Disusun oleh:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap tempat dimana pun pastilah memiliki suatu aturan yang mana
disebut sebagai hukum. Hukum digunakan untuk mengatur masyarakat agar
menjadi suatu tatanan yang sesuai dengan yang diharapkan, membuat masyarakat
menjadi tentram dengan memenuhi segala hak dan kewajibannya.
Selain itu, setiap kepercayaan pun memiliki hukum yang berbeda. Salah
satunya adalah agama islam. Agama islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW pertama kali diturunkan di Makkah.Dalam mempelajari sejarah tentang
pembuatan hukum dalam islam, perlu kita ketahui siapa pemegang wewenang
hukum pada awalnya. Karena pada setiap masa atau era pastilah ada yang
memegang wewenang hukum ini. Selain itu, kita juga harus tahu bagaimana
hukum yang dibuat itu berlaku di setiap era.
B. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Dasar-Dasar Tasyri’
Dasar tasyri’ periode pertama ada tiga, yaitu Alqur’an, sunnah, dan ijtihad.
Segala permasalahan yang dihadapi Nabi Muhammad SAW. selalu merujuk
kepada al-Qur’an. Begitu pula dalam memutuskan hukum, juga ditetapkan
melalui al-Qur’an yang diturunkan kepada beliau.
Ya, hajikan ia. Bagaimana pendapatmu jika ibumu punya utang? Apakah kamu
bayarkan utangnya?laksanakan hak Allah, Allah lebih berhakuntuk dilunasi (HR.
Al-Bukhari)
3
3. Nabi adalah satu-satunya yang menjadi sumber hukum, karena segala
persoalan dikembalikan kepada beliau.
4. Secara langsung, Nabi adalah pembuat hukum. Akan tetapi secara tidak
langsung, Allah adalah pembuat hukum.
5. Nabi bertugas menyampaikan dan melaksanakan hukum.
Hasil ijtihad beliau itu disebut dengan sunnah. Namun, sunnah tidak hanya
sebatas itu. Segala tindakan dan perilaku beliau juga disebut sunnah yang
merupakan penjelasan makna kandungan al-Qur’an.
Rasulullah bersabda:
Aku tinggalkan untukmu dua perkara. Niscaya kamu tidak akan tersesat selagi
kamu berpegang pada keduanya, yaitu kitab Allah (al-Qur’an) dan sunnah Nabi-
Nya. (HR. Malik)
Al-Qur’an dan sunnah dijadikan pedoman sekaligus sumber hukum. Jika tidak
ayat yang turun kepada Nabi untuk menjawabmasalah yang timbul, maka beliau
berijtihad.
4
memberikan suatu gambaran kepada sahabatnya agar sahabatnya dapat berpikir
mengenai penyelesaian hal tersebut dan hal ini disebut sebagai qiyas.
1. Ali bin Abi Thalib pernah diutus Rasulullah ke Yaman sebagai hakim.
Beliau bersabda, “Semoga Allah memberi hidayah di hatimu dan
menegaskan lisanmu. Jika duduk dua orang yang bertengkar di
hadapanmu, janganlah engkau putuskan sebelum mendapat keterangan
dari yang lain, sebagaimana engkau mendengar dari keterangan yang
pertama. Sesungguhnya yang demikian itu lebih berhati-hati dengan
keputusan.” (HR. Al-Baihaqi)
2. Muadz bin Jabal ketika diutus oleh Rasulullah ke Yaman, beliau
bertanya, “Dengan apa engkau putuskan, jika engkau dihadapkan suatu
maslaah yang tidak engkau dapatkan dalam kitab Allah dan Sunnah
Rasul?” Muadz menjawab, “Aku berijtihad dengan pendapatku.”
Beliau memujinya, “Segala puji bagi Allah yang memberi taufik
kepada utusan Rasulullah yang telah mendapat ridho dari Allah dan
Rasul-Nya.” (HARI. Abu Dawud dan Al-Tirmidzi)
3. Pada suatu hari, terdapat dua orang sahabat yang sedang melakukan
safar dan menjadi musafir. Ketika itu waktu sholat telah tiba namun
tidak ada air. Mereka pun bertayamum dan mendirikan sholat. Setelah
itu ternyata mereka mendapatkan air dan masih dalam waktu sholat.
Salah satu dari mereka berijtihad untuk mengambil wudhu dan
mengulangi sholatnya. Sementara yang satunya tidak mengambil
wudhu dan tidak mengulangi sholatnya. (HR. Abu Dawud, Hakim dan
Al-Baihaqi)2
Dari contoh-contoh di atas tetap menunjukkan bahwa Rasulullah
lah yang memegang wewenang tasyri’. Walau hal di atas terjadi, ini
dikarenakan oleh beberapa alasan khusus seperti khawatir kehilangan
1
Abdul Majid Khon. 2013. Ikhtisar Tarikh Tasyri'. Jakarta: AMAZAH. Hal 25-26.
2
Abdul Wahab Khallaf. 1974. Khulashah Tarikh Al Tasyri' Al Islam. Solo: Ramadhan. Hal 11-13.
