yang berarti “mengindahkan” atau “menghargai” dalam konteks yang lebih luas, istilah Gove mengandung makna (1) pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin dan (2) pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nlai keindahan yang diungkapkan pengarang. Apresiasi menurut Squire dan taba Apresiasi melibatkan tiga unsur inti, yakni: aspek kognitif, aspek emotif, dan aspek evaluatif. Aspek kognitif
Aspek kognitif berkaitan dengan keterlibatan
intelek pembaca dalam upaya memahami unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif. Aspek emotif
Aspek emotif berkaitan dengan keterlibattan
unsur emosi pembaca dalam upaya menghayati unsur-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca. Selain itu, unsur emosi juga sangat berperan dalam upaya memahammi unsur-unsur yang bersifat subjektif. Aspek evaluatif
Aspek evaluatif berhubungan dengan kegiatan
memberikan penilaian terhadap baik-buruk, indah- tidak indah, sesuai-tidak sesuai serta sejumlah ragam penilaian lain yang tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi secara personal cukup dimiliki pembaca. Dengan kata lain, keterlibatan unsur dalam hal ini masih bersifat umum sehingga setiap apresiator yang telah mampu meresponsi teks sastra yang dibaca sampai pada tahapan pemahaman dan penghayatan, sekaligus juga mampu melaksanakan penilaian. Apresiasi sastra
Apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli
karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga menimbulkan pengertian, pengargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra. Dari pendapat itu juga disimpulkan bahwa kegiatan apresiasi dapat tumbuh dengan baik apabila pembaca mampu menumbuhkan rasa akrab dengan teks sastra yang diapresiasinya, menumbuhkan sikap sungguh-sungguh serta melaksanakan kegiatan apresiasi itu sebagai bagian dari hidupnya, sebagai suatu kebutuhan yang mampu memuaskan rohaniahnya. Prosa Fiksi
Prosa dalam pengertian kesastraan juga
disebut fiksi, teks naratif, atau wacana naratif. Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau khayalan. Hal itu disebabkan fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran kepada suatu kebenaran sejarah. Karya fiksi
Dengan demikian, menyaran pada suatu karya
yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenaranya pada dunia nyata istilah fiksi sering dipergunakan dalam pertentangan realitas sesuatu yang benar ada dan terjadi di dunia nyata sehingga kebenaranya pun dapat dibuktikan dengan data empiris. Tokoh, peristiwa, dan tempat yang disebut- ebut dalam fiksi adalah tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajinatif, sedang pada karya nonfiiksi bersifat faktual. Fiksi menurut Altenbernd dan lewis Prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan- hubungan antar manusia. Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya yang sekaligus memasukan unsur hiburan dan penerangan terhadap pengalaman kehidupan manusia. Penyeleksian pengalaman kehidupan yang akan diceritakan tersebut, tentu saja bersifat subjektif. Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinnya dengan lingkungan dan sesama interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan. Fiiksi merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan . Walau berupa hayalan, tidak benar jika fiksi dianggap sebagai hasil kerja lamunan belaka, melainkan penghayatan dan perenungan secara intens, perenugan terhadap hakikat hidup dan kehidupan, perenungan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Fiksi merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni. Karya seni menawarkan model- model kehidupan sebagaimana yang diidealkan oleh pengarang sekaligus menunjukan sosoknya sebagai karya seni yang berunsur estetik dominan.