Anda di halaman 1dari 206

KAIDAH NOTARIS

INDONESIA
(KNI)
1. SALAH SATU TUGAS JABATAN NOTARIS
YAITU MEMFORMULASIKAN
KEINGINAN/TINDAKAN
PENGHADAP/PARA PENGHADAP
KEDALAM BENTUK AKTA OTENTIK SESUAI
ATURAN HUKUM YANG BERLAKU.
2. NOTARIS DALAM MENJALANKAN TUGAS
JABATANNYA SESUAI KEWENANGAN YANG DIBERIKAN
BERDASARKAN UUJN/PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN LAINNYA HANYA
MENGKONSTANTIR/MEMBUAT AKTA ATAS
KEINGINAN/KEHENDAK PARA PENGHADAP YANG
BERDASARKAN BUKTI/KETERANGAN YANG
DIBERIKAN/DISAMPAIKAN KEPADA NOTARIS,
KEMUDIAN NOTARIS MEMFORMULASIKANNYA KE
DALAM BENTUK AKTA SESUAI PASAL 38 UU N0 2 TH
2014
3. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK
MEMPUNYAI KEKUATAN PEMBUKTIAN YANG
SEMPURNA, SEHINGGA JIKA ADA
ORANG/PIHAK YANG MENILAI ATAU
MENYATAKAN BAHWA AKTA TERSEBUT TIDAK
BENAR, MAKA ORANG/PIHAK YANG MENILAI
ATAU MENYATAKAN TERSEBUT WAJIB
MEMBUKTIKAN PENILAIAN ATAU
PERNYATAANNYA SESUAI ATURAN HUKUM.
4. MENGHUKUM NOTARIS DENGAN
HUKUMAN (PIDANA) APAPUN TIDAK BISA
MEMBATALKAN AKTA NOTARIS, KARENA
AKTA NOTARIS BUKAN PERBUATAN
NOTARIS, TAPI PERBUATAN PARA
PENGHADAP YANG DIBUAT DI HADAPAN
ATAU OLEH NOTARIS.
5. JUDEX FACTIE DALAM AMAR PUTUSANNYA MEMBATALKAN
AKTA NOTARIS, HAL INI ADALAH TIDAK DAPAT DIBENARKAN,
KARENA NOTARIS FUNGSINYA HANYA
MENCATATKAN/MENULISKAN APA-APA YANG DIKEHENDAKI
DAN DIKEMUKAKAN OLEH PARA PIHAK YANG MENGHADAP
NOTARIS TERSEBUT. TIDAK ADA KEWAJIBAN BAGI NOTARIS
UNTUK MENYELIDIKI SECARA MATERIL APA-APA (HAL-HAL)
YANG DIKEMUKAKAN OLEH PENGHADAP DI HADAPAN NOTARIS
TERSEBUT
(PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR :
702K/SIP/1973, 5 SEPTEMBER 1973).
6. AKTA OTENTIK, MENURUT KETENTUAN
EX PASAL 165 HIR JO PASAL 265 RBG JO PASAL 1868 BW MERUPAKAN BUKTI
YANG SEMPURNA BAGI KEDUA BELAH PIHAK, PARA AHLI WARISNYA DAN
ORANG YANG MENDAPAT HAK DARINYA.
AKTA OTENTIK INI MASIH DAPAT DILUMPUHKAN OLEH BUKTI LAWAN.
DISAMPING ADANYA BUKTI OTENTIK, HAKIM SEHARUSNYA
MEMPERHATIKAN DAN MENELITI PULA BUKTI LAWAN, BERUPA SURAT DI
BAWAH TANGAN DAN TIDAK BEGITU SAJA MENGENYAMPINGKAN DAN
TIDAK MEMBERIKAN PENILAIANNYA TENTANG DAPAT TIDAKNYA
MELUMPUHKAN BUKTI OTENTIK YANG ADA. ADANYA BUKTI AKTA OTENTIK
BUKANLAH SATU-SATUNYA KEHARUSAN UNTUK SUATU FAKTA HUKUM
(PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR : 3199K/PDT/1992,
27 OKTOBER 1994).
7. NOTARIS BUKAN SEBAGAI PIHAK
DALAM AKTA. NOTARIS HANYA
MEMFORMULASIKAN KEINGINAN
PARA PIHAK AGAR TINDAKKANNYA
DITUANGKAN KEDALAM BENTUK AKTA
OTENTIK ATAU AKTA NOTARIS.
.
8. KEINGINAN ATAU NIAT UNTUK
MEMBUAT AKTA TERTENTU TIDAK
AKAN PERNAH BERASAL DARI
NOTARIS, TAPI SUDAH PASTI
BERASAL KEINGINAN PARA PIHAK
SENDIRI.
9. Dalam Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia nomor : 1642
K/Pdt/2005, bahwa dalam gugatan
perdata Notaris seringkali diikutkan
sebagai Tergugat untuk memenuhi
gugatan perdata, karena ketidaklengkapan
pihak Tergugat berakibat error in persona,
yang berakibat gugatan tidak diterima.
10. Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia nomor :
702 K/Sip/1973, tanggal 5 September
1973, bahwa akta otentik yang dibuat
oleh Notaris sebagai akta pihak, jika
apara pihak yang membuat akta
bersengketa, maka Notaris tidak bisa
dihukum
11. MESKIPUN AKTA NOTARIS TELAH DINYATAKAN
TIDAK MENGIKAT OLEH PUTUSAN PENGADILAN YANG
TELAH MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM YANG TETAP
ATAU TELAH DIBATALKAN OLEH PARA PIHAK SENDIRI,
MAKA KEPADA NOTARIS YANG BERSANGKUTAN ATAU
KEPADA PEMEGANG PROTOKOLNYA MASIH TETAP
BERKEWAJIBAN UNTUK MENGELUARKAN SALINANNYA
ATAS PERMINTAAN PARA PIHAK ATAU PENGHADAP
ATAU PARA AHLI WARISNYA..
12. BAHWA NOTARIS MEMPUNYAI KEWENANGAN UNTUK
MELAKSANAKAN TUGAS JABATANNYA, SELAMA KEWENANGAN
TERSEBUT MELEKAT PADA DIRINYA. KEWENANGAN TERSEBUT
BERAKHIR, JIKA NOTARIS YANG BERSANGKUTAN CUTI (BERAKHIR
SEMENTARA) ATAU PENSIUN ATAU BERHENTI SEBAGAI NOTARIS.
DAN BATAS PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS SELAMA-
SEPANJANG NOTARIS MEMPUNYAI KEWENANGAN. NOTARIS YANG
SEDANG CUTI, PENSIUN ATAU TELAH BERHENTI TIDAK DAPAT
DIMINTAI LAGI PERTANGGUNGJAWABANNYA, KARENA SUDAH
TIDAK ADA KEWENANGAN LAGI PADA DIRINYA.
PEKERJAAN
DAN FUNGSI
NOTARIS
14
A. PENGERTIAN NOTARIS
Pasal 1 angka 1 UU 2/2014 :
Notaris adalah pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta
autentik dan memiliki kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini atau berdasarkan
peraturan perundang-undangan
lainnya.

15
Pasal 1 angka 2 UU N0 2/2014 :

Pejabat Sementara Notaris


adalah seorang yang untuk
sementara menjabat sebagai
Notaris untuk menjalankan
jabatan dari Notaris yang
meninggal dunia.
16
Pasal 1 angka 3 UU NO 2/2014 :
Notaris Pengganti adalah seorang yang
untuk sementara diangkat sebagai
Notaris untuk menggantikan Notaris
yang sedang cuti, sakit, atau untuk
sementara berhalangan
menjalankan jabatannya sebagai
Notaris

17
Pasal 15 ayat (1) UU N0 2/2014 :
Notaris berwenang membuat Akta autentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
penetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki
oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam
Akta autentik, menjamin kepastian tanggal
pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan
grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain
atau orang lain yang ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan .

18
Pasal 15 ayat (3) UU N0 2/2014 :
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Notaris berwenang pula:
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat Akta risalah lelang.

19
Penjelasan Pasal 15 ayat (2) huruf g
UU No 2/2014 :
• Ketentuan ini dimaksudkan bahwa
pengangkatan Notaris menjadi
Pejabat Lelang Kelas II, diangkat oleh
menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang
keuangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan.
20
Penjelasan Pasal 15 ayat (3) UU NO 2/2014 :
Yang dimaksud dengan “kewenangan
lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan”, antara lain,
kewenangan mensertifikasi transaksi
yang dilakukan secara elektronik
(cyber notary), membuat Akta ikrar
wakaf, dan hipotek pesawat
terbang.
21
Pasal 15 ayat (3) UU N0 2/2014 :

Selain kewenangan sebagai-


mana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), Notaris
mempunyai kewenangan lain
yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
22
KEWENANGAN NOTARIS TERSEBUT DALAM
PASAL 15 AYAT (1) - AYAT (3) UU N0 2/2014
DAPAT DIBAGI MENJADI :
(A) KEWENANGAN UMUM NOTARIS.
(B) KEWENGAN KHUSUS NOTARIS.
(C) KEWENANGAN NOTARIS YANG
DIATUR DALAM PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN.

23
A. KEWENANGAN UMUM NOTARIS.
PASAL 15 AYAT (1) UU NO 2/2014 :
MENEGASKAN BAHWA SALAH SATU
KEWENANGAN NOTARIS, YAITU
MEMBUAT AKTA SECARA UMUM,
HAL INI DISEBUT SEBAGAI
KEWENANGAN UMUM NOTARIS,
DENGAN BATASAN SEPANJANG :

24
• TIDAK DIKECUALIKAN KEPADA PEJABAT LAIN YANG
DITETAPKAN OLEH UNDANG-UNDANG.
• MENYANGKUT AKTA YANG HARUS DIBUAT ATAU
BERWENANG MEMBUAT AKTA OTENTIK MENGENAI
SEMUA PERBUATAN, PERJANJIAN, DAN KETETAPAN
YANG DIHARUSKAN OLEH ATURAN HUKUM ATAU
DIKEHENDAKI OLEH YANG BERSANGKUTAN.
• MENGENAI SUBJEK HUKUM (ORANG ATAU BADAN
HUKUM) UNTUK KEPENTINGAN SIAPA AKTA ITU
DIBUAT ATAU DIKEHENDAKI OLEH YANG
BERKEPENTINGAN.

25
B. KEWENANGAN KHUSUS
NOTARIS.
PASAL 15 AYAT (2) UU NO
2/2014 MENGATUR
MENGENAI KEWENANGAN
KHUSUS NOTARIS UNTUK
MELAKUKAN TINDAKAN
HUKUM TERTENTU 26
C. KEWENANGAN NOTARIS YANG
AKAN DITENTUKAN KEMUDIAN.
PASAL 15 AYAT (3) UU N0
2/2014 MERUPAKAN
WEWENANG YANG DIATUR
DALAM PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
27
KESIMPULAN :
• NOTARIS ITU ADALAH PEJABAT UMUM.
• YANG SATU-SATUNYA BERWENANG UNTUK MEMBUAT AKTA
OTENTIK.
• MENGENAI SEMUA PERBUATAN, PERJANJIAN DAN KETETAPAN
YANG DIHARUSKAN OLEH SUATU PERATURAN UMUM ATAU
DIKEHENDAKI OLEH YANG BERKEPENTINGAN AGAR
DINYATAKAN DALAM AKTA OTENTIK.
• MENJAMIN KEPASTIAN TANGGALNYA.
• MENYIMPAN AKTANYA.
• MEMBERIKAN GROSSE, SALINAN DAN KUTIPANNYA.
• KESEMUANYA ITU JIKA (SEBEGITU JAUH) PEMBUATAN AKTA ITU
OLEH PERATURAN UMUM TIDAK PULA DITUGASKAN/
DIKECUALIKAN KEPADA PEJABAT UMUM LAINNYA.

