcium score) yaitu besarnya kalsifikasi suatu arteri
koroner.CT angiografi juga merupakan modalitas pencitraan pilihan
dalam penilaian cepat pembuluh darah jantung khususnya dalam
4 kasus kecurigaan adanya diseksi aorta. Pengembangan aplikasi CT
terkini adalah untuk menilai perfusi dan fractional flow reserve.1
CMR terutama digunakan untuk menilai struktur dan fungsi
jantung. Penilaian perfusi menggunakan gadolinium dalam fase
firstpass dapat mendeteksi adanya iskemia miokard. Late gadolinium
enhancement digunakan untuk menilai jaringan infark.Teknik ini
secara rutin digunakan bersamaan dengan perfusi untuk menilai
apakah suatu teritori iskemik atau infark (scar). Sekuens phase
contrast dan tagging miokard digunakan untuk menilai fungsi katup
dan aliran darah (flow). CMR memiliki kapabilitas diagnosis yang
sangat besar; namun pemeriksaan ini memerlukan keahlian khusus
baik dalam akuisisi sekuens maupun penilaian terhadap jaringan,
sehingga analisis CMR terutama dilakukan di institusi yang memiliki
ekspertise dan keahlian khusus di bidang ini.1
Prosedur invasif transkateter yang semakin banyak dikerjakan
(transcatheter aortic valve replacement, transcatheter mitral valve
repair) juga memerlukan panduan modalitas pencitraan, khususnya
dalam seleksi dan evaluasi pasien sebelum prosedur.1
PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
1.5 Optimalisasi Luaran Klinis
Bila pasien datang dengan gejala penyakit jantung, tenaga
medis memiliki berbagai pilihan modalitas pencitraan untuk menilai
fungsi jantung. Untuk mencegah adanya penundaan maupun
pengulangan pemeriksaan yang tidak diperlukan, sangat penting
untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis jantung dan pembuluh
darah untuk menentukan modalitas pencitraan terbaik yang dapat
dilakukan.1

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
BAB 2
PENJELASAN MODALITAS DIAGNOSTIK DALAM
MENILAI ISKEMIA

2.1 TES PENCITRAAN FUNGSIONAL DAN ANATOMIKAL


2.1.1 Fungsional
Modalitas fungsional non invasif ditujukan untuk deteksi
iskemia miokard dengan cara penilaian terhadap perubahan EKG,
gangguan gerakan dinding miokard pada uji beban CMR atau uji
beban ekokardiografi atau gangguan perfusi pada SPECT, PET,
ekokardiografi dengan kontras, atau CMR kontras. Iskemia dapat
dicetuskan dengan uji latih atau farmakologis, melalui mekanisme
peningkatan beban kerja miokard dan kebutuhan oksigen,
atau heterogenitas vasodilatasi perfusi miokard.Tes fungsi non
invasif merupakan modalitas dengan akurasi tinggi untuk deteksi
gangguan aliran akibat stenosis koroner dibanding dengan tes
invasif FFR. Untuk aterosklerosis dengan derajat lebih rendah,
6 akan tidak tampak pada pemeriksaan fungsional karena belum
menyebabkan iskemia.4

2.1.2 Anatomikal
Evaluasi non invasif anatomikal dapat menggunakan
modalitas angiografi CT koroner, dimana mempunyai akurasi tinggi
untuk deteksi PJK obstruktif dengan angiografi koroner sebagai
standar pembanding. Pada pemeriksaan anatomikal derajat
stenosis 50-90% yang diestimasi pemeriksaan visual tidak selalu
menyebabkan kelainan fungsional yang signifikan (tidak selalu
menginduksi iskemia miokard), sehingga direkomendasikan untuk
pemeriksaan modalitas non invasif fungsional, kecuali ditemukan
stenosis >90% pada pemeriksaan angiografi invasif. Temuan adanya
aterosklerosis non obstruktif atau obstruktif dapat memberikan
informasi prognostik sehingga dapat membantu terapi preventif.4

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Tabel 1. Keuntungan dan kerugian tes anatomikal dan fungsional5
Teknik Keuntungan Kerugian
• akses luas
• Agen kontras kadang
Stress • portabel
dibutuhkan
Ekokardiografi • Tidak beradiasi
• Operator dependen
• Biaya murah

SPECT • Bukti ilmiah kuat • Radiasi

• Radiasi
• Dapat menilai
PET • Akses terbatas
pengukuran aliran
• Biaya tinggi
• Visualisai jaringan • Akses terbatas
baik • Kontra indikasi banyak
CMR • Pencitraan baik pada • Sulit dilakukan pada
perlukaan miokard kondisi aritmia
• Tidak beradiasi • Biaya tinggi

• Ketersediaan terbatas
7
• Radiasi
• Asesmen terbatas pada
• Nilai prediktif negatif kalsium yang banyak/luas
tinggi pada pretes • Pencitraan terbatas pada
CCTA
dengan probabilitas denyut nadi tinggi atau
rendah aritmia
• Nilai prediktif negatif
rendah pada pretes
dengan probabilitas tinggi

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Tabel 2. Penggunaan tes anatomikal dan fungsional pada
kecurigaan penyakit jantung koroner simtomatis6
Pencitraan Pencitraan
Uji latih Pencitraan uji Skor Angiografi
uji beban uji beban
Populasi beban beban dengan kalsium CT
dengan dengan
EKG ekokardiografi koroner koroner
nuklir CMR

Probabilitas
Pretest
rendah PJK,
EKG bisa A R M R R R
disimpulkan
dan mampu
berolahraga

Probabilitas
Pretest
rendah dari
PJK, EKG
tidak dapat A A M R M
disimpulkan
atau tidak
dapat
berolahraga

8 Probabilitas
Pretest
menengah
PJK, EKG
bisa
A A A M R M
disimpulkan
dan mampu
berolahraga

Probabilitas
Pretest
menengah
PJK, EKG
tidak dapat A A A R A
disimpulkan
atau tidak
dapat
berolahraga

Probabilitas
Pretest tinggi
PJK, EKG bisa
disimpulkan
M A A A R M
dan mampu
berolahraga

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Probabilitas
Pretest tinggi
PJK, EKG
tidak dapat
disimpulkan
A A A R M
atau tidak
dapat
berolahraga

Keterangan : A-Pemeriksaan direkomendasikan; R- pemeriksaan jarang


direkomendasikan; M- pemeriksaan mungkin direkomndasikan

2.2 Tes beban exercise (Uji latih beban) dan Farmakologis


Uji latih beban adalah kombinasi pemeriksaan pencitraan
dengan agen beban baik latihan fisik, farmakologis, atau elektrikal.
Tujuan dari tes ini adalah deteksi iskemia miokard dengan induksi
perubahan sementara pada fungsi regional dibanding saat istirahat.
Tanda iskemia adalah penurunan fungsi kontraktilitas regional
akibat uji beban.Apabila terdapat perbaikan kontraktilitas akibat
induksi uji beban dibanding saat istirahat, maka merupakan tanda
bahwa otot miokard masih viabel.Iskemia miokard menyebabkan 9
kejadian kaskade tipikal yang dapat ditemui secara serial waktu.
Perubahan aliran perfusi awalnya terjadi pada lapisan subendokard
dan subepikard, diikuti perubahan metabolik, penurunan fungsi
mekanik, perubahan EKG dan perubahan kontraktilitas ventrikel
kiri dan berakhir dengan angina.Berdasar konsep ini maka
petanda yang paling sensitif adalah malperfusi regional. Konsep ini
diterjemahkan kedalam aplikasi klinis dengan modalitas pencitraan,
seperti pencitraan perfusi atau stress echocardiography untuk
deteksi iskemia.7

2.2.1 Tes dengan uji latih beban


Stress echocardiography dapat dilakukan dengan uji latih
beban (treadmill atau sepeda ergometer) atau farmakologis. Tes
dengan uji latih beban dapat memberikan informasi penting
yaitu lama latihan saat uji, perubahan denyut nadi, tekanan darah,
perubahan EKG akibat pembebanan.Tes dengan uji latih beban

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
direkomendasikan sebagai pilihan utama jika memungkinkan karena
jenis pemeriksaan yang lebih fisiologis dibanding farmakologis.
Tidak ada perbedaan sensitivitas dan spesifisitas diantara kedua
metode tersebut. Studi meta analisis menunjukan sensitifitas dan
spesifisitas uji beban ekokardiografi untuk deteksi PJK dengan
obstruksi ≥ 50% adalah 85% dan 82%. Uji beban ekokardiografi
dengan uji latih beban memiliki resiko yang lebih rendah dibanding
farmakologis.4

2.2.2 Tes dengan farmakologis


Tes farmakologis lebih bermanfaat bila fasilitas uji latih beban
tidak tersedia atau pasien tidak dapat melakukan tes dengan
adekuat.Regimen utama yang digunakan untuk menghasilkan
ketidakseimbangan asupan-kebutuhan oksigen miokard adalah
dobutamin.Agen kontras dibutuhkan bila ≥ 2 segmen LV tidak
dapat divisualisasi pada saaat istirahat. Keuntungan utama uji
beban ekokardiografi dibanding pemeriksaan tes fungsional lain
adalah penyediaan yang mudah.Tes ini memberikan informasi
10 hemodinamik saat uji beban, yaitu fungsi sistolik LV, fungsi diastolik
LV, asesmen katup. Teknik ini bebas radiasi, dan memberikan
akurasi diagnostik dan prognostik sama dengan uji beban perfusi
radionuklir dan CMR, tetapi dengan kelebihan biaya yang lebih
rendah. Tantangan pemeriksaan uji beban ekokardiografi adalah
operator dependen dan asesmen secara visual pada teknik
penilaiannya.4

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
BAB 3
PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK LANJUTAN

3.1 Pemeriksaan Non Invasif Fungsional


3.1.1 STRESS ECHOCARDIOGRAPHY
3.1.1.1 Definisi
Stress echocardiography adalah kombinasi pemeriksaan
ekokardiografi dua dimensi (2D) atau tiga dimensi (3D) dengan
exercise stress (bicycle/treadmill) atau pharmacologic stress
(dobutamine/vasodilator). Walaupun stress ekokardiografi dapat
digunakan untuk penilaian berbagai kondisi kardiak, namun
pembahasan pada bab ini akan fokus pada kondisi penyakit jantung
iskemik. Stress echocardiography memiliki akurasi diagnostik dan
prognostik yang sebanding dengan radionuclide stress perfusion
imaging, dengan biaya yang lebih murah, dan resiko paparan
radiasi yang rendah bagi dokter dan pasien.8,9
11
3.1.1.2 Pre- Test Probability (PTP)
Kecurigaan penyakit jantung koroner dapat dinilai melalui
pre-test probability. Pada pasien dengan PTP<15% (low risk) tidak
diperlukan pemeriksaan diagnostik lanjutan, karena risiko kematian
atau infark miokard pada populasi ini <1%. Pada kelompok pasien
dengan PTP >15% maka diperlukan pemeriksaan diagnostik
lanjutan. Salah satu pemeriksaan diagnostik non invasif yang
dianjurkan yaitu stress echocardiography (Tabel 18).4

3.1.1.3 Indikasi Stress Echocardiography


Indikasi prosedur Stress Echocardiographymeliputi:9
- Diagnosis penyakit jantung koroner (PJK)
- Prognosis dan stratifikasi resiko (misalnya pada pasien post
infark miokard)
- Penilaian resiko preoperatif
PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
- Evaluasi penyebab sesak nafas saat aktivitas
- Evaluasi setelah tindakan revaskularisasi
- Penentuan area iskemik
- Meningkatkan nilai prognostik pada pasien dengan LBBB

Pemilihan stress echocardiography exercise (bicycle/


treadmill) menjadi modalitas pilihan pada pasien yang mampu
melakukan uji latih dengan adekuat, yang diketahui atau dicurigai
penyakit jantung koroner serta dapat menyediakan informasi
mengenai status fungsional. Dobutamin stress echocardiography
(DSE), dilakukan pada pasien yang tidak mampu melakukan uji
latih dengan adekuat, diketahui atau dicurigai penyakit jantung
koroner serta tes pilihan pada penilaian viabilitas miokardium.
Pharmacologic stress echocardiography menggunakan vasodilator
(Dipyridamole/Adenosine) merupakan tes pilihan untuk penilaian
perfusi miokardium.

3.1.1.4 Kontraindikasi Stress Echocardiography


12
Adapun kontraindikasi prosedur Stress Echocardiography
meliputi:9
3.1.1.4.1 Exercise Stress Echocardiography
- Unstable or complicated acute coronary syndrome
- Aritmia jantung yang membahayakan (takikardia ventrikel,
AV blok total)
- Hipertensi sistemik sedang-berat (tekanan darah sistolik
saat istirahat > 180 mmHg)
- Aorta stenosis simptomatik
3.1.1.4.2 Pharmacological Stress Echocardiography
3.1.1.4.2.1 Dobutamin Stress Echocardiography (DSE)9,10
- Obstruksi LV outflow track yang secara hemodinamik
signifikan
- Unstable or complicated acute coronary syndrome
- Aritmia jantung yang membahayakan (takikardia ventrikel,
AV blok total)
PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
- Hipertensi sistemik sedang-berat (tekanan darah sistolik
saat istirahat > 180 mmHg)
- Aorta stenosis simptomatik
- Dekompensasi atau gagal jantung akut
- EF <25% kecuali untuk studi viabilitas

3.1.1.4.2.2 Vasodilator (Dipyridamole/Adenosine)


- Penyakit saluran nafas bronkospastik aktif yang menonjol
yang menyebabkan bronkospasme
- Hipotensi yang signifikan
- Unstable or complicated acute coronary syndrome
- Aritmia jantung yang membahayakan (takikardia ventrikel,
AV blok total)
Tabel 3.Pemilihan Modalitas Tes Stress Echocardiography

Exercise Inotropik/Kronotopik Vasodilator


Bicycle/Treadmill Dobutamine Dipyridamol/Adenosine
13
Menstimulai beta-
1 adrenoreseptor Memiliki efek
Menggambarkan
dengan efek meningkatkan aliran
Fisiologi kondisi respon
meningkatkan koroner melalui
elektromekanik
heart rate dan/atau reseptor adenosine A2A
kontraktilitas

- Pasien yang
mampu
- Pasien yang tidak
melakukan uji
mampu melakukan
latih jantung
uji latih dengan
dengan adekuat, - Tes pilihan untuk
adekuat, diketahui/
Pemilihan yang diketahu/ penilaian perfusi
dicurigai penyakit
jenis dicurigai penyakit miokardium.
jantung koroner
modalitas jantung koroner
- Tes pilihan untuk
- Bicycle stress
penilaian viabilitas
lebih dianjurkan
miokardium
untuk menilai
fungsi diastolik

