MANFAAT ILMIAH
MANFAAT PRAKTIS
KUSTA
Penyakit kusta adalah penyakit kronik
yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium leprae (M. leprae) yang
pertama kali menyerang susunan saraf
tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit,
mukosa (mulut), saluran pernapasan
bagian atas, sistem retikulo endotelial,
mata, otot, tulang dan testis (Harahap,
2015).
ETIOLOGI
Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang
merupakan bakteri gram positif, bersifat obligat intraselular, basil
tahan asam dan tidak dapat dikultur (Lee, Rea, & Modlin, 2012)
Mycobacterum Leprae ini tidak membentuk spora, tidak bergerak dan
mempunyai macam-macam bentuk (pleomorfik) (Soedarto, 2009)
PAT O F I S I O L O G I
Beberapa ahli mengatakan bahwa kusta menular melalui saluran
pernafasan dan kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu
dingin dan pada mukosa nasal namun sampai sekarang masih belum
diketahui dengan pasti bagaimana cara penularan kusta (Susilowati,
2014).
Invasi bakteri M.leprae ke sel Schwann demyelinisaasi
satu internodal yang rusak akan digantikan fungsinya oleh dua atau
tiga internodal yang lain konduksi stimulus yang lebih lemah yang
akan menyebabkan hilangnya sensasi pada satu area yang terkena
dampak (Naafs & Garbino, 2013)
PAT O F I S I O L O G I
Mycobacterium leprae hidup pada suhu rendah sehingga ia dapat
hidup dalam bagian tubuh manusia yang memiliki suhu lebih rendah
seperti mata, saluran pernafasan bagian atas, otot, tulang, testis,
saraf perifer dan kulit. Tanda dan gejala MH dapat timbul pada
penderita ketika M. Leprae telah tertular dalam tubuh manusia
(Lestari, 2015)
Penyakit akan berkembang kearah Tuberkuloid (TT) apabila sistem
imunitas seluler tinggi dan akan berkembang ke arah Lepramatosa
(LL) apabila sistem imunitas rendah (Hamzah, Aisah, & Djuanda,
2010)
PREVALENSI DAN
EPIDEMIOLOGI
P E N D E R I TA K U S TA T E R S E B A R
D I S E L U R U H D U N I A . J U M L A H YA N G
T E R C ATAT 8 8 8 . 3 4 0 P A D A T A H U N 1 9 9 7
( H A R A H A P, 2 0 1 5 ) . K E B A N Y A K A N K A S U S
K U S TA T E R J A D I D I I N D I A , B R A Z I L ,
I N D O N E S I A , M YA N M A R , M A D A G A S K A R
D A N N E P A L ( W O R L D H E A LT H
O R G A N I Z AT I O N , 2 0 1 6 ) .
PREVALENSI DAN
EPIDEMIOLOGI
Terdapat tren penurunan kasus setiap tahunnya dari 214.783 kasus pada
tahun 2016 menjadi 210.671 kasus baru pada tahun 2017 (World Health
Organization, 2018).
Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah kasus kusta terbanyak
ketiga di dunia mencatat terdapat 10.477 kasus baru kusta (4,0 per
100.000 penduduk).
Kalimantan Timur, tercatat 153 kasus baru (4,28 per 100.000 penduduk)
dengan 25 orang tercatat sebagai penderita kusta tipe PB dan 128 orang
tercatat sebagai penderita kusta tipe MB (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2018).
DIAGNOSIS
Subklinis Sembuh
Kerusakan saraf perifer; Sistem saraf perifer Kulit dan organ lainnya Lesi kulit
lesi saraf
KERANGKA
Diagnosis
Gejala Klinis
Bakterologik
Histopatologik
Serologik TEORI
Pendidikan
Kusta
Media Massa Labeling
Sembuh Pengobatan MDT Tidak berobat / gagal
Sosial Stereotipe
Pengetahuan Stigma
Ekonomi Separasi
Lingkungan Cacat Tubuh Diskriminasi
Pengetahuan Stigma
Masyarakat Sedang
Masyarakat
Terhadap
tentang Kusta
Penyakit Kusta
Tinggi
1 2 3 4
Kriteria Inklusi
1. Individu yang berusia 20-60 tahun di sekitaran wilayah kerja 4 Puskesmas di kota Samarinda.
2. Bersedia menjadi sampel penelitian dan bisa membaca.
3. Individu tidak menderita kusta.
Kriteria Ekslusi
1. Individu dalam kondisi sakit sehingga sulit untuk menjawab pertanyaan penelitian.
2. Individu tidak kooperatif.
BAHAN Kuesioner Pengetahuan dan Stigma
DAN ALAT Tentang Kusta
PENELITIAN
VARIABEL
Variabel bebas
(independent Variabel terikat
variable] (dependent variable)
Kuesioner berisi pertanyaan tentang stigma, penilaian dilakukan dengan cara jawaban
tidak mendapat nilai 0, jawaban tidak tahu mendapat nilai 1, jawaban mungkin mendapat
nilai 2, jawaban ya mendapat nilai 3;
• Stigma buruk apabila berada di angka ≥ 30 ke atas berdasarkan total nilai.
• Stigma sedang apabila berada di kisaran angka 15-29 berdasarkan total nilai.
• Stigma baik apabila berada di angka ≤ 14 berdasarkan total nilai.
CARA KERJA PENELITIAN
Menggunakan
komputer
dengan
Data Sekunder : Data disajikan
PENGUMPULAN Data Primer : PENGOLAHAN software
microsoft excel
PENYAJIAN dalam bentuk
Data Demografi
DATA Kuesiner
penduduk DATA version 15.21.1 DATA narasi, tabel,
dan grafik.
dan SPSS
Statistics
version 24.0.0.0
ANALISIS DATA PENELITIAN
01 02
Analisis Univariat Analisis Bivariat
Pada analisis univariat, data yang Pada analisis bivariat, variabel bebas dan
dikumpulkan akan dianalisis secara variabel terikat akan diuji signifikansi
deskriptif untuk mengetahui sebaran hubungannya. Pada penelitian ini,
data pada masing-masing variabel bebas peneliti menggunakan uji komparatif
dan variabel terikat. chi-square dan uji korelasi jika terdapat
signifikansi hubungan antara variabel
bebas dan variabel terikat.
JADWAL PENELITIAN
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
Sulidah (2016), Tarakan, menyatakan bahwa masyarakat yang memiliki pengetahuan kurang lebih banyak
daripada masyarakat yang memiliki pengetahuan cukup dan baik.
Ada beberapa hal yang memengaruhi tingkat pengetahuan : pendidikan, media masa, sosial budaya, ekonomi,
lingkungan, pengalaman, dan usia.
Lingkungan dan sosial budaya berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan kedalam individu yang
berada dalam lingkungan tersebut, kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran
apakah yang dilakukan baik atau buruk, dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya
walaupun tidak melakukan (Wawan & Dewi, 2010).
GAMBARAN DISTRIBUSI STIGMA MASYARAKAT
TERHADAP PENYAKIT KUSTA
Sulidah (2016), Tarakan, menyatakan bahwa masyarakat memiliki stigma sedang lebih banyak daripada
masyarakat yang memiliki stigma baik dan stigma buruk.
Allport dalam Sulidah (2016) menjelaskan bahwa pemahaman yang hanya didasarkan atas hasil pengamatan
fisik penderita kusta dan atau informasi dari seseorang yang telah terbentuk sikap negatif akan melahirkan
sikap negatif berikutnya.
GAMBARAN KARAKTERISTIK PENGETAHUAN
MASYARAKAT
Pendidikan :
Ar-Rasily (2016), Semarang menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan atau
proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu.
Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang dalam menyerap
dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi
pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuanya.
Sumber Pengetahuan :
Sari (2010), Jakarta, menyatakan informasi akan memberikan pengaruh pada
pengetahuan seseorang. Jika seseorang mendapatkan informasi yang baik dari berbagai
media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan
pengetahuan seseorang.
GAMBARAN KARAKTERISTIK RESPONDEN
YANG MEMILIKI STIGMA
Umur :
Tabah et al. (2018), Cameroon, menyatakan bahwa stigma terhadap penyakit kusta lebih buruk di
lingkungan masyarakat dewasa muda, daripada masyarakat remaja dan lansia. Umur dewasa muda adalah
umur produktif bagi seseorang untuk mengambil setiap keputusan dari apa yang dia tahu dan apa yang
dia percaya (Wawan & Dewi, 2010)
Jenis Kelamin :
Kaehler et al. (2015), Thailand, menyatakan bahwa stigma terhadap penyakit kusta lebih buruk pada
perempuan, daripada laki-laki. Hal ini dikarenakan wanita memiliki rasa kekhawatiran yang lebih buruk
seperti penelitian Hastjarjo (2008) di Jogjakarta, yang menyatakan wanita memiliki pemikiran yang rumit
sehingga menyebabkan kecemasan yang buruk ini diakibatkan karena hormon yang meningkat atau
dilepaskan pada saat tertentu.
