Anda di halaman 1dari 55

Dr. Abdul Rahem, M.Kes.

, Apt
Ketua PD IAI Jawa Timur
SURAT IZIN TENAGA KEFARMASIAN
A. SURAT IZIN TENAGA KEFARMASIAN

SIPA diberikan Paling banyak untuk SIPA diberikan paling banyak untuk 3
1 tempat tempat

• Apoteker yang telah memiliki SIPA atau SIKA bds PMK 889/2009, SIPA dan SIKA berlaku sebagai SIPA
sampai habis masa berlakunya
KETENTUAN PEMBERIAN SIPA

Kepemilikan SIPA bagi


Apoteker di Fasyanfar Kepemilikan SIPA Pihak yang berwenang
dan Instalasi Farmasi bagi Apoteker yang Kepemilikan SIA dalam penerbitan
Pemerintah / TNI / telah memiliki SIA SIPA/SIPTTK
POLRI

Untuk permohonan SIA, Apoteker dapat menggunakan SIPA Kesatu, SIPA Kedua atau SIPA Ketiga.
KETENTUAN PAPAN NAMA
INFORMASI MINIMAL PADA
INFORMASI MINIMAL PADA
PAPAN NAMA PRAKTIK
PAPAN NAMA APOTEK
APOTEKER
(Nama Apotek) Nama Apoteker :
Nomor SIPA :
Nomor SIA : Jadwal Praktik : (jam/hari)
Alamat :

Harus berbeda dengan


jadwal praktik ybs di
fasilitas kefarmasian lain

Papan nama dipasang di dinding bagian depan bangunan atau dipancangkan di tepi jalan
B. TATA CARA PEMBERIAN SIPA
APOTEKER PERSYARATAN/ DOKUMEN YANG DIBERIKAN Kadinkes atau PTSP
Kab/Kota
Mengajukan permohonan • Surat permohonan sesuai dengan format pada Menerbitkan SIPA
SIPA formulir 1/2/3 Surat Edaran tentang Petunjuk
pelaksanaan PMK No.31/2016

• Persyaratan administratif seperti fc STRA, Surat


peretujuan atasan, surat pernyataan mempunyai
tempat praktik profesi, surat rekomendasi IAI, pas
foto, fotokopi SIPA sebelumnya.
C. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Surat Edaran ini


dilakukan oleh Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota dan/atau Organisasi Profesi sesuai dengan fungsi
dan tugas masing-masing
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 322) diubah sebagai berikut :

1. Nomenklatur yang berbunyi Surat Izin Kerja


harus dibaca dan dimaknai sebagai Surat Izin
Praktik
2. Ketentuan ayat (2) Pasal 17 diubah, sehingga Pasal 17
berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap tenaga kefarmasian yang akan (1) Setiap tenaga kefarmasian yang akan
menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib menjalankan pekerjaan kefarmasian
memiliki surat izin sesuai tempat tenaga wajib memiliki surat izin sesuai tempat
bkefarmasian bekerja tenaga kefarmasian bekerja.
(2) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (2) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat
berupa: (1) berupa:
a. SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di a. SIPA bagi Apoteker; atau
fasilitas pelayanan kefarmasian; b. SIPTTK bagi Tenaga Teknis
b. SIPA bagi Apoteker bpendamping di fasilitas Kefarmasian
pelayanan kefarmasian;
c. SIKA bagi Apoteker yang melakukan
pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi
atau fasilitas distribusi/penyaluran; atau
d. SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian
yang melakukan pekerjaan kefarmasian
pada fasilitas kefarmasian
(3) Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga
Pasal 18 berbunyi sebagai berikut:
(1) SIPA bagi Apoteker penanggung (1) SIPA bagi Apoteker di fasilitas
jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian hanya diberikan
kefarmasian atau SIKA hanya untuk 1 (satu) tempat fasilitas
diberikan untuk 1 (satu) tempat kefarmasian
fasilitas kefarmasian
(2) Apoteker penanggung jawab di (2) Dikecualikan dari ketentuan
fasilitas pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat
berupa puskesmas dapat menjadi (1) SIPA bagi Apoteker di fasilitas
Apoteker pendamping di luar jam pelayanan kefarmasian dapat
kerja diberikan untuk paling banyak 3
(tiga) tempat fasilitas pelayanan
kefarmasian.
(3) Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga
Pasal 18 berbunyi sebagai berikut:
(3) SIPA bagi Apoteker (3) Dalam hal Apoteker telah
pendamping dapat diberikan memiliki Surat Izin Apotek,
untuk paling banyak 3 (tiga) maka Apoteker yang
tempat fasilitas pelayanan bersangkutan hanya dapat
kefarmasian memiliki 2 (dua) SIPA pada
fasilitas pelayanan
kefarmasian lain
(4) SIKTTK dapat diberikan untuk (4) SIPTTK dapat diberikan untuk
paling banyak 3 (tiga) tempat paling banyak 3 (tiga) tempat
fasilitas kefarmasia fasilitas kefarmasian.
Bagian Kedua
Tata Cara Memperoleh SIPA, SIKA, dan SIKTTK
Pasal 21