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
demand demand oksigen  aliran pembuluh
Karakteristik
oksigen miokard miokard darah koroner
Respon
Hemodinamik
Heart Rate
  
(HR)
 melalui
Stroke Volume respon Perubahan tidak
atau tidak berubah
(SV) mekanisme Frank- signifikan
Starling
Tekanan darah
   
sistolik

Kontraktilitas   Tidak ada perubahan

Myocardial
  Tidak ada perubahan
blood flow

- Unstable or - Obstruksi LV
complicated outflow track yang
- Penyakit saluran
acute coronary secara hemodinamik
nafas bronkospastik
syndrome signifikan
14 aktif yang menonjol
- Unstable or yang menyebabkan
- Aritmia bronkospasme
jantung yang complicated acute
membahayakan coronary syndrome
- Hipotensi yang
(takikardia - Aritmia jantung signifikan
ventrikel, AV blok yang membahayakan
Kontraindikasi total) - Unstable or
(takikardia ventrikel,
complicated acute
- Hipertensi AV blok total)
coronary syndrome
sistemik sedang- - Hipertensi sistemik
berat (tekanan - Aritmia jantung
sedang-berat
darah sistolik saat yang membahayakan
(tekanan darah
istirahat > 180 (takikardia ventrikel, AV
sistolik saat istirahat >
mmHg) blok total)
180 mmHg)
- Aorta stenosis - Aorta stenosis
simptomatik simptomatik

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
3.1.1.5 Persiapan Tindakan
Persiapan tindakan untuk prosedurstress echocardiography
yaitu:11,12
• Pasien puasa kurang lebih 4 jam sebelum tes dimulai
• Semua agen kronotopik dan nitrat harus dihentikan 8-12 jam
sebelum dobutamine stress echocardiography
• Tes harus dilakukan pada pusat pemeriksaan stress
echocardiography yang tersertifikasi
• Mesin ekokardiografi diperlukan yang memiliki high frame
rates, dan mampu menampilkan layer split dan quadruple
• Staff termasuk dokter, perawat, dan sonografer yang
tersertifikasi
• Sebelum melakukan tes, setiap pasien harus diberikan
informasi yang memadai tentang indikasi dan prosedur tes
dan menandatangani lembar persetujuan tindakan

3.1.1.6 Metode Pemeriksaan


15
3.1.1.6.1 EXERCISE STRESS ECHOCARDIOGRAPHY (ESE)
Bagi pasien yang mampu melakukan uji latih jantung
dengan adekuat, ESE lebih direkomendasikan daripada
pharmacological stress karena sesuai dengan respon
elektromekanis tubuh. ESE berperan sebagai prediktor
prognosis dan penentuan status fungsional. Terdapat dua
macam pemeriksaan yang dapat digunakan untuk ESE
yaitutes treadmill dan bicycle exercise.

3.1.1.6.1.1 Tes Treadmill


Tes treadmill menggunakan protokol Bruce. Protokol
Bruce merupakan metode yang paling umum digunakan
untuk tes treadmill. Pemeriksaan ekokardiografi diambil pada
saat istirahat dan segera setelah tercapai puncak uji latih.
Prosedurnya setiap satu tahap akan berlangsung selama 3
menit. Pasien akan melakukan uji latih jantung secara bertahap
dan dipantau sampai ada gejala, abnormalitas tekanan
PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
darah, gangguan irama jantung, dan perubahan ST segmen.
Pemeriksaan ekokardiografi harus segera diambil 1-2 menit
pasca tes karena pergerakan dinding jantung dapat segera
kembali dalam beberapa menit pasca tes. Protokol Bruce
seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Protokol Bruce
(disadur dari ASE 2020: Stress Echocardiography)
Grade Speed Total time
Stage METS*
(percent) (mph) (min)
1 10 1.7 3 5
2 12 2.5 6 7
3 14 3.4 9 10
4 16 4.2 12 13
5 18 5 15 15
6 20 5.5 18 18
7 22 6 21 20
*metabolic equivalents- 1 MET=3.5 mL O2/kg/min

16
3.1.1.6.1.2 Bicycle Stress
Pemeriksaan ini dimulai pada beban kerja dimulai dari
25 W meningkat tiap 2-3 menit sampai timbul gejala atau
aritmia, atau temuan abnormal dari ekokardiografi selama
uji latih. Beban kerja awal yang lebih tinggi dapat digunakan
pada pasien yang lebih muda. Protokol Supine Bicycle seperti
pada Tabel 5.
Tabel 5.Protokol Supine Bicycle
(disadur dari ASE 2020: Stress Echocardiography)
Stage 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Watts 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250

METS 2.4 3.7 4.9 6.1 7.3 8.6 9.8 11.0 12.2 13.5

Stage
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
length
Total
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
time

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Stress echocardiography memiliki akurasi yang hampir
sama dengan positron emission tomography (PET) dalam
mendeteksi disfungsi miokard yang reversible seperti pada
pasien hibernating myocardium. Selain itu tes ini juga dapat
membantu membedakan gejala yang timbul akibat iskemia
atau akibat dari disfungsi diastolik. Parameter diastolik diambil
dalam setelah puncak uji latih. E/e’average>1 atau E/e’ septal
>15 mengindikasikan peningkatan tekanan pengisian, TR
velocity juga perlu dinilai jika terjadi peningkatan aliran
darah pulmonal. ESE relative aman, aritmia dan abnormalitas
tekanan darah dapat terjadi, tetapi akan membaik dengan
segera paska tes dihentikan.9
Gambar 1 menunjukkan perbandingan antara
ekokardiografi pada saat istirahat dan pasca stress exercise.
Pada pasien normal pada gambaran ekokardiografi
didapatkan peningkatan dimensi ventrikel kiri.

17

Gambar 1. Perbandingan ESE pada Saat Istirahat dan


Segera Paska Exercise
(disadur dari ASE 2020: Stress Echocardiography)

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
3.1.1.6.2 PHARMACOLOGIC STRESS ECHOCARDIOGRAPHY
3.1.1.6.2.1 Dobutamine Stress Echocardiography (DSE)
Pada pasien yang tidak mampu melakukan uji latih
jantung, dobutamin dan vasodilator stress merupakan
alternatif. Dobutamin lebih dipilih jika tes didasarkan pada
penilaian regional dinding miokard, meskipun tes vasodilator
memiliki keuntungan untuk penilaian perfusi miokard. Dosis
dobutamin standar untuk pengujian tes yaitu bertingkat mulai
dari 5 mcg/kg/menit dan meningkat pada interval 3 menit
menjadi 10, 20, 30, dan 40 mcg/kg/menit.9
Penggunaan dobutamin mulai dari dosis rendah
dapat menilai viabilitas dan iskemia pada segmen miokard.
Pemberian atropin saat dosis dobutamin 20-30 mcg/kgBB/
menit, dibandingkan ketika dosis dobutamine mencapai
40mcg/kgBB/menit dapat memfasilitasi pencapain target HR
lebih awal dengan efek samping minimal dan waktu tes yang
lebih singkat, terutama apabila HR tidak meningkat seperti
yang diharapkan. Jika target denyut jantung tidak tercapai
18 dapat ditambahkan atropine dosis 0.25-0.5 mg dalam interval
1 menit sampai dosis maksimum 1-2 mg, terutama pada
pasien yang menggunakan beta blocker dan pasien single
vessel disease. Dosis atropin lebih rendah pada pasien usia
tua dengan postur tubuh kecil (0.25mg). Tes akan dihentikan
jika terdapat beberapa kondisi yaitu tercapainya target denyut
jantung, hipotensi, abnormalitas dinding miokard yang
baru atau perburukan, aritmia, hipertensi berat dan gejala
yang tidak bisa ditoleransi. Khusus untuk beta blocker dapat
diberikan untuk meningkatkan sensitivitas tes saat puncak
dan istirahat.9
Pada pemeriksaan DSE iskemia ditandai dengan
peningkatan dimensi end-systolic ventrikel kiri. Protokol
pemberian dobutamin dan ilustrasi ekokardiografi pada
pemeriksaan DSE seperti pada Gambar 1-3.
High dose dobutamine dengan dosis hingga 40mcg/
kgBB/menit dapat digunakan untuk menilai iskemia miokard.

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Terdapat 4 gambaran ekokardiografi perubahan yang dapat
tampak setelah pemberian dobutamine, yaitu :13
1. Biphasic response: perubahan gerakan miokard dari yang
meningkat lalu menurun gerakannya. Mengindikasikan
adanya iskemia. Gerakan biphasic responsemerupakan
tanda paling spesifik untuk memprediksi perbaikan fungsi
miokard pasca revaskularisasi.
2. Worsening: perubahan langsung dari gerakan miokard
tanpa ada perbaikan sebelumnya mengindikasikan
iskemia berat pada pada regio yang di suplai oleh arteri
koroner dengan stenosis kritikal.
3. Sustained improvement : perbaikan gerakan miokard
tanpa disertai penurunan gerakan. Kemungkinan berkaitan
dengan nekrosis subendokardium.
4. No change : tidak ada perubahan gerakan miokard selama
tes dilakukan. Gambaran ini mengindikasikan miokardium
yang tidak viable atau lesi transmural.
19

Gambar 2. Protokol DSE


(disadur dari ASE 2020: Stress Echocardiography)

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Gambar 3.Ekokardiografi DSE diambil pada 4 periode waktu
(disadur dari ASE 2020: Stress Echocardiography)

3.1.1.6.2.2 Tes Vasodilator(Dipiridamol/Adenosin)9


Stress test dengan vasodilator (dipiridamol dan
adenosin) dapat menilai iskemia, perfusi miokard dan viabiltas
miokard. Agen ini dikontraindikasikan pada pasien dengan
20 obstruksi saluran nafas reaktif atau hipotensi. Dipiridamol
aman diberikan sampai dosis 0.84 mg/kg selama 6 sampai
10 menit. Pemberian atropine pada puncak uji latih dapat
meningkatkan sensitivitas pemeriksaan.
Adenosin dapat juga digunakan untuk menilai perfusi
miokard. Dosis yang diberikan 140 mcg/kg/menit selama 4
sampai 6 menit sampai maksimum dosis 60 mg. Adenosin
memiliki waktu paruh yang lebih pendek sehingga memiliki
efek yang lebih cepat dibandingkan dipiridamole.

3.1.1.7 Interpretasi Hasil


3.1.1.7.1 Abnormalitas Dinding Miokard dan Derajatnya
Penilaian visual pergerakan dinding miokard (penebalan
dan ekskursi endokardial) merupakan metode utama dalam
analisis stress echocardiography. Regio miokard yang disuplai
oleh arteri koroner yang mengalami obstruksi ditandai dengan

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
penurunan pergerakan miokard (hypokinesis). Selain itu perlu
juga dinilai pergerakan dinding miokard.
Untuk penilaian pergerakan miokard menggunakan
sistem skoring yaitu:
1 : Normal atau hiperkinesis (ketebalan meningkat >50%
pada saat sistolik)
2 : Hypokinetik (<40%)
3 : Hipokinetik berat atau akinetik (<10%)
4 : Diskinetik
5 : Aneurismatik (deformasi diastolik)
Lokasi arteri koroner dan penilaian gerakan miokard
terlihat pada Gambar 4.

21

Gambar 4.Distribusi Arteri Koroner


(disadur dari ASE 2020: Stress Echocardiography)

3.1.1.7.2 Penilaian Stress Echocardiography Selama Tes dan Fase


Istirahat
Exercise, dobutamin dan vasodilator stress echo-
cardiography merupakan modalitas yang dapat meningkatkan
tingkat sensitivitas dalam menilai tingkat severitas penyakit
jantung koroner. Abnormalitas pergerakan dinding miokard
pada fase awal tes dapat mengindikasikan adanya obstruksi
koroner yang berat dengan perfusi miokard yang buruk.

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Perbandingan gambar saat tingkatan stressrendah dan
puncak stress (peak) memiliki nilai diagnostik untuk
mendeteksi obstruksi koroner pada tes dobutamin atau
bicycle. Pada pemeriksaan DSE penting untuk diidentifikasi
pergerakan bifasik dinding miokard. Pergerakan bifasik
yaitu peningkatan fungsi miokard pada low level stress dan
perburukan fungsi miokard pada high level stress. (Kelas IB).
Gambar yang didapatkan pada fase pemulihan setelah tes
dihentikan dapat menyediakan tambahan informasi yang
bermanfaat. Abnormalitas gerakandinding yang menetap
pada fase pemulihan dapat diakibatkan oleh stunning atau
indikatoradanya iskemik yang lebih berat.9

3.1.1.7.3 Penilaian Fungsi Ventrikel Kanan


Penilaian fungsi ventrikel kanan dapat dinilai pada view
4 chamber. Parameter yang dinilai yaitu tricuspid annular
plane systolic excursion (TAPSE) dengan M mode atau peak
systolic velocity pada annulus trikuspid (menggunakan tissue
22 doppler imaging). Penurunan TAPSE >4 mm pada saat tes
berlangsung dapat mengindikasikan obstruksi di proksimal
arteri koroner kanan.9

3.1.1.7.4 Kriteria Respon Normal dan Iskemik pada Modalitas


Stress Echocardiography9

Metode tes Respon Respon


Respon global Respon global
regional regional
stress normal iskemik
normal iskemik

Treadmill Hiperkinesis Hipokinesis peningkatan peningkatan


setelah uji latih dibandingkan end diastolic EDV,
dibandingkan saat istirahat volume (EDV), peningkatan
istirahat penurunan ESV, penurunan
end systolic EF pada pasien
volume (ESV), left main dan
peningkatan multivessel
ejection disease
fraction (EF)

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Supine Hiperkinesis Hipokinesis Peningkatan Peningkatan
Bicycle pada saat dibandingkan kecil pada EDV, EDV,
tes tapi saat istirahat penurunan peningkatan
lebih rendah ESV, dan ESV, penurunan
dibandingkan peningkatan EF pada pasien
treadmill dan sedang pada left main dan
dobutamine EF multivessel
disease
Dobutamine Hiperkinesis Hipokinesis Penurunan Penurunan EF,
dengan dan EDV, dilatasi ruang
peningkatan penurunan penurunan ESV, jantung jarang
kecepatan kecepatan peningkatan dijumpai pada
kontraksi jika kontraksi yang pada EF pada pasien
dibandingkan dibandingkan left main dan
saat istirahat dosis rendah multivessel
dan dosis saat istirahat disease
rendah

