Anda di halaman 1dari 29

TRANSFER PRICING

Rubiatto Biettant, SE, M.Ak


PENGERTIAN

Kebijakan suatu perusahaan


Transfer dalam menentukan harga
Pricing transfer suatu transaksi
PENGELOMPOKAN TRANSFER PRICING

INTRA-COMPANY
TRANSFER PRICING

TRANSFER PRICING INTERNASIONAL


TRANSFER PRICING

INTER-COMPANY
TRANSFER PRICING

DOMESTIC
TRANSFER PRICING
PENGELOMPOKAN TRANSFER PRICING

Intra Company Inter Company


Transfer Pricing Transfer Pricing

Transfer pricing antara dua


Transfer pricing antar perusahaan yang mempunyai
divisi dalam satu hubungan istimewa.
perusahaan. Kedua perusahaan tersebut bisa
berada dalam satu negara
(Domestic transfer pricing), bisa juga
berada di negara yang berbeda
(International transfer pricing)
PENGELOMPOKAN TRANSFER PRICING

International TP Domestic TP

international transfer pricing, dapat Domestic transfer pricing bisa juga


menimbulkan permasalahan apabila digunakan untuk menghindari pajak,
digunakan untuk kepentingan penghindaran meskipun dalam jumlah yang tidak
pajak. Dengan international transfer pricing, signifikan, dengan cara menetapkan
perusahaan-perusahaan yang berada pada harga transfer sedemikian rupa sehingga
negara yang berbeda dapat mengatur harga
transfer sedemikian rupa sehingga
1. Penghasilan Kena Pajak tersebar
1. Perusahaan di negara yang tarif merata pada perusahaan-perusahaan
pajaknya rendah mendapatkan terkait untuk mengurangi
keuntungan yang setinggi-tingginya, kemungkinan terkena tarif pajak
2. Perusahaan di negara yang tarif progresif tertinggi.
pajaknya lebih tinggi mendapatkan 2. Laba dapat dialihkan kepada
keuntungan yang serendah-rendahnya. perusahaan yang masih berhak
menikmati kompensasi kerugian.
ILUSTRASI KASUS 1
MBR.Ltd yang berkedudukan di Jepang mempunyai anak perusahaan di
Malaysia, Hongkong dan Indonesia. Pada suatu saat, perusahaan Indonesia
mengimpor bahan dari MBR Ltd Jepang. Namun, faktur dari Jepang dikirim ke
Hongkong dan dari Hongkong dikirim ke Singapura. Dari Singapura inilah
dikeluarkan faktur ke Indonesia. Dari Jepang barang dihitung harga US$100,
dari Hongkong ke Singapura dihitung US$200 dan dari Singapura ke Indonesia
dihitung US$300. Di Indonesia dijual dengan US$400, sehingga laba
seluruhnya adalah sekurang-kurangnya US$300.

ARUS BARANG

$200

MBR Ltd MBR Ltd MBR Pte PT. MBR


$400 Konsumen
Japan HKG Ltd Sin Ind

$100 $300
PENJELASAN ILUSTRASI KASUS 1
1. Dengan transfer pricing, laba tersebut dialokasikan ke Jepang,
Hongkong, Singapura dan Indonesia, padahal barang dari Jepang
langsung dikirim ke Indonesia, hanya kertasnya yang mampir-
mampir.
2. Karena dianggap memakai jasa broker Trading House Singapura,
perusahaan Indonesia harus membayar komisi US$50. Atas modal
kerja untuk melaksanakan pembelian itu dibiayai dengan pinjaman
dari grup dengan bunga 15% atau US$45. Berarti laba perusahaan
Indonesia tinggal US$5. Kalau atas bahan tersebut diperlukan jasa
teknik dari induk di Jepang dengan biaya US$30 (10%), akhirnya
perusahaan Indonesia justru menderita rugi US$25
Dari contoh tersebut, akhirnya muncul keanehan (anomali), yaitu bahwa
grup untung sekurang-kurangnya US$300, yang diperoleh dari
penjualan barang yang dibeli oleh orang Indonesia, tetapi perusahaan
di Indonesia malah menderita rugi US$25. Indonesia tidak dapat
memungut PPh dari perusahaan yang merugi tersebut.
ILUSTRASI KASUS 2
MBR Corp yang berkedudukan di Amerika Serikat menjual produknya ke anak
perusahaan PT MBR Indonesia
Perusahaan Uraian Normal Opsi A1 Opsi A2 Normal Opsi B1
MBR Corp AS Penjualan 10.000 11.000 8.000 10.000 11.000
HPP 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000
Phsln Neto 4.000 5.000 2.000 4.000 5.000
PPh 20% 800 1.000 400
PPh 40 % 1.600 2.000

PT. MBR Ind Penjualan 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000


HPP 10.000 11.000 8.000 10.000 11.000
Phsln Neto 2.000 1.000 4.000 2.000 1.000
PPh 25% 500 250 1.000 500 250
Total Pajak 1.300 1.250 1.400 2.100 2.250
PENJELASAN ILUSTRASI KASUS 2
Berdasarkan Ilustrasi diatas :
 Jika tarif PPh Badan di AS < di Indonesia, harga
jual ke anak perusahaan diupayakan lebih
mahal (Opsi A1) agar penghematan pajak bisa
dioptimalkan.
 Jika tarif PPh Badan di AS > di Indonesia, harga
jual ke anak perusahaan diupayakan lebih
murah (Opsi B2) agar penghematan pajak bisa
dioptimalkan
TRANSFER PRICING RULES
Untuk mencegah penghindaran pajak melalui transfer pricing ini, OECD
merekomendasikan agar negara-negara mengadopsi transfer pricing
rules, yaitu memberikan kewenangan kepada negara untuk
mendistribusikan, membagikan, atau mengalokasikan gross income,
pengurang penghasilan, credits atau allowances, atau item lain yang
mempengaruhi Penghasilan Kena Pajak di antara Wajib Pajak-Wajib
Pajak yang mempunyai hubungan istimewa untuk menentukan
Penghasilan Kena Pajak yang sebenarnya dari tiap Wajib Pajak
tersebut.

Tujuan transfer pricing rules ini adalah untuk menempatkan Wajib Pajak-
Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa menjadi Wajib Pajak yang
independen sehingga harga-harga yang digunakan di antara Wajib Pajak-
Wajib Pajak tersebut dapat dipastikan kewajarannya (arm’s length).
TRANSFER PRICING RULES DI INDONESIA
Melalui UU PPh, Indonesia telah mengadopsi transfer
pricing rules. Dalam Pasal 18 (3) UU PPh diatur bahwa
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk :
1. Menentukan kembali besarnya penghasilan dan
pengurangan
2. Menentukan utang sebagai modal
3. Menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi
Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa
dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran
dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh
hubungan istimewa.
KONSEP HUBUNGAN ISTIMEWA
Sesuai dengan Pasal 18 (4) UU PPh, hubungan istimewa dianggap
ada apabila:
1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak
langsung paling rendah 25% pada Wajib Pajak lain, atau
hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah
25% pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan
antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih
Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik
langsung maupun tidak langsung;
3. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda
dalam garis keturunan lurus dan atau ke samping satu derajat.
HUBUNGAN ISTIMEWA = TRANSFER PRICING
Secara universal transaksi antar Wajib Pajak
yang mempunyai hubungan istimewa dikenal
dengan istilah transfer pricing

Transfer pricing dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan


penghasilan atau dasar pengenaan pajak dan/atau biaya dari
satu Wajib Pajak ke Wajib Pajak lainnya, yang dapat direkayasa
untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terhutang atas
Wajib Pajak-Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa
tersebut

Kekurangwajaran sebagaimana tersebut di atas dapat terjadi pada:


1. Harga penjualan;
2. Harga pembelian;
3. Alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost);
4. Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham (shareholder loan)
5. Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa manajemen,
imbalan atas jasa teknik dan imbalan atas jasa lainnya;
6. Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang mempunyai
hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar;
7. Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang/tidak mempunyai
substansi usaha (misalnya: dummy company, letter box company atau reinvoicing center)
METODE HARGA PASAR SEBANDING (COMPARABLE
UNCONTROLLED PRICE METHOD ATAU CUP);
Metode ini diterapkan dengan pembandingan harga transaksi
dari pihak yang ada hubungan istimewa tersebut dengan
harga transaksi barang sejenis dengan pihak yang tidak
mempunyai hubungan istimewa (pembanding independen).

