Anda di halaman 1dari 64

DISLOKASI

Pembimbing: dr. Sigit Wedhanto, SpOT

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RS Bhayangkara TK I RS Sukanto


SENDI
1. Synarthrosis:
- Synostosis
- Syndesmosis
- Symphysis
2. Diarthrosis
DEFINISI
Dislokasi (Luxatio): Bergesernya seluruh permukaan suatu sendi
Subluksasi: Bergesernya sebagian permukaan suatu sendi
Dislokasi Rekuren/Habitualis: Dislokasi berulang dan dapat volunteer akibat
ligament atau kapsul sendi tidak sembuh dengan baik
KLASIFIKASI GEJALA KLINIS
1. dislokasi kongenital Setelah cedera, sendi terasa sangat nyeri dan pasien
menghindari pergerakan sendi
2. dislokasi patologik Bentuk sendi abnormal dan landmark tulang berpindah 
tergantung lokasi sendi yang dislokasi
3. dislokasi traumatik
Tes Apprehensi  jika dislokasi sudah tereduksi saat pasien
datang, sendi dapat dites sampai hampir terjadi dislokasi
yang suspek: pasien akan menahan manipulasi
Pemeriksaan rontgen memperlhatkan keadaan sendi secara
jelas
DIAGNOSIS
Anamnesa Penunjang :
- tanyakan rasa Nyeri
Foto rontgen untuk megetahui lokasi sendi
- ada riwayat trauma, mekanisme yang bergeser dan disertai dengan fraktur
- ada rasa sendir yang keluar atau tidak

PF
Cari adanya deformitas
Bengkak
Terbatasnya gerakan
TATALAKSANA
Penundaan yang lama dapat menimbulkan nekrosis avascular tulang persendian serta
kekakuan sendi
Pada fase syok awal (5 – 20 menit) terjadi relaksasi otot sekitar sendi dan hipestesia 
reposisi dapat dilakukan tanpa narcosis
Setelah fase syok local terlewati reposisi dilakukan dengan narcosis
Prinsip reposisi adalah melakukan Gerakan yang berlawanan dengan gaya trauma,
kontraksi atau tonus otot
Reposisi tertutup tidak berhasil apabila terjadi rupture capsul sendi, gangguan perdarahan
sendi atau interposisi fragmen tulang
Sendi yang telah direposisi akan distirahatkan atau imobilisasi sampai soft tissue swelling
menghilang (kurang lebih 2 minggu)
KOMPLIKASI
Banyak komplikasi fraktur juga dapat terjadi pada dislokasi:
Cedera vaskuler
Cedera saraf
Nekrosis avascular dari tulang
Ossifikasi heterotopic
Kekakuan sendi
Osteoartritis sekunder
DISLOKASI BAHU (ART.
GLENOHUMERALIS)
EPIDEMIOLOGI
45% dari seluruh dislokasi
Dislokasi anterior 90% dislokasi bahu, dislokasi posterior 10% dislokasi bahu (2%
cedera bahu)
Insidensi 17:100.000 pada populasi per tahun
Insidensi tinggi pada kelompok usia 21 – 30 tahun pada laki-laki dan 61-80 tahun
pada wanita
Rekurensi pada seluruh kelompok umur sekitar 50%, namun rekurensi pada kelompok
usia 14-20 tahun mencapai 89%
Dislokasi inferior dan superior jarang
DISLOKASI ANTERIOR
GLENOHUMERALIS
MEKANISME CEDERA
Trauma indirek pada ekstremitas atas dengan bahu dalam posisi abduksi, ekstensi
dan rotasi eksternal
Trauma direk terjadi pada bahu posterior
Caput humeri terdorong ke depan, merobek kapsul dan membuat avulsi pada
labrum glenoidalis (lesi Bankart)
Kadang bagian posterolateral caput humeri hancur tertekan (lesi Hill-Sachs)
GEJALA KLINIS & DIAGNOSIS
Anamnesis
Riwayat trauma, kronisitas, rekurensi
Nyeri hebat dengan spasme otot
Pemeriksaan Fisik
Pasien menopang dengan tangan lainnya dan menjaga dalam posisi abdoksi dan rotasi ekternal
supaya tidak bergerak
Batas lateral bahu akan mendatar, teraba bagian yang kosong pada posterior dari acromion dan
teraba benjolan pada anterior acromion
Integritas N. Axillaris & N. Musculocutaneous & pembuluh darah
Tes apprehensi jika terjadi reduksi spontan/reduksi di tempat kejadian
RADIOLOGI
Serial foto yang diperlukan: Shoulder AP, scapular-Y dan axillary
Shoulder AP: bayangan overlap dari caput humeri dan fossa glenoidalis, dengan caput biasanya
terletak pada di bawah atau medial dari fossa glenoid.
Scapular-Y & Axillary: caput humerus tidak sejajar dengan fossa glenoid
RADIOLOGI
Velpau Axillary bila pasien kesakitan
RADIOLOGI
West Pont axillary  rima glenoid anteroinferior
Stryker notch view  defek posterolateral
CT  kontur tulang terlihat jelas
MRI  kelainan soft tissue
TATALAKSANA
Non-operatif
Reduksi tertutup dapat dilakukan setelah evaluasi pembuluh darah dan saraf baik, pemberian analgesia, blok
intraartikuler/sedasi
Teknik: Teknik Hippokrates Dimodifikasi (Traksi-countertraksi), Teknik Snowbird, Teknik Stimson, Teknik Manipulasi
scapula, Teknik Milch, Manuver Kocher (rotasi eksterna), Teknik cunningham
Setelah reduksi, foto rontgen dan tes abduksi aktif untuk menyingkirkan cedera N. Axillaris dan robekan rotator
cuff
Imobilisasi dengan arm sling
 3 minggu untuk usia < 30 tahun (risiko rekurensi tinggi)
 1 minggu untuk usia > 30 tahun (risiko kekakuan sendi tinggi)

Gerak abdusksi dan rotasi eksterna berthap setelah 3 minggu, Gerakan tangan dan siku dilakukan setiap hari
TATALAKSANA
Operatif
Indikasi:
 Interposisi soft tissue
 Fraktur tuberculum majus yang terdisplace superior > 5 mm setelah reduksi
 Fraktur rima glenoid > 5 mm
 Repair selektif pada periode akut pada atlet
Operasi termasuk repair ligament labrum anterior athroskopik. Prosedur capsular shift,
capsulorrhaphy, transfer otot/tendon, transfer tulang dilakukan hanya pada kasus refrakter
Imobilisasi dengan arm sling seperti non-oeratif, namun dapat dilepas 2-4x dalam sehari untuk
latihan pergerakan bahu, siku dan tangan
KOMPLIKASI
Awal
Robek rotator cuff  sulit abduksi setelah reduksi, terutapa pasien yang tua
Cedera Saraf  N. axillaris (tidak dapat abduksi (M. deltoid) dan baal sekitar otot)
dan N. Musculocutanoeus (baal pada antebrachia lateral), biasanya neuropraxia
dan kembali spontan dalam beberapa minggu, jika tidak kembali > 3 bulan dapat
dibedah
Cedera vaskuler  terutama A. axillaris pada usia tua dengan aterosklerosis
Fraktur-Dislokasi  jika terdapat fraktur humerus proximal
KOMPLIKASI
Lambat
Kekakuan Sendi  tidak dapat rotasi eksterna dan abduksi  latih pergerakan
perlahan -> tidak ada perubahan 6 bulan dapat dimanipulasi dengan anestesi atau
atroskopi
Dislokasi tidak tereduksi  reduksi tertutup maksimal 6 minggu, setelah itu dapat
membuat fraktur/kerusakan soft tissue.
Dislokasi Rekurens  jika labrum glenoid terlepas atau capsul lepas dari glenoid,
serta defek pada tulang risiko meningkat
 Usia 20 tahun 80-92%, usia 30 tahun 60%, usia 40 tahun 10-15%
 Sering terjadi dalam 2 tahun pertama dan sering pada laki-laki
DISLOKASI POSTERIOR
GLENOHUMERALIS
MEKANISME CEDERA
Trauma indirek dengan posisi rotasi interna dan adduksi serta fleksi harus sangat
keras untuk membuat dislokasi  sering pada konvulsi atau tersengat listrik
Trauma direk pada bagian bahu depan, atau jatuh dengan outstretched hand
DIAGNOSIS
Sering terlewat karena pada rontgen shoulder AP terlihat normal
Tangan terfiksasi dengan posisi rotasi interna dan adduksi, seperti
memakai hand sling.
Bagian depan bahu datar dengan coracoid prominen, namun edema
dapat mengganggu penglihatan ini
Deformitas jika dilihat dari atas dapat terlihat benjolan pada
daerah posterior bahu
Cedera neurovaskuler lebih jarang
RADIOLOGI
Serial foto yang dilakukan: Shoulder AP, scapular-Y dan axillary. Velpeau axillary dapat
digunakan bil pasien tidak bisa memposisikan tangan
Shoulder AP: beberapa ciri khas
 karena caput humeri ter rotasi interna, bentuk seperti tidak normal (seperti
lampu bohlam) dan tidak ada elips overlap
 Caput humeri jauh dari fossa glenoid > 6 mm (empty glenoid sign).
 Fraktur impaksi caput humeri anterior karena rima posterior glenoid (reverse
Hill-Sachs)  trough sign
Shoulder lateral dan Axillary: kebalikan dari dislokasi anterior
TATALAKSANA
Non-Operatif
Reduksi tertutup membutuhkan relaksasi otot lengkap, sedasi dan analgesi
Nyeri lebih hebat dibandingkan dislokasi anterior
Traksi dilakukan dengan menarik tangan dengan bahu adduksi, dibiarkan beberapa menit
untuk caput humeri disengage dan kemudian dialkukan rotasi eksterna ketika caput humeri
ditkean ke depan
Bila reduksi stabil, imobilisasi dapat digunakan dengan arm sling
Bila reduksi tidak stabil (redislokasi pada arm sling)  shoulder spica dengan posisi reotasi
eksterna Selama 3-6 minggu tergantung usia
TATALAKSANA
Operatif
Indikasi
 Displacement dari fraktur tubersoitas minus
 Fragmen besar pada glenoid posterior
 Fraktr impaksi glenoid posterior yang mencegah reduksi
 Fraktur impaksi anteromedial caput humeri (reverse Hill-Sachs)
Operasi termasuk open reduction, prosedur reverse Putti-Platt, transfer caput longum
biceps brachii ke margoo posterior (Boyd-Sisk), osteotomi humerus/glenoid dan
capsulorraphy
KOMPLIKASI
Fraktur
Dislokasi tidak tereduksi  2/3 diagnosis tidak ditegakan langsung
Disloksi rekurens
Cedera neurovascular  lebih jarang
DISLOKASI INFERIOR GLENOHUMERALIS
(LUXATIO ERECTA)
MEKANISME CEDERA
Sangat jarang, biasanya terjadi pada orang tua
Terjadi apabila lengan dalam posisi abduksi/elevasi
maksimal, caput humeri terlepas dari glenoid dan masuk ke
axilla, dan lengan tetap di abduksi
Sering terjadi avulsi/rupture rotator cuff, cedera M.
pectoralis, faktur humerus proximal, cedera A. axillaris atau
plexus brachialis
GEJALA KLINIS
Pasien datang dengan posisi lengan kaku pada abduksi maksimal
Caput humeri mungkint erasa pada atau inferior dari axilla
Selalu curiga adanya kerusakan neurovaskular
RADIOLOGI
Serial foto: AP, scapular-Y dan axillary
AP: humerus terlihat dalam posisi abduksi dengan caput humeri inferior dari glenoid
TATALAKSANA
Non-operatif
Traksi-kontratraksi
Imobilisasi setelah traksi dengan arm sling selama 3-6 minggu