Vasodilator Hiperkinesis Hipokinesis Penurunan Penurunan EF,


dengan dibandingkan EDV, dilatasi ruang
peningkatan saat istirahat penurunan jantung jarang
kecepatan ESV, dan dijumpai pada
kontraksi jika peningkatan EF pada pasien
23
dibandingkan left main dan
saat istirahat multivessel
dan dosis disease
rendah

3.1.1.8 Pelaporan Hasil Stress Echocardiography


Berikut tabel rekomendasi hasil pelaporan hasil stress
echocardiography.
Tabel 6. Rekomendasi Penulisan Hasil Stress Echocardiography
(disadur dari ASE 2020: Stress Echocardiography)
Penilaian gerakan dinding regional pada baseline
• Jumlah, lokasi, dan severitas abnormalitas gerakan dinding
regional (atau global)
• Adanya penipisan dinding atau peningkatan ketebalan
• Penilaian ejection fraction (EF)

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Penilaian gerakan dinding regional pada saat stress echocardiography
• Jumlah, lokasi, dan severitas abnormalitas gerakan dinding
regional (atau global)
• Estimasi respon ejection fraction terhadap stress
echocardiography
• Estimasi respon dimensi end-systolic terhadap stress
echocardiography
• Respon stress echocardiography dapat meliputi berbagai tahap,
khususnya jika disertaiabnormalitas gerakan dinding miokard
saat istirahat
• Pengambilan gambar pencitraan adekuat
• Agen farmakologis yang digunakan disertai dosis
Tipe protokol stress echocardiography
• Dosis agen farmakologis
• Adekuatnya stress echocardiography
Beban pada exercise stress, dan adekuasi beban tersebut berdasarkan
umur dan jenis kelamin pasien
Apakah target denyut jantung tercapai pada dobutaminestress
24 echocardiography
Jika iskemik tidak terdeteksi dan tes tidak adekuat, pernyataan bahwa
hal tersebut dapat mempengaruhi sensitivitas dalam mendeteksi
iskemia perlu dicantumkan dan perlu dilampirkan :
• Denyut nadi dan tekanan darah pada tiap tahapan
• Hasil EKG, termasuk ada atau tidaknya iskemik dan aritmia
• Gejala-gejala kardiak
Direkomendasikan untuk menampilkan gambar atau grafik pergerakan
dinding pada fase istirahat dan pada fase stress echocardiography
Penemuan tambahan pada saat istirahat sebaiknya dijabarkan apabila
pasien belum memiliki pemeriksaan transthoracic echocardiography
Jika pasien dikonsul untuk evaluasi sesak saat aktivitas, informasi
tambahan seperti penilaian E/e’, tekanan sistolik ventrikel kanan, dan
atau saturasi oksigen (pulse oksimeter) saat istirahat dan saat stress
dapat dicantumkan

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Interpretasi umum :
• Normal, iskemia, abnormalitas gerakan dinding yang menetap,
atau kombinasi

3.1.2 STRESS CMR


3.1.2.1 Pendahuluan
Keluhan angina dan terjadinya infark miokard merupakan tahapan
akhir dari kaskade iskemia pada pasien dengan penyakit jantung
koroner.Tahapan pertama kaskade iskemia biasanya belum
menimbulkan gejala sehingga diperlukan modalitas diagnostik yang
bersifat sensitif. Deteksi terdapatnya defek perfusi miokard sangat
krusial untuk mendiagnosis dini terjadinya iskemia, karena defek
perfusi ini terjadi lebih dahulu dibandingkan disfungsi diastolik
maupun sistolik yang dapat dinilai dari EKG atau ekokardiografi.14,15
Pemeriksaan stress CMR untuk menilai keberadaan serta luas
iskemia dapat dilakukan melalui perfusi CMR dengan vasodilator
(adenosin) dan kontras gadolinium, atau dobutamin untuk menilai 25
gerakan dinding otot jantung. 14,16-18

3.1.2.2 Vasodilator-stress CMR


3.1.2.2.1 Prinsip dasar pemeriksaan
Pada pemeriksaan ini, perfusi dinilai saat kontras
gadolinium pertama lewat (first-pass) melalui miokardum
ventrikel kiri. Pemberian infus adenosin akan memberikan efek
hiperemia. Pada miokardium yang sehat, maka mikrovaskular
koroner yang berdilatasi saat exercise dan stress menjamin
kecukupan perfusi jaringan. Sementara bila terdapat
penyempitan arteri koroner maka mikrovaskular distal dari
arteri yang menyempit akan sudah berdilatasi maksimal saat
kondisi istirahat dan kondisi hiperemia yang diprovokasi oleh
agen vasodilator akan menyebabkan efek pencurian koroner
(coronary steal effect). 14, 19

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Kontras yang digunakan untuk CMR merupakan jenis
agen yang memperpendek T1, sehingga akan terlihat sebagai
area yang terang (bright) saat kontras melewati miokardium
yang normal, sebaliknya area yang mengalami hipoperfusi
akan tetap terlihat lebih gelap. Diperlukan 3 potongan
short-axis (SA) untuk setiap detak jantung, dan keseluruhan
pengambilan gambar perfusi first-pass ini dilakukan dalam
satu kali periode menahan nafas. 14,19
Metode yang paling sering digunakan untuk
menilai defek perfusi adalah evaluasi visual oleh ahli yang
berpengalaman. Namun, metode penilaian semikuantitatif
dan kuantitatif akan dapat menilai defek perfusi secara lebih
objektif. Analisa semikuantitatif dilakukan dengan menilai
perubahan intensitas sinyal dari waktu ke waktu selama perfusi
first-pass; sementara analisa kuantitatif mengkalkulasi aliran
darah miokardium total menggunakan pemodelan farmako-
fisiologikal.20

26 3.1.2.3 Dobutamine-stress CMR


3.1.2.3.1.Prinsip dasar pemeriksaan
Dobutamin merupakan agen inotopik dan kronotropik,
sehingga pemberiannya akan menyebabkan iskemia dan
gangguan gerakan dinding otot jantung pada pasien
dengan penyempitan arteri koroner signifikan. Protokol
pemeriksaannya sama dengan dobutamine-stress
echocardiography (DSE) dimana dilakukan pemberian
dobutamin dengan dosis yang ditingkatkan bertahap, dan
jika perlu ditambahkan pemberian atropine sampai tercapai
target detak jantung, yakni 85% dari detak jantung maksimal
= (220-usia) x 0.85 detak/menit. Selama setiap tingkatan yang
berdurasi sekitar 3 menit, dilakukan pengambilan gambar
cine dalam 4 posisi geometri standar (short-axis, 2-chamber,
3-chamber dan 4-chamber).21

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Tabel 7.Perbandingan vasodilator dan dobutamin stress CMR14
Adenosin Dobutamin
Mekanisme Aksi CMR perfusi dengan Abnormalitas gerakan
vasodilator yang dinding otot jantung yang
menginduksi heterogenitas diinduksi oleh iskemia
aliran darah antara
miokardium yang normal
dan iskemik

Persiapan Pasien Tidak mengkonsumsi kopi, Tidak mengkonsumsi


I, coklat, dan aminofillin/ penyekat beta, CCB
theofillin 12-24 jam sebelum non-dihidropiridine, dan
CMR nitrat minimal 24-48 jam
sebelum CMR agar target
detak jantung dapat
tercapai
Ko n t r a i n d i k a s i Klaustrofobia berat (persisten setelah menggunakan
Umum sedatif seperti midazolam intranasal)
Pemakaian alat elektronik kardiovaskular implan (ALEKA)
yang tidak aman terhadap MRI

Ko n t r a i n d i k a s i Asma atau PPOK berat, HT tidak terkontrol (> 27


Spesifik AV blok derajat 2 tipe 2 220/120 mmHg), sindrom
atau derajat 3, sick sinus koroner akut < 3 hari,
syndrome, hipotensi berat stenosis aorta berat, myo/
(TDS < 90 mmHg), sindrom endo/perikarditis, aritmia
koroner akut < 3 hari, tidak terkontrol, HOCM,
denyut nadi < 45x/menit, trombus mobile di LV/LA/
stenosis karotis bilateral LAA
berat, prolongasi QT
interval, AF atau atrial flutter Atropine : glaukoma
dengan preeksitasi, gagal sudut sempit, BPH berat,
jantung akut, pemakaian myastenia gravis, uropati
digoksin atau verapamil obstruktif, penyakit
gastrointestinal obstruktif

Waktu paruh 5-10 detik 2 menit


Pemberian 2 kanula intravena terpisah 1 atau 2 kanula intravena
(untuk vasodilator dan ( 1 kanula jika tidak
kontras) menggunakan kontras)

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Peralatan yang Monitor TD dan EKG, defibrilator, alat resusitasi, infus pump
dibutuhkan dengan selang panjang yang ditempatkan di luar ruangan
CMR

Dosis Infus adenosin 140 ug/kg/ Infus dobutamin dengan


menit selama 3-5 menit dosis berbeda tiap tahap
(jika tidak ada respon pemeriksaan : 10, 20, 30,
peningkatan detak jantung 40 ug/kg/menit selama
> 10x/menit atau TDS tidak 3-5 menit/tahap sampai
menurun > 10 mmHg dalam tercapai 85% prediksi
2-3 menit pemberian, maka detak jantung maksimal.
dosis boleh ditingkatkan Jika target detak jantung
menjadi 170 – 210 ug/kg/ tidak tercapai, maka boleh
menit ditambahkan atropine
dengan dosis 0.5-2 mg
intravena

Evaluasi respon Respon hemodinamik Target detak jantung


positif (peningkatan detak jantung
> 10x/menit atau penurunan
TDS > 10 mmHg)
Gejala (panas, sulit bernafas,
nyeri dada yang masih
28 ditoleransi, flushing wajah)

Efek samping Flushing (35-40%), nyeri Nyeri kepala, dizziness (>


dan komplikasi dada (25-30%), dyspnea 0.1%)
(20%), dizziness (7%), mual Nyeri dada (>0.1%)
(5%) Hipotensi (0.01-0.1%)
Hipotensi simptomatik (5%) Parestesia, flushing, mual
AV blokderajat 2 (4%), total (0.01-0.1%)
av blok (<1%) Edema paru akut (0.02%)
Bronkospasme (0.1%) VT (0.01%)
AF (0.01%)
Asistole (0.01%0
TIA (0.01%)

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Indikasi Respon subjektif dan Tercapainya target detak
menghentikan hemodinamik positif jantung
pemeriksaan Aritmia frekuen/kompleks Angina pectoris berat atau
Bradikardia berat atau AV dyspnea
blok derajat tinggi Aritmia frekuen/kompleks
Penurunan TDS > 40 mmHg Penurunan TDS > 40
atau hipotensi berat (TDS < mmHg dengan gejala
80 mmHg) bermakna
Wheezing Hipertensi
Nyeri dada hebat > 240/120 mmHg
Permintaan pasien Abnormalitas
embrandinding otot
jantung yang baru atau
mengalami perburukan > 1
segmen
Permintaan pasien

Antidotum Stop infus intravena Stop infus intravena


Aminofillin/Theofillin Esmolol (penyekat beta)

29
3.1.2.4 Penilaian scar infark dan viabilitas miokardium
3.1.2.4.1 Prinsip dasar pemeriksaan
Derajat defek perfusi harus selalu diinterpretasikan
bersamaan dengan keberadaan dan transmuralitas infark,
karena revaskularisasi harus dibatasi hanya pada area dimana
miokardium yang iskemik memiliki potensi untuk pulih.
Late gadolinium enhancement (LGE) akan terlihat sebagai
area hyperenhancement pada gambaran T1-weighted yang
menunjukkan miokardium yang sudah nekrotik. Pola LGE
subendokardial dapat membantu membedakan skar infark
dari jenis fibrosis miokardial lain akibat proses non-iskemik.14,19
Derajat transmuralitas berbanding terbalik dengan
viabilitas miokardium.Dimana skar yang transmuralitasnya
< 25% memiliki potensi paling baik untuk mencapai
pemulihan fungsional setelah dilakukan prosedur
revaskularisasi.Sebaliknya segmen dengan transmuralitas

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
> 75% menunjukkan segmen tersebut sudah tidak viabel
dan tidak dapat mengalami pemulihan kembali.Sementara
transmuralitas 50% merupakan nilai batas bahwa segmen
miokard masih embra dan masih memiliki potensi untuk
mendapat manfaat dari prosedur revaskularisasi.14

3.1.2.4.2 Stratifikasi Risiko


Berdasarkan data yang diperoleh dari pemeriksaan
stress-CMR, maka stratifikasi risiko dikelompokkan sebagai
berikut:4,5
1. Risiko tinggi
• Terdapat defek perfusi stress pada > 2 dari 16 segmen,
atau
• Terdapat > 3 disfungsi segmen yang terinduksi oleh
dobutamin
2. Risiko sedang
Defek perfusi stres atau disfungsi segmen kurang dari
kategori risiko tinggi
30
3. Risiko rendah
Tidak ada defek perfusi atau disfungsi segmen

Tabel 8.Protokol standar pemeriksaan stress CMR 14,16

Interpretasi
Durasi Sekuen CMR Contoh gambar
hasil

Survey, localizer

Scout images
: transaksial,
koronal,
sagittal Temuan
ekstrakardiak,
< 1 menit
ukuran aorta
ascenden
(SSFP atau
fast spin
echo)

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Gambar cine

Gambar cine: Anatomi dan


SA, 4CH, fungsi (LA,
2CH, 3CH LV, RA, RV),
abnormalitas
10 menit
gerakan
dinding otot
(SSFP : SR 1.8 jantung, efusi
mm) perikardium

Stress Perfusi dengan vasodilator

2-8 menit
Stress :
Pada menit
terakhir 3 potongan
pemberian SA (basal,
adenosin mid, apex)
diberikan
Keberadaan
dosis dan lokasi
gadolinium (Saturation defek perfusi
pertama recovery
imaging with 31
0.05-0.1
mmol/kg; GRE-EPI,
3-7 ml/ hybrid, GRE
detik + 30 atau SSFP; SR
ml flush < 3 mm)
saline

< 1 menit
(+ 10 menit Rest :
setelah
3 potongan
stress)
SA
+ dosis Keberadaan
(Saturati
gadolinium defek perfusi
kedua on recovery istirahat dan
(0.05-0.1 imaging with artefak
mmol/kg; GRE-EPI,
3-7 ml/ hybrid, GRE
detik) + 30 atau SSFP; SR
ml flush < 3 mm)
saline

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Stress-CMR dengan dobutamin

SA (basal,
mid, apex),
4CH, 2CH, Disfungsi
3CH segmen
12-20
miokardium
menit
yang terinduksi
dobutamin
(SSFP; SR < 3
mm)