Metode ini dapat digunakan dalam hal :


1. Terdapat penjualan/pembelian kepada pihak yang ada hubungan istimewa
2. Kepada pihak lain yang tidak ada hubungan istimewa;
3. Jenis produk sebagai objek transaksi relatif sama

Dalam membandingkan harga harus diperhatikan kondisi yang menyebabkan perbedaan harga
antara lain :
1. Pasar-pasar yang berbeda secara geografis;
2. Potongan harga dan potongan kuantitas (diskon dan rabat);
3. Kualitas barang;
4. Biaya transportasi;
5. Asuransi.
Perbedaan harga yang diakibatkan oleh faktor-faktor di atas harus dieliminasi untuk mendapatkan
pembebanan harga yang wajar, dengan demikian penyesuaikan dapat dilakukan seperlunya sesuai
dengan keadaan
ILUSTRASI KASUS
 PT Z menyerahkan penjualan barang X kepada
afiliasinya PT Y dengan harga franko tujuan
Rp 2.000.000
 PT Z menyerahkan penjualan barang X kepada pihak
ketiga PT. A dengan harga franko pabrik Rp 2.000.000.
Biaya pengangkutan dan asuransi Rp 100.000
Dengan demikian harga jual wajar barang X kepada PT Y
adalah Rp 2.000.000 + Rp 100.000 = Rp 2.100.000.
RESALE PRICE
Metode ini dapat dipergunakan dalam hal Wajib Pajak yang diperiksa
bergerak dalam bidang usaha perdagangan yaitu produk yang telah
dibeli dijual kembali (resale) kepada pihak lainnya. Harga yang
terjadi pada penjualan kembali tersebut dikurangi dengan laba kotor
(mark up) wajar (yang mencerminkan jumlah untuk menutup biaya-
biaya dan laba dari si penjual kembali) merupakan harga jual wajar.

Penentuan harga pasar wajar dengan metode harga jual minus dilakukan
dengan mengurangkan suatu mark up wajar dari harga jual barang yang sama
pada mata rantai berikutnya. Mark up wajar diperoleh dengan
membandingkannya dengan transaksi yang tidak ada hubungan istimewa.

Metode ini dapat dipakai dalam hal :


1. Tidak ada transaksi dengan pihak yang tidak ada hubungan istimewa yang dapat
digunakan sebagai pembanding, misalnya pada sistem pemasaran dengan keagenan
tunggal.
2. Terdapat data harga penjualan kembali barang yang tidak dipengaruhi hubungan
istimewa.
3. Tidak terdapat peroses perubahan barang yang menambah nilai.
4. Pihak pembeli dan penjual dalam hubungan istimewa tidak menambah harga yang besar
pengaruhnya terhadap nilai barang tersebut.
ILUSTRASI KASUS
 PT X menyerahkan barang kepada afiliasinya PT A dengan harga Rp
1.000.000. PT A menyerahkan barang yang sama kepada pihak ketiga PT D
(independen) dengan harga Rp 2.000.000.
 PT C pihak yang independen juga menyerahkan produk yang sama kepada
PT B (juga independen) dengan kenaikan harga jual (mark up) 20%.
 Dengan demikian, harga jual yang wajar dari PT X kepada PT A adalah Rp
2.000.000 – (20% x Rp 2.000.000) = Rp 1.600.000.
 Alokasi penghasilan kepada PT A adalah Rp 1.600.000 – Rp 1.000.000 =
Rp 600.000. Jadi, harga jual PT X terlalu rendah dari yang seharusnya
karena ada transfer pricing.

