Anda di halaman 1dari 10

ILMU WARIS (FARAIDH)

KELOMPOK 2 :
• Aulia Rahmadsyah
• Cut Nina Latisa Maura
• Raisya Husna Agustin
• Shadila Rusalli
• Siska Arianti
• T. M. Fajar Pramudya
• Varian Kariza
Definisi Ilmu Faraid

 Faraid adalah bentuk jamak dari al-faridhah yang


bermakna sesuatu yang diwajibkan, atau pembagian yang
telah ditentukan sesuai dengan kadarnya masing-masing.
Ilmu faraid adalah ilmu yang mempelajari tentang
perhitungan dan tata cara pembagian harta warisan untuk
setiap ahli waris berdasarkan syariat Islam.
Keutamaan Mempelajari Ilmu Faraid
 Ilmu faraidh adalah setengah dari ilmu yang primer (utama) untuk
dipelajari.
 Mempelajari ilmu Faraidh mengandung ratusan kebajikan. Pada Al-
Futuhiyyah dikatakan : “..Mempelajari satu masalah dalam ilmu faraidh
mempunyai ratusan kebajikan, sedangkan selainnya hanya sepuluh
kebajikan…”.
 Allah Subhanahu wa Ta’ala secara langsung menjelaskan ilmu Faraidh
secara rinci kepada umat manusia (dalam Al-Qur`an). Ini seperti
tercatat dalam salah satu sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam: “Sesungguhnya Allah Subhanhu wa Ta’ala tidak mewakilkan
pembagian harta waris kalian kepada seorang Nabi atau Rasul-Nya
maupun raja yang luhur, tetapi Dia menguasakan penjelasannya sehingga
membaginya dengan sejelas-jelasnya”.
 Ilmu Faraidh adalah ilmu yang pertama kali dicabut sebelum Kiamat
tiba.
Hukum Faraid

 Menurut Islam, selepas kematian seseorang Muslim, maka wujudlah


hak-hak tertentu ke atas harta yang ditinggalkannya. Hak-hak tersebut
telah ditentukan sendiri oleh ALLAH SWT secara khusus di bawah
hukum faraid. Pembahagian faraid kepada yang berhak hukumnya
adalah wajib untuk ditunaikan, dan fardhu kifayah kepada umat
Islam (khususnya waris-waris) untuk menyelesaikannya, sama
hukumnya seperti menyembahyangkan jenazah.
 Pembahagian harta pusaka menurut kaidah dan pelaksanaan Islam
adalah suatu pembahagian yang sangat adil dan sistematik karena
ALLAH SWT sebagai pencipta manusia mengetahui dimana letaknya
kekurangan dan kelebihan dalam diri manusia itu.
 Pada Surah An-Nisa’ Ayat 14 dijelaskan :

"Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar


ketentutan-ketentuan-Nya, niscaya ALLAH akan memasukkannya kedalam
api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang
menghinakan" .

Ini jelas menunjukkan bahwa suatu ancaman yang amat berat bagi mereka
yang mengabaikan pelaksanaan hukum Faraid dalam pembahagian waris.
Sekiranya pembahagian Faraid diabaikan, dikhawatirkan akan terjadi:
• Memakan harta anak yatim.
• Memakan harta saudara.
• Memakan harta Baitulmal.
Rukun Faraidh
1. Al-Muwarrits, yaitu mayit.
2. Al-Warits, yaitu dia yang masih hidup setelah meninggalnya Al-Muwarrits.
3. Alhaqqul Mauruts, yaitu harta peninggalan.

Penyebab waris ada tiga :


1. Nikah dengan akad yang benar, hanya dengan akad nikah maka suami bisa
mendapat harta warisan istrinya dan istripun bisa mendapat jatah dari suaminya.
2. Nasab (keturunan), yaitu kerabat dari arah atas seperti kedua orang tua,
keturunan seperti anak, ke arah samping seperti saudara, paman serta anak-anak
mereka.
3. Perwalian, yaitu ashobah (ahli waris yang tidak mendapat bagian harta waris) yang
disebabkan kebaikan seseorang terhadap budaknya dengan menjadikannya merdeka,
maka dia berhak untuk mendapatkan waris jika tidak ada ashobah dari keturunannya
atau tidak adanya ashab furudh (ahli waris yang mendapatkan ½ harta waris).
Penghalang waris ada tiga :
1. Perbudakan : Seorang budak tidak bisa mewarisi dan tidak pula
mendapat waris, karena dia milik tuannya.
2. Membunuh tanpa dasar : Pembunuh tidak berhak untuk
mendapat waris dari orang yang dibunuhnya.
3. Perbedaan agama : seorang Muslim tidak mewarisi orang kafir
dan orang kafirpun tidak mewarisi Muslim.
Syarat Faraid
Syarat-syarat waris ada tiga, diantaranya adalah:

1. Telah meninggalnya pewaris baik secara nyata maupun secara hukum


(misalnya dianggap telah meninggal oleh hakim, karena setelah
dinantikan hingga kurun waktu tertentu, tidak terdengar kabar mengenai
hidup matinya). Hal ini sering terjadi pada saat datang bencana alam,
tenggelamnya kapal di lautan, dan lain-lain.

2. Adanya ahli waris yang masih hidup secara nyata pada waktu pewaris
meninggal dunia.

3. Seluruh ahli waris telah diketahui secara pasti, termasuk kedudukannya


terhadap pewaris dan jumlah bagiannya masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai