Anda di halaman 1dari 46

KONSEP DASAR TRANSFER PRICING

By Agus Subagiyo,S.AP.,M.A
KONSEP DASAR TRANSFER PRICING
( Istilah lain Transfer Pricing adalah intracompany pricing,
intercorporate pricing dan interdivisional atau internal pricing )

HUBUNGAN ISTIMEWA, THE ARM’S LENGTH


PRINCIPLE, COMPARABILITY ANALYSIS,
TRANSFER PRICING METHOD, AND EXTERNAL
DATABASE
Referensi :

❑ Transfer Pricing : Suatu Tinjauan Akuntansi, Manajemen


dan Pajak
❑ S-153/PJ.04/2010, tanggal 31 Maret 2010 Perihal :
Panduan Pemeriksaan Kewajaran Transaksi Afiliasi
❑ Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 std
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-32/PJ/2011
APA ITU Transfer Pricing ?
 Transfer pricing merupakan transaksi barang dan jasa antara
beberapa divisi pada suatu kelompok usaha dengan harga
yang tidak wajar, bisa dengan menaikkan harga (mark-up)
atau menurunkan harga (mark-down), kebanyakan
dilakukan oleh perusahaan global (Multi-National Enterprise).
 Tujuannya :
Pertama, untuk mengakali jumlah profit sehingga pembayaran
pajak dan pembagian dividen menjadi rendah.
Kedua, menggelembungkan profit untuk memoles (window-
dressing) laporan keuangan. Negara dirugikan triliunan rupiah
karena praktek transfer pricing perusahaan asing di Indonesia.
(KONTAN, 20 Juni 2012)
 Ketiga : Mengamankan posisi kompetitif anak/cabang
perusahaan afiliasi dan penetrasi pasar, dalam usaha
mencapai kunggulan kompetitif
 Keempat : Sebagai Sarana mengendalikan Cash flow
anak/cabang perusahaan afiliasi.
 Kelima : sebagai alat untuk mengendalikan risiko nilai tukar
mata uang asing(pengendalian devisa)dalam usaha
mengurangi resiko moneter
 Keenam : Memantau kinerja anak perusahaan asing dan
sebagai cara untuk mencapai sinkronisasi tujuan antar
manager anak perusahaan dan perusahaan induk
 Ketujuh : Mentransmisikan data keuangan diantara
departemen2 / devisi perusahaan pada menggunakan
barang dan jasa satu sama lain
Definisi Transfer Pricing ?
 Definisi Transfer Pricing dari sisi perpajakan adalah
penetapan harga untuk tujuan intra perusahaan yang
terjadi pada perusahaan afiliasi. (Willey, 2004:3)
 Sedangkan transaksi afiliasi adalah transaksi antar pihak
yang memiliki hubungan istimewa.
 Transfer pricing didefenisikan sebagai suatu harga jual khusus
yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk
mencatat pendapatan unit penjual (selling division) dan unit
divisi pembeli (buying divison) dalam group perusahaan
yang sama. (Henry Simamora, 1999:272)
Transfer Pricing ?

 Harga yang diperhitungkan untuk keperluan pengendalian


managemen atas transfer barang dan jasa antar pusat
responbilitas “profit” atau “cost” (Tsurumi,1984).
 Penentuan harga antara beberapa entitas yang secara
hukum pemiliknya bisa sama ataupun berbeda
(Wisselink,1979).
 Suatu rekayasa manipulasi harga secara sistematis dengan
maksud mengurangi laba artifisial, mengupayakan agar
perusahaan “ rugi “, serta menghindari pajak atau bea di
suatu negara (Plassachaert,1979).
What is Transfer Pricing

❑ Determining transfer pricing in the absence of market forces makes it possible for MNE to report
incorrect amount of taxable income.(Menentukan harga transfer tanpa adanya kekuatan pasar memungkinkan MNE melaporkan jumlah penghasilan
kena pajak yang salah.)

❑ This has led to the rise of transfer pricing regulations which prevent MNE for setting any arbitrary
price between related parties.(Ini telah menyebabkan munculnya peraturan transfer pricing yang mencegah MNE untuk menetapkan harga
sewenang-wenang di antara pihak terkait.
Kapan Transfer Pricing mulai ?
Tabel :
Praktik Transfer Pricing pada Perusahaan Multinasional
Perusahaan Induk Anak Perusahaan Anak Perusahaan di
di Belgia di Puerto Rico Amerika
(Tax Rate 42%) (Tax Rate 0%) (Tax Rate 35%)

Penjualan $ 100 $ 200 $ 100


Harga Pokok Penjualan $ 100 $ 100 $ 100
Laba $ 0 $ 100 $ 0

Tarif Pajak 42% 0% 35%

$ 0 $ 0 $ 0
Pajak Terutang

Negara yang mengenakan tarif pajak rendah : British Virgin Island, Channel Island, Swiss,
Hongkong.
Negara yang tidak mengenakan pajak sama sekali : Bahama, Bahrain, Bermuda, Cayman
Island, Monaco, Nauru, Turki
Tax Haven Country adalah negara yang mengenakan tarif pajak rendah atau sama sekali
tidak mengenakan pajak
Ilustrasi berikut ini adalah praktik transfer pricing.
 Sebuah perusahaan otomotif PT.X memproduksi mobil dengan biaya Rp.700 dan
menjualnya ke PT.Y (perusahaan afiliasi) di luar negeri seharga Rp.725. PT.Y ini
hanya dummy yang berada di negara berpajak rendah (tax haven country). Dari
PT.Y, mobil dijual ke PT.Z (non-afiliasi) dengan harga Rp.1.000 Karena PT.Y tidak
memiliki usaha riil, sebenarnya yang terjadi adalah penjualan mobil dari PT.X
kepada PT.Z
 Profit PT.X yang dilaporkan dalam SPT adalah Rp atau Rp.25 per mobil. Seharusnya
profit PT.X adalah Rp = Rp.300. Selisih harga jual ini merupakan bentuk TP berupa
mark-down. Negara rugi karena seharusnya pajak dikenakan atas profit sebesar
Rp.300 per mobil. Di sisi lain, pemegang saham minoritas juga rugi karena
penjualan perusahaan menjadi lebih rendah sehingga profit lebih kecil.

 "Transfer pricing merupakan praktek menjual produk ke perusahaan afiliasi


dengan harga dibawah standar harga pasar. Tapi kemudian produk itu dijual lagi
ke pasar sesuai harga pasaran." (Pendapat konsultan pajak)
Model transfer pricing lainnya dengan membayar
royalti ke induk usaha.
Contoh :
 PT. AREMA di Indonesia, selaku anak usaha RM Ltd, mendapat lisensi
untuk menjualan produk RM Ltd. Selain itu RM Ltd juga memberi lisensi ke
perusahaan non afiliasi di Indonesia, yaitu PT. MU
 Atas omset tahunan, PT. AREMA membayar royalti ke RM Ltd sebesar
Rp.10 milyar. Dengan jumlah omset yang hampir sama, PT. MU hanya
membayar royalti ke RM Ltd sebesar Rp.2,5 milyar.
 Atas perbedaan pembayaran royalti tersebut, perlu ada penelitian lanjut,
kemungkinan pembayaran royalti PT. AREMA adalah pembayaran dividen
terselubung ke RM Limited selaku pemegang saham. Hubungan Istimewa VS
Kewajaran dan Kelaziman Usaha

Hubungan Istimewa VS Kewajaran dan Kelaziman Usaha


1.Kekurang wajaran harga penjualan
 Contoh:
PT A memiliki 25% saham PT B. Atas penyerahan barang PT A ke PT B, PT A
membebankan harga jual Rp.160,- per unit, berbeda dengan harga yg
diperhitungkan atas penyerahan barang yang sama kepada PT X (tisdak ada
hubungan istimewa) yaitu Rp.200,- per unit.
Perlakuan Perpajakannya :
Harga yang wajar adalah Rp.200,- per unit, harga ini dipakai sebagai dasar
perhitungan penghasilan kena pajak
Kalau PT A adalah PKP ,ia harus menyetor kekurangan PPN,nya(dan PPnBM
kalau terutang)
Atas kekurangan tersebut dapat diterbitkan SKP dan PT A tidak boleh
menerbitkan Faktur Pajak atas kekurangan tersebut sehingga tidak
merupakan kredit pajak bagi PT B
2.Kekurang wajaran harga pembelian
 Contoh:

H Ltd Hongkong memiliki 25% saham PT B. PT B mengimport barang produksi H


Ltd dengan harga Rp.3000,- per unit, Produk tersebut dijual kembali kepada PT
Y (tisdak ada hubungan istimewa) dengan harga Rp.3.500,- per unit.