Operatif
Kadang caput humerus masuk melalui capsla inferior dan ditutup
oleh jaringan lunak, sehingga mencegah untuk dilakukan reduksi
tertutup
DISLOKASI ART. COXAE
EPIDEMIOLOGI
50% pasien dengan dislokasi panggul mengalami fraktur
Risiko dislokasi lebih rendah pada pengguna seatbelt pada kecelakaan
Dislokasi posterior mencakup 85-90% dislokasi panggul, sementara anterior sekitar
10-15%
Insidensi osteonecrosis caput femoris sekitar 2 – 17% pasien, sedangkan 16%
mengalami arthritis posttraumatic
Cedera N. ischiadicus terjadi sekitat 10-20% dislokasi posterior
MEKANISME CEDERA
Dislokasi panggul hampir semua terjadi akibat high-energy trauma, seperti
kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian ataupun kecelakaan industry
Tramsisi gaya ke sendi biasanya berasal dari empat tempat:
 Permukaan anterior dari lutut yang difleksikan mengenai benda
 Telapak kaki dengan lutut ekstensi
 Trochanter majus
 Pelvis posterior dengan kaki ipsilateral sebagai penahan gaya
Arah dari dislokasi ditentukan dari arah gaya patologis dan posisi ekstremitas
bawah saat cedera
DISLOKASI POSTERIOR COXAE
MEKANISME CEDERA
Trauma pada lutut yang difleksikan (ex.
cedera dashboard) dan tergantung dari fleksi
panggul:
 Bila panggul dalam posisi netral/agak
adduksi saat cedera  dislokasi tanpa
fraktur acetabulum
 Bila panggul dalam posisi abduksi 
dislokasi dengan fraktur rima
posteriosuperior acetabulum
GEJALA KLINIS
High energy trauma  pasien kadang tidak sadar, terdapat
trauma di baian lain
Pasien tidak bisa menggerakan ekstremitas bawah dan nyeri
yang sangat hebat
Posisi klasik  panggul fleksi, rotasi interna dan adduksi
Pemeriksaan neurovascular  N. ischiadicus
KLASIFIKASI THOMPSON & EPSTEIN
Tipe I: Dislokasi dengan atau tanpa fragmen
dinding posterior kecil
Tipe II: Dislokasi dengan satu fragmen dinding
posterior besar
Tipe III: Dislokasi dengan fragmen kominutif
dinding posterior
Tipe IV: Dislokasi dengan fraktur fossa
acetabuli
Tipe V: Dislokasi dengan fraktur fossa
acetabuli dan caput femoris
RADIOLOGI
Serial: pelvis AP/lateral
AP pelvis: caput femoris tampak lebih kecil dari
kontralateral keluar dan berada di luar acetabulum
Lihat posisi trochanter  rotasi internal/eksternal
Perhatikan fraktur pada acetabulum dan femur
TATALAKSANA
Dislokasi direduksi secepat mungkin dengan antestesi umum
Traksi dengan pasien berbaring supinasi  3 Teknik
 Metode Allis
 Teknik Gravitasi stumson
 Manuver Bigelow  jarang, risiko fraktur collum femoris tinggi
Setelah reduksi, rontgen pelvis untuk melihat hasil dan cek stabilitas: Fleksi panggul 90° pada posisi netral,
dan gaya ke posterior dilakukan
TATALAKSANA
Tipe I:
biasanya stabil setelah reduksi, pertahankan posisi traksi dalam beberapa hari.