LGE – Penilaian viabilitas

Menemukan
waktu optimal
untuk me-
5-10 menit Look-Locker
null-kan
miokardium
yang normal

Keberadaan,
10 menit LGE : SA, pola, lokasi,
setelah 3CH, 4CH, serta derajat
pemberian 2CH transmuralitas
32 skar
gadolinium
(dosis total Korelasi antara
0.1-0.2 (IR GRE; SR kar infark
mmol/kg) 1.4-1.8 mm) dengan defek
perfusi

3.1.3 SPECT
3.1.3.1 Prinsip dasar
Single photon emission computed tomography (SPECT)
Technetium (Tc-99m) myocardial perfusion adalah embra
pencitraan kedokteran nuklir yang memanfaatkan sinar gamma
dari radiotracer Tc-99m. Injeksi Tc-99m intravena kemudian masuk
kedalam sirkulasi sehingga diekstrak oleh kardiomiosit hidup dan
bertahan di dalamnya untuk beberapa waktu. Emisi sinar gamma dari
kardiomiosit yang telah mengambil radiotracer tersebut kemudian
PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
diterima oleh kameragamma dan dianggap merepresentasikan
perfusi miokard. 22,23

3.1.3.2 Indikasi
Indikasi dilakukannya pemeriksaan SPECT adalah sebagai
berikut:23,24
1. Mendeteksi adanya penyakit jantung koroner (PJK) pada
kondisi:
a. Pasien dengan pretest probability menengah berdasarkan
usia, jenis kelamin dan gejala
b. Pasien dengan faktor risiko tinggi (misalnya: DM, PAD atau
CVD).
2. Stratifikasi risiko pada pasien pasca infark miokard sebelum
dipulangkan (uji submaksimal pada hari ke 4-6), dan segera
setelah dipulangkan (terbatas pada gejala pada hari ke 14-
21)atau akhir setelah dipulangkan (terbatas pada gejala pada
minggu ke3-6).
3. Stratifikasi risiko pada pasien PJK stabil, apakah termasuk 33
kelompok risiko rendah yang memerlukan terapi
medikamentosa atau kelompok risiko tinggi yang memerlukan
revaskularisasi
4. Stratifikasi risiko pada pasien dengan sindrom koroner akut,
apakah termasuk kelompok risiko rendah (tanpa iskemia aktif
dan atau gagal jantung dalam 6-12jam pasca serangan) atau
kelompok risiko menengah (tanpa iskemia aktif dan atau gagal
jantung pada hari ke 1-3 pasca serangan)
5. Stratifikasi risiko sebelum bedah nonkardiak pada pasien
dengan PJK atau mereka dengan risiko tinggi
6. Mengevaluasi efikasi terapi intervensi (baik obat-obatan
antiisikemik atau revaskularisasi koroner) dan dalam melacak
risiko lanjutan berdasarkan perubahan serial perfusi miokard
pada pasien dengan penyakit arteri koroner.

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
3.1.3.3 Kontraindikasi
Kontraindikasi absolut pada uji pembebanan dinamik
meliputi:25
1. Infark miokard akut dalam 2 hari pertama.
2. Angina pektoris tidak stabil yang masih berlangsung atau yang
dianggap berisiko tinggi.
3. Hipertensi sistemik berat (TDD > 110 mmHg, TDS > 200 mmHg
saat istirahat).
4. Aritmia tak terkontrol yang menimbulkan keluhan atau
gangguan hemodinamik.
5. Stenosis berat katup aorta yang simtomatik.
6. Diseksi aorta akut.
7. Miokarditis / perikarditis akut, Endokarditis aktif, Infeksi akut
lainnya.
8. Gagal jantung yang belum terkontrol.
9. Emboli paru akut, hipertensi pulmoner berat, thrombosis vena
dalam.
34
Kontraindikasi relatif pada uji pembebanan dinamik meliputi:25
1. Telah diketahui adanya stenosis koroner cabang utama kiri/ left
main atau ekuivalen.
2. Stenosis katup aorta sedang sampai berat yang tidak
menyebabkan gejala.
3. Kardiomiopati hipertrofi dengan obstruksi berat left ventricular
outflow tract (LVOT).
4. Takiaritmia dengan laju ventrikel tak terkontrol.
5. Blok Atrioventrikular derajat 2-3.
6. Stroke atau transient ischemic attack yang baru terjadi/ recent.
7. Gangguan fisik atau mental atau kondisi medis tertentu yang
tidak memungkinkan dilakukannya uji pembebanan dinamik
secara adekuat.
8. LBBB, preeksitasi ventrikel (WPW), dan irama pacu jantung
ventrikel, sebaiknya menjalani uji beban dengan vasodilator.
Kontraindikasi pada uji beban berdasarobat vasodilator dan
PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
dobutamin telah dibahas dalam bab sebelumnya dandapat dilihat
pada tabel 3 dan tabel 7.

Persiapan Pasien
Pasien diharuskan puasa sebelum dilakukan tindakan terutama
puasa makan. Diperlukan penghentian obat-obatan yang dapat
mempengaruhi hasil stress iskemik. Apabila pemeriksaan ditujukan
untuk mendiagnosis iskemia pada pasien yang belum diketahui
adanya PJK, maka obat-obat anti iskemia perlu dihentikan sebelum
dilakukan pemeriksaan. Zat makan/minuman yang mengandung
kafein, harus dihentikan agar tidak mempengaruhi kerja efek
obat vasodilator terutama pada pasien yang akan diberikan agen
vasodilator sebagai stress test.25

Tabel 9.Persiapan dan waktu penghentian minimal untuk pasien25

Persiapan Pasien Waktu penghentian minimal

Obat
35
Nitrat 24 jam

2-5 hari
Beta bloker (secara perlahan untuk hindari efek
rebound)

CaChannel Blocker 24-48 jam

Methylxanthine 72 jam

Pentoxyphylline 72 jam

Oral dipyridamole/persantine 48 jam

Phosphodiesterase inhibitors 48 jam

Makanan dan minuman

Yang mengandung xanthine


12 jam
(kopi,teh, soft drinks, coklat)

Puasa Puasa makan berat 2-4 jam

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Prosedur Pelaksanaan25
1. Persiapan pasien: tidak makan dalam 2 jam terakhir sebelum
dilakukan pemeriksaan. Pasien yang dijadwalkan di siang hari
dapat mengkonsumsi sarapan ringan (misalnya: sereal atau
buah-buahan).
2. Akses intravena ukuran besar (misalnya: 18-20 gauge)
dipasangkan untuk injeksi obat radiofarmaka selama uji latih.
3. EKG harus dimonitor secara terus-menerus selama uji latih
jantung dan minimal 5 menit pada fase recovery atau hingga
denyut nadi <100x/menit dan/atau perubahan segmen ST
sudah kembali. EKG 12-lead harus direkam pada setiap tahap
uji latih: fase exercise, peakexercise, terminasi dan recovery.
4. Denyut nadi dan tekanan darah harus direkam setiap 3 menit
selama exercise, peak exercise dan minimal 5 menit pada saat
recovery.
5. Semua uji latih jantung harus dihentikan apabila muncul gejala
klinis iskemia. Pencapaian target 85% denyut nadi maksimal
bukanlah merupakan indikasi untuk dihentikan tes.
36 6. Radiofarmaka harus diinjeksikan sesaat sebelum puncak
exercise. Pasien harus dimotivasi untuk tetap melakukan
exercise paling sedikit 1 menit setelah injeksi.
7. Pada pasien yang tidak dapat melakukan exercise yang adekuat
dapat disarankan untuk menjalani uji latih jantung dengan obat.
8. Obat-obatan antihipertensi (misalnya: beta blocker, CCB, dan
nitrat) akan menurunkan akurasi diagnosis. Sebaiknya obat-
obatan tersebut dihentikan penggunaannya sebelum dilakukan
uji latih jantung.

Indikasi untuk penghentian segera:25


1. Nyeri dada tipikal dengan intensitas sedang hingga berat
2. Sesak napas dan kelelahan
3. Ataxia, vertigo atau near-syncope
4. Tanda klinis penurunan perfusi perifer (misalnya: sianosis atau
pucat)
5. Pasien meminta uji latih dihentikan

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
6. Depresi segmen ST >2 mm dari baseline
7. Elevasi segmen ST >1 mm (kecuali lead V1 dan aVR)
8. SVT atau VT
9. LBBB atau gangguan konduksi intraventikel.
10. Penurunan tekanan darah >10 mmHg dari baseline, meskipun
beban latih dinaikkan,embra disertai dengan tanda-tanda
iskemia lainnya.
11. Respons hipertensi (TDS >230 mmHg dan/atau TDD>115
mmHg).
12. Gangguan teknis dalam memonitor EKG dan tekanan darah
sistolik.

3.1.3.4 Protokol
Beberapa modalitas stress protokol dapat diterapkan dalam
pemeriksaan kardiologi nuklir, termasuk: olahraga (exercise),
vasodilator, exercise yang dikombinasikan dengan vasodilator,
dan dobutamin. Dalam semua kasus, tujuan dari stress test (dari
sudut pandang pencitraan) adalah untuk menghasilkan vasodilatasi
koroner, sehingga setelah radiotracer disuntikkan distribusi miokard 37
akan mencerminkan aliran heterogenitas jika terdapat stenosis
koroner yang signifikan.25
a. Exercise (olahraga)
Olahraga merupakan uji paling fisiologis untuk
menilai iskemia miokard. Pengaruhnya terhadap pelepasan
katekolamin dan stimulasi simpatis, olahraga meningkatkan
konsumsi oksigen miokard, denyut jantung, tekanan darah
dan kontraktilitas miokard. Olahraga juga menghasilkan
vasodilatasi koroner sebagai respons mekanisme biokimia
untuk meningkatkan aliran darah ke miokardium kompensasi
dari peningkatan kebutuhan oksigen. Lesi koroner yang secara
hemodinamik bermakna dengan potensi penyebab iskemia
diidentifikasi pada pencitraan perfusi miokard (myocardial
perfusion imaging, MPI) sebagai bidang penurunan serapan
pelacak miokard. Dalam kondisi normal, aliran darah miokard
(myocardial blood flow, MBF) meningkat sekitar tiga kali lipat

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
pada saat latihan puncak dibandingkan dengan baseline.
Perbedaan antara MBF basal dan maksimum yang dicapai
disebut sebagai cadangan coroner (coronary reserve).26
b. Agen Vasodilator
Terdapat tiga agen vasodilator yang tersedia untuk stress
test yaitu dipyridamole, adenosine, dan yang terbaru yang telah
disetujui adalah regadenoson. Agen tersebut bekerja dengan
memproduksi stimulasi reseptor A2A.
• Dipyridamole menghambat kerja enzim yang disebut
adenosine deaminase, bertanggung jawab atas degradasi
adenosin yang diproduksi secara endogen, dan menghambat
pengambilan kembali adenosin oleh sel, menginduksi
peningkatan ekstraseluler adenosine, yang menyebabkan
vasodilatasi. Waktu paruh dipyridamole adalah sekitar
45 menit. Agen vasodilator lainnya seperti adenosin dan
regadenoson umumnya aman diberikan namun terkadang
bisa menyebabkan iskemia berat jika terdapat stenosis
koroner berat dengan beberapa sirkulasi kolateral hadir,
38 memprovokasi terjadinya stealing phenomenon.27
• Adenosin, agonis reseptor adenosin non-selektif,
menyebabkan vasodilatasi dengan aktivasi langsung
reseptor A2 vaskular embra disuntikkan intravena. MBF
meningkat kira-kira tiga hingga empat kali lipat dibandingkan
dengan baseline dengan dypiridamole dan kira-kira empat
sampai lima kali lipat dengan adenosin, sedangkan MBF
kurang meningkat dalam miokardium yang diperdarahi oleh
arteri yang menyempit. Daerah iskemik atau yang berpotensi
iskemik dapat diidentifikasi pada MPI secara distribusi
heterogen, berdasarkan perbedaan kemampuan pembuluh
darah untuk dilatasi. Waktu paruh adenosin sekitar 10 detik
atau kurang. Adenosin harus diberikan dalam bentuk infus
dengan kecepatan 140 mcg/kg/menit selama 6 menit. Durasi
yang lebih pendek untuk infus adenosin bisa dihabiskan
selama 4 menit, yang memiliki efektifitas serupa untuk
mendeteksi PJK bila dibandingkan dengan protokol yang
standar infus selama 6 menit. Jika menggunakan metode
PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
dengan durasi 4 menit, maka waktu yang digunakan untuk
injeksi tracer saat menit ke-2 dan infus adenosine dilanjutkan
selama 2 menit setelahnya.28
Protokol SPECT dengan menggunakan vasodilator
adenosine :25
1. Stress study dengan adenosin dosis 140 mcg/ kg/min
selama 6 menit
2. Masukkan Tc-99 5-12 mCi pada peak dose (menit 3)
3. Scanning dengan gamma camera 15 menit setelah
injeksi Tc-99
4. Istirahat 1-4 jam
5. Injeksi Tc-99 15-36 mCi
6. Scanning dengan kamera gamma 15 menit setelah
injeksi Tc99 terakhir.
• Regadenoson, agonis reseptor adenosin A2 selektif. Telah
terbukti memiliki akurasi yang mirip dengan adenosin
untuk mendeteksi iskemia miokard, dengan efek samping
yang lebih minimal. Dosis regadenoson intravena yang
direkomendasikan adalah 5 mL (0,4 mg regadenoson) 39
dan harus diberikan secara cepat (sekitar 10 detik) injeksi
ke dalam vena perifer menggunakan jarum 22 atau jarum
yang lebih besar. Berikan saline 5 mL segera setelah injeksi
regadenoson. Berikan agen pencitraan perfusi miokard
radionuklida 10-20 detik setelah saline flush. Radionuklida
dapat disuntikkan langsung ke dalam kateter yang sama
dengan regadenoson.29
• Dobutamin adalah obat agonis beta adrenergik yang
meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas miokard,
meningkatkan hiperemia koroner melalui mekanisme
mirip dengan exercise. Obat ini bekerja cepat, dengan
efek mulai sekitar 2 menit dalam infus. Efek hemodinamik
tergantung pada dosis: pada dosis rendah 5-10 mcg/kg/
menit meningkatkan kontraktilitas miokard tanpa perubahan
signifikan dalam denyut jantung. Dosis di atas 10-20 mcg/
kg/ menit dapat meningkatkan baik detak jantung maupun
kontraktilitas miokard.30