(1) Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan


permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir
6 terlampir.
(2) Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan:
a. fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN;
b. surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat
keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau
dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi /penyaluran;
c. surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan
d. pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3
x 4 sebanyak 2 (dua) lembar;
4. Ketentuan Pasal 19 diubah, sehingga Pasal 19 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 19
SIPA atau SIPTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atas
rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di
kabupaten/kota tempat Tenaga Kefarmasian menjalankan
praktiknya.
SURAT EDARAN NOMOR HK.02.02/MENKES/24/2017 TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI
KESEHATAN NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN
ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR
889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI,IZIN
PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN
Surat Izin Praktik
1. Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
a. Setiap apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib
memiliki surat izin berupa Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai tempat
fasilitas kefarmasian.
b. Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian di Fasilitas Produksi
atau Fasilitas Distribusi/Penyaluran hanya dapat diberikan 1 (satu)
SIPA sesuai dengan tempatnya bekerja
Penjelasan Surat Edaran
c. Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian di Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) SIPA, berupa:
1) SIPA Kesatu;
2) SIPA Kedua; dan/atau
3) SIPA Ketiga.
Cukup jelas, merupakan penjabaran lebih lanjut dari yang tertulis pada
pasal 18 ayat 2 :
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SIPA
bagi Apoteker di fasilitas pelayanan kefarmasian dapat diberikan
untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan kefarmasian.
Penjelasan Surat Edaran

d. Dikecualikan dari butir 1.b bagi apoteker yang bekerja di Instalasi


Farmasi Pemerintah/TNI/POLRI dapat memiliki paling banyak 3 (tiga)
SIPA.
Jelas pernyataannya,tetapi menambah substansi baru
Pengecualian ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang
Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian pasal 18 ayat 1 :
SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu)
tempat fasilitas kefarmasian.
Penjelasan Surat Edaran

