Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS

CHRONIC KIDNEY INJURY STAGE V DENGAN


OVERLOAD, ANEMIA DAN HIPERTENSI

Pembimbing: dr. Mukti Fahimi Sp.Pd

Sidiq Putranda 03015183


IDENTITAS PASIEN

 Nama : Tn. M Jenis Kelamin : Laki-laki


 Umur : 53 tahun Suku Bangsa : Jawa
 Tempat/Tanggal Lahir: Lamongan, 08-08-1966 Agama : Islam
 Pendidikan : SMA Status pasien : BPJS
 Alamat : Setiabudi, Jakarta Selatan No. RM : 221704
KELUHAN UTAMA

Sesak nafas
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Tn. M Laki-laki usia 53 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu
SMRS semakin memberat sejak 2 hari yang lalu. Sesak nafas dipengaruhi aktivitas
dan saat pasien istirahat sesak tetap muncul. Keluhan membaik saat diberikan
oksigen namun keluhan tidak hilang dan memberat sehingga pasien berobat ke igd
RSAL mintohardjo. Pasien mengatakan sering merasakan demam dan badan
terasa panas membaik ketika pasien minum air putih yang banyak. Keluhan lain
pasien mengeluh batuk kering sejak 2 hari SMRS, lemas, mual, muntah berisi
makanan, nyeri dada tidak nyaman menjalar hingga ke punggung hilang timbul,
nafsu makan menurun, Buang air kecil sehari 1-2 kali setutup botol, Buang air
besar lancar.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

 Pasien mengatakan riwayat diabetes melitus disangkal,


 Riwayat batu ginjal ± tahun 94
 riwayat hipertensi sejak usia muda terkontrol rutin konsumsi obat anti hipertensi
 Riwayat CKD tahun 2014 dan pemasangan ciminorutin Hemodialisa sejak tahun 2015 seminggu dua kali,
 riwayat pemasangan ring tahun 2017 karena penyumbatan arteri koroner 70%.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

 riwayat penyakit Hipertensi pada ayah pasien


RIWAYAT KEBIASAAN DAN PENGOBATAN

Pasien merokok kurang dari satu bungkus sehari saat usia muda, tidak mengkonsumsi
alkohol, dan jarang berolahraga
RIWAYAT SOSIAL EKONOMI

 Pasien merupakan pasien BPJS. Pasien bekerja sebagai wiraswasta. Kebutuhan sehari-
hari pasien cukup untuk keperluan sehari-hari dan keluarga
PEMERIKSAAN FISIK
DILAKUKAN PADA 2 OKTOBER 2019 PUKUL 13.35 2019 WIB DI BANGSAL P. SIBATIK
RS AL DR. MINTOHARJO

Keadaan Umum :
 Kesadaran : Compos mentis
 Kesan sakit : Sakit sedang
 Kesan gizi : Cukup (BB:60 dan TB 157cm)
Tanda vital :
 Tekanan Darah : 150/90 mmHg
 Nadi : 85 x/menit
 Suhu : 36,1°C
 Pernapasan : 18 x/menit
 Berat badan : 60 kg
Kepala • normosefali

Pemeriksaan Fisik Rambut • Hitam, lurus, tipis, tidak mudah


dicabut

dilakukanpadatanggal11 Juni2019 pukul13.35WIB di


BangsalP. Tarempa
RS AL dr.Mintoharjo
Wajah • simetris

• Conjungtiva anemis : +/+


Mata • Sklera ikterik -/-
• Pupil bulat, isokor
Telinga • Normal

Hidung • Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas


cuping hidung (-)

Bibir • Bibir merah, simetris, sianosis (-)

Mulut • Normoglossia, warna merah muda

Tenggorokan • Normal, T1/T1, hiperemis (-)

Leher • Normal
• Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris pada saat statis dan dinamis, deformitas
dinding dada (-), jaringan parut (-), bekas luka operasi (-), pulsasi abnormal (-), gerak

Paru & Jantung


napas simetris, precordial bulging (-)
• Palpasi : pergerakan toraks simetris saat statis dan dinamis, massa (-), nyeri tekan
(-), vocal fremitus simetris, ictus cordis tidak terlihat
• Perkusi : Sonor di semua lapang paru, batas jantung normal
• Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi +/+, wheezing -/-, Bunyi Jantung S1
normal, S2 normal, regular, murmur (-). Gallop (-)