Perlakuan Perpajakannya :

Pertama dicari harga pasar sebanding ,Laba yang wajar dioperoleh adalah
Rp.750,- , harga yang wajar untuk perpajakan atas pembelian barang dari H
Ltd di Hongkong adalah Rp.2.750 (Rp.3.500 – Rp.750) harga ini merupakan
dasar perhitungan HPP PT.B dan selisih Rp.250,- antara pembayaran utang ke
H Ltd di Hongkong dengan Harga Pokok yang seharusnya diperhitungkan di
anggap sebagai pembayaran deviden terselubung.
3.Kekurang wajaran alokasi biaya
administrasi dan umum (overhead cost)
 Contoh:

Pusat Perusahaan(Head Office) diluar negeri dari BUT di Indonesia sering


mengalokasikan biaya administrasi dan Umum (Overhead cost) kepada BUT
tersebut, Biaya yang dialokasikan antara lain :

a. Biaya training karyawan BUT di Indonesia yang diselenggarakan oleh


Kantor Pusat di Luar Negeri

b. Biaya perjalanan dinas direksi kantor pusat tersebut ke masing masing BUT

c. Biaya administrasi/managemen lainnya dari kantor pusat yang merupakan


biaya penyelenggaraan perusahaan

d. Biaya Riset dan pengembangan yang dikeluarkan oleh kantor pusat


 Perlakuan Perpajakan :

Alokasi biaya biaya tersebut diatas diperbolehkan sepanjang sebanding


dengan manfaat yang diperoleh masing masing BUT dan bukan merupakan
Duplikasi Biaya. Dalam Hal Berlaku P3B maka pengalokasian biaya kantor
pusat kepada BUT adalah seperti yang diatur dalam perjanjian tersebut.
4.Kekurang wajaran Pembebanan Bunga
atas pemberian Pinjaman oleh pemegang
saham
 Contoh:

H Ltd Hongkong memiliki 80% saham PT C. Dengan Modal yang belum di setor
sebesar Rp.200 Juta, H Ltd juga memberikan pinjaman sebesar Rp.500 juta
dengan bunga 25% ATAU Rp.125 juta setahun.tingkat bunga setempat yang
berlaku adalah 20%.

Perlakuan Perpajakannya :

a) Penentuan kembali jumlah utang PT C , pinjaman Rp.200 juta dianggap


sebagai penyetoran modal terselubung,sehingga besarnya utang PT C
yang dapat diakui adalah sebesar Rp.300 juta(Rp.500 juta – Rp.Rp.200 juta)
4.Kekurang wajaran Pembebanan Bunga
atas pemberian Pinjaman oleh pemegang
saham
b) Perhitungan Pajak Penghasialan bagi PT C pengurangan biaya bunga
yang dapat dibebankan adalah Rp.60 juta (20% X Rp.300 juta) , yang berati
koreksi posotif penghasilan kena pajak, selisih Rp.65 juta (Rp.125 juta – Rp.60
juta) dianggap sebagai pembayaran deviden keluar negeri yang dikenakan
pajak penghasilan pasal 26 sebesar 20% atau tarif sesuai dengan P3B yang
berlaku
5.Kekurang wajaran Pembayaran komisi, lisensi,
franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa
manajemen, imbalan jasa teknik, dan imbalan
jasa lainnya
 kasus pembayaran lisensi,franchise dan royalti :
Contoh

H Ltd Hongkong memiliki 80% saham PT C. Dengan Modal yang belum di setor
sebesar Rp.200 Juta, H Ltd juga memberikan pinjaman sebesar Rp.500 juta dengan
bunga 25% ATAU Rp.125 juta setahun.tingkat bunga setempat yang berlaku
adalah 20%.