Karena berdasarkan pemahaman kita selama ini apoteker yang bekerja di


Instalasi Farmasi Pemerintah (gudang farmasi) atau yang sejenis
gudang farmasi di instansi TNI/POLRI adalah sarana distribusi.
Meskipun butir 1.d tersebut bertentangan, beberapa pertimbangan
dan alasannya adalah :
• Penugasan Apoteker sebagai Kepala Instalasi Farmasi
Kab/Kota/Pusat/ TNI/POLRI adalah dalam rangka menjalankan tugas
negara sebagaimana halnya penugasan sejawat Apoteker sebagai
Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah.
Penjelasan Surat Edaran
• Penugasan Apoteker sebagai Kepala Instalasi Farmasi Kab/Kota/Pusat/
TNI/POLRI biasanya dalam jangka waktu pendek karena terjadi proses
mutasi dalam rangka pembinaan jenjang karir.
• Penugasan Apoteker sebagai Kepala Instalasi Farmasi Kab/Kota/Pusat/
TNI/POLRI kurang diminati dikarenakan kesejahteraannya belum
diperhatikan pemerintah, sehingga di beberapa daerah jabatan ini di
isi oleh tenaga selain Apoteker. Tentunya ini akan mengurangi peran
dan fungsi Apoteker di Instalasi Farmasi Kab/Kota/Pusat sebagimana
diamanatkan pasal 108 UU 36/2009 tentang Kesehatan dan PP 51/2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Penjelasan Surat Edaran
• Pemerintah mempertimbangkan dan menerima/mengakomodir
aspirasi sejawat anggota IAI yang bekerja di Instalasi Farmasi
Kab/Kota/Pusat/ TNI/POLRI yang berdasarkan pekerjaannya
memungkinkan memiliki waktu luang untuk melakukan pelayanan
kefarmasian diluar jam kerjanya.
Meskipun dapat kita pahami aspirasi pemerintah tersebut, namun kita juga
menyadari bisa saja terjadi, anggota IAI yang bekerja di sarana
distribusi dan produksi meminta keadilan yang sama untuk dapat
SIPA 2 dan 3, walaupun terlihat akan ada potensi konflik
kepentingan terkait penjualan produk yang diproduksi di industrinya
dan yang disalurkankan oleh distributor tempat apoteker bekerja.
Penjelasan Surat Edaran
Sehingga terkait masalah butir 1.d tersebut pembahasannya harus
obyektif dan menyeluruh sesuai dengan kondisi yang ada, sehingga kita
harus cukup bijaksana untuk menyikapinya,apalagi sikap pemerintah
memandang perlu keberadaan apoteker di instalasi farmasi
pemerintah/TNI/POLRI untuk dikecualikan sebagaimana dalam butir
1.d

Berdasarkan hal tersebut, rasanya kita lebih perlu untuk


mempertimbangkan menerimanya dari pada mempermasalahkannya.
Penjelasan Surat Edaran
Sebagai dasar pemerintah mengecualikan sebagaimana butir 1.d adalah
Perpres No.35/2015 Tentang Kementerian Kesehatan Pasal 3 butir a
tertulis :
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi:
perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang
kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian penyakit,
pelayanan kesehatan, dan kefarmasian dan alat kesehatan;
Penjelasan Surat Edaran
e. Apoteker hanya boleh mempunyai 1 (satu) Surat Izin Apotek (SIA). Dalam
hal apoteker telah memiliki SIA, maka apoteker yang bersangkutan hanya
dapat memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas pelayanan kefarmasian lain.
Cukup jelas, karena pada dasarnya surat izin apotek (SIA) hanya
diberikan atas nama 1 (satu) apoteker yang bersangkutan. Meskipun
apoteker tersebut masih dapat melakukan praktik kefarmasian pada
2 (dua) tempat praktik yang saling berbeda dengan
mempertimbangkan keterjangkauan jarak yang masuk akal antar
tempat praktik dengan jam praktik yang tidak saling tumpang tindih.
Penjelasan Surat Edaran
f. Bagi apoteker sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang
bekerja di fasilitas pelayanan kefarmasian milik pemerintah
harus memiliki SIPA.
Cukup jelas, sesuai dengan Permenkes 889/2011 pasal 17 ayat 1
Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan
kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga
kefarmasian bekerja.
Contoh :
Kepala Instalasi Rumah sakit dan semua Apoteker IFRS
Kepala Instalasi Kab/Kota/TNI/Polri dan semua apoteker
Apoteker di Puskesmas
Penjelasan Surat Edaran
g.Dalam rangka permohonan untuk memperoleh SIA,
apoteker dapat menggunakan SIPA Kesatu, SIPA Kedua
atau SIPA Ketiga.
Cukup jelas, hal ini dimaksudkan agar apoteker yang
bersangkutan memiliki pilihan untuk menentukan SIA
nya berdasarkan pertimbangannnya sendiri, apakah
ingin di SIPA Kesatu, SIPA Kedua atau SIPA Ketiga.
Dan hal ini juga untuk menjelaskan bahwa SIA dapat
melekat pada salah satu SIPA, yaitu SIPA Kesatu, SIPA
Kedua atau SIPA Ketiga
Penjelasan Surat Edaran