28
NOTARIS ADALAH PEJABAT
UMUM, KARENA IA DIANGKAT
/DIBERHENTIKAN OLEH
PEMERINTAH (MENTERI
KEHAKIMAN) SERTA DIBERI
WEWENANG UNTUK MELAYANI
PUBLIK/ MASYARAKAT.

29
• NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM YANG
BERWENANG UNTUK MEMBUAT AKTA OTENTIK,
NOTARIS TIDAK HANYA BERWENANG UNTUK
MEMBUAT AKTA OTENTIK (PELAKSANAAN DARI
PASAL 1868 KUH PERDATA) DALAM ARTI
MENYUSUN, MEMBACAKAN DAN MENANDA-
TANGANI (VERLIJDEN) TETAPI BERDASARKAN
KETENTUAN DALAM PASAL 16 AYAT 1 HURUF e UU
N0 2/2014, NOTARIS WAJIB MEMBERIKAN
PELAYANAN SESUAI DENGAN KETENTUAN
UNDANG-UNDANG KECUALI ADA ALASAN UNTUK
MENOLAKNYA.

30
BERDASARKAN UUJN TERSEBUT
TERNYATA NOTARIS SEBAGAI PEJABAT
UMUM MEMPEROLEH WEWENANG
SECARA ATRIBUSI, KARENA WEWENANG
TERSEBUT DICIPTAKAN DAN DIBERIKAN
OLEH UUJN SENDIRI. JADI WEWENANG
YANG DIPEROLEH NOTARIS BUKAN
BERASAL DARI LEMBAGA LAIN, MISALNYA
DARI DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM.

31
B. TUGAS NOTARIS
• MEMBUAT AKTA OTENTIK
• MENYIMPAN AKTA/MINUTANYA, TERMASUK
SEMUA PROTOKOL NOTARIS.
• MEMBERIKAN GROSSE, SALINAN DAN KUTIPAN.
MELAKUKAN PENDAFTARAN DAN MENSYAHKAN
(WAARMERKEN DAN LEGALISEREN) SURAT-SURAT
DAN AKTA-AKTA YANG DIBUAT DIBAWAH TANGAN.
• MEMBERIKAN NASEHAT HUKUM DAN PENJELASAN
MENGENAI UNDANG-UNDANG KEPADA PIHAK YANG
BERSANGKUTAN

32
NOTARIS BERWENANG MEMBUAT
AKTA OTENTIK MENGENAI SEMUA
PERBUATAN, PERJANJIAN, DAN
KETETAPAN YANG DIHARUSKAN
OLEH :
(1) PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN
Notaris berwenang membuat akta
otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian………
dan/atau
(2) DIKEHENDAKI OLEH YANG
BERKEPENTINGAN untuk
dinyatakan dalam akta-otentik,
DENGAN DEMIKIAN ADA
TINDAKAN HUKUM YANG :
1.WAJIB (IMPERATIF) DIBUAT KE
DALAM BENTUK AKTA NOTARIS.
2.DIKEHENDAKI OLEH PARA PIHAK
SENDIRI AGAR DIBUAT KE DALAM
BENTUK AKTA NOTARIS.
ATAU :
Dalam Pasal 15 ayat (1) UU NO 2/2014
ada dua jenis akta Notaris, yaitu:

1. AKTA NOTARIS YANG


MANDATORI.
2. AKTA NOTARIS YANG
VOLUNTARI.
Disebut akta Notaris yang Mandatori
yaitu suatu perintahkan yang
mewajibkan agar tindakkan hukum
yang bersangkutan wajib dituangkan
dalam bentuk akta Notaris. Hal ini
ditafsirkan dari Pasal 15 ayat (1) UU
NO 2/2014 dari kalimat “......semua
perbuatan, perjanjian, dan ketetapan
yang diharuskan peraturan
perundang-undangan....”.
Dan akta Notaris yang Voluntari yaitu
akta yang dibuat atas kehendak para
pihak sendiri agar tindakkan atau
perbuatannya dituangkan dalam
bentuk akta Notaris. Hal ini ditafsirkan
dari Pasal 15 ayat (1) UU NO 2/2014
dari kalimat “..... yang dikehendaki
oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik....”.
Perjanjian yang wajib dibuat oleh atau di hadapan
pejabat tertentu (Notaris), antara lain :
1. Berbagai izin kawin, baik dari orang tua atau
kakek/nenek (Pasal 71),
2. Pencabutan pencegahan perkawinan (Pasal 70),
3. Berbagai perjanjian kawin berikut perubahannya
(Pasal 147, 148),
4. Kuasa melangsungkan perkawinan (Pasal 79),
5. Hibah berhubung dengan perkawinan dan
penerimaannya (Pasal 176, 177),
6. Pembagian harta perkawinan setelah adanya
putusan pengadilan tentang pemisahan harta
(Pasal 191),
7.Pemulihan kembali harta campur
yang telah dipisah (Pasal 196),
8. Syarat-syarat untuk mengadakan
perjanjian pisah meja dan ranjang
(Pasal 237),
9. Pengakuan anak luar kawin
(Pasal 281),
10. Pengangkatan wali (Pasal 355),
11. Berbagai macam / jenis surat wasiat, termasuk /
diantaranya penyimpanan wasiat umum, wasiat
pendirian yayasan, wasiat pemisahan dan
pembagian harta peninggalan, fideicomis,
pengangkatan pelaksana wasiat dan pengurus harta
peninggalan dan pencabutannya (Bab Ketigabelas –
Tentang Surat Wasiat),
12. Berbagai akta pemisahan dan pembagian harta
peninggalan / warisan (Bab Ketujuhbelas, - Tentang
Pemisahan Harta Peninggalan),
13. Berbagai hibahan (Bab Kesepuluh – Tentang Hibah),
14. Protes nonpembayaran / akseptasi (Pasal 132 dan
143 KUHD).
15. Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia, dalam Pasal 5 ayat (1) ditegaskan bahwa Akta Fidusia
harus dibuat dengan akta Notaris.
16. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN
2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS, dalam Pasal 7 ayat (1)
ditegaskan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih
dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
17. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN
2001 TENTANG YAYASAN dalam Pasal 9 ayat (2) ditegaskan
Pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.
18. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011
TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG Nomor 2 TAHUN 2008
Tentang Partai Politik dalam Pasal 2 ayat (1a) ditegaskan : Partai Politik
…………..seluruh pendiri Partai Politik dengan akta Notaris.
DENGAN DEMIKIAN NOTARIS WAJIB
MELIHAT PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN YANG
MEMERINTAHKAN/MEWAJIBKAN
AGAR TINDAKKAN PARA PIHAK/
PENGHADAP DIBUAT/ DITUANGKAN
KE DALAM AKTA NOTARIS.
AKTA YANG DIBUAT NOTARIS
ADALAH AKTA MENGENAI :
•PERBUATAN
•PERJANJIAN
•KETETAPAN
44
C. MACAM AKTA NOTARIS
Ada 2 (dua) macam :
1. AKTA PEJABAT ATAU AKTA RELAAS /BERITA
ACARA

DIBUAT OLEH SEORANG PEJABAT


UMUM YANG MENGURAIKAN SECARA
OTENTIK SUATU TINDAKAN YANG
DILAKUKAN ATAU SUATU KEADAAN
YANG DILIHAT ATAU DISAKSIKAN OLEH
PEJABAT UMUM DALAM JABATANNYA.
45
• Akta yang dibuat oleh (door) Notaris, biasa disebut
dengan istilah Akta Relaas atau Berita Acara
• Akta Relaas akta yang dibuat oleh Notaris atas
permintaan para pihak, agar Notaris mencatat atau
menuliskan segala sesuatu hal yang dibicarakan
oleh pihak berkaitan dengan tindakan hukum atau
tindakan lainnya yang dilakukan oleh para pihak,
agar tindakan tersebut dibuat atau dituangkan
dalam suatu akta Notaris.
• Dalam Akta Relaas ini Notaris menulis atau
mencatatkan semua hal yang dilihat atau didengar
sendiri secara langsung oleh Notaris yang dilakukan
para pihak.
46
2. AKTA PARTIJ/PARTIJ ACTA
DIBUAT DI HADAPAN NOTARIS YAITU
AKTA YANG BERISIKAN KETERANGAN-
KETERANGAN DARI PIHAK LAIN YANG
BERKEPENTINGAN YANG UNTUK KEPERLUAN
MANA PIHAK LAIN ITU SENGAJA DATANG DI
HADAPAN NOTARIS DALAM MENJALANKAN
JABATANNYA DINYATAKAN/DITUANGKAN
DALAM AKTA OTENTIK

47
• Akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan)
Notaris, biasa disebut dengan istilah Akta
Pihak atau Akta Partij.
• Akta Pihak adalah akta yang dibuat di
hadapan Notaris atas permintaan para pihak,
Notaris berkewajiban untuk mendengarkan
pernyataan atau keterangan para pihak yang
dinyatakan atau diterangkan sendiri oleh
para pihak di hadapan Notaris. Pernyataan
atau keterangan para pihak tersebut oleh
Notaris dituangkan kedalam akta Notaris.
48
D. PERBEDAAN AKTA RELAAS/AKTA PEJABAT
DENGAN AKTA PARTIJ:

AKTA RELAAS/AKTA PEJABAT AKTA PARTIJ


• TANDA TANGAN TIDAK • APABILA YANG
MERUPAKAN SYARAT BERKEPENTINGAN TIDAK
ARTINYA YANG MENANDATANGANI AKTA,
BERKEPENTINGAN DAPAT MAKA AKTA YANG
TIDAK IKUT ATAU IKUT BERSANGKUTAN DAPAT
MENANDATANGANI AKTA, KEHILANGAN
DIMANA HAL TERSEBUT OTENSITASNYA, SEHINGGA
HARUS DITEGASKAN TERHALANGNYA YANG
DALAM AKTA BERSANGKUTAN UNTUK
TANDA TANGAN HARUS
DITEGASKAN DALAM AKTA
TERSEBUT. 49
PERBEDAAN POKOK ANTARA AKTA
OTENTIK DENGAN AKTA DI BAWAH TANGAN

AKTA OTENTIK AKTA DI BAWAH TANGAN


• MEMPUNYAI TANGGAL • TIDAK SELALU MEMPUNYAI
YANG PASTI TANGGAL YANG PASTI
• GROSSE AKTA OTENTIK • TIDAK PERNAH
(DALAM BEBERAPA HAL) MEMPUNYAI KEKUATAN
MEMPUNYAI KEKUATAN EKSEKUTORIAL
EKSEKUTORIAL SEPERTI • KEMUNGKINAN HILANG
KEKUATAN KEPUTUSAN LEBIH BESAR
HAKIM
• KEMUNGKINAN HILANGNYA
AKTA OTENTIK LEBIH KECIL

50
AKTA - IN MINUTA
• Pengertian Minuta dalam hal ini dimaksudkan akta asli yang disimpan
dalam protokol Notaris.
• Dalam Minuta ini juga tercantum asli tanda tangan, paraf para
penghadap atau cap jempol tangan kiri dan kanan, para saksi dan Notaris,
renvooi, dan bukti-bukti lain yang untuk men-dukung akta yang dilekatkan
pada minuta akta tersebut.
• Akta dalam bentuk In Minuta wajib disimpan oleh Notaris, diberi nomor
bulanan dan dimasukan kedalam buku daftar akta Notaris (Repertorium)
serta diberi nomor Repertorium.
• Akta Notaris yang dibuat dalam bentuk Minuta (In Minuta) dapat
dibuatkan sa-linannya yang sama bunyinya atau isinya sesuai dengan per-
mintaan para peng-hadap, orang yang memperoleh hak atau para ahli
warisnya, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan
oleh Notaris yang bersangkutan atau pemegang protokolnya.