Perlakuan Perpajakannya :

a) Penentuan kembali jumlah utang PT C , pinjaman Rp.200 juta dianggap


sebagai penyetoran modal terselubung,sehingga besarnya utang PT C yang
dapat diakui adalah sebesar Rp.300 juta(Rp.500 juta – Rp.Rp.200 juta)
6.Pembelian harta perusahaan oleh pemegang
saham atau pihak yang mempunyai hubungan
istimewadengan harga yang lebih rendah dari
harga pasar
 kasus pembayaran lisensi,franchise dan royalti :
Contoh

H Ltd Hongkong memiliki 80% saham PT C. Dengan Modal yang belum di setor
sebesar Rp.200 Juta, H Ltd juga memberikan pinjaman sebesar Rp.500 juta dengan
bunga 25% ATAU Rp.125 juta setahun.tingkat bunga setempat yang berlaku
adalah 20%.

Perlakuan Perpajakannya :

a) Penentuan kembali jumlah utang PT C , pinjaman Rp.200 juta dianggap


sebagai penyetoran modal terselubung,sehingga besarnya utang PT C yang
dapat diakui adalah sebesar Rp.300 juta(Rp.500 juta – Rp.Rp.200 juta)
HUBUNGAN ISTIMEWA (Associated Enterprise)
 Hubungan Istimewa adalah hubungan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008.

 Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 8 tahun 1983 sebagaimanan


telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 42
tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM.
Pengertian HUBUNGAN ISTIMEWA
(Associated Enterprise) menurut PSAK
 Pihak Pihak yg mempunyai hubungan istimewa adalah: bila satu pihak
mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pihak lain atau
mempunyai pengaruh yg signifikan atas pihak lain dalam mengambil
keputusan keuangan dan operasional.
 Transaksi antara pihak yg mempunyai hubungan istimewa adalah suatu
pengalihan sumber daya/kewajiban antara pihak yg mempunyai
hubungan istimewa tanpa menghiraukan apakah suatu harga
diperhitungkan.
Pengertian HUBUNGAN ISTIMEWA
(Associated Enterprise) menurut PSAK
 Pengendalian adalah : kepemilikan langsungmelalui anak perusahaan
dengan lebih dari setengah hak suara dari suatu perusahaan atau
kepentingan subtansional dlm hak suara dan kekuasaan untuk
mengarahkan kebijakan keuangan dan operasi manajemen
perusahaan berdasarkan anggaran dasar/perjanjian

 Pengaruh signifikan adalah : Penyertaan dalm pengambilan keputusan


kebijakan keuangan dan operasi suatu perusahaan tetapi tidak
mengendalikan kebijakan itu.
Contoh : perwakilan dalam dewan komisaris atau penyertaan dlm
proses perumusan kebijakan, transaksi antar perusahaan yang
material,pertukaran karyawan manajerial
Pihak-pihak yang mempunyai
HUBUNGAN ISTIMEWA
1) Perusahaan yg melalui satuatau lebih perantara, mengendalikan /
dikendalikan oleh, atau dibawah pengendalian bersama (termasuk
Holding Company, Subsidiaries dan Follow subsidiaries )
2) Perusahaan Asosiasi (Associated Company)
3) Perorangan yg memiliki baik secara langsung maupun tidak langsung
yang mempunyai pengaruh signifikan
4) Karyawan kunci yaitu orang2 yg mempunyai wewenang dan
tanggung jawab merencanakan, memimpin dan mengendalikan
kegiatan perusahaan
5) Perusahaan yg secara subtansional dalm hak suara dimiliki baik secara
langsung maupun tidak langsung oleh sstiaporang yg diuraikan dalam
butir 3 dan 4
Yang tidak dianggap sebagai Pihak-pihak
yang mempunyai HUBUNGAN ISTIMEWA
1) Penyandang Dana
2) Serikat Dagang
3) Perusahaan pelayanan umum 9Publik Utilities)
4) Departemen dan instansi pemerintah
5) Satu satunya pelanggan,pemasok,pemegang hak Franchise,
distributor atau perwakilan/agen umum dengan siapa suatu
perusahaan mengadakan suatu transaksi usaha dengan volume yg
signifikan,semata mata ketergantungan ekonomis yg diakibatkan oleh
keadaan
Pengertian HUBUNGAN ISTIMEWA menurut :
UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 18 ayat (4) :