h. SIA bersifat melekat pada SIPA, dan memiliki masa


berlaku sesuai dengan SIPA.
Cukup jelas, hal ini untuk menjelaskan bahwa masa
berlaku SIA sama dengan masa berlaku SIPA yang
melekat dengan SIA,sebagaimana selama ini telah
berlangsung.
Penjelasan Surat Edaran
i. Setiap apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian di
fasilitas pelayanan kefarmasian wajib memasang papan nama
praktik yang mencantumkan:
1) Nama Apoteker;
2) SIPA/SIA; dan
3) Waktu praktik (hari/jam).
Cukup jelas, Sesuai dengan UU 36/2014 tentang Tenaga
Kesehatan Pasal 47 :Tenaga Kesehatan yang menjalankan
praktik mandiri harus memasang papan nama praktik.
Papan nama praktik juga sesuai dengan harapan IAI dan
Pemerintah selama ini meskipun pada surat edaran ini tidak
mengatur bentuk dan ukuran papan nama praktik, sehingga
bentuk dan ukuran dapat mengacu pada Peraturan Organisasi
IAI tentang papan Praktek Apoteker
Penjelasan Surat Edaran
j. Fasilitas pelayanan kefarmasian hanya dapat
memberikan pelayanan kefarmasian sepanjang
apoteker berada di tempat dan memberikan
pelayanan langsung kepada pasien.
Cukup jelas dan keren banget, Sesuai dengan PP
51/2009 pasal 1 butir 4 :
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien
Penjelasan Surat Edaran
Pasal 58 UU 36 /2014
(1) Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik wajib:
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Profesi, Standar
Pelayanan Profesi, Standar Prosedur Operasional, dan etika profesi serta kebutuhan
kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan;
Pasal 61 UU 36/2014
Dalam menjalankan praktik, Tenaga Kesehatan yang memberikan
pelayanan langsung kepada Penerima Pelayanan Kesehatan harus
melaksanakan upaya terbaik untuk kepentingan Penerima Pelayanan
Kesehatan dengan tidak menjanjikan hasil.
Berdasarkan Peraturan perundang-undangan tersebut diatas tersurat bahwa
tenaga kesehatan yang melakukan praktik, melakukan tugasnya tanpa
diwakilkan tetapi melakukan pelayanan langsung dengan upaya terbaik.
Penjelasan Surat Edaran

k. Apoteker yang telah memiliki SIPA atau SIKA


berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, SIPA atau
SIKA yang bersangkutan berlaku sebagai SIPA sampai
habis masa berlakunya.
Rekomendasi Rakornas 2017
Untuk Internal

1. Disepakati bahwa Apoteker yang dapat melakukan pengadaan sedian farmasi ke Pedagang Besar
Farmasi (PBF) adalah :
a) Apoteker yang memiliki Surat Izin Apotek (SIA) di Apotek tersebut
b) Apoteker yang memiliki Surat Izin Apotek (SIA) sebagaimana dimaksud pada poin (a) jika
cuti/sakit/melahirkan/tugas dinas, mendelegasikan kepada apoteker yang memiliki SIPA di sarana
yang sama dengan memberitahukan kepada Dinas Kesehatan Kab/Kota setempat.
c) Apoteker yang memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) di Rumah Sakit (RS) yang ditetapkan
dengan Surat Keputusan Direktur RS sebagai Apoteker yang berwenang dalam pengadaan sediaan
farmasi
d) Apoteker yang memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) di Klinik dan Surat Keputusan
Direktur/Pimpinan Klinik sebagai Penanggungjawab Ruang Farmasi
e) Apoteker yang memiliki SIPA di PUSKESMAS dan SK Kepala Dinas Kesehatan sebagai
Penanggungjawab Ruang Farmasi
f) Apoteker yang memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) di Instalasi farmasi Pemerintah/TNI/POLRI
di Kab/Kota/Provinsi/Pusat dan Surat Keputusan dari Kepala Dinas Kesehatan/Kepala Daerah/Menteri
Kesehatan
Rekomendasi Rakornas 2017