5
kesempatan, sedang dalam perjalanan dan keputusan yang mereka
putuskan bukanlah tasyri’ melainkan sebatas pelaksanaan.
a. Al-Qur’an
ت~ َح~ تَّ~ ٰ~ى~ يُ~ ْ~ؤ~ ِم~ َّن~ ۚ~ َو~ أَل َ~ َم~ ةٌ~ ُم~ ْ~ؤ~ ِم~ نَ~ ةٌ~ َخ~ ْي~ ٌر~ ِم~ ْ~ن~ ُم~ ْش~ ِر~ َك~ ٍة~ َ~و~ لَ~ ْ~و~ أَ~ ْع~ َج~ بَ~ ْت~ ُك~ ْم~ ۗ~ َو~ اَلِ ~َ~و~ اَل تَ~ ْن~ ِك~ ُح~ و~ا~ ا~ ْل~ ُم~ ْش~ ِر~ َك~ ا
َ ~ِك~ َو~ لَ~ ْ~و~ أَ~ ْع~ َج~ بَ~ ُك~ ْم~ ۗ~ أُ~ و~ٰ~لَ~ ئ
~ك ٍ ~تُ~ ْن~ ِك~ ُح~ و~ا~ ا~ ْل~ ُم~ ْش~ ِر~ ِك~ ي~ َ~ن~ َح~ تَّ~ ٰ~ى~ يُ~ ْ~ؤ~ ِم~ نُ~ و~ا~ ۚ~ َو~ لَ~ َع~ ْب~ ٌد~ ُم~ ْ~ؤ~ ِم~ ٌ~ن~ َخ~ ْي~ ٌر~ ِم~ ْ~ن~ ُم~ ْش~ ِر
ِ ~يَ~ ْد~ ُع~ و~ َ~ن~ إِ~ لَ~ ى~ ا~ل~نَّ~ ا~ ِر~ ۖ~ َو~ هَّللا ُ~ يَ~ ْد~ ُع~ و~ إِ~ لَ~ ى~ ا~ ْل~ َج~ نَّ~ ِة~ َو~ ا~ ْل~ َم~ ْغ~ فِ~ َر~ ِة~ بِ~ إِ~ ْذ~ نِ~ ِه~ ۖ~ َ~و~ يُ~ بَ~ ي~ِّ~ ُ~ن~ آ~يَ~ ا~تِ~ ِه~ لِ~ ل~نَّ~ ا
~س~ لَ~ َع~ لَّ~ هُ~ ْم
~يَ~ تَ~ َذ~ َّك~ ُر~ و~ن
3
As-Sawi mengatakan,ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Rawahah atau Huzaifah ibn
al-Yaman. Lihat Ajmad ibn Muhammad As-Sawi, Hasyiah as-Sawi ‘ala Tafsir al-Jalalain, Juz.1
(Beriut:Sidqi Muhammad Jamil,1993),hlm.142. Dikutip dari buku Sejarah Hukum Islam karya
Bapak Mahsun.
6
Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada
manusia supaya mereka mengambil pelajaran.(QS.Al-Baqarah : 221)
b. As-Sunnah
4
Abdul Wahhab Khallaf, Ilm Usul al-Fiqh (Beirut : Dar al-Kutub al-ilmiah,2008), hlm.29. Dikutip
dari buku karya Bapak Mahsun
7
salah, maka diperingatkan oleh Allah bahwa ijtihadnya itu salah. Seperti
ditunjukkan yang sebenarnya dengan diturunkannya wahyu.
Seperti dalam kasus tawanan perang Badar (al-anfal :67) dan kasus
pemberian izin kepada orang yang tidak turut perang Tabuk (at-taubah : 42-43).
Apabila tidak diperingatkan oleh Allah, maka berarti ijtihadnya itu benar. Dari sisi
ini jelas bahwa hadist-hadist qath’i yang berkaitan dengan hukum itu bisa
dipastikan adalah penetapan dari Allah juga.5
Pada zaman Rasulullah pun ternyata Ijtihad itu dilakukan oleh Rasulullah
dan juga dilakukan oleh para sahabat, bahkan ada kesan Rasulullah mendorong
para sahabatnya untuk berijtihad seperti terbukti dari cara Rasulullah sering
bermusyawarah dengan para sahabatnya. Hanya saja ijtihad pada zaman
Rasulullah ini tidak seluas pada zaman sesudah Rasulullah, karena banyak
masalah-masalah yang dinyatakan kepada Rasulullah kemudian langsung dijawab
dan diselesaikan oleh Rasulullah sendiri. Disamping itu ijtihad para sahabat pun
apabila salah, Rasulullah mengembalikannya kepada yang benar. Seperti dalam
kasus ijtihad Amar bin Yasir yang berjunub (hadas besar) yang kemudia
berguling-guling dipasir untuk menghilangkan hadas besarnya. Cara ini salah,
kemudia Rasulullah menjelaskan bahwa orang yang berjunub tidak menemukan
air cukup dengan tayamum.6
5
Abdurrahman Zaidi, al-Ijtihad bi tahqiq al-manat wa sultabihfi al-fiqh al-islami (Kairo:Dar al-
hadist,2005),hlm.92. Dikutip dari buku karya Bapak Mahsun.