Pendidikan Terakhir :
Adhikari et al. (2014), Nepal; dan Kaehler et al. (2015), Thailand, menyatakan bahwa stigma terhadap
penyakit kusta lebih buruk pada masyarakat yang memiliki pendidikan primer (SD), daripada masyarakat
yang memiliki penddikan sekunder (SMP) dan SMA.
Pekerjaan :
Adhikari et al. (2014), Nepal; dan Kaehler et al. (2015), Thailand, menyatakan bahwa stigma terhadap
penyakit kusta lebih buruk pada masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan dan bekerja sebagai petani,
daripada masyarakat yang memiliki pekerjaan swasta dan pegawai negri.
ANALISIS HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN
STIGMA TERHADAP PENYAKIT KUSTA
Secara statistik pola hubungan tersebut diuji menggunakan uji analisis Somer’s d dengan hasilnya berupa nilai
signifkansi sebesar 0.456 (p>0,05). Sehingga dapat diartikan bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan
antara pengetahuan masyarakat dengan stigma terhadap penyakit kusta tidak dapat diterima. Nilai koefisien
korelasi sebesar 0,063; artinya kekuatan hubungan antara tingkat pengetahuan dengan stigma terhadap
penderita penyakit kusta sangat rendah (Sugiyono, 2011). Nilai koefisien korelasi menunjukan hubungan
tersebut berbanding lurus, yaitu semakin tinggi tingkat pengetahuan, maka semakin buruk stigma dan
sebaliknya.
Rufina (2018), Jakarta, menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan stigma
terhadap penyakit kusta.
Caroline, Universitas Indonesia, menyatakan bahwa penyebab stigma bukan karena pengetahuan yang
kurang, melainkan karena manifestasi klinis yang tampak pada penderita penyakit kusta (Caroline,
Puspita, Widjaja, Sopandi, & Menaldi, 2011).
Adhikari, Nepal, juga mengatakan bahwa timbulnya stigma dikarenakan kecacatan dan disabilitas yang
tampak pada penderita penyakit kusta (Adhikari, Kaehler, Chapman, Raut, & Roche, 2014).
Goffman (1963) juga mengemukakan istilah stigma merujuk pada keadaan suatu kelompok sosial yang
membuat identitas terhadap seseorang atau kelompok tidak hanya berdasarkan pengetahuan namun
juga sifat fisik, perilaku, ataupun sosial yang dipersepsikan menyimpang dari norma-norma dalam
komunitas tersebut.
Allport dalam Sulidah (2016) juga menjelaskan pemahaman yang hanya didasarkan atas hasil
pengamatan fisik penderita kusta dan atau informasi dari seseorang yang telah terbentuk sikap negatif
akan melahirkan sikap negatif berikutnya.
Kelemahan dalam melakukan penelitian ialah variabel
yang digunakan dalam penelitian ini masih terbatas
pada variable pengetahuan masyarakat sebagai
variable independent dan stigma terhadap penyakit
kusta sebagai variable dependen. Kemungkinan masih
banyak faktor-faktor lain yang memengaruhi terjadinya
KETERBATASAN stigma terhadap penyakit kusta.
PENELITIAN
Penelitian belum dapat menggunakan jenis cohort
dikarenakan keterbatasan waktu dan memerlukan
penambahan kriteria inklusi mengenai faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi stigma masyarakat
terhadap penyakit kusta.
1. Tidak terdapat hubungan antara
pengetahuan dengan stigma terhadap
penyakit kusta.
2. Pengetahuan masyarakat kota
KESIMPULAN Samarinda tentang penyakit kusta
berada pada tingkatan cukup.
3. Stigma masyarakat terhadap penyakit
kusta di kota Samarinda berada pada
tingkatan sedang.
1. Perlu diberikan edukasi yang baik mengenai
penyakit kusta kepada masyarakat di kota
Samarinda agar pengetahuan dan empati
masyarakat tentang penyakit kusta semakin
meningkat dan diharapkan stigma terhadap
penyakit kusta menurun.
SARAN 2. Perlu penelitian lebih lanjut dengan metode lain
seperti cohort untuk melihat hubungan
pengetahuan masyarakat dengan stigma
terhadap penyakit kusta, dan lebih lanjut
mengenai faktor-faktor lain yang dapat
memengaruhi stigma masyarakat terhadap
penyakit kusta.