Abdomen
• Inspeksi : Tidak terdapat luka bekas operasi
• Auskultasi : Bising usus (+)
• Palpasi : Nyeri Tekan pada daerah epigastrium (+)
• Perkusi : timpani pada 4 kuadran abdomen
KGB • Tidak ada pembesaran

• Atas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-),


sianosis (-) lengan kiri bruit

Ekstremitas cimino(+)
• Bawah : Akral hangat, CRT <2 detik, sianosis (-),
deformitas (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN LABORATORIUM TANGGAL 27 SEPTEMBER 2019 (PUKUL 15.51 WIB)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hematologi Rutin

Hemoglobin 4,7 g/dL 12.0 – 16.0

Hematokrit 15% 37.0 – 43.0

Eritrosit 1,3 10^6/𝛍𝐋 4.00 – 5.00

Jumlah Leukosit 4100/𝛍𝐋 5.00 – 10.00

Jumlah Trombosit 307000/𝜇𝐿 150000 – 450000

Imunoserologi

Anti HIV Non reaktif Non reaktif

HbSAg negatif negatf

Anti-HCV Positif negatif


PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN LABORATORIUM TANGGAL 13 JUNI 2019 (PUKUL 05.41 WIB)

KIMIA KLINIK

Ureum 170 mg/dl 17-43

Kreatinin 11,2 mg/dl 0,7-1,3


FOTO RONTGEN
Follow up
Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning
28 Sept Lemas (+), sesak KU= compos mentis, tampak sakit sedang. 1. CKD on HD • - Inf. Sp. Lasix10mg/jam
(+) nafsu makan TTV=HR: 79 x/menit; RR: 22 x/menit; T: 36,6 ºC; SpO2: 97% 2. Dyspneu • - Asam folat 3x1 tab
menurun (+), TD: 170/90 mmHg • - Bicnat 3x1 tab
batuk tidak Kepala: normosefali
3. Anemia • - CaCo3 2x1 tab
berdahak (+), 4. Hipertensi stage 2
• - Allopurinol 2x300mg
Mata: CA +/+, SI -/- Hidung: napas cuping hidung (-)
mual (+), muntah • *Hemodialisa transfusi
(-), nyeri perut Leher: pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-) 500 cc PRC
(+) Thorax: • *Cek DR,UR,CR
Paru: SNV +/+, rhonki +/+, wheezing -/-
Jantung: S1S2 regular, murmur (-),gallop (-)
Abdomen: BU (+), nyeri tekan epigastrium(+),
hepatomegali(-), Splenomegali(-)
Ekstremitas: oedeme (-), akral hangat pada keempat
ekstremitas, CRT<2”, thrill cimino (+) lengan kiri
Follow up

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning

29 Sept Lemas (+), sesak (+) KU= compos mentis, tampak sakit sedang. 1. CKD on HD • - Inf. Sp. Lasix10mg/jam
2019 nafsu makan menurun TTV= 2. Dyspneu
(+), batuk tidak • - Asam folat 3x1 tab
HR: 92 x/menit;
berdahak (+), mual (+), 3. Anemia
RR: 24 x/menit;
• - Bicnat 3x1 tab
nyeri perut (+) 4. Hipertensi stage 2
T: 36,2ºC; • - CaCo3 2x1 tab
SpO2: 97% 5. Dyspepsia
• - Allopurinol 2x300mg
TD: 180/90 mmHg • - Ranitidin 2x1 (iv)
Mata: CA +/+, SI -/-
• - ISDN k/p
Hidung: napas cuping hidung (-)
• - Ramipril 1x5mg
Thorax:
Paru: SNV +/+, rhonki +/+, wheezing -/-
Jantung: S1S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: BU (+), nyeri tekan epigastrium (+)
Ekstremitas: oedeme (-), akral hangat pada keempat
ekstremitas, CRT<2”, thrill cimino (+) lengan kiri
Follow up

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning

30 Sept Lemas (+), sesak KU= compos mentis, tampak sakit sedang. 1. CKD on HD • - Inf. Sp. Lasix10mg/jam
• - Asam folat 3x1 tab
2019 berkurang (+) nafsu TTV=
2. Dyspneu • - Bicnat 3x1 tab
makan menurun (+), HR: 97x/menit; • - CaCo3 2x1 tab
mual (+),nyeri perut 3. Anemia • - Allopurinol 2x300mg
RR: 20x/menit;
(+), tidak bisa tidur, • - Ranitidin 2x1 (iv)
badan terasa panas T: 36,1ºC; 4. Hipertensi stage 2 • - ISDN k/p
SpO2: 99% 5. Dyspepsia • - Ramipril 1x5mg
• *Hemodialisa
TD: 180/100 mmHg
Mata: CA -/-, SI -/-
Thorax:
Paru: SNV +/+, rhonki -/-, wheezing -/-,
Jantung: S1S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: BU (+), nyeri tekan epigastrium(+)
Ekstremitas: : oedeme (-), akral hangat pada keempat
ekstremitas, CRT<2” thrill cimino (+) lengan kiri
Follow up