51
AKTA - IN ORIGINALI
 artinya semua tanda tangan, paraf dan catatan pinggir (renvooi) tercantum dalam
akta, dan dalam akta In Originali hanya dibuat sebanyak yang dibutuhkan, misalnya
kalau dibuat 4 (empat) rangkap, maka hanya sebanyak itu saja yang diberikan.
 Notaris tidak wajib untuk menyimpan (atau mengarsipkan) akta dalam bentuk In
originali ke dalam Bundel Akta Notaris Bulanan, meskipun diberi nomor bulanan
dan dimasukan kedalam buku daftar akta Notaris (Repertorium) serta diberi nomor
Repertorium. Akta dalam In Originali tidak dapat diberikan salinan atau turunan.
Secara imperatif UUJN juga tidak melarang, jika akta yang dibuat dalam In Originali
turut diarsipkan atau disimpan oleh Notaris yang kemudian dibundel dengan akta
dalam bentuk In Minuta. Saya lebih setuju, jika akta dalam bentuk In Originali
diarsipkan oleh Notaris, karena disamping diberi nomor bulanan dan dimasukkan ke
dalam Repertorium, juga untuk menjaga kemungkinan jika suatu saat akta In
Originali tersebut hilang oleh para pihak sendiri, jika ada arsipnya atu disimpan oleh
Notaris mempermudah untuk pembuktian di kemudian hari. Agar dapat diarsipkan,
misalnya jika dibuat rangkap 3 (tiga), maka ambil 1 (satu) rangkap untuk disimpan
oleh Notaris. Jika dari akta In Originali dibutuhkan tambahan lebih dari yang
sudah dibuat, dan jika sudah disimpan dalam bundel Minuta, maka Notaris dapat
membuat kopi asli dari akta tersebut yang disalin sekata demi sekata.

52
TINDAKAN HUKUM YANG WAJIB DIBUAT
DALAM BENTUK AKTA IN ORIGINALI
(PASAL 16 AYAT (3) UU 2/2014), YAITU :
• PEMBAYARAN UANG SEWA, BUNGA, DAN PENSIUN.
• PENAWARAN PEMBAYARAN TUNAI.
• PROTES TERHADAP TIDAK DIBAYARNYA ATAU TIDAK
DITERIMANYA SURAT BERHARGA.
• AKTA KUASA.
• KETERANGAN KEPEMILIKAN, ATAU
• AKTA LAINNYA BERDASARKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN.

53
AKTA DEKLARATIF
Akta Notaris yang Deklaratif, yaitu substansi akta yang
berisi pernyataan atau penegasan dari penghadap
sendiri terhadap suatu hal tertentu. Akta Notaris
seperti itu hanya dilakukan oleh 1 (satu) pihak saja
untuk kepentingan dirinya sendiri atau pihak lainnya,
misalnya pembuktian kepemilikan sebuah bangunan
rumah. Daya ikat secara hukum akta Notaris yang
Deklaratif akan tergantung pada penerimaan lain atas
substansi akta tersebut. Pihak lain dapat saja merasa
tidak terikat dan tidak berkepentingan dengan akta
tersebut, karena yang bersangkutan memang bukan
pihak dalam akta tersebut.
54
AKTA KONSTITUTIF
Akta Notaris yang Konstitutif yaitu substansi akta yang berisi
membuat hubungan hukum baru atau meniadakan hubungan
hukum yang melahirkan hubungan hukum baru, artinya yang
sebelumnya tidak ada hubungan hukum apappun dengan
dibuatnya akta di hadapan Notaris oleh 2 (dua) pihak atau
lebih, maka terjadi suatu hubungan hukum, misalnya
pemberian Kuasa atau Pembatalan Kuasa. Akta Notaris
seperti ini termasuk kedalam kualifikasi perjanjian, karena
dilakukan minimal oleh 2 (dua) pihak. Daya ikat secara hukum
akta Notaris yang Konstitutif tergantung kepada keinginan
para pihak sendiri untuk melaksanakan substansi akta
tersebut.

55
WEWENANG UTAMA
NOTARIS ADALAH
MEMBUAT AKTA
OTENTIK, YANG HARUS
MENDAPAT STEMPEL
OTENSITAS.
56
NOTARIS HARUS BERWENANG
SEPANJANG :
• MENYANGKUT AKTA YANG DIBUATNYA, KARENA
TIDAK SEMUA AKTA DAPAT DIBUAT OLEH NOTARIS
• MENGENAI ORANGNYA, UNTUK SIAPA AKTA ITU
DIBUAT;
• MENGENAI TEMPATNYA, WILAYAH DIMANA AKTA
ITU DIBUAT;
• MENGENAI WAKTU PEMBUATAN AKTA, KARENA
NOTARIS YANG BELUM DISUMPAH, SEDANG CUTI
ATAU DICABUT HAKNYA TIDAK BOLEH MEMBUAT
AKTA.
57
• UUJN DALAM PASAL 16 (1) HURUF e UU
2/2014, MENEGASKAN :
“DALAM MENJALANKAN
JABATANNYA, NOTARIS
BERKEWAJIBAN MEMBERIKAN
PELAYANAN DENGAN KETENTUAN
DALAM UNDANG-UNDANG, KECUALI
ADA ALASAN UNTUK MENOLAKNYA”

58
CONTOH ALASAN YANG MENDASAR UNTUK
MENOLAK MEMBERIKAN BANTUAN :
• DALAM HAL NOTARIS BERHALANGAN KARENA SAKIT
• APABILA PENGHADAP TIDAK DIKENAL OLEH NOTARIS
KARENA IDENTITASNYA TIDAK DAPAT DITERANGKAN KEPADA
NOTARIS.
• APABILA PARA PIHAK TIDAK DAPAT MENERANGKAN
KEMAUAN MEREKA DENGAN JELAS KEPADA NOTARIS.
• APABILA PARA PENGHADAP MENGHENDAKI SESUATU YANG
BERTENTANGAN DENGAN UNDANG-UNDANG.
• APABILA KARENANYA NOTARIS AKAN MELAKUKAN
PERBUATAN YANG BERTENTANGAN DENGAN PASAL 52 DAN
53 UUJN.

59
MENURUT GALLAS
TERDAPAT HAL-HAL :
DIMANA NOTARIS WAJIB
MENOLAK MEMBERIKAN
JASA-JASANYA,
DALAM HAL :
60
• MEMBUAT AKTA UNTUK ORANG YANG TIDAK BERDAYA
MENYATAKAN KEHENDAKNYA SECARA TERANG.
• MEMBUAT AKTA YANG ISINYA MENYATAKAN
BERTENTANGAN DENGAN KETERTIBAN DAN KESUSILAAN
YANG BAIK.
• MEMBUAT BERITA ACARA MENGENAI PERBUATAN/
PERISTIWA YANG OLEH NOTARIS TIDAK MUNGKIN
DIYAKINKAN DENGAN KEPASTIAN YANG NORMAL.
• MEMBUAT BERITA ACARA MENGENAI PERBUATAN/
PERISTIWA YANG TERBUKTI TIDAK ADA GUNANYA SAMA
SEKALI.
• KALAU NOTARIS DIMINTA MEMBUAT SESUATU YANG
TERLARANG BAGINYA.
• KALAU PARA PIHAK MENGINGINKAN BAHWA DALAM AKTA
DIMUAT SESUATU YANG DUSTA BELAKA.

61
DIMANA NOTARIS BOLEH
MENOLAK MEMBERIKAN
JASA-JASANYA TETAPI
TIDAK WAJIB, DALAM
HAL :

62
• KALAU NOTARIS DIMINTA BANTUANNYA DI DALAM
WAKTU YANG TIDAK LAYAK SEDANGKAN
SEBENARNYA BISA DILAKUKAN DI LAIN TEMPAT
PADA WAKTU YANG LEBIH BAIK DAN TIDAK
MERUGIKAN PARA PIHAK.
• NOTARIS BOLEH MENOLAK KALAU TERDAPAT
BAHAYA PENULARAN PENYAKIT IA BISA MENOLAK
MEMBERIKAN JASA-JASANYA.
• NOTARIS TIDAK DIBERI HAK UNTUK MENERIMA
PEMBAYARAN ATAS JASA-JASANYA PADAHAL ADA
BIAYA YANG HARUS DIBAYAR OLEH NOTARIS MISAL
BIAYA METERAI, BIAYA PEMERIKSAAN KADASTER
(UNTUK TANAH).
63
NOTARIS SEBAGAI PEJABAT
UMUM, BERWENANG UNTUK
MEMBUAT SUATU AKTA
OTENTIK KARENA AKTANYA
HARUS MEMPUNYAI
KEKUATAN PEMBUKTIAN
YANG OTENTIK PULA.
64
F. KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA
OTENTIK/AKTA NOTARIIL

1. LAHIRIAH
2. FORMIL
3. MATERIIL
65
• KARENA MENURUT PASAL 1870
KUH PERDATA AKTA OTENTIK
HARUS MEMBERIKAN
DIANTARANYA PARA PIHAK DAN
AHLI WARISNYA ATAU ORANG
YANG MENDAPAT HAK DARI
MEREKA SUATU BUKTI YANG
SEMPURNA TENTANG APA YANG
DIMUAT DALAM AKTA ITU.
66
KEKUATAN
PEMBUKTIAN LAHIRIAH
AKTA ITU SENDIRI MEMPUNYAI
KEMAMPUAN UNTUK
MEMBUKTIKAN SENDIRI SEBAGAI
AKTA OTENTIK MENGINGAT
KEHADIRANNYA ITU TELAH SESUAI
DENGAN KETENTUAN PASAL 1868
KUHPERDATA
67
KEKUATAN PEMBUKTIAN FORMIL
AKTA ITU MEMBUKTIKAN KEBENARAN DARI APA
YANG DISAKSIKAN, YAKNI YANG DILIHAT,
DIDENGAR DAN JUGA DILAKUKAN OLEH
NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM DALAM
MENJALANKAN JABATANNYA.
HAL TERSEBUT MENJAMIN :
• KEBENARAN DARI TANGGALNYA
• KEBENARAN DARI TANDA TANGAN YANG TERDAPAT DALAM
AKTA
• KEBENARAN IDENTITAS PARA PIHAK
• KEBENARAN TEMPAT PEMBUATAN AKTA