Gerakan dan latihan dapat dimulai setelah nyeri hilang, Gerakan maksimal
dihindari
Ketika Gerakan aktif dapat dialkukan (2 minggu) pasien boleh jalan namun belum
menapakan kaki
 Bila reduksi < 6 jam, boleh jalan setelah 6 minggu
 Bila reduksi > 6 jam, boleh jalan setelah 12 minggu
Bila rontgen/CT menunjukan adanya fragmen tulang pada sendi  operasi
TATALAKSANA
Tipe II  open reduction karena fragmen kecil dapat menganggu stabilitas, namun
bila tidak dapat segera dioperasi dapat dilakukan close redction sampai kondisi
stabil dapat dioperasi
Tipe III  close reduction, segmen yang tidak stabil dapat diambil setelah pasien
stabil
Tipe IV dan V  close reduction dan dialkukan open ketika ada instabilitas atau
fragmen yang tertinggal
KOMPLIKASI
Awal
Cedera N. Ischiadicus (10-20%) biasanya kembali normal 40-50%, tidak ada perbaikan
dalam 1 tahun dapat dilakukan pembedahan
Cedera vaskuler  A. gluteus superior
Fraktur femur  perlu peleriksaan yang teliti karena menyulitkan reduksi
Lambat
Avskular nekrosis
Myositis ossificans (2%)  ossifikasi pada otot akibat kerusaan otot dan pembentukan
hematom
Osteoarthritis  kerusakan cartilage, fragmen kecil pada persendian, nekrosis iskemuk pada
caput femoris
KOMPLIKASI
Avaskular nekrosis
10% pasien, dengan peningkatan risiko sampai 40% dengan penundaan reduksi > 12 jam
Perubahan awal dapat diktaui dengan MRI atau bone scan
X-ray: peningkatan densitas femur 6 minggu – 2 tahun setelah cedera
Terjadi akibat gangguan pemubuh darah karena kompresi, reaksi dan spasme arteri
Jika sudah terjadi fragmentasi  operasi
DISLOKASI ANTERIOR COXAE
MEKANISME CEDERA
Jarang dibandingkan posterior
Terjadi ketika rotasi eksterna dan abduksi panggul
Fleksi panggul mennetukan tipe dislokasi:
 Tipe I - Superior (Iliaca/pubic) akibat abduksi, rotasi
ekterna dan ekstensi panggul
 Tipe II - Inferior (obturator) akibat abduksi, rotasi
eksterna dan fleksi panggul
KLASIFIKASI EPSTEIN
GEJALA KLINIS
Pasien dalam posisi abduksi, rotasi eksterna fleksi/ektensi
(tergantung tipe)
Tidak ada pemendekan karena M. rectus femoris mencegah
caput femur ke atas
Dilihat dari sampng, benjolan caput femur dapat terlihat,
terutma tipe I, mudah dipaplasi
Pasien tidak dapat bergerak dan sangat nyeri
Radiologi Tatalaksana
Manuver reduksi sama dengan
posterior, namun ketika lutut yang
difleksikan ditarik, posisi tetap
adduksi dan asisten memberikan
pada paha lateral
Nekrosis avaskuler terjadi < 10%
DAFTAR PUSTAKA
1. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. 2017. Apley’s System of Orthopedics and
Fractures. 10th Edition. Boca Raton, CRC Press
2. Egol, KA et al. 2010. Handbook of Fractures. 4th Edition. Philadelphia, Wolters
Kluwer
Pembimbing: dr. Sigit Wedhanto, SpOT

