Anda di halaman 1dari 11

Pendahuluan

Akhir-akhir ini wacana tentang pluralitas agama atau pluralisme agama dan
masalah-masalah yang mengitarinya semakin menguat dan muncul keprmukaan.
Banyank sekali karya tulis yang membahas masalah ini. Kecenderungan
menguatnya perbincangan tentang pluralitas agama dan hubungan antar umat
beragama disebabkan topic ini adalah topic yang actual bagi siapapun yang
mendambakan terwujudnya perdamaian antara umat beragama.
Namun terkadang kita sering salah memahami apa yang dimaksud dan apa yang
dituju oleh kata pluralitas agama ini. Pada kesempatan kali ini kami mencoba
sedikit mebahas masalah ini yang yang diantaranya membahas defininisi
pluralisme agama, sejarahnya, dan nilai-nilai pluralisme dalam islam. mudah-
mudahan memberikan sedikit warna yang berbeda terhadap apa yang kita bahas
kali ini.
Definisi Pluralitas Agama
Pluralitas atau pluralisme berasal dari kata berbahasa Ingris plural, yang berarti
jamak atau banyak sedangkan menurut istilah Pluralisme berarti keberadaan
atau toleransi keragaman etnik atau kelompok-kelompok cultural dalam suatu
masyarakat atau Negara, serta keragaman kepercayaan atau sikap dalam suatu
badan, kelebagaan, dan sebagainya. Pendapat yang lain mengatakan bahwa
pluralisme agama berarti kondisi hidup bersama antar agama yang berbeda-beda
dalalm saatu komunitas dengan tetap mempertahankan cirri-ciri spesifik atau
ajaran masing-masing agama.
Namu kata pluralisme sudah melenceng dari maksud awal arti pluralisme agama,
arti yang melenceng itu kia ditegaskan oleh john hick yang memberi arti
Pluralisme agama adalah susatu gagasan bahwa agama-agama besar dunia
merupakan persepsi dan konsepsi yang berbeda tentang dan secara bertepatan
merupakan respon yang beragam terhadap yang real atau yang maha agung dari
dalam pranata cultural manusia yang bervariasi dan bahwa transformasi wujud
manusia dari pemusatan dir menuju pemusatan hakikat terjadi secara nyata dalam
setiap masing-masing pranata cultural manusia tersebut. Dan terjadi, sejauh yang
dapat diamati, sampai pada batas yang sama.
Dengan kata lain hick ingin mengatakan bahwasannya semua agama adalah
merupakan manifestasi-manifestasi dari realitas yang satu. Dengan demikian,
semua agama sama dan tak ada yang lebih baik dari yang lain.
Pendapat yang lain megnatakan, pluralisme berarti bukan satu, tetapi Plural,
banyak. Dan banyak artinya berbeda, karena tidak ada yang sama kita harus bisa
mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain karena dia berbeda dengan
kita.
Sejarah Dan Perkembangan Tren Pluralisme Agama
Pemikiran ini muncul pada masa yang disebut pencerahan (enlightemment) eropa,
tepatnya pada abad ke-18 Msehi, masa yang sering disebut sebagai titik
permualaaan bangkitnya gerakan pekmikiran modern. Yaitu masa yang di warnai
dengan wacana-wacana baru pergolakan pemikiran manusia yang berorientasi
pada superiotas akal (rasionalisme) dan pembebasan akal dari kungkungan-
kungkungan agama. Ditengah hiruk-pikuk pergolakan pemikiran di Eropa yang
timbul sebagai konsekuensi logis dari konflik-konflik yang terjadi antara gereja
dan kehidupan nyata di luar Gereja, muncullah suatu paham yang dikenal dengan
liberalisme, yang komposisi utamanya adalah kebebasan, toleransi , persamaan
dan keragaman atau pluralisme.
Oleh karena paham liberalisme pada awalnya muncul sebagai mazhab social
plitis, maka wacana Pluralisme yang lahir dari rahimnya, termasuk gagasan
pluralisme agama, juga lebih kental dengan nuansa dan aroma politik. Maka tidak
aneh jika kemudian gagasan pluralisme agama itu sendiri muncul dan hadir dalam
kemasan pluralisme politik, yang merupakan produk dari liberalisme politik.
Muhammad Legenhausaen, seorang pemikir muslim kontemporer, juga