2. Pada dasarnya Rekomendasi IAI hanya berpedoman pada PO No.002/PP-IAI/1418/IX/2016 tentang


Rekomendasi Surat Izin Praktik Apoteker, dengan penyempurnaan rekomendasi berdasarkan lokasi praktik
sebagai berikut:
a) Biaya rekomendasi setiap Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) berpedoman pada PO.No.002/PP-
IAI/1418/IX/2016 tentang Rekomendasi Surat Izin Praktik Apoteker (maksimal 100 ribu rupiah)
b) Iuran anggota antar cabang didalam PD 100% + 50 % (Penjelasan : Bagi Apoteker yang memiliki
SIPA kedua atau Ketiga di wilayah PC IAI yang berbeda dengan PC IAI dimana SIPA Kesatu berada,
tetapi masih dalam satu wilayah PD IAI, maka selain membayar kewajiban Iuran Anggota
sebagaimana diatur dalam PO.No.002/PP-IAI/1418/V/2015 tentan Iuran Anggota, juga dikenakan
iuran anggota tambahan sebesar 50% iuran anggota untuk PC IAI dimana SIPA kedua atau SIPA
ketiga berada)
c) Iuran anggota antar cabang diluar PD 100% + 90% (Penjelasan : Bagi Apoteker yang memiliki SIPA
kedua atau Ketiga di wilayah PD IAI yang berbeda dengan PD IAI dimana SIPA Kesatu berada, maka
selain membayar kewajiban Iuran Anggota sebagaimana diatur dalam PO.No.002/PP-IAI/1418/V/2015
tentan Iuran Anggota, juga dikenakan iuran anggota tambahan sebesar 90% iuran anggota dengan
rincian 40% untuk PD IAI dan 50% untuk PC IAI dimana SIPA kedua atau SIPA ketiga berada)
Rekomendasi Rakornas 2017

Untuk Eksternal
•Diharapkan kepada Ditjen Farmalkes Kemenkes dalam melakukan
Sosialisasi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 31 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian Nomor 31 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 Tentang
Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian dan Surat
Edaran NOMOR HK.02.02/MENKES/24/2017 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 31 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian kepada Dinas Kesehatan Prov/Kab/Kota dan
pemangku kepentingan terkait agar mengikutsertakan Pengurus IAI.
PERMENKES NO. 9 TAHUN 2017
TENTANG APOTEK
PERMENKES 9/2017: PERAN APOTEKER
DAN PEMILIK MODAL

Penyelenggaraan
Apotek
PERMENKES 9/2017 : TINJAUAN PRAKTIK APOTEKER DAN PELAYANAN KEFARMASIAN

Transformasi Apoteker dari dispensing sediaan farmasi menjadi Papan Nama


Papan Nama
penyedia pelayanan kefarmasian dan informasi obat Praktek
Apotek
Apoteker

Apoteker harus memberikan


pelayanan langsung

Peningkatan outcome terapi pasien


Dlm rangka peningkatan
keselamatan pasien
TATA CARA PERMOHONAN SIA
(PASAL 12-15 PERMENKES NO.9/2017)
KEGIATAN PERSYARATAN
Pengajuan permohonan tertulis oleh Apoteker kepada Pemda Kabupaten/Kota FC STRA, KTP, NPWP, Peta lokasi
dan denah bangunan, daftar sarana,
prasarana, dan peralatan.

Pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek oleh Tim pemeriksa Dinas Kesehatan
Kab/Kota

Pelaporan hasil pemeriksaan oleh Tim pemeriksa Dinkes Kab/Kota kepada Pemda BAP
Kab/Kota

Penerbitan SIA oleh Pemda Kab/Kota dengan tembusan Direktur Jenderal, Kadinkes
Provinsi, Ka. Balai POM, Kadinkes Kabupaten/Kota, dan Organisasi Profesi

• Penerbitannya SIA bersamaan dengan penerbitan SIPA untuk Apoteker pemegang SIA. Masa berlaku SIA mengikuti masa
berlaku SIPA.

• SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan
PERMENKES 9/2017 : PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN
Pengawasan yang dilakukan selanjutnya
dilaporkan kepada Menteri secara
berkala minimal 1(satu) kali dalam
setahun. Khusus pengawasan
sediaan farmasi dalam
pengelolaan sediaan farmasi

Kepala BPOM

melibatkan

Organisasi Profesi
Pasal 28-30
Permenkes 9/tahun 2017
• Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh Apoteker (pasal 1. point 1)
• Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi dan Analis Farmasi (pasal 1, poin 5)
• Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan
kepada Apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik untuk
menyediakan dan menyerahkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan
bagi pasien. (pasal 1, poin 10)
• Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika
(pasal 1, poin 11)
• Organisasi Profesi adalah Ikatan Apoteker Indonesia. (pasal 1, poin 14)
Pasal 3
(1) Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri
dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun
perusahaan.
(2) Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama
dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus
tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang
bersangkutan.
Pasal 5
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran
Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat
dalam mendapatkan pelayanan kefarmasian.
Pasal 9
(1) Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan pelayanan kefarmasian.
(2) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi rak
obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja, kursi,
komputer, sistem pencatatan mutasi obat, formulir catatan pengobatan
pasien dan peralatan lain sesuai dengan kebutuhan.
(3) Formulir catatan pengobatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan catatan mengenai riwayat penggunaan Sediaan Farmasi
dan/atau Alat Kesehatan atas permintaan tenaga medis dan catatan
pelayanan apoteker yang diberikan kepada pasien.
Pasal 11

(1) Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat


dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau
tenaga administrasi.
(2) Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib memiliki surat izin
praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 15

(1) Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau


perubahan alamat dan pindah lokasi, perubahan
Apoteker pemegang SIA, atau nama Apotek harus
dilakukan perubahan izin.
Pasal 17
(1) Apotek hanya dapat menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada:
a. Apotek lainnya;
b. Puskesmas;
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit;
d. Instalasi Farmasi Klinik;
e. dokter;
f. bidan praktik mandiri;
g. pasien; dan
h. masyarakat.
Pasal 17
(2) Penyerahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai
dengan huruf d hanya dapat dilakukan untuk memenuhi kekurangan
jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai dalam hal: terjadi kelangkaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di fasilitas distribusi; dan
terjadi kekosongan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai di fasilitas pelayanan kesehatan.
(3) Penyerahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e sampai
dengan huruf h hanya dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan.
Pasal 18
1. Apotek wajib memasang papan nama yang terdiri atas:

a. papan nama Apotek, yang memuat paling sedikit


informasi mengenai nama Apotek, nomor SIA, dan
alamat; dan
b. papan nama praktik Apoteker, yang memuat paling
sedikit informasi mengenai nama Apoteker, nomor
SIPA, dan jadwal praktik Apoteker.
Pasal 18
(2) Papan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dipasang di dinding bagian depan bangunan atau
dipancangkan di tepi jalan, secara jelas dan mudah
terbaca.
(3) Jadwal praktik Apoteker sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b harus berbeda dengan jadwal praktik
Apoteker yang bersangkutan di fasilitas kefarmasian
lain
Pasal 24

(1) Pengadaan obat dan/atau bahan obat di Apotek


menggunakan surat pesanan yang mencantumkan
SIA.
(2) Surat pesanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus ditandatangani oleh Apoteker pemegang SIA
dengan mencantumkan nomor SIPA.
Pasal 26
(1) Apabila Apoteker pemegang SIA meninggal
dunia, ahli waris Apoteker wajib melaporkan
kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Pemerintah Daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
menunjuk Apoteker lain untuk jangka waktu
paling lama 3 (tiga) bulan.
Permenkes Nomor 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek
Permenkes 73 / 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI PELAYANAN FARMASI KLINIK

Keselamatan
Pasien

Sumber daya manusia Sarana dan Prasarana

Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian

Anda mungkin juga menyukai