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning

1 Okt 2019 Lemas (+), sesak KU= compos mentis, tampak sakit sedang. 1. CKD on HD • - Inf. Sp. Lasix10mg/jam
(-) nafsu makan TTV= • - Asam folat 3x1 tab
HR: 85 x/menit; 3. Anemia • - Bicnat 3x1 tab
menurun (+),
batuk tidak RR: 18 x/menit; 4. Hipertensi stage 2 • - CaCo3 2x1 tab
berdahak (-), T: 36,1 ºC; • - Allopurinol 2x300mg
mual (+), muntah SpO2: 97% • - Ranitidin 2x1 (iv)
2 kali terasa asam TD: 160/90 mmHg • - ISDN k/p (stop)
berwarna coklat Kepala: normosefali • - Ramipril 1x5mg
(+), nyeri perut Mata: CA +/+, SI -/- • *Hemodialisa
(+) Thorax:
Paru: SNV +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung: S1S2 regular, murmur (-),gallop (-)
Abdomen: BU (+), nyeri tekan epigastrium (+),
hepatomegali (-), Splenomegali (-)

Ekstremitas: oedeme (-), akral hangat pada keempat


ekstremitas, CRT<2”, thrill cimino (+) lengan kiri
Follow up

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning

2 Okt 2019 Lemas (+), sesak KU= compos mentis, tampak sakit sedang. 1. CKD on HD • - Inf. Sp. Lasix10mg/jam
(+) nafsu makan TTV= • - Asam folat 3x1 tab
HR: 80 x/menit; 2. Anemia • - Bicnat 3x1 tab
menurun (+),
batuk tidak RR: 18 x/menit; 3. Hipertensi stage 2 • - CaCo3 2x1 tab
berdahak (+), T: 35,9ºC; • - Allopurinol 2x300mg
mual (+), muntah SpO2: 98% 4. . Dyspepsia • - Ranitidin 2x1 (iv)
(-), nyeri perut TD: 150/90 mmHg • - ISDN k/p
(+) Mata: CA -/-, SI -/- • - Ramipril 1x5mg
Thorax: • - Ondancentron 2x80mg
Paru: SNV +/+, rhonki +/+, wheezing -/-
Jantung: S1S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: BU (+), nyeri tekan epigastrium (+)
Ekstremitas: oedeme (-), akral hangat pada keempat
ekstremitas, CRT<2”, thrill cimino (+) lengan kiri
DAFTAR MASALAH
DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja

 CKD on HD
 Anemia Diagnosis Banding
 Hipertensi stage 2
 Dyspepsia  UAP
 ADHF
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan Darah Lengkap


 Enzim jantung
 Cek elektrolit
 Analisis gas darah
 Cek asam urat, kolesterol
TATALAKSANA

 Infus Lasix Siring pump 10mg/jam


 Asam folat 3x1 tab
 Bicnat 3x1 tab
 CaCo3 2x1
 Allopurinol 2x300mg
 Ranitidin 2x1
 Ramipril 1x5mg
 Ondancentron 2x80mg
PROGNOSIS

 a. Ad vitam : dubia ad bonam


 b. Ad fungsionam : dubia ad malam
 c. Ad sanationam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang (basil), kuman
ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Infeksi Tuberkulosis dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.
TINJAUAN PUSTAKA

World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa sebanyak 1,5 juta orang meninggal karena TB (1.1 juta HIV negatif dan 0.4 juta HIV positif) dengan
rincian 89.000 laki-laki, 480.000 wanita dan 140.000 anak-anak. Pada tahun 2014, kasus TB diperkirakan terjadi pada 9,6 juta orang dan 12%
diantaranya adalah HIV-positif.