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Kuantifikasi
Penilaian kuantifikasi merupakan salah satu modalitas dalam
interpretasi MPI karena dapat dijadikan sebagai penilaian obyektif
dari parameter yang diselidiki, menggambarkan derajat keparahan
parameter, dan dapat membantu dokter dalam menginterpretasi
hasil sehingga akhirnya memungkinkan untuk mengambil tindakan
lebih lanjut yang sesuai berdasarkan hasil tersebut. Ada beberapa
paket perangkat lunak yang tersedia secara komersial, di antaranya
yang paling luas yang digunakan adalah Cedars-Sinai (Quantitative
Gated SPECT, Quantitative Perfusion SPECT), Emory Cardiac
Toolbox dan 4DM SPECT. Metode-metode ini telah divalidasi secara
ekstensif, tetapi penggunaannya tidak sepenuhnya dapat digantikan
satu sama lain. Perangkat lunak kuantitatif seharusnya hanya
digunakan sebagai tambahan untuk penilaian kualitatif dan tidak
dijadikan penilaian tunggal dalam menentukan interpretasiklinis
terhadap hasil pemeriksaan.31

3.1.3.5 Interpretasi hasil


40
1. Perfusion defect
Defisit perfusi total (total perfusion deficit, TPD) dihitung
berdasarkan lulas dan beratnya iskemia. Seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 5, area yang berada di bawah batas bawah dari nilai
normal profil aktivitas, tetapi masih di atas kurva aktivitas sirkuler
pada potongan (slice) tertentu menunjukkan defisit perfusi untuk
potongan (slice) tersebut.Nilai TPD seseorang dihitung dari
keseluruhan profil aktivitas sirkuler miokardium dan ditambahkan
untuk kemudian dinilai sebagai defisit perfusi total.TPD setara
dengan skor perfusi pada peta segmental polar, yang berbeda
adalah bahwa nilainya merupakan suatu konstanta yang tidak
berkaitan dengan segmen individu seseorang. Nilai normal TPD
adalah di bawah 5%; TPD 5–9% menunjukkan sedikit abnormalitas;
10–14% - abnormalitas sedang; dan 15% atau lebih –abnormalitas
signifikan (Tabel 10). 32,33

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Tabel 10.Interpretasi skor perfusi ventrikel kiri33
SSS SS% SDS TPD (%) Hasil
<4 <5 <2 <5 Normal atau hasil
abnormal minimal
4-8 5-9 2-4 5-9 Hasil abnormal ringan
9-13 10-14 5-6 10-14 Hasil abnormal sedang
>13 >14 >6 >14 Hasil abnormal signifikan
SSS- summed stress score, SS% - summed stress percentage, SDS-
summed difference score, TPD – total perfusi defisit (%)

41

Gambar 5. Ilustrasi dari konsep total perfusi defek untuk salah satu
segmen kardiak. Garis biru menggambarkan aktivitas sirkuler dan garis
biru tua menggambarkan batas bawah dari nilai normal profil aktivitas.33

Derajat keparahan defek perfusi berkorelasi dengan derajat


keparahan penyakit jantung koroner. Derajat keparahan tersebut
dapat dibagi sesuai besarnya uptake (ambilan) isotop setiap
segmen miokard sebagai mana berikut :32
- Tidak ada uptake isotop = 4
- Penurunan berat pada uptake isotop = 3
- Penurunan sedang pada uptake isotop = 2
- Penurunan ringan pada uptake isotop = 1
- Normal uptake = 0

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Gambar 6.Derajat keparahan defek perfusi berkorelasi dengan derajat
keparahan penyakit jantung koroner32

2. Summed Stress Score (SSS)


SSS adalah jumlah skor individu dari 17 segmen ventrikel
kiriyang diperoleh selama stress test, termasuk didalamnya kondisi
iskemia ataupun infark. Ketika jumlah SSS kurang dari 4, perfusi
dianggap normal atau abnormal minimal (tidak ada gangguan
42 perfusi yang signifikan); nilai 4-8 menunjukkan perfusi abnormal
ringan; nilai 9-13 perfusi abnormal sedang; dan nilai lebih dari 13
menunjukkan adanya iskemia yang signifikan (Tabel 10).33

Gambar 7.Segmentasi Ventrikel Kiri33


PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
3. Summed Rest Score (SRS)
Menggambarkan besarnya defek perfusi yang terjadi.Pada
beberapa kasus, ukuran dan derajat dari infark miokard dapat
dinilai melalui skor ini, walaupun pada beberapa kasus skoring ini
dapat dipengaruh otot jantung yang mengalami fase hibernating.33
4. Sum Difference Score (SDSt)
SDS adalah perbedaan antara SSS dan SRS. SDS dapat
dihitung dengan mengurangi SRS dari SSS (SDS = SSS – SRS).
Ukuran ini digunakan untuk menggambarkan sejauh mana defisit
/ iskemia dapatreversibel. Skor SDS 0-1 menunjukkan tidak ada
iskemia; 2–4 menunjukkan iskemia ringan; 5–6 mengindikasikan
iskemia sedang; sementara nilai 7 atau lebih menunjukkan iskemia
berat, yaitu, defisit perfusi stres yang signifikan (Tabel 10).33
5. Ischemic burden
Ischemic burden merupakan perbedaan antara skor uji
pembebanan (stress) dan istirahat (rest).Nilai ini didapatkan dari SDS
dibagi skor uptake maksimal (4x17 segmen, bila total segmentasi
ventrikel kiri adalah 17 segmen) dan kemudian dikalikan 100%. 43
Nilai <5% menunjukkan iskemia minimal, nilai 5-9%menunjukkan
iskemia ringan, dan nilai ≥10%menunjukkan iskemia sedang-berat
(iskemia signifikan).34

Stratifikasi risiko34
1. Pasien asimptomatik
Deteksi dini dengan MPI pada populasi risiko tinggi
2. Pasien simptomatik
MPI memiliki nilai prognostikyang kuat adanya iskemia
miokardium >10% menunjukkan pasien risiko tinggi dan
dapat digunakan sebagai panduan tatalaksana yang dapat
mempengaruhi luaran klinis.
3. Pasien yang telah diketahui memiliki penyakit jantung
iskemik (IHD)
MPI awal setelah infark miokard merupakan strategi risiko
untuk mengidentifikasi populasi risiko rendah yang dapat
PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
menjadi target untuk terapi medikamentosa dan keluar
lebih awal dari rumah sakit.
Pada pasien bedah pintas arteri koroner tertentu, hybrid
imaging PET atau MPI dikombinasikan dengan CTCA dapat
memberikan informasi lebih jauh terhadap stratifikasi risiko
4. Gagal jantung
MPI dapat digunakan untuk mendeteksi iskemia miokard
dan viabilitas pada IHD tanpa angina dan gagal jantung
onset baru yang layak untuk revaskularisasi
5. Populasi khusus
Tidak terdapat perbedaan evaluasi diagnosis terhadap pria
maupun wanita.
Deteksi dini pasien diabetes asimptomatik tidak
direkomendasikan.
Pada pasien diabetes asimptomatik risiko tinggi, deteksi
dini dapat dilakukan untuk mengidentifikasi subgrup pasien
risiko tinggi.
44

3.1.4 PEMERIKSAAN PERFUSI MIOKARDIUM DENGAN


PEMINDAI POSITRON EMISSION TOMOGRAPHY (PET SCAN)

3.1.4.1 Prinsip Dasar Pemeriksaan


Pemindai Positron Emission Tomografi (PET), merupakan
alat yang sangat kuat dalam menilai adanya permasalahan dari
miokardium. Pemeriksaan perfusi miokardium (PPM) memainkan
peranan yang amat penting pada perjalanan diagnosis pasien
dengan penyakit jantung koroner sebagai penilaian prognosis dan
penentuan perlu tidaknya terapi reperfusi.Bukti-bukti penelitian
yang ada mengindikasikan bahwa pemeriksaan perfusi miokardium
menggunakan pemindai positron emission tomography(PET)
memiliki akurasi yang paling baik dalam mendiagnosis PJK
obstruktif dengan spesifisitas dan sensitivitas sekitar 80-100%.35
Perfusi miokardium diatur pada saat kondisi istirahat oleh

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
resistensi pembuluh darah koroner. Selama periode peningkatan
aktivitas, seperti pada saat olah raga, aliran darah akan meningkat
untuk menyeimbangkan kebutuhan metabolik miokardium. Hal
ini dicapai dengan vasodilatasi dari resistensi pembuluh darah
koroner. Pada kondisi stenosis pembuluh darah akibat proses
aterosklerosis yang berat (>50%-70% penyempitan lumen) akan
menggangu cadangan aliran koroner/coronary flow reserve atau
kemampuan arteri untuk meningkatkan aliran secara tepat selama
periode peningkatan kebutuhan oksigen otot jantung.35
Pemindai PET memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
lebih tinggi dibandingkan SPECT. Hal ini tercermin dari studi yang
dilakukan oleh Bateman dan kawan-kawan, yang membandingkan
Rubidium 82 dan Thallium 201dalam melakukan pemeriksaan perfusi
miokardium(PPM) pada 2 kohort pasien yang menjalani pemeriksaan
pencitraan perfusi stress sesuai indikasi. Akurasi diagnostik secara
keseluruhan didapatkan lebih tinggi pada PET dibandingkan SPECT
(87% vs. 71% pada stenosis 50% secara angiografis; dan 89% vs.79%
pada stenosis 70% secara angiografis).36Selain itu pemindaian PET
memiliki resolusi spatiotemporal yang lebih baik bila dibandingkan
45
dengan SPECT.35
Beberapa agen radiofarmaka yang digunakan dalam
menilai perfusi miokardium dengan menggunakan pemindai
PET diantaranya rubidium 82 dan ammonia N 13, serta Fluoro
Deoxy Glucose (FDG) yang merupakan radiotracer pilihan untuk
mengevaluasi viabilitas miokardium.37

Rubidium 82 (82 Rb)


Rubidium 82 adalah radiotracer yang paling banyak digunakan
untuk keperluan pencitraan perfusi miokardium menggunakan
pemindai PET. Agen ini memiliki waktu paruh 76 detik dan
dihasilkan melalui generator radionuklida induk Strontium 82.
Setelah diinjeksikan, rubidiumsecara cepat akan melalui membran
kapiler dan secara aktif ditransfer kedalam sel sehat melalui kanal
Na/K ATP yang sangat dipengaruhi oleh aliran darah koroner.38
Apabila dibandingkan dengan nitrogen 13, Rubidium 82 memiliki

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
jangkauan positron dan peluruhan inti yang lebih besar sehingga
mampu meningkatkan resolusi spasial pada pemindai PET.39

Ammonia (13 N)
Dikarenakanharus diproduksi melalui sebuah siklotron dan
waktu paruh yang amat pendek, ammonia (13 N) penggunaannya
sangat terbatas hanya pada institusi yang memiliki fasilitas siklotron.
Agen ini memiliki waktu paruh 9.96 menit dan jangkauan positron
yang lebih pendek dibandingkan rubidium 82, yang mengakibatkan
semakin tingginya signal to noise ratio. Setelah diinjeksikan,
ammonia (13 N) akan secara cepat hilang dari sirkulasi, sehingga
akan menghasilkan citra yang prima.39
Namun ada beberapa kelemahan dari agen radiotracer
ammonia (13 N), yaitu retensi miokardium yang heterogen. Di bagian
dinding lateral biasanya tingkat retensi ammonia (13 N), 10% lebih
rendah dibandikan retensinya pada segmen lainnya, hal ini dapat
berakibat terjadinya defek perfusi walaupun pada subyek normal.39

46
2-deoxy-2-18F-fluoro-D-glucose (18F-FDG)
FDG adalah agen radiodiagnostik yang biasa digunakan
untuk menilai aktivitas metabolik miokardium.FDG diproduksi
melalui sebuah siklotron dan memiliki waktu paruh yang panjang,
sehingga lebih memudahkan dalam pemeriksaan pada fasilitas
yang tidak memiliki siklotron sendiri. Fluorine 18 yang digunakan
sebagai bahan baku FDG, memiliki waktu paruh 109 menit.35
Otot jantung yang sehat biasanya menggunakan asam lemak
bebas untuk kebutuhan metabolisme, namun dalam kondisi iskemik
miokardium akan merubah kebutuhannya menggunakan glukosa.
FDG merupakan analog glukosa, sehingga mampu menghasilkan
citra otot jantung viabel yang mengalami iskemia. FDG akan diambil
oleh sel miokardium yang mengalami iskemia dan terperangkap
akibat dikonversikan menjadi FDG-6 phosphate. Selain itu FDG
impermeable terhadap membran sel yang masih viabel dan akan
terperangkap dalam konsentrasi yang tinggi selama 40-60 menit.35

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
3.1.4.2 Indikasi
Secara klinis indikasi pemindai PET dapat digunakan pada: 39,40
1. Pasien dengan probabilitas PJK rendah, sedang dan tinggi
dengan gejala
2. Pasien dengan probabilitas PJK tinggi tanpa gejala
3. Pasien dengan gejala gagal jantung baru
4. Penilaian severitas stenosis pada penyakit jantung koroner
5. Evaluasi perubahan perfusi miokardium pasca tindakan
revaskularisasi
6. Menilai aliran darah miokard pada penyakit jantung infiltratif
7. Pada pasien dengan diskordansi data klinis, EKG dan hasil
pemindaian SPECT
8. Pasien dengan kontra indikasi dilakukan MRI
9. Pada pasien dengan obesitas dan wanita dengan payudara
yang besar

3.1.4.3 Kontra Indikasi


Pemindai PET merupakan modalitas diagnostik yang aman 47
tanpa efek samping yang dilaporkan. Namun pemindai PET
dikontraindikasikan pada wanita hamil, dan pasien dengan
kontraindikasi pada agen-agen yang digunakan untuk uji latih
beban miocardium/ stress test.39

3.1.4.4 Protokol Pemeriksaan


Secara garis besar, terdapat dua kegunaan pemindaian PET :
1. Untuk menilai perfusi miokardium, FDA telah menyetujui
penggunaan 82 Rb dan 13 N untuk tujuan ini.
Protokol pemeriksaan stress test baik exercise maupun dengan
agen farmakologis telah dibahas pada subbab 3.1.3.4.
Untuk 82Rb dosis yang digunakan pada pemeriksaan PET adalah
20-40 mCi masing-masing saat rest dan stresstest. Sementara
untuk 13N-ammonia digunakan dosis 10-20 mCI.40

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
2. Untuk menilai viabilitas miokardium dengan menggunakan
18
F-FDG.
Protokol pemeriksaannya adalah sebagai berikut :40
a. Pasien dipuasakan selama 6-12 jam, kemudian diperiksa
kadar gula darahnya
b. Jika nilai GDP (gula darah puasa) < 250 mg/dl berikan
glukosa oral 25-100 gr atau infus dextrose IV sambil
dilakukan pemantauan kadar gula darah (lihat tabel 11)
Jika nilai GDP > 250 mg/dl, lihat tabel 11
c. Berikan injeksi 18F-FDG dosis 5-15 mCi
d. Lakukan pengambilan gambar dalam waktu 0-90 menit
setelah injeksi 18F-FDG

Tabel 11. Panduan pemantauan kadar gula darah pada


pemeriksaan PET 18F-FDG40
Kadar gula darah 45-60 menit Tindakan
setelah diberikan
48
130-140 mg/dl Insulin 1 U IV
140-160 mg/dl Insulin 2 U IV
160-180 mg/dl Insulin 3 U IV
180-200 mg/dl Insulin 5 U IV
> 200 mg/dl Laporkan kepada dokter
yang bertugas

3.1.4.5 Interpretasi Hasil


Data Perfusi PET
Defek perfusi dapat diestimasi secara kualitatif dengan
mendeskripsikan lokasi segmen yang mengalami gangguan
perfusi (contohnya segmen anterior, inferior, atau lateral).Tingkat
keparahan dapat dideskripsikan secara kualitatif sebagai derajat
ringan (5-10% ventrikel kiri), sedang (10-20% ventrikel kiri), serta
PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
berat (20% ventrikel kiri). Gangguan perfusi lebih dari 10% terkait
dengan risiko kejadian kardiovaskular yang lebih tinggi.40
Segmen miokard dengan gangguan perfusi saat stress
namun menjadi normal kembali saat rest dikatakan sebagai defek
perfusi reversibel dan merepresentasikan area iskemia. Sementara
gangguan perfusi saat stress yang tidak berubah pada saat rest
dikatakan defek perfusi irreversible atau fixeddefects dan biasanya
merepresentasikan area infark. Ketika suatu segmen mengalami
keduanya yakni iskemia dan infark, maka reversibilitas defek menjadi
tidak sempurna, sehingga dikatakan defek reversibel parsial.40
Sebagai tambahan penilaian kualitatif, maka dapat pula
dilakukan penilaian skor secara semikuantitatif berdasarkan ambilan
radiotracer serta penghitungan SSS, SRS dan SDS seperti yang telah
dijelaskan dalam subbab 3.1.3.5.

