ين
ِ َد
ِ ي ل
ِ و
َ م
ْ ُ
ك ُ ن ي د
ِ م
ْ ُ
ك َ ل
“Untukmu agamamu dan untukku agamaku”. (QS. Al-Kafirun:6)
Pluralisme agama adalah merupakan perwujudan dari kehendak Allah
SWT. Allah tidak menginginkan hanya ada satu agama walaupun sebenarya
Allah punya kemampuan untuk hal itu bila Ia kehendaki. “
ۖ ين
ِ الد
ِ يف
ِ ه
َ ارَ ْ
ك إ
ِ َ
َل
“Tidak ada paksaan dalam agama”. (Qs. Al-Baqarah; 2/256)
Manusia adalah makhluk yang punya kebebasan untuk memilih
dan inilah salah satu keistimewaan manusia dari makhluk
lainnya, namun tentunya kebebasan itu adalah kebebasan yang
harus dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah SWT.
Pluralisme agama mengajak keterlibatan aktif dengan orang
yang berbeda agama (the religious other) tidak sekedar
toleransi, tetapi jauh dari itu memahami akan substansi ajaran
agama orang lain. Pluralisme agama dapat berfungsi sebagai
paradigma yang efektif bagi pluralisme sosial demokratis di
mana kelompok-kelompok manusia dengan latar belakang yang
berbeda bersedia membangun komunitas globa
Nurkholis Madjid, mengatakan bahwa salah satu
persyaratan terwujudnya masyarakat modern yang
demokratis adalah terwujudnya masyarakat yang
menghargai kemajemukan (pluralitas) masyarakat dan
bangsa serta mewujudkan sebagai suatu keniscayaan.
Al-Qur’an dan Pluralisme Keagamaan
ين َم ْن آ َم َن َ صا ِب ِئَّ ار َٰى َوال َ ص َ َّين َهادُوا َوالن َ ين آ َمنُوا َوالَّ ِذ َ ِإ َّن الَّ ِذ
صا ِل ًحا فَلَ ُه ْم أ َ ْج ُر ُه ْم ِع ْن َد َر ِب ِه ْم َو ََل
َ اَّلل َوا ْليَ ْو ِم ْاْل ِخ ِر َوع َِم َلِ َّ ِب
َ ُعلَ ْي ِه ْم َو ََل ُه ْم يَ ْح َزن
ون َ ف ٌ َخ ْو
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang
Nasrani dan orang-orang Shabiin[56], siapa saja diantara mereka yang benar-
benar beriman kepada Allah[57], hari kemudian dan beramal saleh[58],
mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran
kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(Al-Baqarah: 2/62)
Sikap pengakuan Al-Qur’an terhadap adanya jaminan keselamatan bagi
agama lain diluar Islam sangat kontras dengan prinsip ajaran agama Katolik,
seumur-umur gereja Katolik belum pernah mengakui keselamatan yang ada
di luar gereja Katolik
Keselamatan hanya ada dalam agama Katolik. Kritik dan protes yang
dilancarkan gerakan keagamaan Protestan yang dimotori oleh Martin Luther
selama 400 tahun lamanya tidak banyak merubah hegemoni kebenaran
tunggal yang dimiliki agama ini
Baru tahun 1965 dalam konsili VAtikan II, gereja Katolik mulai mengubah
cara pandang keagamaannya.
Mereka mulai membuka diri mau mengakui adanya pluralitas
keselamatan di luar gereja Katolik. Demikian juga halnya yang terjadi pada
agama Protestan yang menurut sejarah kelahirannya merupakan gerakan
protes dan pembaharuan terhadap gereja Katolik, mulai terasa kepayahan
untuk menyatukan langkah-langkah gereja-gereja kecil dalam sekte-sekte
yang independent dilingkungan internal agama Protestan. Penganut sekte-
sekte dalam agama Protestan tidak selamanya dapat akur antara satu
dengan yang lainnya.