FK YARSI
FROZEN SHOULDER
Kepanitraan Klinik Ilmu Bedah RS Bhayangkara TK I RS Sukanto
11 November 2018 – 18 januari 2020(ADHESIVE CAPSULITIS)
DEFINISI
Gangguan dengan karakteristik nyeri progresif dan keakuan dari
bahu yang bisanya hilang spontan setelah 18 bulan tanpa adanya
kerusakan intrinsic bahu yang diketahui
Perubahan patologi  penebalan capsul sendi, fibrosis dan
adhesi, kontraktur capsul inferior, obliterasi axillary recess 
penuruanan volume sendi
2-5% dari seluruh populasi, 55-70% adalah wanita
KLASIFIKASI

Primer Sekunder

• Idiopatik • Adanya kerusakan atau trauma


• Wanita antara 40 – 60 tahun di bahu atau riwayat operasi
• Faktor risiko: Diabetes, gangguan • Dapat terjadi akibat robekan
thyroid, kardiovaskular, kontraktur rotator cuff, tenosynovitis biceps,
duypuytren, ca mammae calcific tendonitis dan arthritis
glenohumeralis
GEJALA KLINIS
Riwayat trauma trivial yang diikuti oleh kaku pada lengan dan bahu
Nyeri terutama pada tempat insersi deltoid secara perlahan bertambah tingkat
keparahannya
Tidak bisa tidur pada sisi yang sakit
Setelah beberapa blan keluhan mulai hilang, namun sendi menjadi kaku selama 6 – 12
bulan setelah nyeri hilang  terutama rotasi eksternal dan elevasi ke depan
Perlahan gerakan normal kembali
GEJALA KLINIS
Bahu kontralateral mungkin terkena pada 20-30% pasien
PF: bahu tampak normal, nyeri tekan (-), otot mungkin wasting karena jarang digunakan,
ROM terbatas
X-ray: normal, biasa ada penurunan densitas akibat disuse
MRIL identifikasi adanya roekan rotator cuff, calcific tendonitis, tenosynovitis biceps
sebagai penyebab sekunder
TATALAKSANA
Konservatif
Tujuan untuk meredakan nyeri dan mencegah
keakuan sambil menunggu perjalanan penyakit
Latihan fisik  “pendulum”
NSAID, steroid oral jangka pendek
Injeksi intraartikuler dengan corticosteroid dan lidocaine
 Efektif untuk analgesia jangka pendek & meningkatkan toleransi pasien untuk
program fisioterapi, tidak mempengaruhi fungsi sendi
Manipulasi dengan GA  rotasi eksterna, abduksi dan fleksi
Meluaskan sendi dengan injeksi saline 50-200 mL intraartikuler
TATALAKSANA
Operatif
Indikasi: restriksi yang berkepanjangan dan menganggu aktivitas yang tidak
bersepon baik dengan tatalaksana konservatif
Arthroscopic capsular release atau open capsular relase

Anda mungkin juga menyukai