berpendapat bahwa munculnya paham Liberalisme plitik di Eropa pada abad
ke-18, sebagian besar di dorong oleh kondisi masyarakat yang carut-marut akibat
memuncaknya sikap-sikap intoleran dan konflik-konflik etnis dan sectarian yang
pada akhirnya menyeret kepada pertumpahan darah antar ras, sekte dan mazhab
pada masa reformasi keagamaan. Jelas faham liberalisme tidak lebih merupakan
respon politis terhadap kondisi social masyarakat Kristen Eropa yang plural
dengan keragaman sekte, kelompok dan mazhab. Namun kondisi pluralistic
semcam ini hanyalah terbatas dalam masyarakat Kristen Eropa untuksekian lama,
baru kemudian pada abad ke-20 berkembang hingga mencakup komunita-
komunitas lain di dunia.
Nilai-Nilai Pluralisme Dalam Islam
Islam adalah agma yang sangat besar dan merupakan agama paling banyak
penganutnya di Negara kita tercinta. Dalam Negara kita terdapat banyak agama
dan aliran-aliran keprcayaaan yang hamper memenuhi seluruh pelosok Indonesia.
Banyak sekali ayat-ayat Al-quran yang menunujukkan kepada nilai pluralisme
Islam, yang apabila kita hayati, maka akan kita temui sebuah sikap pluralis antara
yang satu dengan yang lain. Yang antara lain ayat tersebut adalah
Al-Qur,an surat Al-Hujurat [49] ayat, 13 yang artinya;
Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling mengenal . sesungguhnya orang yang palin mulia diantara
kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu .
sesungghunya Allah maha mengetahui lagi maha Mengenal
Ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa Allah SWT telah meciptakan kita
berbeda-beda, berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku untuk menjalin hubungan
yang baik. Agar timbul interaksi positif antara yang satu dengan yang lain dan
baik. Dan dengan interaksi positi itu sangat diharapan akan menjadi prasyarat
terciptanya kedamaian di muka bumi ini. Tapi tetap yang paling mulia disisi Allah
adalah Orang yang paling dekat dengan Allah SWT. Jadi jelas Al-Quran
memberikan kepada kita alas an yang rasional penciptaan manusia dengan
beragam bangsa, bahasa, suku dan budaya.
Yang kembali Allah tekankan dengan ayat lain, Al-quran surat huud [11] ayat
118, yang artinya:
Jikalau tuhanmu menghendaki, tentu dia menjadikan manusia umat yang satu,
tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat
Seandainya Allah mau , dengan gampang sekali akan menciptakan manusia semua
dalam satu grup, monolitik , dan satu agama, tetapi Allah tidak menghendaki hal
tersebut. Tetapi Tuhan justru menunjukkan kepada realita bahwa pada hakikatnya
manusia itu berbeda-beda. Ini kehendak tuhan, atas dasar inilah orang berbicara
pluralisme.
Bebrbicara pluralisme artinya bukan satu tetapi plural, banyak. Dan banyak itu
berbeda, karena tidak ada yang sama . maka kita harus bisa mengharagai pendapat
orang lain kaena dia berbeda dengan kita. Itulah sebenarnya yang kita inginkan di
Indonesia ini, yaitu adanya respect terhdap pendapat orang lain. Tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain, satu kelompok kepada kelompok yang
lain. Tetapi saling berinteraksi dengan baik saling menghormati pendapat orang
lain. seperti ahlul kitab. dan pada khususnya kepada mereka yang memiliki
afinitas, hubungan erat dari segi idiologi, tauhid atau monoteisme.
Dan Al-Quran mengharuskan kita bebuat baik kepada mereka, dalam surat Al-
Ankabuut [29] ayat 46, yang artinya;
Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang
paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim diantara mereka, dan katakanlah:
kami telahberiman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang
diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu, dan kami hanya
kepada-Nya berserah dir. iDan masih banyak lagi ayat-ayat yang lain yang
mebahas tentang pluralisme agama.