 “Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada pasal 18 ayat (3)


sampai dengan ayat (3d), pasal 9 ayat (1) huruf f dan pasal 10 ayat (1)
dianggap ada apabila :
a. Wajib pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung
paling rendah 25% pada wajib pajak lain; hubungan antara wajib pajak
dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua wajib pajak atau lebih;
atau hubungan diantaradua wajib pajak atau lebih yang disebut terakhir.
b. Wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya atau dua atau lebih wajib
pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun
tidak langsung; atau
c. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.”
Penyertaan secara langsung :

PT A Memiliki 50% saham PT B. Kepemilikan saham PT


B oleh PT A merupakan penyertaan modal secara
langsung sebesar lebih dari 25%. Dalam hal ini
dianggap ada hubungan istimewa antara PT A dan
PT B
Contoh:
PT X

Saham 55%

PT Y

Saham 50%

PT Z
Penyertaan secara Tidak langsung :

PT A Memiliki 50% saham PT B, dan PT B memliki 50%


saham PT C, maka PT A sebagai pemegang saham
PT B secara tidak langsung memiliki penyertaan
modal secara tidak langsung sebesar 25%. Dalam hal
ini ada hubungan istimewa antara PT A,PT B dan PT
C.
Hubungan Kepemilikan bisa terjadi antara OP dan
Badan
Contoh:
PT X

Saham 55%

PT Y

Saham 50%

PT Z
Contoh:
PT X

Saham 55%

PT Y

Saham 50%

PT Z
HUBUNGAN ISTIMEWA
UU PPN dan PPnBM Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 8 tahun 1983 sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 :

“Hubungan istimewa dianggap apabila:


a. Pengusaha mempunyai penyertaan langsung atau tidak langsung
sebesar 25 % atau lebih pada pengusaha lain atau lebih pada
pengusaha lain, atau hubungan antara pengusaha dengan
penyertaan 25% atau lebih, demikian pula hubungan antara dua
pengusaha atau lebih yang disebut terakhir.
b. Pengusaha menguasai pengusaha lainnya atau lebih pengusaha
berada di bawah penguasaan. Penguasaan yang sama baik langsung
maupun tidak langsung; atau
c. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam
garis keturunan lurus satu derajat dan/atau kesamping satu derajat.”
Pasal 18 ayat (4) (a) UU Pajak Penghasilan

Penjelasan - Hubungan Istimewa


Pasal 18 ayat (4) (b) UU Pajak Penghasilan

 Hubungan antara dua atau lebih Wajib Pajak yang berada di bawah
pemilikan atau penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak
langsung.
 Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena
penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi walaupun
tidak terdapat hubungan kepemilikan.
 Hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan
berada di bawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan di
antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan yang
sama tersebut.
Pasal 18 ayat (4) (b) UU Pajak Penghasilan

A, B dan C merupakan pihak-pihak yang saling mempunyai hubungan


istimewa, meskipun kepemilikan saham A pada B hanya 20%
Article 9 (1) Tax Treaty
❑ Paragraph 1 of Article 9 of the UN Model Tax Convention
provides specific definition of related parties, that is :

❑ an enterprise of a Contracting State participates directly or


indirectly in the management, control or capital of an
enterprise of the other Contracting State, or
❑ the same persons participate directly or indirectly in the
management, control or capital of an enterprise of a
Contracting State and an enterprise of the other
Contracting State,
HUBUNGAN ISTIMEWA
Art. 9 OECD Model mengatur hubungan istimewa dalam konteks
Transfer Pricing sebagai berikut :

a. Perusahaan X di Negara A “berpartisipasi (participate) baik secara


langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengendalian
atau kepemilikan modal” dari perusahaan Y di Negara B;
b. Pihak yang sama (bisa berbentuk orang pribadi maupun perusahaan)
‘‘berpartisipasi (participate) baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam manajemen, pengendalian atau kepemilikan saham”
dari perusahaan X di Negara A dan perusahaan Y di Negara B.