68
KEKUATAN PEMBUKTIAN MATERIIL
–BAHWA ISI DARI AKTA ITU (DIANGGAP) DIBUKTIKAN
SEBAGAI YANG BENAR TERHADAP SETIAP ORANG
YANG MENYURUH MEMBUAT AKTA ITU SEBAGAI
TANDA BUKTI TERHADAP DIRINYA (TERMASUK AHLI
WARISNYA ATAU ORANG LAIN YANG MENDAPAT
HAK DARINYA)
–KEBENARAN ISI TIDAK DAPAT DIGANGGU GUGAT
–BAGI KEPENTINGAN DAN TERHADAP PIHAK KETIGA
KEKUATAN PERTIMBANGAN MATERIIL DISERAHKAN
PADA PERTIMBANGAN HAKIM

69
BERDASARKAN WEWENANG
YANG ADA PADA NOTARIS
SEBAGAIMANA TERSEBUT
DALAM PASAL 15 UU 2/2014
DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN
DARI AKTA NOTARIS, MAKA
ADA 2 (DUA) KESIMPULAN,
YAITU :
70
1. TUGAS JABATAN NOTARIS
ADALAH MEMFORMULASIKAN
KEINGINAN/TINDAKAN PARA
PIHAK KE DALAM AKTA
OTENTIK, DENGAN
MEMPERHATIKAN ATURAN
HUKUM YANG BERLAKU.
71
2. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK
MEMPUNYAI KEKUATAN PEMBUKTIAN YANG
SEMPURNA SEHINGGA TIDAK PERLU
DIBUKTIKAN ATAU DITAMBAH DENGAN ALAT
BUKTI LAINNYA, JIKA ADA ORANG/PIHAK YANG
MENILAI ATAU MENYATAKAN BAHWA AKTA
TERSEBUT TIDAK BENAR, MAKA ORANG/PIHAK
YANG MENILAI ATAU MENYATAKAN TIDAK
BENAR TERSEBUT WAJIB MEMBUKTIKAN
PENILAIAN ATAU PERNYATAANNYA SESUAI
ATURAN HUKUM YANG BERLAKU. KEKUATAN
PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS INI BERHUBUNGAN
DENGAN SIFAT PUBLIK DARI JABATAN NOTARIS
72
PENGANGKATAN
DAN
PEMBERHENTIAN
NOTARIS
73
A. PENGANGKATAN
Notaris diangkat dan
diberhentikan oleh
Menteri.
(Pasal 2 UU NO 30/2004)
74
SYARAT DIANGKAT SEBAGAI NOTARIS :
(Pasal 3 UU NO 2/2014)
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
d. sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan sehat dari dokter
dan psikiater;
e. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
f. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris
dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada kantor
Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus
strata dua kenotariatan;
g. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang
memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan
jabatan Notaris; dan
h. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana 5 (lima) tahun atau lebih.

75
B. PEMBERHENTIAN

Ada 3 macam
pemberhentian
Notaris yaitu :
76
1. BERHENTI
ATAU DIBERHENTIKAN DENGAN
HORMAT
2. DIBERHENTIKAN SEMENTARA.
3. DIBERHENTIKAN DENGAN
TIDAK HORMAT
(PASAL 12 UU N0 30/2004)
77
1. BERHENTI ATAU DIBERHENTIKAN DENGAN
HORMAT
• Meninggal dunia.
• telah berumur 65 tahun, dapat diperpanjang
sampai umur 67 tahun atas pertimbangan
kesehatan.
• permintaan sendiri.
• Tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani
untuk melaksanakan tugas jabatan Notaris
secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;
atau
• rangkap jabatan (Pasal 8 UU 30/2004)
78
2. DIBERHENTIKAN SEMENTARA
Oleh Menteri atas usul MPP (Pasal 9 UU
2/2014) :
1. dalam proses pailit atau penundaan
kewajiban pembayaran utang.
2. berada dibawah pengampuan.
3. melakukan perbuatan tercela.
4. melakukan pelanggaran terhadap
kewajiban dan larangan jabatan.
5. Sedang menjalani masa penahanan.
79
Diberhentikan sementara
karena cuti :
Wajib menunjuk Notaris
pengganti untuk
melanjutkan pekerjaan
kenotariatannya.
80
3. Diberhentikan dengan tidak hormat (Pasal
12 UU 30/2004) :
a. Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. berada di bawah pengampuan secara
terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun.
c. melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan
dan martabat jabatan Notaris.
d. melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan
larangan jabatan.
e. Dijatuhi pidana karena putusan hukum yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana yang diancam pidana 5 tahun.

81
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN
HAK ASASI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2014
TENTANG
SYARAT DAN TATACARA
PENGANGKATAN, PERPINDAHAN,
PEMBERHENTIAN, DAN
PERPANJANGAN MASA JABATAN
SUMPAH JABATAN
NOTARIS

83
• SUMPAH JABATAN NOTARIS MENJADI
SUATU KEHARUSAN DARI ASAS HUKUM
PUBLIK (PUBLIEKRECHTELIJK BEGINSEL) :
“BAHWA SEORANG PEJABAT UMUM
SEBELUM MENJALANKAN JABATANNYA
DENGAN SAH HARUS MENGANGKAT
SUMPAH TERLEBIH DAHULU, APABILA
BELUM MAKA TIDAK SAH UNTUK
MENJALANKAN JABATANNYA
WALAUPUN SUDAH DIANGKAT.”
84
SUMPAH JABATAN
NOTARIS PADA UUJN
DIATUR PADA PASAL 4
- 6 UU 30/2004 DAN
PASAL 7 UU 2/2014
85
Pasal 4 UU 30/2004

SEBELUM MENJALANKAN
JABATANNYA, NOTARIS
WAJIB MENGUCAPKAN
SUMPAH/JANJI MENURUT
AGAMANYA DI HADAPAN
MENTERI ATAU PEJABAT
YANG DITUNJUK
86
• Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai
berikut :
• “Saya bersumpah/berjanji :
• bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia,
Pancasila dan Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Undang-undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundang-
undangan lainnya;
• bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur,
seksama, mandiri dan tidak berpihak;
• bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan
kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat
dan tanggung jawab saya sebagai Notaris;
• bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh
dalam pelaksanaan jabatan saya;
• bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apapun tidak pernah dan
tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun;”

87
ISI SUMPAH JABATAN
NOTARIS DALAM
PASAL 4 UU 30/2004
TERDIRI DARI 2
BAGIAN YAITU:
88
BELOVENDE EED/
POLITIEKE EED,
PADA BAGIAN INI NOTARIS
BERSUMPAH AKAN PATUH DAN SETIA
PADA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAN UNDANG-UNDANG DASARNYA,
SERTA UNDANG-UNDANG LAINNYA.

89
ZUIVERINGS EED /
BEROEPS EED,
PADA BAGIAN INI NOTARIS BERJANJI
AKAN MENJALANKAN TUGASNYA
DENGAN JUJUR DAN SEKSAMA DAN
TIDAK BERPIHAK.

90
MAKNA SUMPAH NOTARIS.
SUMPAH ATAU JANJI
DILAKUKAN NOTARIS SEBELUM
MENJALANKAN TUGAS
JABATANNYA, MENGANDUNG
DUA HAL YANG HARUS KITA
PAHAMI, YAITU :
91
(1) SECARA VERTIKAL KITA WAJIB
BERTANGGUNGJAWAB KEPADA TUHAN,
KARENA SUMPAH ATAU JANJI YANG KITA
UCAPKAN BERDASARKAN AGAMA KITA
MASING-MASING, DENGAN DEMIKIAN
ARTINYA SEGALA SESUATU YANG KITA
LAKUKAN/DIKERJAKAN AKAN DIMINTA
PERTANGGUNGJAWABANNYA DALAM
BENTUK YANG DIKEHENDAKI TUHAN;

92
(2) SECARA HORIZONTAL KEPADA NEGARA DAN
MASYARAKAT, ARTINYA NEGARA TELAH MEMBERI
KEPERCAYAAN KEPADA KITA UNTUK MENJALANKAN
SEBAGAIN TUGAS NEGARA DALAM BIDANG HUKUM
PERDATA, YAITU DALAM PEMBUATAN ALAT BUKTI
BERUPA AKTA YANG MEMPUNYAI KEKUATAN
PEMBUKTIAN SEMPURNA, DAN KEPADA MASYARAKAT
YANG TELAH PERCAYA BAHWA NOTARIS MAMPU
MEMFORMULASIKAN KEHENDAKNYA KE DALAM
BENTUK AKTA NOTARIS, DAN PERCAYA BAHWA
NOTARIS MAMPU MENYIMPAN (MERAHASIAKAN)
SEGALA KETERANGAN ATAU UCAPAN YANG
DIBERIKAN DI HADAPAN NOTARIS.

93
• PENGUCAPAN SUMPAH JABATAN NOTARIS
DILAKUKAN DALAM WAKTU PALING LAMBAT
2 BULAN SEJAK TANGGAL PENGANGKATAN
SEBAGAI NOTARIS
(PASAL 5 UU 30/2004)
• JIKA TIDAK DILAKUKAN MAKA KEPUTUSAN
PENGANGKATAN NOTARIS DAPAT
DIBATALKAN (PASAL 6 UU 30/2004)

94
Pasal 7 UU 2/2014 :
(1) Dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal
pengambilan sumpah/janji jabatan Notaris, yang bersangkutan wajib:
a. menjalankan jabatannya dengan nyata;
b. menyampaikan berita acara sumpah/janji jabatan Notaris kepada Menteri,
Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Daerah; dan
c. menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, dan paraf, serta teraan cap
atau stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada Menteri dan pejabat lain
yang bertanggung jawab di bidang pertanahan, Organisasi Notaris, Ketua
Pengadilan Negeri, Majelis Pengawas Daerah, serta Bupati/Walikota di tempat
Notaris diangkat.
(2) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikenai sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.

95
KEWENANGAN,
KEWAJIBAN DAN
LARANGAN
NOTARIS
96
WEWENANG NOTARIS
PASAL 15 AYAT (1) UU 2/2014 :
• Membuat akta otentik mengenai semua perbuatan dan
perjanjian.
• mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal
surat bawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus.
• membukukan surat bawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus.
• membuat kopi dari asli surat bawah tangan.
• mensahkan fotokopi dari surat asli.
• memberikan penyuluhan hukum.
• membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.
• membuat akta risalah lelang.
• kewenangan lain yang diatur oleh Undang-undang.
97
KEWAJIBAN NOTARIS (PASAL 16 UU 2/2014) :
• bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak
dan menjaga kepentingan pihak terkait.
• membuat akta dalam bentuk minuta akta dan
menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris.
• Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap
pada Minuta akta.
• mengeluarkan grosse akta, salinan akta atau kutipan akta
berdasarkan minuta akta.
• memberikan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
• merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya.