Istilah pluralisme merupakan sebuah istilah yang banyak didengar dewasa ini.
Banyak ilmuwan dan Pemikir yang membahas dan memasarkan istilah ini kepada
masyarakat. Menurut mereka paham ini sangat cocok di kembangkan di
Indonesia, dikarenakan kondisi masyarakatnya yang plural (sangat beragam dalam
segala hal terutama agamanya). Menurut Adnin Armas, Paham ini mengajarkan
bahwa semua agama adalah sama. Kebenaran adalah milik bersama. Dalam setiap
agama terdapat kebenaran. Banyak jalan menuju kebenaran. Oleh sebab itu, Islam
bukanlah satu-satunya jalan yang sah menuju kepada kebenaran.[1]

Karena bukan Islam jalan satu-satunya kebenaran, maka paham ini menjamin
apapun agamanya pasti akan membawanya menuju Tuhan yang berakhir
mendapatkan syurganya. Yang menyebabkan seseorang masuk syurga bukan apa
agamanya tapi apa kebaikan yang telah dia perbuat. Semakin banyak seseorang
berbuat baik maka akan semakin besar peluang dia mendapatkan syurga, tak
peduli apapun agamanya. Diantara orang yang mempunyai pemikiran seperti itu
adalah Prof. Dr. Munir Mulkhan, dia menyatakan : Jika semua agama memang
benar sendiri, penting diyakini bahwa surga Tuhan yang satu itu sendiri, terdiri
banyak pintu dan kamar. Tiap pintu adalah jalan pemeluk tiap Agama memasuki
kamar surganya. Syarat memasuki surga ialah keikhlasan pembebasan manusia
dari kelaparan, penderitaan, kekerasan dan ketakutan, tanpa melihat agamanya.
Inilah jalan universal surga bagi semua agama. Dari sini kerjasama dan dialog
pemeluk berbeda agama jadi mungkin.[2]

Sementara itu MUI mempunyai pendapat lain mengenai paham ini. Melalui
fatwanya yang dikeluarkan dalam MUNAS ke 7 tahun 2005, MUI telah dengan
tegas menyatakan bahwa Pluralisme merupakan paham yang bertentangan dengan
ajaran Islam. Bahkan melarang kepada segenap umat Islam untuk mengikuti
apalagi mengamalkan paham ini. Argumentasi MUI melarang paham ini adalah
ayat-ayat al Quran, seperti barang siapa yang mencari agama selain agama
Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu), dan dia diakhirat
termasuk orang-orang yang merugi[3] . Dan Sesungguhnya agama (yang
diridhai) disisi Allah hanyalah Islam[4]. Dan Untukmu agamamu, dan
untukkulah agamaku.[5]

Selain ayat al Quran argumentasi lainnya adalah Hadits Rosulullah saw. Imam
Muslim (w 262 H) dalam kitabnya Shahih Muslim, meriwayatkan hadits
Rosulullah saw : Demi zat yang menguasai jiwa Muhamad, tidak ada seorangpun
baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang diriku dari umat Islam ini,
kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali ia
mati akan menjadi penghuni neraka.. Begitu juga Nabi mengirimkan surat-surat
Dakwah kepada orang-orang non muslim, antara lain kaisar Heraklius, Raja
Romawi yang beragama Nasrani, al-najasyi raja Abesenia yang beragama Nasrani
dan Kisra Persia yang beragama Majusi, dimana Nabi mengajak mereka untuk
masuk Islam (Hadits Riwayat Ibnu Saad dalam al-Thabaqat al-Kubra dan imam
al Bukhari dalam Shahih al Bukhari).
Antara Pluralisme dan Pluralitas