Data Viabilitas Miokardium


Peningkatan aktivitas 18F-FDG yang diperoleh melalui
pencitraan pemindai PET didapatkan pada area miokardium 49
yang mengalami iskemia, namun masih dalam kondisi viabel.
Area ketidak sesuaian dari aliran darah dengan FDG biasanya
menunjukkan adanya prognosis perbaikan fungsi regional setelah
dilakukannya terapi revaskularisasi koroner. Ketika luas area yang
mengalami hibernasi (viabel miokardium) >10%, pasien akan
mendapatkan keuntungan lebih dari segi luaran jangka panjang
dengan tindakan revaskularisasi dibandingkan hanya diberikan
terapi medikamentosa.39
Area miokardium yang menunjukkan adanya penurunan
baik pada perfusi dan ambilan dari radiotracer 18F-FDG
merepresentasikan kondisi miokardium yang non-viabel, yang
apabila dilakukan revaskularisasi hanya memiliki probabilitas tingkat
keberhasilan peningkatan fungsi sistolik ventrikel kiri sebesar 10-
15%.39

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Tabel 12.Interpretasi Perfusi dan Metabolisme Glukosa 18F-FDG40
Aliran darah Ambilan18F-FDG Interpretasi Hasil
miokard
Aliran darah normal Ambilan normal Normal
Aliran darah Ambilan normal Perfusion-
menurun atau meningkat metabolism
mismatch
Aliran darah normal Ambilan menurun Reversed perfusion-
atau hampir normal metabolism
mismatch
Dapat terjadi pada
area septal pasien
dengan LBBB
Aliran darah Ambilan menurun Perfusion-
menurun metabolism match
Ketiga pola pertama menunjukkan miokardium yang masih
50
viabel. Sedangkan pola terakhir menunjukkan miokardium non-
viabel (area infark)

3.1.4.6 Stratifikasi Risiko


Pencitraan perfusi miokardium dengan menggunakan
radiofarmaka telah menunjukkan memiliki nilai diagnostik pada
pasien pasca kejadian infark miokard akut. PPM stress menggunakan
agen vasodilator dipyridamole setelah kejadian IMA merupakan
faktor prediktor kuat dalam menilai risiko kejadian kardiovaskular
dimasa mendatang. Beberapa penelitian klinis menilai bahwa
prediktor terpenting dari kematian jantung dan kejadian infark
rekuren dimasa mendatang sangat bergantung kepada luasan
defek perfusi miokardium dan derajat keparahan defek perfusi
yang masih reversibel (iskemia).41

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Suatu uji klinik yang mendokumentasikan nilai prognostik dari
pemindaian PET guna memprediksi luaran pasien yang dilakukan
oleh Yoshinaga dan kawan-kawan, yang meneliti nilai prognostik
uji stress dipyridamole menggunakan 82 Rb pada 367 pasien yang
diikuti hingga 3.1±0.9 tahun menyimpulkan bahwa luasan dan
severitas dari defek perfusi dengan PET sangat berhubungan
dengan peningkatan frekuensi kejadian yang tidak diinginkan.42
Secara umum pemeriksaan PPM dengan menggunakan
pemindai PET memiliki fungsi untuk menentukan stratifikasi risiko
pada pasien dengan penyakit arteri koroner kronis. Berdasarkan
derajat defek perfusi yang reversibel, maka hasil PET dapat
dikategorikan sebagai risiko rendah (area iskemia <5%), risiko
sedang (area iskemia 5-10%) dan risiko tinggi (area iskemia >
10% miokardium). Kelompok pasien yang memiliki rerata kejadian
kardiovaskular tinggi (high event rate) pada kasus ini adalah yang
memiliki area iskemia miokardium di ventrikel kiri sebesar >10%,
sama dengan stratifikasi risiko tinggi pada pemindai SPECT.4,43

51
3.2 PEMERIKSAAN NON INVASIF ANATOMIKAL
3.2.1 Coronary CTA
3.2.1.1 Menilai anatomi arteri koroner
Deteksi aterosklerosis menggunakan modalitas non-invasif
yang mampu mencitrakan dinding arteri secara non-invasif, yaitu
tomografi komputer (computed tomography – CT) tanpa kontras
(skor kalsium, coronary calcium scoring-CCS) atau dengan kontras
(Coronary Computed Tomography Angiography-CCTA).44
CCTA memiliki peran:
1. Diagnostik
2. Stratifikasi risiko
Sementara skor kalsium, coronary calcium scoring-CCS memiliki
peran:
1. Diagnostik
2. Stratifikasi risiko

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
3. Evaluasi terapi medikamentosa

Pemeriksaan CCTA memerlukan beberapa persiapan antara


lain: 44,45

1. Surat persetujuan tindakan dengan menyebut kemungkinan


perubahan hemodinamik menjadi tidak stabil baik karena
obat-obatan premedikasi maupun karena pemberian
kontras termasuk diantaranya reaksi alergi
2. Anamnesa penyakit terdahulu, riwayat alergi, fungsi ginjal
dengan melampirkan hasil laboratorium terbaru.
3. Mengukur tekanan darah, denyut nadi dan jika diperlukan
melakukan skin test untuk kecurigaan alergi kontras
4. Persiapan obat-obatan untuk menurunkan denyut jantung
baik oral maupun intravena seperti penyekat beta,
penyekat kalsium, dan ivabradine, juga obat-obatan untuk
melebarkan pembuluh darah jantung seperti golongan
nitrat
5. Persiapan obat-obatan untuk reaksi alergi
52 6. Perawat yang terlatih untuk mempersiapkan jalur intravena
7. Mencatat kondisi klinis pasien dan temuan selama
pengerjaan maupun sesudah pemeriksaan CCTA
Mesin CT yang digunakan untuk melakukan CCTA minimal
memiliki kemampuan 64 potongan (CT 64 slices) dan pemeriksaan
retrospektif dengan sinkronisasi elektrokardiogram (EKG).45
Interpretasi hasil pemeriksaan CCTA harus dalam format
Digital Imaging and Communications in Medicine atau DICOM,
berisi gambar hasil rekonstruksi seluruh fase dengan interval 10%,
bisa dimulai dari 5% hingga 95% atau dimulai dari 10% hingga 90%.
Fase diastolik akhir secara teori adalah fase terbaik untuk pembacaan
berada dalam fase 70-75%, untuk kemudian dianalisis dengan
berbagai pilihan piranti lunak yang memungkinkandilakukannya
semua renderinguntuk menginterpretasi hasil pemeriksaan CCTA.
Rendering yang dibutuhkan untuk interpretasi yaitu :44
- Potongan axial, sagital, coronal (direkomendasikan)
- Multiplanar reformation (direkomendasikan)
PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
- Maximum intensity projection (direkomendasikan)
- Curved multiplanar reformation (opsional)
- Volume-rendering (dipertimbangkan pada keterbatasan
kondisi)
Pembuktian aterosklerosis ini dianjurkan dalam panduan
dari European Society Cardiology (ESC) untuk pasien diduga APS
dengan PTP 15% - 50%.4 Berikut modalitas pencitraan untuk menilai
arteri koroner:
1. Coronary Calcium Scoring (CCS)
Kalsium di arteri koroner dianggap sebagai konsekuensi
aterosklerosis, namun keberadaan kalsium memiliki korelasi
yang rendah dengan stenosis lumen arteri koroner. Sehingga
angka kalsium skor nol tidak bisa disimpulkan tidak ada
stenosis koroner.46,47
2. Coronary Computed Tomography Angiography (CCTA)
Pemberian kontras dapat memperlihatkan lumen dengan
jelas, sehingga penilaian stenosis lumen dapat dilakukan.
Society of Cardiovascular Computed Tomography (SCCT)
mengelompokkan derajat stenosis lumen menjadi enam, 53
lihat Tabel 13.44,48

Tabel 13. Derajat stenosis lumen menurut SCCT dan kategori


CAD-RADS44,48
Derajat
tKategori CAD-
stenosis Terminologi
RADS
lumen
Tidak tampak stenosis
0% CAD-RADS 0
Stenosis minimal
1-24% CAD-RADS 1
Stenosis ringan (mild)
25-49% CAD-RADS 2
Stenosis sedang
50-69% CAD-RADS 3
(moderate)
70-99% CAD-RADS 4
Stenosis berat (severe)
100% CAD-RADS 5
Oklusi total

Hasil dari salah satu pemeriksaan di atas kemudian dapat


dijadikan data untuk stratifikasi risiko kejadian koroner akut
PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
berdasarkan respons terhadap uji beban dan data anatomi
koroner.5,47
CAC-DRS (Coronary Artery Calcium Data and Reporting
System) digunakan untuk mengkomunikasikan temuan pada
pemeriksaan CAC pada seluruh CT scan non-kontras, tanpa
memrujuk pada indikasi, dan digunakan untuk memfasilitasi
keputusan klinis, dengan rekomendasi untuk penatalaksanaan
pasien. Skor Agaston, merupakan skor berdasarkan area plak yang
mengalami kalsifikasi dan densitas maksimal dari lesi kalsifikasi tiap
individu, merupakan pilihan pengukuran CAC dan dapat diterapkan
untuk pemeriksaan 120 KV pada ketebalan irisan 2.5-3mm. Berikut
adalah Skor Agaston dan Skor Visual (Tabel 14 dan Tabel 15)beserta
risiko dan rekomendasi tatalaksananya:47,49

Tabel 14. Skor Agaston


CAC-DRS Skor CAC Risiko Rekomendasi
Secara umum, statin tidak
CAC-DRS 0 0 Sangat rendah
54 direkomendasikan
Sedikit
CAC-DRS 1 1-99 Statin intensitas sedang
meningkat
Cukup Statin intensitas sedang-
CAC-DRS 100-299
meningkat tinggi+ ASA 81mg
Peningkatan Statin intensitas tinggi +
CAC-DRS >300
sedang-berat ASA 81 mg
Tidak termasuk hiperkolesterolemia familial

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Tabel 15. Skor Visual
Skor
CAC-DRS Risiko Rekomendasi
CAC
CAC- Statin tidak
Sangat rendah
DRS0 direkomendasikan
CAC- Sedikit
1 Statin intensitas sedang
DRS1 meningkat
CAC- Statin intensitas sedang-
2 Cukup meningkat
DRS2 tinggi+ ASA 81mg
CAC- Peningkatan Statin intensitas tinggi +
3
DRS3 sedang-berat ASA 81 mg

Tabel 16. Stratifikasi risiko Coronary CTA47,49


Stratifikasi
Modalitas Keterangan
Risiko
Coronary CTA Risiko tinggi CAD RADS> 4 55
Risiko sedang CAD RADS 3
Risiko rendah CAD RADS 0-2

Tabel 17. Kelas Rekomendasi Modalitas Diagnostik APS4,47


Rekomendasi Kelas Level

Pencitraan non-invasif fungsional untuk iskemia miokardium I B


atau CTA direkomendasikan sebagai modalitas awal untuk
mendiagnosis PJK pada APS dimana PJK tidak dapat
disingkirkan dengan menggunakan penilaian klinis saja

Direkomendasikan bahwa pemilihan modalitas I C


diagnostiknon-invasif berdasarkan kecenderungan secara
klinis (clinical likelihood) dari PJK dan karakteristik lain
yang mempengaruhi performa tes, ekspertislokal, dan
ketersediaan fasilitas

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Pencitraan fungsional untuk iskemia miokardium I B
direkomendasikan jika CTA menunjukkan PJK dengan
signifikansi fungsional yang meragukan maupun non-
diagnostik.

Angiografi koroner invasif direkomendasikan sebagai I B


pemeriksaan alternatif untuk mendiagnosis PJK pada pasien
dengan kecenderungan klinis yang tinggi, gejala yang
berat yang refrakter terhadap terapi medis, atau angina
tipikal pada latihan ringan dan hasil evaluasiklinis yang
mengindikasikan risiko kejadian kardiovaskular yang tinggi.
Penilaian fungsional invasif tersedia dan digunakan untuk
mengevaluasi stenosis sebelum revaskularisasi, kecuali jika
stenosisnya derajat tinggi (diameter stenosis >90%).

Uji latih EKG direkomendasikan untuk penilaian toleransi I C


latihan, gejala, aritmia, respon tekanan darah, dan risiko
kejadian kardiovaskular pada pasien tertentu.