6
Contoh diatas diambil sebagai kasus yang sudah banyak diketahui di kalangan pengkaji hukum
Islam. Tentang mungkin tidaknya ijtihad dilakukan pada masa Rasulullah setidaknya ada tiga
pendapat yaitu pertama,kelompok yang menolak secara mutlak. Kedua, menerima secara
mutlak. Ketiga, memilah-milah (tafsir). Lihat Abdurrahman Zaidi,al-ijtihad,hlm.85. Dikutip dari
buku karya Bapak Mahsun.
8
memecahkan masalah-masalah baru dengan mengembalikannya kepada prinsip-
prinsip yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Ulama berbeda pendapat tentang ijtihad yang dilakukan oleh nabi Ibn
Hazm,Ibn Taimiyah ,Ibn Khaldun dan al-Kamal ibn al-Hamam mengatakan
bahwa nabi melakukan ijtihad tentang urusan dunia (bukan ibadah mahdah).
Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa ushul fiqh secara teori telah
digunakan oleh beberapa sahabat, walaupun pada saat itu ushul fiqih belum
menjadi nama keilmuan tertentu. Salah satu teori usul fiqih adalah, jika terdapat
permasalahan yang membutuhkan kepastian hukum, maka pertama adalah
mencari jawaban keputusannya didalam al-Qur’an kemudian hadits. Jika dari
kedua sumber tersebut tidak ditemukan maka dapat berijtihad.
Periode ini dimulai sejak diangkatnya Muhammad saw. Menjadi nabi dan
rasul sampai wafatnya, periode ini singkat, hanya sekitar 22 tahun dan beberapa
bulan. Tetapi pengaruhnya sangat besar terhadap perkembangan ilmu fiqh. Masa
Rasalullah saw inilah yang mewariskan sejumlah nash-nash hukum baik dari al-
9
Qur’an dan hadits. Mewariskan prinsip-prinsip hukum islam baik yang tersurat
dalam dalil-dalil kulii maupun yang tersirat dari semangat al-Qur’an dan hadits.
Periode Rasulullah saw ini dibagi 2 masa yaitu masa Mekkah dan
Madinah. Pada masa Mekkah, diarahkan untuk memperbaiki akidah, karena
akidah yang benar inilah yang menjadi pondasi hidup. Oleh karena itu, dapat kita
pahami apabila Rasulullah pada masa itu memulai dakwahnya dengan mengubah
keyakinan masyarakat yang mampu musyrik menuju masyarakat yang berakidah
tauhid, membersihkan hati dan menghiasi diri dengan al-Akhlak al-Karimah.
Masa mekkah ini dimulai diangkatnya nabi Muhammad saw, menjadi rasul
sampai beliau hijrah ke Madinah yaitu dalam waktu kurang lebi 13 tahun.7
Di Madinah, tanah air baru bgi kaum muslimin, kaum muslimin bertambah
banyak dan terbentuklah masyarakat muslimin yang menghadapi persoalan-
persoalan baru yang membutuhkan cara pengaturan-pengaturan, baik dalam
hubungan antar individu muslim maupun dalam hubungannyadengan kelompok
lain dilingkungan masyarakat Madinah, seperti kelompok Yahudi dan Nasrani.
Oleh krena itu, di Madinah disyaratkan hukum yang meliputi keseluruhan bidang
ilmu fiqh.8
7
Muhammad Al Khudhari Bik. 1980. Tarikh Al Tasyri' Al Islami. Semarang: Darul Ihya Indonesia.
Hal 16
8
Mahsun,sejarah hukum islam, hlm.47-49.
10
BAB III
KESIMPULAN
Dasar-dasar dari tasyri adalah sumber dari tasyri itu sendiri yang mana
pada zaman ini terdapat tiga dasar yakni Al-Qur'an, As-Sunnah dan Ijtihad Nabi.
Jika terdapat permasalahan yang membutuhkan kepastian hukum, maka pertama
adalah mencari jawaban keputusannya didalam al-Qur’an kemudian hadits. Jika
dari kedua sumber tersebut tidak ditemukan maka dapat berijtihad.Dan dalam hal
ini, yang memegang wewenang penetapan hukum adalah Rasulullah sendiri
walaupun beliau juga melakukan ijtihad bersama para sahabatnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Wahab Khallaf, Abdul. 1974. Khulashah Tarikh Al Tasyri' Al Islam. Solo: Ramadhan.
Wahhab Khallaf, Abdul. 2008. Ilm Usul al-Fiqh .Beirut : Dar al-Kutub al-ilmiah.
Ibn Muhammad As-Sawi, Ajmad. 1993. Hasyiah as-Sawi ‘ala Tafsir al-Jalalain. Beriut:
Sidqi Muhammad Jamil. Juz 1.
Bik, Muhammad Al Khudhari. 1980. Tarikh Al Tasyri' Al Islami. Semarang: Darul Ihya
Indonesia.
12