Dari contoh di atas, apabila PT X membebankan biaya jaminan terhadap PT A


sebesar Rp 100.000, harga penjualan wajar kepada PT A adalah Rp
1.600.000 – Rp 100.000 = Rp 1.500.000.
COST PLUS
Metode ini umumnya digunakan pada usaha pabrikasi yang
menjual produk kepada afiliasinya untuk diproses lebih lanjut.
Perhitungan harga wajar dengan metode ini dilakukan dengan
menambahkan tingkat laba kotor wajar kepada biaya produksi. Data
persentase laba kotor wajar dapat diperoleh dari :
1. Penjualan kepada pihak ketiga yang independen dari penjual
yang juga melakukan penjualan terhadap afiliasinya.
2. Penjualan oleh pihak-pihak yang independen.
3. Komisi yang diterima oleh suatu agen pembelian dalam hal
fungsi penjualan yang dilakukan oleh penjual adalah sama
dengan fungsi penjualan yang dilakukan oleh agen pembelian
tersebut.
4. Persentase laba kotor dari perusahaan sejenis.
COST PLUS
Hal-hal yang perlu diperhaitkan dalam penerapan metode harga pokok
plus adalah:
1. Alokasi biaya-biaya terhadap harga pokok :
2. Penentuan biaya langsung : diperhatikan tingkat efisiensi
pemakaian bahan langsung dan jam kerja langsung.
3. Penentuan biaya tidak langsung : diperhatikan tingkat efisiensi
bahan tidak langsung serta jam kerja tidak langsung.
4. pembebanan biaya-biaya tidak langsung lainnya dari unit-unit yang
berbeda terhadap produksi.
5. Penggunaan metode biaya langsung (direct costing) dalam
penentuan harga jual.
6. Penggunaan teknologi yang dapat menghemat bahan baku dan
jam kerja.
7. Permintaan harga dari pemesan.
ILUSTRASI KASUS
 PT X memproduksi barang dengan biaya Rp 50.000 dan
menyerahkan barang tersebut kepada afiliasinya (hubungan
istimewa) PT A dengan harga Rp 90.000.
 PT Y memproduksi barang sejenis dengan biaya sebesar Rp
60.000 dan menjualnya kepada PT B (tidak ada hubungan
istimewa) dengan harga Rp 100.000.
 Dari penjualan PT Y terlihat bahwa persentase laba kotor
dari biaya adalah sebesar 40 : 60 = 66,66 %
 Dengan cost-plus method, dapat diketahui bahwa harga
wajar penjualan PT X ke PT A adalah : Rp 50.000 + (66,66%
x Rp 50.000) = Rp 83.333. Jadi, bisa dianggap bahwa harga
beli PT A lebih mahal dari yang seharusnya dan dapat
dikoreksi biayanya oleh kantor pajak.
PROFIT SPLIT

Metode ini digunakan untuk menentukan laba


yang akan dibagi antara anggota grup dari
transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa.
Selanjutnya, laba tersebut dibagi antara
perusahaan yang mempunyai hubungan
istimewa dengan dasar pertimbangan ekonomis
sehingga pembagian itu mencerminkan laba
seandainya transaksi itu tidak dipengaruhi
hubungan istimewa.
ILUSTRASI KASUS
 X Sdn Bhd Malaysia memproduksi alat telekomunikasi,
mengembangkan microprocessor sendiri, dan memiliki
paten atas teknologinya tersebut.
 PT Y Indonesia merupakan anak perusahaan X Sdn Bhd dan
memproduksi mobile equipment dan mengembangkan
micropocessor serta teknologi sendiri. PT Y Ind merupakan
pemegang lisensi tunggal teknologi X Sdn Bhd.
 X Sdn Bhd membeli semua mobile equipment dari PT Y
Indonesia dan menjualnya kepada pihak ketiga.
 Keduanya sepakat sesuai kontrak bahwa atas produksinya
ditetapkan mark-up sebesar 10% dan atas distribusinya
ditetapkan mark-up 25%
PEMBAHASAN KASUS LANGKAH 1
PENENTUAN BASIC RETURN
TABEL 1 PENENTUAN BASIC RETURN 1
URAIAN PT. Y IND (USD) X SDN BHD (USD)
PENJUALAN 100.000 125.000
HPP (60.000) (100.000)
LABA KOTOR 40.000 25.000
BIAYA OPERASI (5.000) (15.000)
LABA OPERASI 35.000 10.000