Melalui fatwa MUI ini maka dengan tegas menyatakan bahwa umat Islam harus
meyakini bahwa agamanyalah yang paling benar. Hanya Islamlah yang akan
membawa penganutnya kepada jalan keselamatan. Hanya Islam yang diridloi
Allah swt yang dengannya menjadi jaminan seseorang masuk syurga. Yang perlu
dicatat, sikaf eksklusif umat Islam ini terhadap orang kafir adalah hanya dalam hal
yang bersifat Aqidah dan Ibadah. Dan tidak berlaku dalam urusan muamalah dan
masalah-masalah sosial lainnya. Karena dalam fatwanya MUI pun mengakui
Pluralitas (keberagaman agama) dalam suatu kelompok masyarakat. Oleh karena
itu, dalam hal ini MUI tetap menganjurkan umat Islam agar bersikap inklusif,
dalam arti untuk masalah sosial yang tidak terkait Aqidah dan Ibadah, umat Islam
dianjurkan tetap melakukan pergaulan sosial dengan agama lain sepanjang tidak
merugikan.
Pluralisme sendiri bukanlah paham yang lahir dalam diskursus keislaman. Dalam
penelitian Syamsudin Arif, paham ini merupakan turunan dari paham
Relativisme. Menurutnya, fakta bahwa agama yang ada didunia ini sangat banyak
telah melahirkan dua aliran pemikiran besar, yaitu skeptisisme dan relativisme.
Kaum skeptis menyatakan bahwa beragamnya agama tersebut menjadi pembenar
bahwa kebenaran dalam agama itu tidak ada. Sementara kaum relativis
berpendapat sebaliknya, bahwa beragamnya agama merupakan sebuah fakta
bahwa kebenaran itu tidak satu, ia ada pada setiap agama.
Lebih lanjut, kaum relativis ini memiliki tiga aliran pemikiran, yaitu esensialisme,
sinkretisme, dan pluralisme. Esensialisme menyatakan bahwa semua agama pada
esensinya sama, percaya pada ketuhanan. Bedanya hanya pada bentuk formalnya
saja. Sementara Sinkretisme, melangkah lebih jauh dengan mencoba menyatukan
agama-agama dalam satu format keagamaan. Contohnya sikhisme di india,
bahaisme di iran, caudaisme di Vietnam, atau semacam aliran-alian kebatinan.
Adapun Pluralisme mengakui bahwa agama itu sama dalam porsinya masing-
masing. Dengan kata lain, mengakui persamaan dalam perbedaan. Sama-sama
benar dalam posisi dan kedudukannya masing-masing.[6] Semua keyakinan dan
paham ini bertentangan dengan konsep Islam yang telah dirumuskan dan menjadi
Fatwa MUI diatas. Dan menunjukan bahwa Pluralisme bukan merupakan paham
yang lahir dari Islam bahkan justru bertentangan dengan Islam.
Meskipun pluralisme ini bukan berasal dari Islam, tapi kaum pluralis mencari
legitimasinya dari ayat-ayat al Quran. Mereka mengakalinya sehingga terkesan al
Quran pun mendukung terhadap paham ini. Ayat al Quran yang sering dijadikan
rujukan mereka adalah QS al Baqarah ayat 62 :





Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani
dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman
kepada Allah, hari Kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala
dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula)
mereka bersedih hati.
Menurut kaum pluralis, ayat ini merupakan pendukung pendapat mereka yang
menyatakan bahwa semua agama benar. Apapun agamanya asal beriman kepada
Allah, hari akhir dan beramal shaleh maka mereka tidak perlu khawatir dan
bersedih hati, yang itu artinya mendapat ridlo Allah swt.
Namun, pendapat ini jelas keliru. Karena konsep beriman kepada Allah swt dan
beramal shaleh dituntut sebuah totalitas dan tidak parsial. Tidak boleh orang yang
mengaku beriman kepada Allah tapi tidak mengakui Rosulullah saw sebagai Nabi-
Nya, dan atau tidak meyakini al Quran sebagai wahyu-Nya. Orang yang
mengaku beriman kepada-Nya pasti akan mengerjakan setiap perintah-Nya
termasuk mengakui dan mentaati Rosulullah saw sebagai utusan-Nya, dan
meyakini al Quran sebagai wahyu-Nya.
Pandangan Islam tentang Keberagaman (pluralitas)
Allah swt melalui wahyunya telah memberikan petunjuk yang jelas tentang
bagaimana seharusnya seorang hamba berinteraksi dengan sesamanya. Begitu
juga hal ini telah di contohkan oleh utusan-Nya Muhamad saw. Dan fatwa MUI di
atas dirasa telah cukup untuk mewakili bagaimana sebenarnya Islam mengajarkan
umatnya menyikapi masalah pluralitas.
Dalam hal Aqidah dan Ibadah, umat Islam diperintahkan untuk tidak
berkompromi dengan orang kafir. Umat Islam dilarang meyakini kebenaran
agama lain selain Islam. Umat Islam dilarang juga mencampuradukan konsep
peribadahan dengan agama lain diluar Islam (sinkretisme). Diantara ayat al
Quran yang membahas masalah ini adalah QS al kaaFirun [109] : 1-6;
( 4) ( 3) ( 2) ( 1)
(6) ( 5)
Katakanlah: Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak
pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah
(pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan
untukkulah, agamaku.
Dari awal sampai akhir ayat diatas dengan sangat jelas melarang umat Islam
melakukan kompromi Aqidah dan ibadah dengan orang-orang kafir. Umat Islam
diperintahkan untuk mengatakan kepada orang kafir bahwa kita bukanlah
penyembah dan tidak akan pernah menjadi penyembah apa yang mereka sembah.
Sebaliknya, orang kafir bukanlah penyembah dan tidak akan pernah menjadi
penyembah apa yang orang Islam sembah.
Imam Ibnu Jarir dalam tafsirnya meriwayatkan Hadits yang menjadi asbabu
nuzul ayat ini, Yaitu: Menurut Ibnu Abas, bahwa orang Quraisy pernah
menawarkan kepada Rosulullah saw harta yang banyak sehingga beliau akan
menjadi orang yang paling kaya di Mekah. Bahkan beliau boleh memilih
perempuan Quraisy yang mana saja untuk dinikahi dengan syarat tidak lagi
mencaci maki Tuhan-tuhan yang mereka sembah.
Jika beliau menolak kesepakatan itu, maka orang Quraisy menawarkan
kesepakatan lain yaitu mereka akan beribadah kepada Tuhan Muhamad selama
satu tahun dan Muhamad pun harus beribadah kepada tuhan mereka selama satu
tahun penuh. Menurut Ibnu Abas, kepada ajakan kaum Quraisy ini Rosulullah saw
tidak langsung memberikan jawaban sehingga turun Quran Surat al Kaafirun ayat
satu sampai enam.[7]
Penolakan Rosulullah saw kepada ajakan Quraisy diatas menunjukan bahwa tidak
ada kompromi bagi umat Islam dengan agama lain dalam hal Aqidah dan Ibadah.
Namun, Rosulullah saw juga mengajarkan tetap berkompromi dan bergaul dengan
masyarakat diluar agama Islam dalam hal-hal yang bersifat sosial
kemasyarakatan. Rosulullah saw tetap berinteraksi (inklusif) dan tidak menutup
diri (eksklusif) dengan orang-orang diluar agama Islam.
Diantaranya Rosulullah saw pernah menggadaikan baju besinya kepada orang
yahudi. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh siti Aisyah: Bahwa Rosulullah
saw pernah membeli makanan kepada orang yaudi dengan menggadaikan baju
besinya (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim). Hal ini menunjukan bahwa
Islam mengakui Pluralitas dan menolak pluralisme, sebagaimana kata Adnin
Armas, merupakan sebuah paham syirik kontemporer. Wallahu Alam.