Angiografi koroner invasif dengan ketersediaan evaluasi IIa B


fungsional invasif boleh harus dipertimbangkan untuk
mengkonfirmasi diagnosis PJK pada pasien dengan
diagnosis yang kurang meyakinkan dari pemeriksaan non-
invasif
56
CTA koroner harus direkomendasikan sebagai alternatif dari IIa C
angiografi invasif jika modalitas non-invasif lain ekuivokal
atau non-diagnostik

Uji latih EKG dapat dipertimbangkan sebagai pemeriksaan IIb B


alternatif untuk menyingkirkan dan mengindikasikan adaya
PJK ketika pencitraan non-invasif tidak tersedia.

Uji latih EKG dapat dipertimbangkan untuk pasien yang IIb C


sedang dalam pengobatan untuk mengevaluasi dan
mengendalikan gejala dan iskemia.

Uji latih EKG tidak direkomendasikan untuk tujuan diagnostik III C


pada pasien dengan depresi segmen ST ≥0.1 mv atau yang
telah diterapi dengan digitalis.

CTA koroner tidak direkomendasikan jika ada kalsifikasi III C


koroner ekstensif, laju jantung ireguler, obesitas yang
signifikan, ketidakmampuan untuk mengikuti perintah
menahan nafas, atau kondisi lain yang menyebabkan
kesulitan mendapatkan kualitas pencitraan yang baik.

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Deteksi kalsium koroner menggunakan CT tidak III C
direkomendasikan untuk mengidentifikasi seseorang
dengan PJK obstruktif

Ketika diagnosa PJK Stabil telah dibuat, terapi medikamentosa


optimal (TMO) dapat dimulai dan stratifikasi risiko untuk angka
kejadian komplikasi kardiovaskular harus dilakukan dengan tujuan
untuk memilih pasien yang akan mendapatkan manfaat dari
pemeriksaan invasif dan revaskularisasi.47,50

57

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
BAB 4
ALUR PEMILIHAN TES DIAGNOSTIK

4.1 Alur pemilihan tes diagnostik


Sebelum menentukan jenis uji diagnostik yang akan dipilih,
seorang pasien hendaklah ditentukan dulu nilai probabilitas pre test
(PPT). Nilai PPT merupakan model prediktif yang dapat digunakan
untuk menilai probabiltas PJK obstruktif berdasarkan data usia,
jenis kelamin, dan karakteristik gejala yang dikeluhkan sebelum uji
diagnostik dilakukan. Tabel18perlu dingat nilai PPT dapat berubah
tergantung prevalensi penyakit disuatu daerah.

Tabel 18. Probabilitas pre test PJK berdasarkan karakteristik


keluhan, usia, dan jenis kelamin
(disadur dari ESC Guidelines 2019: Chronic Coronary Syndrome)

58

Uji diagnostik non-invasif dilakukan apabila nilai PPT antara


15-75%. Pada kelompok pasien dengan nilai PPT antara 5-15%,
pemeriksaan uji diagnostik non-non invasif dapat dipertimbangkan
apabila terdapat data klinis tambahan yang dapat meningkatkan
kemungkinan PJK (Tabel19), keluhan yang sangat mengganggu,
atau kondisi dimana diperlukan klarifikasi ada tidaknya PJK.

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Tabel 19. Data klinis tambahan dalam menilai kemungkinan
adanya PJK
(disadur dari ESC Guidelines 2019: Chronic Coronary Syndrome)

Meningkatkan kemungkinan PJK Menurunkan kemungkinan PJK


EKG abnormal saat istirahat Normal Treadmill test
Mempunyai faktor risiko penyakit
kardiovaskular (dyslipidemia, Agastan score = 0 pada penilaian
diabetes, hipertensi, merokok, skor kalsium dengan CT
riwayat keluarga PJK)
Disfungsi LV yang dicurigai akibat
PJK
Hasil Treadmill test abnormal

Nilai Skor Kalsium CT abnormal

Setiap pemeriksaan diagnostik memiliki keunggulan dan


kelemahan tersendiri dalam mendiagnosis iskemi, dengan nilai 59
sensitivitas dan spesifisitas yang berbeda-beda untuk setiap
modalitas (Tabel 20).Pemilihan pemeriksaan non-invasif juga
bergantung pada karakteristik pasien, ekspertise didaerah tersebut,
dan disesuaikan dengan ketersediaan fasilitas.

Tabel 20. Sensitivitas dan Spesifisitas Modalitas Diagnostik


pada PJK
(disadur dari ESC Guidelines 2013:the management of stable coronary
artery disease)
Sensitivitas Spesifisitas.
Modalitas Diagnostik
(%) (%)
Uji Latih Jantung EKG 45-50 85-90
Uji Latih Jantung
80-85 80-88
Ekokardiografi
Uji Latih Jantung SPECT 73-92 63-87

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Dobutamine Stress
79-83 82-86
Ekokardiografi
Dobutamine Stress MRI 79-88 81-91
Vasodilator Stress
72-79 92-95
Ekokardiografi
Vasodilator Stress SPECT 90-91 75-84
Vasodilator Stress MRI 67-94 61-85
Coronary CTA 95-99 64-83
Vasodilator Stress PET 81-97 74-91

Secara umum, tes fungsional untuk iskemia secara tipikal


memiliki kekuatan inklusi yang lebih besar, dengan akurasi yang
sangat baik dalam mendeteksi PJK dengan obstruksi signifikan
yang mengganggu aliran, sedangkan tes anatomi memiliki akurasi
yang lebih baik pada populasi dengan kemungkinan PJK yang lebih
rendah, tidak ada riwayat PJK sebelumnya, dan pada pasien dengan
60 perkiraan hasil kualitas gambar yang baik. Namun perlu diingat
bahwa stenosis yang signifikan berdasarkan hasil pemeriksaan
pencitraanbelum tentu berarti terdapat gangguan fungsi yang
signifikan, sehingga pada temuan dengan hasil positif di CT
koroner mungkin diperlukan pemeriksaan uji diagnostik fungsional
non-invasif/invasif tambahan untuk menilai perlu tidaknya dilakukan
intervensi koroner.

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Gambar 8. Alur tatalaksana PJK dan alur pemilihan uji diagnostik
non-invasif
Ket : * lebih dianjurkan untuk uji fungsional pencitraan
(disadur dan modifikasi dari ESC Guidelines 2019: Chronic Coronary
Syndrome dan ESC guidelines 2013:the management of stable coronary
artery disease)

61

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
BAB 5
SKRINING PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA
SUBJEK ASIMTOMATIK

Dalam upaya mengurangi kematian akibat penyakit jantung


koroner pada orang dewasa yang asimtomatik, berbagai penilaian
tanda-tanda dan faktor-faktor resiko, seperti stress tes, sering
dilakukan sebagai skrining.51,52 Pada umumnya, direkomendasikan
penggunaan sistem estimasi resiko seperti SCORE. Skor kalsium
coroner, ankle-brachial index, dan USG karotis untuk mendeteksi plak
dapat memberi informasi yang berguna tentang risiko aterosklerosis
pada pasien tertentu, tetapi penggunaan dari biomarker atau tes
pencitraan lainnya secara rutin tidak direkomendasikan.53
Hanya subjek dengan risiko tinggi yang harus dipertimbangkan
untuk pemeriksaan non-invasif atau pemeriksaan invasif lebih lanjut.
Untuk subjek asimtomatik yang menjalani pemeriksaan non-invasif,
maka stratifikasi risiko seperti pada pasien simtomatik dapat juga
diterapkan.54
62
Penting untuk dicatat kalau pasien dengan kanker dan
menjalani terapi kanker, atau pasien dengan penyakit inflamasi
kronik seperti inflammatory bowel disease, rheumatoid arthritis,
systemic lupus erythematosus, membutuhkan skrining, konseling,
dan manajemen yang lebih intensif. 55-58
Individu yang pekerjaannya melibatkan keselamatan publik
(contoh: pilot, supir truk, supir bus), atau atlet professional, sering
menjalani pemeriksaan berkala untuk menilai kapasitas latihan serta
mengevaluasi kemungkinan adanya penyakit jantung termasuk PJK.
Meskipun tidak terdapat cukup data untuk pendekatan ini, evaluasi
tersebut dapat dilakukanatas alasan medikolegal.

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Tabel 21.Rekomendasi skrining PJK pada subjek asimtomatik
Rekomendasi Kelasa Levelb

Total estimasi risiko menggunakan sistem estimasi risiko


seperti SCORE direkomendasikan untuk orang dewasa
I C
asimtomatik dengan usia > 40 tahun tanpa bukti PKV,
diabetes, CKD, atau keturunan hiperkolesterolemia familial.

Penilaian riwayat keluarga dengan PKV prematur


(didefinisikan sebagai kejadian PKV yang fatal atau tidak
fatal, dan/atau diagnosis yang ditegakkan dari PKV pada
I C
kerabat pria tingkat pertama sebelum usia 55 tahun atau
kerabat wanita sebelum usia 65 tahun) direkomendasikan
sebagai bagian dari penilaian risiko kardiovaskular.

Disarankan bahwa semua individu berusia <50 tahun


dengan riwayat keluarga PKV prematur dalam kerabat
tingkat pertama (<55 tahun pada pria atau <65 tahun I B
pada wanita) atau keturunan hiperkolesterolemia familial
diskrining menggunakan skor klinis yang tervalidasi. 59,60

Penilaian skor kalsium arteri koroner dengan computed


tomography dapat dipertimbangkan sebagai risk
IIb B
modifiercdalam penilaian risiko kardiovaskular pada subjek
asimtomatik. 53,61 63
Deteksi plak aterosklerotik menggunakan USG arteri karotis
dapat dipertimbangkan sebagai risk modifierc dalam IIb B
penilaian risiko kardiovaskular pada subjek asimtomatik.62

ABI dapat dipertimbangkan sebagai risk modifierc dalam


IIb B
penilaian risiko kardiovaskular.63

Pada orang dewasa dengan risiko tinggi (diabetes, riwayat


keluarga PJK, atau ketika hasil penilaian risiko sebelumnya
menunjukkan risiko tinggi PJK), pencitraan fungsional atau IIb C
CTA koroner dapat dipertimbangkan untuk penilaian risiko
kardiovaskular.

Pada orang dewasa yang asimtomatik (termasuk individu


sedentary yang mempertimbangkan untuk memulai
program olahraga),exercise EKG dapat dipertimbangkan IIb C
untuk penilaian risiko kardiovaskular, khususnya ketika
dibutuhkna data lain seperti kapasitas latihan.

USGkarotis yang menilai IMT untuk penilaian risiko


III A
kardiovaskular tidak dianjurkan.64

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
Pada orang dewasa asimtomatik risiko rendah tanpa
diabetes, CTA koroner atau pencitraan fungsional untuk
III C
iskemia tidak diindikasikan untuk penilaian diagnostik lebih
lanjut.

Penilaian rutin terhadap biomarker tidak direkomendasikan


III B
untuk stratifikasi risiko kardiovaskular. 52,53.65,66

ABI -ankle-brachial index; PJK - penyakit jantung koroner; CKD -chronic kidney
disease; CTA -computed tomography angiography; PKV - penyakit kardiovaskular;
EKG - elektrokardiografi; IMT - intima-media thickness; SCORE -Systematic
COronary Risk Evaluation.

Keterangan:
a
Kelas rekomendasi
b
Level bukti
c
Mereklasifikasi pasien dengan lebih baik menjadi kelompok berisiko rendah atau
tinggi.

64

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
KEPUSTAKAAN

1. Rehman R, Makaryus AN. Cardiac imaging. Statpearls. Treasure


Island (FL); 2020.
2. Group APGW, Beck KS, Kim JA, Choe YH, Hian SK, Hoe J, et
al. 2017 multimodality appropriate use criteria for noninvasive
cardiac imaging: Expert consensus of the asian society
of cardiovascular imaging. Korean journal of radiology.
2017;18:871-880.
3. Knuuti J, Bengel F, Bax JJ, Kaufmann PA, Le Guludec D, Perrone
Filardi P, et al. Risks and benefits of cardiac imaging: An analysis
of risks related to imaging for coronary artery disease. European
heart journal. 2014;35:633-638.
4. Knuuti J, Wijns W, Saraste A, Capodanno D, Barbato E, Funck-
Brentano C, et al. 2019 ESC Guidelines for the diagnosis and
management of chronic coronary syndromes. Eur Heart J. 2020
Jan 14;41(3):407-477.
5. Montalescot G, Sechtem U, Achenbach S, Andreotti F, Arden C, 65
Budaj A, et al. 2013 ESC guidelines on the management of stable
coronary artery disease: the Task Force on the management
of stable coronary artery disease of the European Society of
Cardiology. Eur Heart J. 2013;34(38):2949-3003.
6. Wolk MJ, Bailey SR, Doherty JU, Douglas PS, Hendel RC,
Kramer CM, et al. ACCF/AHA/ASE/ASNC/HFSA/HRS/SCAI/
SCCT/SCMR/STS 2013 multimodality appropriate use criteria
for the detection and risk assessment of stable ischemic heart
disease: a report of the American College of Cardiology
Foundation Appropriate Use Criteria Task Force, American
Heart Association, American Society of Echocardiography,
American Society of Nuclear Cardiology, Heart Failure Society
of America, Heart Rhythm Society, Society for Cardiovascular
Angiography and Interventions, Society of Cardiovascular
Computed Tomography, Society for Cardiovascular Magnetic
Resonance, and Society of Thoracic Surgeons. J Am Coll Cardiol.
2014;63:380–406.
PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
7. Sicari R, Nihoyannopoulos P, Evangelista A, Kasprzak J,
Lancellotti P, Poldermans D, Voigt JU, Zamorano JL; European
Association of Echocardiography. Stress Echocardiography
Expert Consensus Statement--Executive Summary: European
Association of Echocardiography (EAE) (a registered branch of
the ESC). Eur Heart J. 2009 Feb;30(3):278-89.
8. Sicari, R., Nihoyannopoulos, P., Evangelista, A., Kasprzak,
J., Lancellotti, P., Poldermans, D., Voigt, Y. & Zamorano, J. L.
(2008). Stress echocardiography expert consensus statement:
European Association of Echocardiography (EAE)(a registered
branch of the ESC). Ejechocard, 9(4), 415-437.
9. Pellikka, P. A., Arruda-Olson, A., Chaudhry, F. A., Chen, M. H.,
Marshall, J. E., Porter, T. R., & Sawada, S. G. (2020). Guidelines
for Performance, Interpretation, and Application of Stress
Echocardiography in Ischemic Heart Disease: From the American
Society of Echocardiography. Journal of the American Society
of Echocardiography, 33(1), 1-41.
10. Adams M. Stress Echocardiography.JDMS.2005:21:373-381
66 11. Gilstrap,L., Bhatia,R., Weiner,R., Dudzinski,D. (2014). Dobutamine
stress echocardiography: a review and update. Res rep clin
cardiol,5,69-81.
12. Ketteler, T, W Krahwinkel, J Gödke, J Wolfertz, L Scheuble, T
Hoffmeister, and H Gülker. 1997. ‘Stress echocardiography:
personnel and technical equipment’, European Heart Journal,
18: 43-48.
13. Wahab A., Roy V.N., Goyal N., Myocardial Viability Testing In
Patients with IHD : Tets Utility dan Limitations. 2016. available
from : https://www.researchgate.net/publication/308515658
14. Sokolska JM, von Spiczak J, Gotschy A, Kozerke S, Manka R.
Cardiac magnetic resonance imaging to detect ischemia in
chronic coronary syndromes: state of the art. Kardiologia polska
2019;77:1123-33.
15. Gotschy A, Niemann M, Kozerke S, Luscher TF, Manka R.
Cardiovascular magnetic resonance for the assessment of
coronary artery disease. International journal of cardiology
2015;193:84-92.

