Anda di halaman 1dari 9

Sejarah Peradilan Islam

Disusun Oleh:
Kelompok 6

A’idatul Islahiyyah (12102183020)


Achmad Alfan (12102183068)
Dama Rismana (12102183118)
A. Awal Mula Munculnya Peradilan Islam Masa
Rasulullah SAW,.

• Setelah Nabi Muhammad Saw., diangkat menjadi Rasul, mulailah beliau


menyampaikan risalah dakwah kepada penduduk Makkah, terutama masalah
akidah selama 13 tahun. Kondisi umat Islam masih lemah, baik dari segi kuantitas
maupun kekuatan. Berbagai tekanan dan penindasan terjadi, sehingga belum
memungkinkan untuk melaksanakan berbagai ketentuan agama terutama masalah
peradilan. Kemudian Allah SWT., memerintahkan Rasulullah SAW., untuk hijrah
ke Madinah untuk melanjutkan risalah dakwahnya.
• Berbeda dengan di Makkah, kondisi Madinah relatif stabil dan jumlah umat Islam
semakin banyak, sementara Rasulullah SAW., dijadikan pemimpin oleh
masyarakat Madinah baik umat Islam maupun non-Islam, sehingga sangat
memungkinkan untuk melaksanakan berbagai ketentuan agama dan tuntutan
syariah.
• Orang yang pertama kali jadi hakim di Islam adalah Rasulullah SAW., sendiri
berdasarkan perintah Allah SWT., dalam firmannya (QS. Al-Maidah:49), agar
beliau memutuskan perkara diantara manusia dengan apa yang telah diturunkan
Allah SWT., dalam Al-Qur’an dengan adil. Seperti halnya perjanjian diantara
Rasulullah dengan kaum muslimin dengan agama dan suku yang lain; “bahwa apa
yang terjadi diantara mereka baik peristiwa maupun perselisihan yang
dikhawatirkan kerusakannya, maka penyelesaiannya adalah kepada Allah dan
Rasulullah SAW.,”.
• Ini menjadi bukti bahwa Rasulullah dijadikan sebagai hakim dalam memutuskan
setiap permaslahan yang terjadi diantara penduduk di Madinah. Sehingga beliau
menjadi satu-satunya hakim mereka dalam setiap perselisihan dan perkara.
B. Sumber Hukum

• Rasulullah SAW., dalam memutuskan dan menetapkan perkara hukum


berdasarkan petunjuk wahyu yang diturunkan Allah SWT,. Demi tegaknya
keadilan dan kejujuran, disamping berpegang pada Al-Qur’an, Rasulullah SAW.,
juga membuat berbagai ketetapan sebagai pegangan para hakim dalam
menjalankan tugasnya dan mengadili perkara. Ada empat perkara hukum yang
dijadikan panduan bagi qadhi dalam memberikan hak kepada yang berhak
menerimanya.
1. Ikrar (pengakuan), yaitu pengakuan dari seorang terdakwa terhadap semua
dakwaan terhadapnya dengan jujur.
2. Bukti, yaitu kesaksian para saksi sebagaimana disebutkan dalam sebuah kaidah
dalam majalah al-ahkam al-‘adhiyah bersumber dari sebuah hadits Nabi
Muhammad SAW., di bawah ini:
‫البينة علي المد عي واليمين علي من انكر‬
“pembuktian itu diminta dari penggugat, sedangkan sumpah diminta dari
tergugat”.
Paling sedikit jumlah saksi adalah dua orang, maka jika tidak ada dua orang saksi,
cukup dengan satu orang saksi dengan sumpah.
3. Sumpah, suatu pernyataan yang khidmat, diucapkan pada waktu memberi
keterangan atau janji atas nama Allah Swt., dengan menggunakan salah satu huruf
qasam.
4. Penolakan, yaitu terdakwa menolak untuk bersumpah sehingga ia tidak
mengucapkan sumpahnya.
Faktor-faktor yang diwanti-wanti oleh Rasulullah Saw., saat menjadi
seorang hakim antara lain;
1) Larangan memutuskan perkara dalam keadaan marah
2) Larangan suap dalam pemutusan hukum
3) Larangan menerima hadiah
C. Contoh Kasus dan Penyelesaiannya

a) Rasulullah SAW., memutuskan perselisihan antara Abu Bakar dan


Rabi’ah al-Aslami tentang tanah yang didalamnya terdapat pohon kurma
yang miring. Adapun batangnya di tanah Rabi’ah, sedangkan rantingnya
di tanah Abu Bakar, dan masing-masing mengakui bahwa pohon tersebut
miliknya. Lalu keduanya pergi ke Rasulullah SAW., maka beliau
memutuskan bahwa ranting menjadi milik orang yang memiliki batang
pohon.
b) Onta Barra’ bin ‘Azib masuk kebun orang lain dan ingin membuat
kerusakan di dalamnya, maka Nabi Muhammad Saw., memutuskan:
“Pemilik taman harus menjaganya pada siang hari, dan apa yang dirusak
oleh ternak pada malam hari menjadi tanggungan pemilik ternak”.
D. Para Hakim di Masa Peradilan Rasulullah Saw.,
Di kota Madinah Rasulullah Saw., menjadi hakim satu-satunya.
Namun, ketika wilayah Islam meluas, maka Nabi mulai menugaskan para
sahabat untuk menjadi gubernur di sebagian daerah sekaligus menjadi hakim.
Namun dalam kasus Ali bin Abi Thalib beliau mengangkatnya tanpa
mengujinya terlebih dahulu. Ini dikarenakan beliau sangat mengetahui
kapitalisnya. Beliau hanya mendoakan dan menasehatinya dengan bersabda:
‫اللهم اهد قلبه واسد لسانه‬
“Ya Allah berilah petunjuk hatinya dan luruskan pembicaraannya”
‫واذ حضر خصمان بين يديك فال تقض علي احد هما حتي تسمع من كالم االخر‬
“Dan jika dua orang datang kepadamu, jangan putuskan untuk salah
seorang dari keduanya, hingga engkau mendengar perkataan yang satunya
lagi”.
Ali bin Abi Thalib berkata: “Demi Allah, setelah mendengar
nasihat Rasulullah SAW., diatas, aku tidak pernah merasa rancu dalam
salah satu perkara”. Pada zaman Rasulullah SAW., telah dikenal adanya
peninjauan kembali suatu putusan hukum yang telah dijatuhkan.
Para hakim di zaman Rasulullah SAW., telah ditetapkan gaji yang
disesuaikan dengan masa dan kebutuhan mereka. ‘Attab pernah
mengatakan, bahwa Rasulullah SAW., telah memberikan untuk tiap hari
dua dirham. Maka perut yang tidak bisa kenyang dengan dua dirham,
adalah perut yang tidak kenyang-kenyang.

Anda mungkin juga menyukai