98
• menjilid akta yang dibuatnya dalam 1
(satu) bulan menjadi buku yang
membuatnya tidak lebih dari 50 akta.
• membuat daftar dari akta protes
terhadap tidak dibayar atau diterimanya
surat berharga.
• membuat daftar akta wasiat.
• mengirimkan daftar wasiat ke Daftar
Pusat Wasiat Departemen.

99
• mencatat dalam repertorium tanggal
pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir
bulan.
• mempunyai cap/stempel lambang negara
Republik Indonesia.
• membacakan akta dihadapan penghadap
dengan dihadiri paling sedikit 2 orang saksi
dan ditandatangani pada saat itu juga oleh
penghadap, saksi dan Notaris.
• menerima magang calon Notaris.

100
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN
HAK ASASI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : M.02.HT.03.10 TAHUN 2007
TENTANG
BENTUK DAN UKURAN CAP/STEMPEL
NOTARIS
LARANGAN NOTARIS
(PASAL 17 UU NO 2/2014) :
• menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya
• meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-
turut tanpa alasan sah.
• merangkap pegawai negeri.
• merangkap jabatan sebagai pejabat negara.
• merangkap jabatan sebagai advokat.
• merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai BUMN, BUMD atau
badan usaha milik swasta.
• merangkap jabatan sebagai PPAT di luar wilayah jabatan Notaris.
• menjadi Notaris pengganti atau
• melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,
kesusilaan atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan
martabat jabatan Notaris.
HABIB ADJIE-NOTARIS-PPAT-PL II
102
SURABAYA
TEMPAT
KEDUDUKAN DAN
WILAYAH JABATAN
NOTARIS
103
Pasal 17 UU 2/2014 :
(1) Notaris dilarang:
a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut
tanpa alasan yang sah;
c. merangkap sebagai pegawai negeri;
d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
e. merangkap jabatan sebagai advokat;
f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara,
badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat
Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris;
h. menjadi Notaris Pengganti; atau
i. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan,
atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan
Notaris.

104
(2) Notaris yang melanggar ketentuan sebagai-
mana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai
sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.

105
Wilayah Jabatan Notaris
(Pasal 18 UU 30/2004)
(1) Notaris mempunyai tempat
kedudukan di daerah
Kabupaten atau Kota.

106
MENURUT PASAL 18 AYAT (1) UUJN NOTARIS
MEMPUNYAI TEMPAT KEDUDUKAN DI DAERAH
KABUPATEN ATAU KOTA. KEDUDUKAN NOTARIS DI
DAERAH KOTA ATAU KABUPATEN SESUAI DENGAN
PASAL 2 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 32
TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH,
BAHWA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
DIBAGAI ATAS PROPINSI, DAN DAERAH PROPINSI
DIBAGI DIBAGI ATAS KABUPATEN DAN KOTA. BAHWA
PADA TEMPAT KEDUDUKAN NOTARIS BERARTI
NOTARIS BERKANTOR DI DAERAH KOTA ATAU
KABUPATEN DAN HANYA MEMPUNYAI 1 (SATU)
KANTOR PADA DAERAH KOTA ATAU KABUPATEN.

107
NOTARIS YANG MEMBUAT AKTA DI LUAR TEMPAT
KEDUDUKANNYA TERSEBUT TIDAK DILAKUKAN
SECARA TERATUR. DENGAN DEMIKIAN NOTARIS
TIDAK HANYA DAPAT MEMBUAT AKTA UNTUK
MASYARAKAT YANG DATANG KE TEMPAT
KEDUDUKAN NOTARIS, TAPI NOTARIS JUGA DAPAT
MEMBUATKAN AKTA DENGAN DATANG KE KOTA
ATAU KABUPATEN LAIN DALAM PROPINSI YANG
SAMA, DAN PADA AKHIR AKTA WAJIB
DICANTUMKAN KOTA ATAU KABUPATEN AKTA
DIBUAT DAN DISELESAIKAN.
TINDAKAN NOTARIS SEMACAM INI BERSIFAT
INSIDENTAL SAJA, BUKAN SECARA TERATUR OLEH
NOTARIS.
108
Pasal 19 UU NO 2/2014 :
(1) Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat
kedudukannya.
(2) Tempat kedudukan Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta
Tanah wajib mengikuti tempat kedudukan Notaris.
(3) Notaris tidak berwenang secara berturut-turut dengan tetap
menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya.
(4) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dikenai sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.

109
• TEMPAT KEDUDUKAN NOTARIS
MENENTUKAN LETAK DARI TEMPAT
TINGGAL DAN KANTOR NOTARIS,
OLEH KARENA ITU NOTARIS WAJIB
MEMPUNYAI TEMPAT TINGGAL DAN
MENGADAKAN KANTORNYA DI
DALAM DAERAH TEMPAT
KEDUDUKAN YANG DITUNJUK
BAGINYA.
110
Artinya :
• DI TEMPAT KEDUDUKAN ITU HARUS ADA
SUATU TEMPAT YANG TERBUKA BAGI
MASYARAKAT UMUM, DIMANA YANG
BERKEPENTINGAN PADA JAM-JAM BIASA
DAPAT MEMPEROLEH BANTUAN
NOTARIS DAN DI MANA AKTA-AKTA,
REPERTORIA DAN DAFTAR-DAFTAR
LAINNYA DARI NOTARIS DISIMPAN.

111
MENURUT PASAL 18 AYAT (2) UU 30/2004
NOTARIS MEMPUNYAI WILAYAH JABATAN MELIPUTI
SELURUH WILAYAH PROPINSI DARI TEMPAT
KEDUDUKANNYA. KETERKAITAN ANTARA TEMPAT
KEDUDUKAN NOTARIS DENGAN WILAYAH JABATAN
NOTARIS DAPAT DIARTIKAN BAHWA NOTARIS
MEMPUNYAI WILAYAH KERJA SATU PROPINSI DARI
TEMPAT KEDUDUKANNYA, ARTINYA NOTARIS DAPAT
SAJA MEMBUAT AKTA DILUAR TEMPAT
KEDUDUKKANNYA SELAMA SEPANJANG MASIH
BERADA PADA PROPINSI YANG SAMA.

112
• HAL INI BERARTI BAHWA UNDANG-
UNDANG TIDAK MENGHARUSKAN,
BAHWA TEMPAT TINGGAL DAN
KANTORNYA HARUS BERADA DI DALAM
SATU GEDUNG ATAUPUN KEDUANYA
HARUS BERDAMPINGAN, AKAN TETAPI
DAPAT BERADA DI TEMPAT YANG
BERBEDA, ASAL SAJA DALAM DAERAH
TEMPAT KEDUDUKAN YANG DITUNJUK
BAGINYA.
113
PERSEKUTUAN PERDATA NOTARIS.
DALAM PASAL 20 AYAT (1) UU NO 2/2014
MENGATUR, PARA NOTARIS DALAM
MENJALANKAN TUGAS JABATANNYA
DAPAT MEMBENTUK PERSEKUTUAN
PERDATA, DALAM PENJELASAN AYAT
TERSEBUT DITEGASKAN, BAHWA YANG
DIMAKSUD DENGAN PERSEKUTUAN
PERDATA ADALAH KANTOR BERSAMA
NOTARIS.
114
KANTOR BERSAMA NOTARIS DAPAT
DIARTIKAN BEBERAPA ORANG NOTARIS
BERGABUNG DALAM SEBUAH
PERSEKUTUAN UNTUK BERSAMA-SAMA
MENJALANKAN TUGAS JABATAN
NOTARIS DALAM SATU KANTOR NOTARIS
DENGAN MEMAKAI NAMA SALAH
SEORANG SERIKATNYA SEBAGAI
IDENTITAS KANTOR BERSAMA TERSEBUT.

115
•KETIKA PJN MASIH BERLAKU
PERSERIKATAN/PERSEKUTUAN PERDATA NOTARIS
TERSEBUT TIDAK DIPERBOLEHKAN, BAIK MENURUT
PJN MAUPUN UUJN TIDAK AKAN DITEMUKAN
(MISALNYA DALAM PENJELASAN) SUATU ALASAN
DIPERBOLEHKANNYA PARA NOTARIS BERGABUNG
DALAM SUATU
•PERSERIKATAN / PERSEKUTUAN PERDATA NOTARIS,
BAIK DALAM PJN ATAUPUN UUJN ATAU DALAM
PENJELASANNYA, BAIK TERSIRAT MAUPUN TERSURAT
TIDAK DITEMUKAN ALASAN HUKUM, KENAPA UUJN
MEMPERBOLEHKAN ADANYA PERSERIKATAN
PERDATA NOTARIS
116
•G.H.S. LUMBANG TOBING MELARANG
ADANYA PERSEKUTUAN ATAU
PERSERIKATAN PERDATA NOTARIS
DENGAN ALASAN :
•JIKA PERSEKUTUAN ATAU
PERSERIKATAN PERDATA NOTARIS
TIDAK DIPERBOLEHKAN DENGAN
PERTIMBANGAN, ANTARA LAIN IALAH
:
117
• bahwa persekutuan sedemikian tidak
menguntungkan bagi masyarakat umum,
oleh oleh karena itu berarti mengurangi
persaingan dan pilihan masyarakat tentang
Notaris yang dikehendakinya, lebih-lebih di
tempat-tempat di mana hanya ada beberapa
orang Notaris. Selain dari itu adanya
persekutuan di antara Notaris-notaris dapat
menyebabkan kurang terjaminnya kewajiban
merahasikan yang dibebankan kepada para
Notaris.
118
• Sebaliknya dapat pula dikemukakan
alasan untuk memperkenankan para
Notaris mengadakan persekutuan di
dalam menjalankan jabatan mereka
sebagai Notaris, yakni bagi para Notaris
yang telah agak lanjut usianya, dalam
hal mana tentunya mereka
menginginkan dapat mengurangi
kesibukan mereka sebagai Notaris.

119
• Akan tetapi tidak boleh
dilupakan, bahwa walaupun hal
tersebut merupakan alasan yang
kuat, namun di dalam
mempertimbangkannya harus
diutamakan kepentingan umum,
untuk mana Notaris diangkat

120
PERATURAN MENTERI HUKUM
DAN HAK ASASI REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 26 TAHUN 2014
TENTANG
FORMASI JABATAN NOTARIS
PINDAH WILAYAH JABATAN
NOTARIS
PASAL 23 UU NO 30/2004 ,
TENTANG PINDAH WILAYAH
JABATAN NOTARIS DIATUR
KETENTUAN-KETENTUAN
SEBAGAI BERIKUT :
122
• NOTARIS DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN
PINDAH WILAYAH JABATAN NOTARIS SECARA
TERTULIS KEPEDA MENTERI.
• SYARAT PINDAH WILAYAH JABATAN SEBAGAIMANA
DIMAKSUD ADALAH SETELAH 3 (TIGA) TAHUN
BERTURUT-TURUT MELAKSANAKAN TUGAS
JABATAN PADA DAERAH KABUPATEN ATAU KOTA
TERTENTU TEMPAT KEDUDUKAN NOTARIS.
• PERMOHONAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA
AYAT (1) DIAJUKAN SETELAH MENDAPAT
REKOMENDASI DARI ORGANISASI NOTARIS.

123
• WAKTU SEBAGAIMANA DIMAKSUD
PADA AYAT (2) TIDAK TERMASUK CUTI
YANG TELAH DIJALANKAN OLEH
NOTARIS YANG BERSANGKUTAN.
• KETENTUAN LEBIH LANJUT MENGENAI
TATA CARA PERMOHONAN PINDAH
WILAYAH JABATAN NOTARIS DIATUR
DALAM PERATURAN MENTERI.

124
CUTI
NOTARIS
125
HAK CUTI NOTARIS
PADA UUJN PERIHAL CUTI
NOTARIS, DIATUR DALAM
PASAL 25 - 31 UU 30/2004
DAN
PASAL 32 UU 2/2014
126
Pasal 25 UU 30/2004 :
• NOTARIS MEMPUNYAI HAK CUTI
• HAK CUTI SEBAGAIMANA DIMAKSUD
PADA AYAT (1) DAPAT DIAMBIL SETELAH
NOTARIS MENJALANKAN JABATAN
SELAMA 2 (DUA) TAHUN.
• SELAMA MENJALANKAN CUTI, NOTARIS
WAJIB MENUNJUK SEORANG NOTARIS
PENGGANTI

127
• SELAMA CUTI  NOTARIS
TIDAK KEHILANGAN TEMPAT
KEDUDUKANNYA DAN
JABATANNYA,
•  TIDAK BOLEH
MENGGANTIKAN NOTARIS
LAIN DI TEMPAT LAIN.
128
SYARAT PENGAJUAN PERMOHONAN CUTI.
PASAL 30 UU 30/2004 :
• PADA SETIAP PERMOHONAN CUTI HARUS
DISERTAKAN SUATU SERTIPIKAT YANG
MEMUAT PEMBERITAHUAN TENTANG CUTI-
CUTI YANG SEBELUMNYA
• SERTIPIKAT ITU DIKELUARKAN OLEH MENTERI
DAN PADA SAAT CUTI BARU DITAMBAHKAN
SUATU CATATAN MENGENAI ITU OLEH
PEJABAT YANG BERWENANG MEMBERIKAN
CUTI
129
KEWAJIBAN NOTARIS YANG MENGGUNAKAN
HAK CUTI
PASAL 32 UU N0 30/2004 :
• NOTARIS YANG CUTI WAJIB MENYERAHKAN
PROTOKOL KEPADA NOTARIS PENGGANTI
DAN NOTARIS PENGGANTI WAJIB
MENYERAHKAN KEMBALI PROTOKOL KEPADA
NOTARIS SETELAH CUTI BERAKHIR.
• SERAH TERIMA PROTOKOL DIBUATKAN
BERITA ACARA DAN DISAMPAIKAN KEPADA
MAJELIS PENGAWAS.
130
NOTARIS DAPAT KEMBALI
MENJALANKAN JABATANNYA
SEBELUM CUTI BERAKHIR
DENGAN SYARAT MENGAJUKAN
PERMOHONAN TERTULIS KEPADA
PEJABAT YANG BERWENANG YANG
TELAH MEMBERIKAN CUTI.

131
• CUTI SELAMA 14 HARI ATAU
KURANG, TIDAK DIMASUKKAN
DALAM HITUNGAN MAKSIMUM
CUTI YANG DIMAKSUD SUB 3 DI
ATAS, APABILA SELURUH JUMLAH
CUTI DALAM MASA 1 TAHUN
KALENDER TIDAK MELAMPAUI 30
HARI, JIKA LEBIH AKAN TURUT
DIPERHITUNGKAN.
132
• DALAM MENGAJUKAN CUTI,
SERTIFIKAT CUTI HARUS DILAMPIRKAN
•BILA SEORANG NOTARIS SEDANG
CUTI, MAKA DIA TIDAK BERWENANG
UNTUK MENJALANKAN JABATAN
NOTARIS (OFF DUTY) DI MANAPUN
DIA BERADA

133
• DAPAT MENINGGALKAN TEMPAT KEDUDUKAN
TANPA CUTI SELAMA 7 HARI BERTURUT-TURUT.
(PASAL 17 AYAT (1) HURUF b UU NO 2/2014)
• MENGENAL 2 (DUA) MACAM CUTI :
1. CUTI ATAS PERMINTAAN NOTARIS ITU SENDIRI
2. CUTI KARENA BERHALANGAN SEMENTARA,
YANG DIBERIKAN ATAU ATAS PERMINTAAN ATAU
KARENA JABATANNYA (AMBTSHALVE)
• LAMANYA CUTI ADA PEMBATASAN
• CUTI DIBERIKAN OLEH LEBIH DARI SATU INSTANSI

134
NOTARIS PENGGANTI
SYARAT UNTUK MENJADI NOTARIS
PENGGANTI
(1) Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris
Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris adalah
warga negara Indonesia yang berijazah sarjana
hukum dan telah bekerja sebagai karyawan kantor
Notaris paling sedikit 2 (dua) tahun berturut-turut.
(2) Ketentuan yang berlaku bagi Notaris sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 15, Pasal 16, dan
Pasal 17 berlaku bagi Notaris Pengganti dan Pejabat
Sementara Notaris, kecuali Undang-Undang ini
menentukan lain.
135
KEWENANGAN NOTARIS PENGGANTI :
1. MENERIMA PROTOKOL NOTARIS DARI NOTARIS
YANG SEDANG MENGGUNAKAN HAK CUTINYA
(PASAL 32 UU 2/2014).
2. MENJALANKAN TUGAS DAN JABATAN DARI
NOTARIS YANG SEDANG MENGGUNAKAN HAK
CUTINYA (PASAL 35 UU 2/2014).
3. MENJALANKAN TUGAS DAN JABATAN DARI
NOTARIS YANG SEDANG MENGGUNAKAN HAK
CUTINYA SELAMA 30 HARI BILA NOTARIS
TERSEBUT MENINGGAL DUNIA (PASAL 35 UU
2/2014).

136
• MENYERAHKAN PROTOKOL NOTARIS
DARI NOTARIS YANG MENINGGAL
DUNIA KEPADA MPD PALING LAMA 60
HARI SEJAK NOTARIS TERSEBUT
MENINGGAL DUNIA.
• DAPAT MEMBUAT AKTA ATAS NAMANYA
SENDIRI DAN MEMPUNYAI PROTOKOL
NOTARIS SELAMA JANGKA WAKTU
TERSEBUT DALAM AYAT 3 DI ATAS.

137
NOTARIS PENGGANTI YANG MENGGANTIKAN
NOTARIS YANG SEDANG CUTI SELAMA :
1. KURANG DARI 6 (ENAM) BULAN
DIPERLUKAN SURAT PENETAPAN DARI
MAJELIS PENGAWAS DAERAH.
2. 6 (ENAM) BULAN SAMPAI DENGAN 1 (SATU)
TAHUN DIPERLUKAN SURAT PENETAPAN
DARI MAJELIS PENGAWAS WILAYAH.
3. LEBIH DARI 1 (SATU) TAHUN DIPERLUKAN
PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT.

138
HONORARIUM
NOTARIS
139
A. Honorarium Notaris.
Honorarium berasal dari kata latin
Honor yang artinya Kehormatan,
kemuliaan, tanda hormat /
penghargaan semula mengandung
pengertian balas jasa para nasabah atau
klien kepada dokter, akuntan, pengacara
dan Notaris.

140
• Kemudian pengertian itu meluas
menjadi uang imbalan atau jasa
atau hasil pekerjaan seseorang
yang tidak berupa gaji tetap.
Umpamanya, honorarium untuk
pengarang, penerjemah,
illustrator, atau konsultan

141
• Honorarium hanya diberikan
kepada mereka yang
menjalankan tugas jabatan
berdasarkan peraturan
perundang-undangan, sedangkan
sucses fee diberikan kepada
mereka yang menjalankan
profesi.
142
• Notaris selama menjalankan tugas
jabatannya, meskipun diangkat dan
diberhentikan oleh pemerintah,
tetapi tidak memdapat gaji dari
pemerintah atau uang pensiun dari
pemerintah, sehingga Honorarium
yang diterima Notaris sebagai
pendapatan pribadi Notaris yang
bersangkutan.
143
• Honorarium ini hak Notaris, artinya
orang yang telah membutuhkan jasa
Notaris wajib membayar Honorarium
Notaris, meskipun demikian Notaris
berkewajiban pula untuk membantu
secara cuima-cuma untuk mereka
yang tidak mampu memberikan
Honorarium kepada Notaris.

144
• Batasan mampu atau tidak mampu ini
Notaris sendiri yang dapat menilainya. Jasa
hukum untuk mereka yang mampu
membayar Honorarium Notaris atau yang
diberikan secara cuma-cuma karena
ketidakmampuan penghadap, wajib
diberikan tindakan hukum yang sama oleh
Notaris, karena akta yang dibuat oleh Notaris
yang bersangkutan tidak akan ada bedanya,
baik yang mampu membayar Honorarium
Notaris maupun yang cuma-Cuma.
145
B. Perlukah Honorarium Diatur dalam Undang-
undang Jabatan Notaris ?
Mengenai Honorarium ini yang
dicantumkan dalam Pasal 36 UUJN.
Pencantuman Honorarium dalam UUJN tidak
punya daya paksa untuk Notaris dan para
pihak yang membutuhkan jasa Notaris, dan
juga tidak ada yang mengawasi jika ada
Notaris mengikuti atau tidak mengikuti
ketentuan tersebut.

146
• Akta Notaris sebagai produk intelektual Notaris,
harus diberi penghargaan sebaga implementasi dari
keilmuan seorang Notaris, dan juga Notaris bukan
tukang membuat akta. Setiap akta Notaris
mempunyai sentuhan nilai tersendiri dari Notaris
yang bersangkutan dan memerlukan kecermatan,
sehingga atas hal itu, Notaris dapat menentukan
honornya sendiri sesuai dengan kesepakatan para
pihak/penghadap yang memerlukan jasa Notaris,
dengan parameter tingkat kesulitan membuat akta
yang diminta oleh para pihak/penghadap,

147
• sehingga nilai akta tidak perlu
didasarkan pada nilai ekonomis atau
sosiologis dari suatu akta, karena
tidak ada ukuran yang tepat untuk
mengukur nilai ekonomis dan
sosiologis suatu akta, akta Notaris
harus tetap dinilai sebagai alat bukti
yang mempunyai kekuatan
pembuktian yang sempurna.
148
• Berpijak pada uraian di atas, sebenarnya
tidak perlu, bahkan tidak ada gunanya
mengatur ketentuan honorarium Notaris
seperti tersebut di atas, juga bahkan kepada
organisasi jabatan Notaris tidak perlu
mengatur Honorarium yang berlaku untuk
para anggotanya, karena kalau ada anggota
yang melanggarnya, apakah akan ditindak
(dikenakan sanksi) oleh Organisasai Jabatan
Notaris, dengan alasan melanggar ketentuan
Honorarium yang telah ditentukan ?