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
16. Kramer CM, Barkhausen J, Flamm SD, Kim RJ, Nagel E, Society
for Cardiovascular Magnetic Resonance Board of Trustees
Task Force on Standardized P. Standardized cardiovascular
magnetic resonance (CMR) protocols 2013 update. Journal
of cardiovascular magnetic resonance : official journal of the
Society for Cardiovascular Magnetic Resonance 2013;15:91
17. Nagel E, Lorenz C, Baer F, et al. Stress cardiovascular magnetic
resonance: consensus panel report. Journal of cardiovascular
magnetic resonance : official journal of the Society for
Cardiovascular Magnetic Resonance 2001;3:267-81.
18. Romero J, Xue X, Gonzalez W, Garcia MJ. CMR imaging assessing
viability in patients with chronic ventricular dysfunction due to
coronary artery disease: a meta-analysis of prospective trials.
JACC Cardiovascular imaging 2012;5:494-508.
19. Schwitter J, Arai AE. Assessment of cardiac ischaemia and
viability: role of cardiovascular magnetic resonance. European
heart journal 2011;32:799-809.
20. Knott KD, Camaioni C, Ramasamy A, et al. Quantitative
myocardial perfusion in coronary artery disease: A perfusion
mapping study. Journal of magnetic resonance imaging : JMRI 67
2019;50:756-62.
21. Gebker R, Jahnke C, Manka R, et al. The role of dobutamine
stress cardiovascular magnetic resonance in the clinical
management of patients with suspected and known coronary
artery disease. Journal of cardiovascular magnetic resonance
: official journal of the Society for Cardiovascular Magnetic
Resonance 2011;13:46.
22. Hutton BF. The origins of SPECT and SPECT/CT. Eur. J. Nucl.
Med. Mol. Imaging. 2014;41(Suppl 1):S3-16.
23. Hachamovitch R, Hayes SW, Friedman JD, Cohen I, Berman
DS. Comparison of the short-term survival benefit associated
with revascularization compared with medical therapy in
patients with no prior coronary artery disease undergoing
stress myocardial perfusion single photon emission computed
tomography. Circulation. 2003 Jun 17. 107(23):2900-7.
24. Dörr R, Sternitzky R. Non-invasive diagnostics of chronic stable
coronary artery disease: Evidence-based and non-evidence-
based diagnostic algorithms. Clin Res Cardiol Suppl. 2011

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
25. Henzlova MJ, Duvall WL, Einstein AJ, Travin MI, Verberne
HJ. ASNC imaging guidelines for SPECT nuclear cardiology
procedures: Stress, protocols, and tracers. J Nucl Cardiol. 2016
26. Fleischmann KE, Hunink MGM, Kuntz KM, Douglas PS. Exercise
echocardiography or exercise SPECT imaging? A meta-analysis
of diagnostic test performance. J Am Med Assoc. 1998
27. Gholoobi A, Ayati N, Baghyari A, Mouhebati M, Atar B, Dabbagh
Kakhki VR. Relationship between gated myocardial perfusion
SPECT findings and hemodynamic, electrocardiographic, and
heart rate changes after Dipyridamole infusion. Int J Cardiovasc
Imaging. 2017
28. Monzen H, Hara M, Nakanishi A, Hirata M, Suzuki T, Ogasawara
M, Higuchi H, Kobayashi H, Yuki R, Hirose K. New protocol of
myocardial SPECT imaging with technetium-99m sestamibi for
reducing the time interval between rest and adenosine stress
phases. Radiol Phys Technol. 2009
29. Friedman M, Spalding J, Kothari S, Wu Y, Gatt E, Boulanger L.
Myocardial perfusion imaging laboratory efficiency with the use
of regadenoson compared to adenosine and dipyridamole. J
68 Med Econ. 2013
30. Turgut B, Unlu M, Temiz NH, Kitapci MT, Alkan ML. Dobutamine
Tc-99m furifosmin SPECT in detection of coronary artery
disease: Evaluation of same day, rest-stress protocol. Ann Nucl
Med. 2003
31. Ritt P, Vija H, Hornegger J, Kuwert T. Absolute quantification in
SPECT. Eur. J. Nucl. Med. Mol. Imaging. 2011
32. Dorbala S, Ananthasubramaniam K, Armstrong IS,
Chareonthaitawee P, DePuey EG, Einstein AJ, Gropler RJ, Holly
TA, Mahmarian JJ, Park MA, Polk DM, Russell R, Slomka PJ,
Thompson RC, Wells RG. Single Photon Emission Computed
Tomography (SPECT) Myocardial Perfusion Imaging Guidelines:
Instrumentation, Acquisition, Processing, and Interpretation. J
Nucl Cardiol. 2018
33. Czaja M, Wygoda Z, Duszańska A, Szczerba D, Głowacki J, Gąsior
M, Wasilewski JP. Interpreting myocardial perfusion scintigraphy
using single-photon emission computed tomography. Part 1.
Kardiochriugia i Torakochirurgia Polska 2017; 14 (3): 192-199

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
34. Shaw LJ, Berman DS, Maron DJ, Mancini GBJ, Hayes SW, Hartigan
PM, Weintraub WS, O’Rourke RA, Dada M, Spertus JA, Chaitman
BR, Friedman J, Slomka P, Heller G V., Germano G, Gosselin G,
Berger P, Kostuk WJ, Schwartz RG, Knudtson M, Veledar E, Bates
ER, McCallister B, Teo KK, Boden WE. Optimal medical therapy
with or without percutaneous coronary intervention to reduce
ischemic burden: results from the Clinical Outcomes Utilizing
Revascularization and Aggressive Drug Evaluation (COURAGE)
trial nuclear substudy. Circulation. 2008
35. Werner, R.A., Chen, X., Rowe, S.P. et al. Moving into the next
era of PET myocardial perfusion imaging: introduction of novel
18F-labeled tracers. Int J Cardiovasc Imaging 35, 569–577
(2019). https://doi.org/10.1007/s10554-018-1469-z
36. Bateman TM, Heller GV, McGhie AI, et al: Diagnostic accuracy
of rest/stress ECG-gated Rb-82 myocardial perfusion PET:
comparison with ECG-gated Tc-99m sestamibi SPECT. J Nucl
Cardiol 2006; 13: pp. 24-33.
37. Di Carli MF, Dorbala S, Meserve J, et al: Clinical myocardial
perfusion PET/CT. J Nucl Med 2007; 48: pp. 783-793.
38. Selwyn AP, Allan RM, L’Abbate A, et al: Relation between regional 69
myocardial uptake of rubidium-82 and perfusion: absolute
reduction of cation uptake in ischemia. Am J Cardiol 1982; 50:
pp. 112-121
39. Di Carli MF and Al-Mallah MH: Clinical Techniques of Positron
Emission Tomography and PET/CT. Cardiovascular Imaging
(2011), CHAPTER 24, pp. 325-338.
40. Dilsizian V, Bacharach SL, Beanlands RS, Bergmann SR, Delbeke
D, Dorbala S et al. ASNC imaging guidelines/SNMMI procedure
standard for positron emission tomography (PET) nuclear
cardiology procedures. J Nucl Cardiol 2016 doi:10.1007/
s12350-016-0522-3
41. Bateman TM, Berman DS, Heller GV, et al: American Society of
Nuclear Cardiology position statement on electrocardiographic
gating of myocardial perfusion SPECT scintigrams. J Nucl
Cardiol 1999; 6: pp. 470-471.

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
42. Yoshinaga K, Chow BJ, Williams K, et al: What is the prognostic
value of myocardial perfusion imaging using rubidium-82
positron emission tomography? J Am Coll Cardiol 2006; 48: pp.
1029-1039.
43. Dorbala S and Di Carli MF. Cardiac PET Perfusion: Prognosis,
Risk Stratification, Clinical Management. Semin Nucl Med. 2014;
44(5): pp.344–357.
44. Raff GL, Chair, Abidov A, et al. SCCT guidelines for the
interpretation and reporting ;coronary computed tomographic
angiography. J Cardiovasc Comput Tomogr 2009; 3: 122–136.
45. PERKI. Pedoman interpretasi dan pelaporan angiografi koroner
dengan tomografi komputer. 1st ed. Perki, 2017.
46. Marwan M, Ropers D, Pflederer T, et al. Clinical characteristics
of patients with obstructive coronary lesions in the absence
of coronary calcification: an evaluation by coronary CT
angiography. Heart 2009; 95: 1056 LP – 1060.
47. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
Panduan Evaluasi dan Tatalaksana Angina Pektoris Stabil. Edisi
70 Pertama. PERKI, 2019.
48. Cury RC, Abbara S, Achenbach S, Agatston A, Berman DS, Budoff
MJ et al. CAD-RADSTM Coronary Artery Disease – Reporting
Data System. An expert consensus document of the Society of
Cardiovascular Computed Tomography (SCCT), the American
College of Radiology (ACR) and the North American Society for
Cardiovascular Imaging (NASCI). Endorsed by the American
Collage of Cardiology. J Cardiovasc Comput Tomogr 2016; 10:
269 - 81.
49. Hecht, HS. Blaha MJ, Kazerooni EA, Cury RC, Budoff M, Leipsic J,
Shaw L. CAC-DRS: Coronary Artery Calcium Data and Reporting
System. An Expert Consensus Document of the Society of
Cardiovascular Computed Tomography (SCCT). Journal of
Cardiovascular Computed Tomograph. 2018 doi: 10.1016/j.
jcct.2018.03.008.
50. Abu Daya H, Hage FG. Guidelines in review: ACC/AATS/AHA/
ASE/ASNC/SCAI/ SCCT/STS 2017 appropriate use criteria for
coronary revascularization in patients with stable ischemic heart
disease. J Nucl Cardiol 2017; 24: 1793 - 1799.

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
51. Piepoli MF, Hoes AW, Agewall S, et al. 2016 European Guidelines
on cardiovascular disease prevention in clinical practice: The
Sixth Joint Task Force of the European Society of Cardiology
and Other Societies on Cardiovascular Disease Prevention in
Clinical Practice (constituted by representatives of 10 societies
and by invited experts)Developed with the special contribution
of the European Association for Cardiovascular Prevention &
Rehabilitation (EACPR). Eur Heart J 2016;37:2315-81.
52. Laaksonen R, Ekroos K, Sysi-Aho M, et al. Plasma ceramides
predict cardiovascular death in patients with stable coronary
artery disease and acute coronary syndromes beyond LDL-
cholesterol. Eur Heart J 2016;37:1967-76.
53. Yeboah J, McClelland RL, Polonsky TS, et al. Comparison of novel
risk markers for improvement in cardiovascular risk assessment
in intermediate-risk individuals. JAMA 2012;308:788-95.
54. Zellweger MJ, Hachamovitch R, Kang X, et al. Threshold,
incidence, and predictors of prognostically high-risk silent
ischemia in asymptomatic patients without prior diagnosis of
coronary artery disease. J Nucl Cardiol 2009;16:193-200.
55. Dahle´n T, Edgren G, Lambe M, et al. Cardiovascular events 71
associated with use of tyrosine kinase inhibitors in chronic
myeloid leukemia: a populationbased cohort study. Ann Intern
Med 2016;165:161-6.
56. Darby S, McGale P, Peto R, et al. Mortality from cardiovascular
disease more than 10 years after radiotherapy for breast cancer:
nationwide cohort study of 90 000 Swedish women. BMJ
2003;326: 256-7.
57. Hooning MJ, Botma A, Aleman BM, et al. Long-term risk of
cardiovascular disease in 10-year survivors of breast cancer. J
Natl Cancer Inst 2007;99:365-75.
58. Peters MJ, Symmons DP, McCarey D, et al. EULAR evidence-
based recommendations for cardiovascular risk management
in patients with rheumatoid arthritis and other forms of
inflammatory arthritis. Ann Rheum Dis 2010;69:325-31.
59. Scientific Steering Committee on behalf of the Simon Broome
Register Group. Risk of fatal coronary heart disease in familial
hypercholesterolaemia. BMJ 1991;303:893-6.

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
60. Nordestgaard BG, Chapman MJ, Humphries SE, et al. Familial
hypercholesterolaemia is underdiagnosed and undertreated
in the general population: guidance for clinicians to prevent
coronary heart disease: consensus statement of the European
Atherosclerosis Society. Eur Heart J 2013;34:3478-3490a.
61. Zeb I, Budoff M. Coronary artery calcium screening: does it
perform better than other cardiovascular risk stratification tools?
Int J Mol Sci 2015;16:6606-20.
62. Gupta A, Kesavabhotla K, Baradaran H, et al. Plaque echolucency
and stroke risk in asymptomatic carotid stenosis: a systematic
review and metaanalysis. Stroke 2015;46:91-7.
63. Ankle Brachial Index Collaboration, Fowkes FG, Murray GD, et
al. Ankle brachial index combined with Framingham Risk Score
to predict cardiovascular events and mortality: a metaanalysis.
JAMA 2008;300:197-208
64. Den Ruijter HM, Peters SA, Anderson TJ, et al. Common carotid
intimamedia thickness measurements in cardiovascular risk
prediction: a meta-analysis. JAMA 2012;308:796-803.

72 65. Ioannidis JP, Tzoulaki I. Minimal and null predictive effects for
the most popular blood biomarkers of cardiovascular disease.
Circ Res 2012;110:658-62.
66. Wurtz P, Havulinna AS, Soininen P, et al. Metabolite profiling and
cardiovascular event risk: a prospective study of 3 population-
based cohorts. Circulation 2015;131:774-85.

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
73

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL
74

PANDUAN PEMILIHAN MODALITAS DIAGNOSTIK NON INVASIF PADA ANGINA PEKTORIS STABIL

Anda mungkin juga menyukai