OECD = Organization Of Economic Coorporation and Development


Pengertian Pengendalian
 “Pengendalian” manajemen baik secara langsung maupun tidak langsung, dan
pengendalian atas perusahaan melalui kepemilikan saham” menurut David
Grecian dalam kongres International Fiscal Assosiation menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan pengendalian antara lain adalah :
I. Mempunyai kewenangan untuk membuat keputusan yang terkait dengan
kebijakan keuangan dan operasi dari suatu perusahaan;
II. Mempunyai pengaruh untuk menentukan besarnya harga yang ditetapkan

Jadi berpartisipasi dalam suatu manajemen adalah ikut terlibat dalam pembuatan
keputusan atas kegiatan operasi suatu perusahaan.
Adapun yang dimaksud dengan manajemen adalah bisa level direktur maupun
level manajer.
HUBUNGAN ISTIMEWA
Pasal 18 ayat (4) (c) UU Pajak Penghasilan
terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam
garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
 Yang dimaksud dengan "hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat" adalah ayah, ibu, dan anak.
 sedangkan "hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan ke
samping satu derajat" adalah saudara.
 Dan "keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat" adalah
mertua dan anak tiri. Sedangkan yang dimaksud "hubungan keluarga
semenda dalam garis keturunan ke samping satu derajat" adalah ipar.
ARM’S LENGTH PRINCIPLE
Pasal 18 ayat (3) UU PPh:

 Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali


besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan
utang sebagai modal untuk menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai
hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai
dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak
dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
ARM’S LENGTH PRINCIPLE
Penjelasan Pasal 18 ayat (3) UU PPh:
 Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya
penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa.
Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan
dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari
yang seharusnya.
 Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan
kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan
seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan
istimewa.
 Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut
digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen
(comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali
(resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method), atau metode
lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba
bersih transaksional (transactional net margin method).
ARM’S LENGTH PRINCIPLE
Penjelasan Pasal 18 ayat (3) UU PPh:

 Demikian pula kemungkinan terdapat penyertaan modal secara terselubung,


dengan menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai utang maka Direktur
Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal
perusahaan. Penentuan tersebut dapat dilakukan, misalnya melalui indikasi
mengenai perbandingan antara modal dan utang yang lazim terjadi di antara para
pihak yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa atau berdasar data atau
indikasi lainnya. Dengan demikian, bunga yang dibayarkan sehubungan dengan
utang yang dianggap sebagai penyertaan modal itu tidak diperbolehkan untuk
dikurangkan, sedangkan bagi pemegang saham yang menerima atau memperoleh
bunga tersebut dianggap sebagai dividen yang dikenai pajak.
ARM’S LENGTH PRINCIPLE
Pasal 2 PER-43/PJ/2010 Ayat (1) dan (2) menyatakan :
 bahwa transaksi yang dilakukan Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa yang dapat mengakibatkan pelaporan jumlah
penghasilan dan pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena
Pajak bagi Wajib Pajak tidak sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman
Usaha (Arm’s Length Principle) meliputi antara lain :
a. penjualan, pengalihan, pembelian atau perolehan barang berwujud maupun
tidak berwujud;
b. sewa, royalti, atau imbalan lain yang timbul akibat penyediaan atau
pemanfaatan harta berwujud maupun tidak berwujud;
c. Penghasilan atau pengeluaran sehubungan dengan penyerahan atau
pemanfaatan jasa; Penyerahan atau perolehan harta dalam bentuk instrumen
keuangan, dan penghasilan atau pengeluaran yang timbul akibat penyerahan
atau perolehan harta dalam bentuk instrumen keuangan dimaksud.
ARM’S LENGTH PRINCIPLE
Pasal 1 butir 6 PER-43/PJ/2010 menjelaskan:
 Prinsip Kewajaran dan kelaziman Usaha (arm’s length principle/ALP)
merupakan prinsip yang mengatur bahwa apabila kondisi dalam transaksi
yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan istimewa

 sama atau sebanding dengan kondisi dalam dalam transaksi yang dilakukan
antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi
pembanding,

 maka harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang
harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding.
TUGAS KULIAH KE : 13

1) Carilah Peraturan Pajak tentang TRANSFER


PRICING DOCUMENT = PMK NO: 213/ PMK.03 /
2016 (termasuk slide PMK 213 dari DJP).
Pelajari dengan teliti dan dipahami.

2) Buatlah ringkasan atas artikel tersebut.

3)Anda diminta memberikan pendapat, mengapa


Direktorat Jendral Pajak perlu mengadakan
Transfer Pricing Document (TP Doc) ???
TERIMAKASIH

“Kesabaran,Ketenangan,Ketelitian,ketekunan &
keuletan adalah kunci keberhasilan....”

Anda mungkin juga menyukai