Anda di halaman 1dari 16

TEMULAWAK

Kelompok 1
Nida Nurfaiza 11181213
Nurul Qomariah 11181215
Renaldi Rizki G 11181218
Salsabila 11181221
Skolastika Fera M 11181225
Sri Amaliyah U H 11181226
Tiara Ismala Dewi 11181229
Syifa Salsabilla 11181237
Klasifikasi Temulawak
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdevisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza
Morfologi Temulawak
1. Akar dan Rimpang 2. Batang

• Sistem Perakaran serabut • Termasuk batang semu.

• Panjang berkisar 25 cm yang tidak • Berwarna hijau atau kecoklatan


beraturan • Tiap rumpun tanaman terdiri dari beberapa
anakan
• Akar-akarnya melekat dan keluar dari
rimpang induk • Tiap tanaman memiliki 2 hingga 9 helai daun

• Ukuran rimpang besar dan bercabang 3. Daun

• Warna kulit rimpang cokelat kemerahan • Berbentuk memanjang dan agak lebar
• Berwarna hijau tua dan seluruh ibu tulang daun
bergaris coklat keunguan.
4. Bunga
• Memiliki tangkai bunga yang cukup
ramping dengan tipe perbungaan lateral
• Bentuk bunga bulat telur dan
mempunyai daun pelindung yang
berukuran besar
• Bunga berwarna kuning dan kelopak
kuning tua

• Depkes RI, 1979


Kandungan kimia temulawak
Temulawak mengandung pati dan minyak atsiri (3-12%), terdiri cairan berwarna kuning atau
kuning jingga, disusun aromatik tajam, terdiri dari isofuranogermakren, trisiklin, allo-
aaromadendren, germakren, dan xanthorrhizoldan ar-turmeron, kurkumin, desmetoksi
protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi,
mangan, dan kadmium (Akbar, 2015). Fraksi kurkuminoid memiliki aroma yang khas, tidak
toksik, terdiri dari kurkumin yang memiliki aktifitas antiradang dan desmetoksikurkumin
(Dalimartha, 2000)

Senyawa yang di isolasi :


xantorizol
Tinjauan farmakologi
• Rimpang temulawak digunakan untuk pengobatan dan mengatasi radang hati
(hepatitis), sakit kuning (penyakit kuning), radang ginjal, radang kronis kandung
empedu (kolesistitis kronik), meningkatkan aliran empedu ke saluran cerna, perut
kembung, tidak nafsu makan (anoreksia) karena kekurangan cairan empedu,
demam, pega linu, rematik, memulihkan kesehatan setelah melahirkan, sembelit,
diare, batu empedu (kolelitiasis), kolesterol darah tinggi (hiperkolesterolemia),
haid tidak lancar, flek hitam dimuka, jerawat, wasir dan produksi ASI sedikit
(Dalimartha, 2000).
SKRINING FITOKIMIA

Komponen aktif utama yang terdapat dalam temulawak


Skrining fitokimia bertujuan adalah xantorhizol dan kurkuminoid. Xanthorrizol,
untuk mengetahui senyawa zingiberen, β-kurkumin, ar-kurkumin, atlantan, turmeron,
metabolit sekunder yang arturmeron, dan isofuranogermakren adalah komponen
terdapat dalam temulawak. minyak atsiri temulawak yang diisolasi dengan cara
ekstraksi oleh pelarut (Malingre 1971).