149
•Oleh karena itu lebih baik
penentuan Honorarium ini
diserahkan kepada kesepakatan
penghadap dengan Notaris,
dengan parameter yang
diketahui oleh Notaris dan
penghadap sendiri.
150
Pasal 37 UU NO 2/2014 :
(1) Notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang
kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang
tidak mampu.
(2) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi berupa:
a. peringatan lisan;
b. peringatan tertulis;
c. pemberhentian sementara;
d. pemberhentian dengan hormat; atau
e. pemberhentian

151
GROSSE, SALINAN/
TURUNAN
DAN
KUTIPAN
152
• BAHWA HANYA NOTARIS
YANG MEMBUAT MINUTA
DARI SUATU AKTA, YANG
BERHAK MENGELUARKAN
GROSSE, SALINAN ATAU
KUTIPAN DARI AKTA (PASAL
57 UUJN)
153
PASAL 1 ANGKA 11 UU N0 2/2014 :
Grosse Akta adalah salah satu
salinan Akta untuk pengakuan
utang dengan kepala Akta "DEMI
KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA",
yang mempunyai kekuatan
eksekutorial.
154
DAN DIBAWAH AKTA DITULISKAN :
“DIBERIKAN SEBAGAI GROSSE PERTAMA”
DENGAN MENYEBUTKAN NAMA DARI
ORANG ATAS PERMINTAAN SIAPA DAN
UNTUK SIAPA GROSSE DIKELUARKAN
SERTA TANGGAL GROSSE ITU DIBERIKAN.
JIKA DIPENUHI PERSYARATAN ITU MAKA
KEKUATANNYA SAMA DENGAN
PUTUSAN/VONIS PENGADILAN.

155
• PELAKSANAAN DARI SUATU
GROSSE AKTA ADALAH SAMA
DENGAN PELAKSANAAN
SUATU PUTUSAN PERKARA
PERDATA DARI PENGADILAN
YANG TELAH MEMPUNYAI
KEPUTUSAN TETAP.
156
SEDANGKAN GROSSE
AKTA KEDUA HANYA
DAPAT DIBERIKAN
BERDASARKAN
PENETAPAN
PENGADILAN.
157
• SALINAN ADALAH MERUPAKAN COPY
MENURUT KATA-KATA DARI
KESELURUHAN ISI AKTA YANG SAMA
BUNYINYA DENGAN MINIT AKTA
YANG TELAH DITANDA-TANGANI
OLEH PARA PIHAK DAN NOTARIS.
• SALINAN INI JUGA DITANDA-
TANGANI OLEH NOTARIS YANG
BERSANGKUTAN
158
• NOTARIS ATAU PARA PEMEGANG YANG SAH
DARI MINUTA WAJIB UNTUK MEMBERIKAN
SALINAN, BAIK KEPADA ORANG-ORANG
YANG LANGSUNG BERKEPENTINGAN, PARA
AHLI WARIS ATAU PENERIMA HAK MEREKA.
• TENTANG KATA-KATA YANG DICANTUMKAN
DI BAWAH SALINAN BELUM ADA
PERATURAN YANG MENGATURNYA,
BIASANYA DICANTUMKAN TULISAN
“DIBERIKAN SEBAGAI SALINAN”

159
• KUTIPAN, YAITU SALINAN DARI
SEBAGIAN AKTA YANG DIKUTIP DAN
SENANTIASA HARUS ADA KEPALA DAN
PENUTUP AKTA DAN JUGA
PEMBERITAHUAN TENTANG SEMUA
ORANG YANG BERTINDAK (HANYA
ORANG-ORANG YANG BERTINDAK
DALAM HAL YANG MENJADI POKOK DARI
KUTIPAN ITU), JABATAN DAN
KEDUDUKAN MEREKA.
160
DI BAWAH KUTIPAN
DICANTUMKAN KATA-
KATA “DIBERIKAN
SEBAGAI KUTIPAN YANG
KATA DEMI KATA SAMA
BUNYINYA”
161
PENGAWASAN
NOTARIS
162
Sebelum berlaku UUJN, pengawasan,
pemeriksaan dan penjatuhan sanksi terhadap
Notaris dilakukan oleh badan peradilan yang ada
pada waktu itu, sebagaimana pernah diatur
dalam Pasal 140 Reglement op de Rechtelijke
Organisatie en Het Der Justitie (Stbl. 1847 No.
23), Pasal 96 Reglement Buitengewesten, Pasal 3
Ordonantie Buitengerechtelijke Verrichtingen –
Lembaran Negara 1946 Nomor 135, dan Pasal 50
PJN, kemudian Pengawasan terhadap Notaris
dilakukan Peradilan Umum dan Mahkamah
Agung sebagaimana tersebut dalam Pasal 32 dan
54 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1965
tentang Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan
Umum dan Mahkamah Agung.
163
163
Kemudian dibuat pula Surat Edaran
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 1984 tentang Tata Cara
Pengawasan Terhadap Notaris, Keputusan
Bersama Ketua Mahkamah Agung dan
Menteri Kehakiman Nomor
KMA/006/SKB/VII/1987 tentang Tata Cara
Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan
Diri Notaris, dan terakhir dalam Pasal 54
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004.
164
164
Dalam kaitan tersebut di atas,
meskipun Notaris diangkat oleh
pemerintah (dahulu oleh Menteri
Kehakiman, sekarang oleh Menteri
Hukum dan HAM) mengenai
pengawasannya dilakukan olen badan
peradilan, hal ini dapat dipahami
karena pada waktu itu kekuasaan
kehakiman ada pada Departemen
Kehakiman/ Kementerian Hukum dan
HAM. 165
Tahun 1999 sampai dengan tahun 2001
dilakukan dilakukan perubahan terhadap
Undang-undang Dasar (UUD) 1945, dan dengan
amandemen tersebut telah pula merubah
Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 24 ayat (2)
UUD 1945 menegaskan bahwa Kekuasaan
Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada
dibawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi.

166
Sebagai tindak lanjut dari perubahan tersebut dibuat
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman, dalam Pasal 2 ditegaskan
bahwa penyelenggaraan kekuasaan kehakiman oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Dalam
Pasal 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun
1985 Tentang Mahkamah Agung, ditegaskan bahwa
Mahkamah Agung sebagai pelaku salah satu
kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam
UUD 1945.

167
Mahkamah Agung berdasarkan aturan hukum
tersebut hanya mempunyai
168 kewenangan dalam
bidang peradilan saja, sedangkan dari segi
organisasi, administrasi dan finansial menjadi
kewenangan Departemen Kehakiman. Pada
tahun 2004 dibuat Undang-undang Nomor 8
Tahun 2004, dalam Pasal 5 ayat (1) ditegaskan
bahwa pembinaan teknis peradilan, organisasi,
administrasi, dan finansial pengadilan dilakukan
oleh Mahkamah Agung.

168
Sejak pengalihan kewenangan tersebut, Notaris
yang diangkat oleh pemerintah (Menteri) tidak
tepat lagi jika pengawasannya dilakukan oleh
instansi lain dalam hal ini badan peradilan,
karena Menteri sudah tidak mempunyai
kewenangan apapun terhadap badan peradilan,
kemudian tentang pengawasan terhadap
Notaris yang diatur dalam Pasal 54 Undang-
undang Nomor 8 Tahun 2004 dicabut oleh Pasal
91 UUJN.

169
Setelah berlakunya UUJN badan peradilan
tidak lagi melakukan pengawasan,
pemeriksaan dan penjatuhan terhadap
Notaris, tapi pengawasan, pemeriksan dan
penjatuhan sanksi terhadap Notaris
dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM
dengan membentuk :
MAJELIS PENGAWAS NOTARIS.

170
B. Majelis Pengawas
Notaris Sebagai Instansi
yang Melakukan
Pengawasan, Pemeriksaan
dan Menjatuhkan Sanksi
Terhadap Notaris.
171
171
TUJUAN PENGAWASAN :
Agar para Notaris ketika menjalankan tugas
jabatannya memenuhi semua persyaratan yang
berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan
Notaris, demi untuk pengamanan dari
kepentingan masyarakat, karena Notaris
diangkat oleh pemerintah, bukan untuk
kepentingan diri Notaris sendiri, tapi untuk
kepentingan masyarakat yang dilayaninya

172
Tujuan lain dari pengawasan terhadap
Notaris, bahwa Notaris dihadirkan
untuk melayani kepentingan
masyarakat yang membutuhkan alat
bukti berupa akta otentik sesuai
permintaan yang bersangkutan
kepada Notaris, sehingga tanpa
adanya masyarakat yang
membutuhkan Notaris, maka Notaris
tidak ada gunanya.

173
Meskipun demikian tidak berarti dengan bergantinya instansi
yang melakukan pengawasan Notaris tidak akan terjadi
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Notaris, karena
betapapun ketatnya pengawasan yang dilakukan Majelis
Pengawas Notaris, tidak mudah untuk melakukan pengawasan
tersebut, hal ini terpulang kepada Notaris sendiri dengan
kesadaran dan penuh tanggungjawab dalam tugas jabatannya
mengikuti atau berdasarkan aturan hukum yang berlaku, dan
tidak kalah pentingnya, yaitu peranan masyarakat untuk
mengawasi dan senantiasa melaporkan tindakan Notaris yang
dalam melaksanakan tugas jabatannya tidak sesuai dengan
aturan hukum yang berlaku kepada Majelis Pengawas Notaris
setempat, dengan adanya laporan seperti ini dapat
mengeliminasi tindakan Notaris yang tidak sesuai dengan aturan
hukum pelaksanaan tugas jabatan Notaris

174
Pasal 67 UU N0 2/2014 :
(1) Pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri.
(2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) Menteri membentuk Majelis Pengawas.
(3) Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berjumlah
9 (sembilan) orang, terdiri atas unsur:
a. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang;
b. Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang; dan
c. ahli atau akademisi sebanyak 3 (tiga) orang.

175
(4) Dalam hal suatu daerah tidak terdapat unsur
instansi pemerintahsebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a, keanggotaan dalam Majelis
Pengawas diisi dari unsur lain yang ditunjuk oleh
Menteri.
(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi perilaku Notaris dan pelaksanaan
jabatan Notaris.
(6) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) berlaku bagi Notaris
Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris.

176
Majelis Pengawas Daerah (MPD) dibentuk
dan berkedudukan di kabupaten atau
kota (Pasal 69 ayat (1) UU N0 2/2014),
Majelis Pengawas Wilayah (MPW)
dibentuk dan berkedudukan di ibukota
propinsi (Pasal 72 ayat (1) UU N0
30/2004), dan Majelis Pengawas Pusat
(MPP) dibentuk dan berkedudukan di
ibukota negara (Pasal 76 ayat (1) UU
30/2004).
177
Menurut Pasal 68 UU N0 30/2004,
bahwa Majelis Pengawas Notaris,
terdiri atas :
a. Majelis Pengawas Daerah;
b. Majelis Pengawas
Wilayah; dan
c. Majelis Pengawas Pusat.

178
Pasal 69 UU 2/2014 :
(1) Majelis Pengawas Daerah dibentuk di Kabupaten/Kota.
(2) Keanggotaan Majelis Pengawas Daerah terdiri atas unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3).
(2a) Dalam hal di suatu Kabupaten/Kota, jumlah Notaris tidak
sebanding dengan jumlah anggota Majelis Pengawas Daerah, dapat
dibentuk Majelis Pengawas Daerah gabungan untuk beberapa
Kabupaten/Kota.
(3) Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Daerah dipilih dari dan
oleh anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas
Daerah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.
(5) Majelis Pengawas Daerah dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih
yang ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Daerah.

179
Pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris yang dilakukan
oleh Majelis Pengawas, yang didalamnya ada unsur Notaris,
dengan demikian setidaknya Notaris diawasi dan diperiksa
oleh anggota Majelis Pengawas yang memahami dunia Notaris.
Adanya anggota Majelis Pengawas dari Notaris merupakan
pengawasan internal artinya dilakukan oleh sesama Notaris
yang memahami dunia Notaris luar-dalam, sedangkan unsur
lainnya merupakan unsur eksternal yang mewakili dunia
akademik, pemerintah dan masyarakat. Perpaduan keanggotan
Majelis Pengawas diharapkan dapat memberikan sinergi
pengawasan dan pemeriksaan yang objektif, sehingga setiap
pengawasan dilakukan berdasarkan aturan hukum yang
berlaku, dan para Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya
tidak menyimpang dari UUJN karena diawasi secara internal
dan eksternal.

180
Majelis Pengawas Notaris, tidak hanya
melakukan pengawasan dan
pemeriksaan terhadap Notaris, tapi
juga berwenang untuk menjatuhkan
sanksi tertentu terhadap Notaris yang
telah terbukti melakukan pelanggaran
dalam menjalankan tugas jabatan
Notaris.

181
181
182

c. Wewenang
Majelis Pengawas
Notaris

182
Majelis Pengawas Notaris sebagai
satu-satunya instansi yang berwenang
melakukan pengawasan, pemeriksaan
dan menjatuhkan sanksi terhadap
Notaris, tiap jenjang Majelis Pengawas
(MPD, MPW dan MPP) mempunyai
wewenang masing-masing.

183
•Majelis Pengawas Daerah (MPD)
mempunyai wewenang khusus yang
diatur dalam Pasal 66 UU NO
30/2004 sudah tidak ada lagi (Lihat :
PUTUSAN
MAHKAMAH KONSTITUSI (MK)
NOMOR 49/PUU-X/2012)
DALAM UUJN – P  TIDAK DISEBUTKAN
WEWENANG MPD.
184
Pasal 70 UU 30/2005 : WEWENANG MPD :
a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya
dugaan pelanggaran Kode Etik notaris atau pelanggaran
pelaksanaan jabatan Notaris;
b. melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara
berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu
yang dianggap perlu;
c. memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam)
bulan;
d. menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan
usul Notaris yang bersangkutan;
e. menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang
pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25
(duapuluh lima) tahun atau lebih;

185
f. menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai
pemegang sementara Protokol Notaris yang
diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4);
g. menerima laopran dari masyarakat mengenai
adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau
pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini,
dan
h. membuat dan menyampaikan laopran
sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g
kepada Majelis Pengawas Wilayah.

186
Pasal 73 UU 2/2014 : WEWENANG MPW
(1) Majelis Pengawas Wilayah berwenang:
a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas
laporan masyarakat yang dapat disampaikan melalui Majelis Pengawas Daerah;
b. memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. memberikan izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun;
d. memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah yang menolak
cuti yang diajukan oleh Notaris pelapor;
e. memberikan sanksi baik peringatan lisan maupun peringatan tertulis;
f. mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat
berupa:
1) pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan;
atau
2) pemberhentian dengan tidak hormat.
g. dihapus.

187
(2) Keputusan Majelis Pengawas Wila-
yah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e bersifat final.
(3) Terhadap setiap keputusan pen-
jatuhan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e
dan huruf f dibuatkan berita acara.

188
• Pasal 77 UU 30/2004 – WEWENANG MPP :
Majelis Pengawas Pusat berwenang:
a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan
mengambil keputusan dalam tingkat banding
terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti;
b. mengambil Notaris terlapor untuk dilakukan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a ;
c. menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara; dan
d. mengusulkan pemberian sanksi berupa
pemberhentian dengan tidak hormat kepada
Menteri.

189
UUJN tidak saja mengatur mengenai
Notaris, tapi juga mengatur mengenai
Pejabat Sementara Notaris, Notaris
Pengganti.
Istilah-istilah tersebut berkaitan
dengan Jabatan Notaris dan
pertanggungjawabannya.

190
Dengan demikian pertanggungjawaban Notaris,
Notaris Pengganti,, dan Pejabat Sementara Notaris
sebagai jabatan yang bertindak berdasarkan
kewenangan yang diberikan menurut Undang-
undanag Jabatan Notaris dan peraturan perundang-
undangan lainnya, seharusnya bertanggungjawab
sepanjang masih mempunyai wewenang untuk
menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris. Karena
jabatan tersebut tidak melekat terus-menerus selama
Notaris, Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus,
dan Pejabat Sementara Notaris hidup, jabatan
tersebut melekat pada jabatan tersebut selama belum
pensiun dan masih mempunyai kewenangan
berdasarkan UUJN dan peraturan perundangan
lainnya.

191
192

F. MAJELIS PENGAWAS
NOTARIS SEBAGAI
PEJABAT TATA USAHA
NEGARA.

192
Pada dasarnya yang mempunyai wewenang
melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap
Notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
yang dalam pelaksanaannya Menteri membentuk
Majelis Pengawas Notaris. Menteri sebagai kepala
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
mempunyai tugas membantu Presiden dalam
menyelenggarakan sebagian urusan pemerintah di
bidang hukum dan hak asasi manusia.
Dengan demikian kewenangan pengawasan terhadap
Notaris ada pada pemerintah, sehingga berkaitan
dengan cara pemerintah memperoleh wewenang
pengawasan tersebut

193
Berdasarkan pengertian tersebut di
atas, bahwa wewenang untuk
melakukan pengawasan terhadap
Notaris secara atributif ada pada
Menteri sendiri, yang dibuat,
diciptakan dan diperintahkan dalam
undang-undang sebagaimana tersebut
dalam Pasal 67 ayat (1) UU 30/2004.

194
Kedudukan Menteri selaku Badan atau
Jabatan TUN yang melaksanakan urusan
pemerintahan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
membawa konsekuensi terhadap Majelis
Pengawas, yaitu Majelis Pengawas
berkedudukan pula sebagai Badan atau
Jabatan TUN, karena menerima delegasi
dari badan atau Jabatan yang
berkedudukan sebagai Badan atau Jabatan
TUN.
195
195
Dengan demikian secara kolegial Majelis
Pengawas sebagai :
• badan atau Pejabat TUN;
• melaksanakan urusan pemerintahan;
berdasarkan perundang-undangan yang
berlaku, yaitu melakukan pengawasan
terhadap Notaris sesuai dengan UUJN.

196
Kedudukan Menteri sebagai eksekutif
(pemerintah) yang menjalankan
kekuasaan pemerintah dalam kualifikasi
sebagai Badan atau Jabatan Tata Usaha
Negara.
Dengan demikian Menteri selaku
delegans dan Majelis Pengawas selaku
delegataris. Majelis Pengawas sebagai
delegataris mempunyai wewenang
untuk mengawasi Notaris sepenuhnya,
tanpa perlu untuk mengembalikan
wewenangnya kepada delegans.

197
KESIMPULAN :
MAJELIS PENGAWAS NOTARIS
(MPD – MPW – MPP)
berkedudukan sebagai
PEJABAT atau BADAN TATA
USAHA NEGARA.

198
Dalam melakukan pengawasan, pemeriksaan
dan penjatuhan sanksi Majelis Pengawas harus
berdasarkan kewenangan yang telah
ditentukan UUJN sebagai acuan untuk
mengambil keputusan, hal ini perlu dipahami
karena anggota Majelis Pengawas tidak semua
berasal dari Notaris, sehingga tindakan atau
keputusan dari Majelis Pengawas harus
mencerminkan tindakan suatu Majelis
Pengawas sebagai suatu badan, bukan
tindakan anggota Majelis Pengawas yang
dianggap sebagai tindakan Majelis Pengawas.

199
G. KEPUTUSAN MAJELIS
PENGAWAS SEBAGAI
KEPUTUSAN TATA USAHA
NEGARA DAN OBJEK
SENGKETA TATA USAHA
NEGARA.
200
200
Bersifat konkret, individual dan final :
• Bersifat konkret, artinya objek yang diputuskan dalam
Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak abstrak, tetapi
berwujud, tertentu atau dapat ditentukan, umpamanya
keputusan mengenai rumah si A, izin usaha bagi si B,
pemberhentian si A sebagai pegawai negeri.
• Bersifat individual artinya Keputusan Tata Usaha Negara itu
tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat
maupun hal yang dituju. Kalau yang dituju itu lebih dari
seorang, tiap-tiap nama orang yang terkena keputusan itu
disebutkan. Umpamanya keputusan tentang pembuatan
atau pelebaran jalan dengan lampiran yang menyebutkan
nama-nama orang yang terkena keputusan tersebut.

201
Majelis Pengawas dalam kedudukan
sebagai Badan atau Jabatan TUN
mempunyai kewenangan untuk membuat
atau mengeluarkan Surat Keputusan atau
Ketetapan yang berkaitan dengan hasil
pengawasan, pemeriksaan atau penjatuhan
sanksi yang ditujukan kepada Notaris yang
bersangkutan. Dengan memenuhi
ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara.

202
Dalam kedudukan seperti itu Surat
Keputusan atau Ketetapan Majelis
Pengawas dapat dijadikan objek
gugatan oleh Notaris ke Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai
sengketa tata usaha negara. Dalam
Pasal 1 ayat (4) Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1986.

203
Jika Notaris merasa bahwa keputusan dari Majelis
Pengawas tidak tepat atau memberatkan Notaris
yang bersangkutan atau tidak dilakukan yang
transparan dan berimbang dalam pemeriksan.
Peluang untuk mengajukan ke PTUN tetap terbuka
setelah semua upaya administrasi, yang disediakan
baik keberatan administratif maupun banding
administrasi telah ditempuh, meskipun dalam aturan
hukum yang bersangkutan telah menentukan bahwa
putusan dari badan atau Jabatan TUN tersebut telah
menyatakan final atau tidak dapat ditempuh upaya
hukum lain karena pada dasarnya bahwa penggunaan
upaya administratif dalam sengketa tata usaha
negara bermula dari sikap tidak puas terhadap
perbuatan tata usaha negara

204
KESIMPULAN :
KEPUTUSAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS
(MPD – MPW – MPP) yang konkret, final,
individual, dan telah menempuh upaya hukum
(prosedur keberatan atau banding
administratif), jika Notaris berkeberatan
dengan putusan tersebut, maka dapat
mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha
negara. Dan Keputusan tersebut sebagai Objek
Sengketa Tata Usaha Negara.

205
WASSALAM WR WB

SELAMAT BELAJAR
DAN
SUKSES…!!!

20
6

Anda mungkin juga menyukai