Sungguh menarik untuk mencermati dan memahami pengakuan Al-
Qur’an sebagai kitab suci umat Islam yang berfungsi sebagai petunjuk
(hudan) dan obat penetram (syifa li mafi al-shudhur) terhadap pluralitas
agama, jika ayat-ayat Al-Qur’an dipahami secara utuh, ilmiah-kritis-
hermeneutis, terbuka, dan tidak memahaminya secara ideologis-politis,
tertutup, Al-Qur’an sangat radikal dan liberal dalam menghadapi pluralitas
agama.
Pluralisme Agama Keniscayaan Sejarah
Agama dan beragama lebih dahulu dari usia itu sendiri sebab sejarah belum
ditulis sedikitpun kecuali setelah manusia mengenal peradaban. Pluralisme
atau kebhinekaan agama merupakan suatu kenyataan aksiomatis (yang
tidak bisa dibantah) dan merupakan keniscayaan sejarah (histrical
necessary) yang bersifat universal. Prespektif sosio-historis, pluralisme
keagamaan merupakan realitas emperis yang tercipta diluar otoritas
manusia, kesadaran akan realitas tersebut dan kesediaan menerima
keragaman sebagai suatu hal yang tidak mungkin dipisahkan dari
kehidupan umat manusia
Dalam bahasa agama, pluralisme atau kebinekaan merupakan
sunnatullah (kepastian hokum Tuhan) yang bersifat abadi
(perennial); argument histories yang menunjukkan keniscayaan
sejarah akan pluralisme agama, dikemukakan oleh Ismail Raji al-
Faruqi bahwa kebinekaan atau pluralisme agama tersebut
disebabkan oleh perbedaan tingkat perkembangan sejarah,
peradaban dan lokasi umat yang menerimanya
Ismail Raji al-Faruqi menjelaskan bahwa asal dari agama itu satu
karena bersumber pada satu (Tuhan)
Upaya Memelihara Pluralisme Agama
Pada dasarnya pluralisme tidak membutuhkan suatu system yang
baku untuk memeliharanya, yang dibutuhkan adalah pemahaman
masyarakat beragama tentang pluralisme itu sendiri. Namun
walaupun demikian ada beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk menjaga keberlangsungan pluralisme, antara lain :
1. Adanya Kesadaran Islam yang Sehat
Pluralisme dalam masyarakat Islam memiliki karakter yang
berbeda dari pluralisme yang terdapat dalam masyarakat lain
2. Mara Ma’ruf Nahi Mungkar
Pemahaman konsep amar ma’ruf nahi mungkar yang benar, akan mampu
menjadi perangkat lunak yang akan terwujudnya pluralisme. Karena amar
ma’ruf nahi mungkar memberikan peluang bagi tumbuhnya kebebasan
berpikir dan terwujudnya kondisi demokratis
Jika amar ma’ruf nahi mungkar tidak lagi berjalan dalam masyarakat
sebagaimana mestinya, maka akan sangat mungkin tumbuhnya
kemungkaran yang tidak terhitung, tanpa ada seorang pun yang berani
melakukan kritik dan reformasi social. Kondisi seperti ini akan anti
pluralisme
Sayangnya, kadang kala karena kesalahpahaman akan konsep amar ma’ruf
nahi mungkar, yang terjadi justru amar ma’ruf nahi mungkar menjadi
perangkat yang melawan pluralisme bahkan cenderung membenarkan
tindakan-tindakan amarkhis
Ini terjadi ketika konsep amar ma’ruf nahi mungkar berada di tangan
orang-orang yang berpandangan totaliter yang memiliki jargon “satu kata”
hanya mereka yang benar sedangkan orang lain salah, inilah senjata
mereka dalam memberangus orang lain yang memiliki pandangan yang
berbeda
3. Dialog Antarumat Beragama
Salah satu faktor penyebab terjadinya konflik keagamaan adalah
adanya paradigam keberagaman masyarakat yang masih eksklusif
(tertutup). Pemahaman keberagaman ini tidak bisa dipandang sebelah
mata karena pemahaman ini dapat membentuk pribadi yang antipati
terhadap pemeluk agama lain