* Bidang Kaderisasi PW. Pemuda Persis Jawa Barat


[1] Adnin Armas, Pluralisme : Sebuah Paham Syirik Kontemporer. Hal.1
http://www.insistnet.com
[2] Abdul Munir Mulkhan, Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar,
Yogjakarta: Kreasi Wacana, 2002, hal. 44
[3] QS. Ali Imran [3] : 85
[4] QS. Ali Imran [3] : 19
[5] QS al kaafirun [109] : 6
[6] Syamsudin Arif, Orientalis dan Diabolisme Intelektual, hal. 80-83. Dalam
Nashruddin Syarief, Menangkal Virus Islam Liberal, hal. 68-69.
[7] Ibnu Jarir Ath Thabari, Jamiul Bayan. Dalam Maktabah Syamilah.
Penutup
Sengaja pada kesempatan kali pemakalah hanya memberikan sedikit nilai-nilai
pluralisme dalam Islam saja, tapi tidak memberikan nilai-nilai pluralisme dalam
agama lain, itu disebabkan kaena Islam agama mayoritas di Negara kita. Dan
Islam adalah kekautan paling besar di Negara kita. Dengan harapan agar kita yang
besar dan kuat tidak memaksakan kehendak kita kepada agama yang lain tapi
mendengarkan pendapat yang minoritas.
Demikianlah makalah ini kami buat, kami mohon maaf sebesar-besarnya apabila
terdapat kesalahan dalam penyajian makalah ini. Dan kami mohon kritik dan
saran yang membangun terhadap makalah ini untuk memperbaiki pada pembuatan
makalah kami yang selanjutnya.

Daftar Referensi
Prof. Dr. Nurcholish Madjid, Pluralitas Agama; Kerukunan Dalam
Keragaman, Kompas, Jakarta, 2001
Dr. Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama Tinjauan Kritis, Pnerbit
Prspektif Kelompok Gema Insani, Jakarta, 2006
Dr. Sururin, Nilai-Nilai Pluralisme Dalam Islam; Bingaki Gagasan Yang
Berserak, Pnerbit Nuansa, Bandung, 2005

Anda mungkin juga menyukai