Xantorhizol
EKSTRAKSI

Sebanyak 300 gram serbuk simplisia kering


rimpang temulawak diekstraksi dengan cara
maserasi menggunakan metanol, dietil eter, dan
n-heksana (1:5 b/v). Maserasi dilakukan selama 3 x
Metode maserasi 24 jam untuk masing-masing pelarut dengan
penggantian pelarut setiap 24jam. Maserat dari
proses ekstraksi dengan masing-masing pelarut
kemudian diuapkan dengan penguap putar.
Ekstrak pekat yang diperoleh kemudian dianalisis
kandungan xantorizolnya menggunakan KCKT.
PEMANTAUAN
EKSTRAKSI

Metode yang digunakan kromatografi lempeng tipis (KLT)


Fase gerak : Toluen P-Etil asesat P (93:7)
Fase diam : Silika Gel 60 GF
Larutan uji : 0,1 % dalam toluen P,gunakan Larutan Uji KLT
seperti yang tertera pada kromatografi
Larutan pembanding : 0,1 % xantronizol dalam toluene P
Volume penotolan : Totolkan 20 µL larutan uji dan 5 µL
larutan pembanding
Penampak bercak : 425 nm
Nilai RF : 0,50
PENENTUAN KADAR

Penentuan kadar xantorizol dengan metode KCKT. Kadar


xantorizol ditentukan menggunakan KCKT dengan kondisi
KCKT yang digunakan ialah sebagai berikut: kolom C18,
detektor UV-Vis, volume injeksi 10 µL, elusi isokratik (eluen
H3PO4 dan metanol) serta suhu kolom 40 oC (Darusman et al.
2007).
Pemisahan dengan kromatografi
kolom dilakukan dengan fase diam berupa
silika gel dan fase gerak berupa campuran
kromatografi n-heksana:etil asetat (10:1), lampu UV 254
kolom nm, dan pereaksi vanilin. Fraksi-fraksi yang
diperoleh dari pemisahan kromatografi
kolom dievaluasi pada KLT analitik, spot
yang terbentuk dibandingkan dengan spot
standar xantorizol.

FRAKSINASI

Fraksi terpilih difraksinasi lebih lanjut


KLT Preparatif dengan KLT preparatif. Spot dengan Rf
yang sama dengan standar xantorizol
dikeruk, dilarutkan dalam n-heksana,
selanjutnya dipekatkan.
Identifikasi Fraksi KLTP Terpilih (Isolat Xantorizol)
Spektrum FTIR

Sebanyak ±2 mg isolat xantorizol hasil


fraksionasi dicampurkan dengan KBr.
Campuran tersebut dibentuk pellet dengan
bantuan hand press Shimadzu pada tekanan 8
kN selama 15 menit. Pelet sampel dianalisis
dengan FTIR pada daerah 4000-400 cm-1
dengan jumlah payar 32/menit dan resolusi 4
cm-1.
FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy)
alat yang digunakan untuk menganalisa senyawa kimia.
Spektra inframerah suatu senyawa dapat memberikan
gambaran dan struktur molekul senyawa tersebut
Evaluasi kemurnian isolat xantorizol

Kemurnian isolat xantorizol ditentukan berdasarkan rasio


area puncak xantorizol terhadap area seluruh puncak yang
terdeteksi pada kromatogram KCKT. Analisis KCKT
dilakukan dengan metode yang sama seperti pada
penentuan kadar xantorizol.
KCKT : proses pemisahan komponen2x berdasarkan kepolarannya yang
terdiri dari kolom dan larutan tertentu, serta menggunakan tekanan tinggi.
Kelebihan :
1. Memberikan pemisahan yang lebih baik/tinggi
2. Merupakan metode yang sangat peka
3. Dapat mendeteksi senyawa dalam jumlah kecil
4. Kolom dapat digunakan berulang
5. Cepat, tepat, akurat
6. Dapan untuk sampel organik/anorganik
Daftar Pustaka
Dalimartha, Setiawan.2000. AtlasTumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Trubus Agriwidya.
Lestario N,L.2018. Antosianin: Sifat Kimia, Perannya dalam Kesehatan, dan Prospeknya
sebagai Pewarna Makanan.Yogyakarta: UGM Press.
Rafi,M, dkk.2017. Metode Ekstraksi dan Pemisahan Optimum Untuk Isolasi Xantorizol
dari Temulawak. Jurnal Jamu Indonesia. 2(2): 43-50

Anda mungkin juga menyukai