TABEL 2 PENENTUAN HARGA TRANSFER DAN LABA KOTOR TANPA INTANGIBLES


URAIAN USD
PT. Y INDONESIA
HPP 60.000
MARK-UP (10%) 6.000
HARGA TRANSFER TANPA INTANGIBLES 66.000

X SDN BHD
PENJUALAN KE PIHAK KE-3 125.000
MARJIN PENJUALAN 25%
LABA KOTOR TANPA INTANGIBLES 31.250
PEMBAHASAN KASUS

TABEL 3 PENENTUAN BASIC RETURN 2


URAIAN PT. Y IND (USD) X SDN BHD (USD)

PENJUALAN 66.000
HPP (60.000)
LABA KOTOR 6.000 31.250
BIAYA OPERASI (5.000) (15.000)
LABA OPERASI 1.000 16.250

Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3 memberikan contoh penentuan basic return,


penentuan harga transfer, dan perhitungan basic return. Berdasarkan informasi
di Tabel 1, total laba operasi grup adalah USD 45.000. Berdasarkan hasil
perhitungan basic return Tabel 3, diperoleh laba operasi grup sebesar USD
17.250.
PEMBAHASAN KASUS LANGKAH 2
PEMBAGIAN RESIDUAL PROFIT

Residual profit grup adalah USD 45.000 – USD 17.250 = USD 27.750.
Di dalam perkembangan kedua perusahaan, ada dua beban yang dapat
dimasukkan untuk menentukan intangibles, yaitu biaya litbang dan
pemasaran.
Jika dimisalkan biaya litbang dan pemasaran yang dikeluarkan kedua
perusahaan adalah:
– PT Y Indonesia USD 3.000 (20%),
– X Sdn Bhd USD 12.000 (80%)
Pembagian residual profit menjadi
– PT Y Indonesia (20% x USD 27.750) USD 5.550
– X Sdn Bhd (80% x USD 27.750) USD 22.200
Dengan demikian, laba operasi masing-masing perusahaan setelah
penyesuaian, seperti terlihat pada Tabel 4, adalah:
– PT Y Indonesia USD 5.550 + USD 1.000 = USD 6.550
– X Sdn Bhd USD 16.250 + USD 22.200 = USD 38.450
PEMBAHASAN KASUS LANGKAH 2
PEMBAGIAN RESIDUAL PROFIT

Tabel 4 Perhitungan Laba Operasi Berdasarkan Metode Profit Split

URAIAN PT. Y IND (USD) X SDN BHD (USD)


PENJUALAN 71.550 125.000
HPP (60.000) (71.550)
LABA KOTOR 11.550 53.450
BIAYA OPERASI (5.000) (15.000)
LABA OPERASI 6.550 38.450
TRANSACTIONAL NET MARGIN (TNM)

Metode ini digunakan untuk menetapkan


persentase laba bersih yang didasarkan
atas perbandingan laba bersih terhadap
biaya-biaya, laba bersih penjualan atau laba
bersih terhadap aktiva yang diperoleh dari
transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak
yang mempunyai hubungan istimewa.
ILUSTRASI KASUS
Contoh penerapan metode TNM ini terlihat pada
Tabel 5 dan berikut penjelasannya.
 PT SC merupakan produsen alat-alat rumah
tangga yang menjual ke perusahaan grup di
Singapura (SingCo Pte Ltd) dan menggunakan
merk SingCo Pte Ltd. Dalam hal ini, SingCo Pte Ltd
hanya menjual produk PT SC.
 Berdasarkan analisis, terdapat PT MBR yang
menjual produk serupa dan memperoleh laba
operasi sebesar 10%. Untuk itu, harga transfer PT
SC berdasarkan metode TNM adalah:
PEMBAHASAN KASUS
Tabel 5 Penerapan Transactional Net Margin Method (TNMM)

URAIAN (USD)
HPP 5.000.000
BIAYA OPERASI 1.500.000
TOTAL BIAYA 6.500.000
NET MARK-UP (SESUAI PEMBANDING PT. MBR) 650.000
LABA OPERASI 7.150.000

Anda mungkin juga menyukai