Pada tahun 2015, jumlah penemuan kasus TB di Indonesia adalah 330.910 kasus. Jumlah tersebut meningkat dari tahun 2014, yaitu sebanyak 324.539
kasus. Kasus terbanyak dilaporkan di provinsi dengan jumlah penduduk besar, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah (38% dari keseluruhan
kasus di Indonesia).
PATOGENESIS TB PARU

TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA

DIAGNOSIS TB PARU
TINJAUAN PUSTAKA
TATALAKSANA
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: Rifampisin, Isoniazid,
Pirazinamid, Streptomisin, Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis tetap ini
terdiri dari :
 Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
 Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) : Fluoroquinolon, Aminoglikosida,
Ethionamide/Prothionamide, Ρ-Amino Salicylic Acid (PAS), Cycloserine
TINJAUAN PUSTAKA

TATALAKSANA
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat
utama dan tambahan.

Tahap Intensif Tahap Lanjutan


Berat Badan tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama 16 minggu
RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)

30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT


38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
TINJAUAN PUSTAKA
Dosis per hari / kali

Jumlah hari/kali
Tahap Pengobatan Lama Pengobatan Tablet Isoniasid Kaplet Rifampisin Tablet Pirazinamid Tablet Etambutol menelan obat
@ 300 mg @ 450 mg @ 500 mg @ 250 mg

Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

TATALAKSANA
Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
 Pasien baru TB paru BTA positif.
 Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
 Pasien TB ekstra paru
TINJAUAN PUSTAKA

Drug-Induced Liver Injury


Jejas hati imbas obat (drug-induced liver injury, DILI), atau hepatotoksisitas imbas obat, merupakan jejas hati yang disebabkan oleh pajanan terhadap
obat atau agen non-infeksius. Jejas yang ditimbulkan oleh obat bervariasi, mulai dari tidak bergejala, ringan, hingga gagal hati akut yang mengancam
nyawa.
TINJAUAN PUSTAKA

Drug-Induced Liver Injury


 Hepatotoksisitas intrinsik (disebut juga hepatotoksisitas direk atau dapat diprediksi). Contoh hepatotoksisitas intrinsik adalah hepatotoksisitas akibat pajanan
terhadap zat kimia industri maupun lingkungan atau toksin, seperti karbon tetraklorida, fosfor, atau beberapa jenis jamur yang menyebabkan jejas hati.
 Hepatotoksisitas idiosinkratik (disebut juga hepatotoksisitas indirek atau tidak dapat diprediksi). Hepatotoksisitas idiosinkratik merupakan hepatotoksisitas yang
disebabkan oleh obatobat konvensional dan produk herbal yang menyebabkan hepatotoksisitas hanya pada sejumlah kecil resipien (1:10.000-1:100.000).
TINJAUAN PUSTAKA

Drug-Induced Liver Injury


Pada tahun 2001, American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD) menetapkan bahwa peningkatan kadar alanin aminotransferase (ALT)
lebih dari tiga kali batas atas normal (BAN) dan peningkatan bilirubin total lebih dari dua kali BAN dapat digunakan sebagai kriteria untuk menentukan
ada tidaknya kelainan signifikan pada parameter laboratorik hati.
Peningkatan kadar enzim hati alanin transaminase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST) dianggap sebagai indikator jejas hati, sedangkan
peningkatan bilirubin total dan terkonjugasi merupakan parameter untuk menilai fungsi hati secara keseluruhan. Penilaian pola jejas hati sangat
penting karena obat obat tertentu cenderung menyebabkan jejas dengan pola khas pula.
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA

Drug-Induced Liver Injury


Mekanisme Drug-Induced Liver Injury terdapat 2 proses :
 Apoptosis : terjadi pengerutan dan fragmentasi sel menjadi pecahan-pecahan kecil dengan membran sel tetap utuh. Pecahan-pecahan ini akan dibersihkan melalui
proses fagositosis dan umumnya tidak merangsang respons imun pejamu.
 Nekrosis : menyebabkan hilangnya fungsi mitokondria dan deplesi ATP yang menyebabkan pembengkakan dan lisis sel yang merangsang terjadinya proses inflamasi
lokal.
TINJAUAN PUSTAKA

Drug-Induced Liver Injury


Mekanisme Drug-Induced Liver Injury terdapat 2 proses :
Proses apoptosis dan nekrosis tersebut dapat tercetus melalui berbagai mekanisme.
DILI diawali dengan bioaktivasi obat  metabolit reaktif yang mampu berinteraksi dengan makromolekul seluler, seperti protein, lemak, dan asam nukleat 
menyebabkan disfungsi protein, peroksidasi lipid, kerusakan DNA, dan stres oksidatif.
Selain itu, metabolit reaktif  mencetuskan gangguan pada gradien ionik dan penyimpanan kalsium intraseluler  disfungsi mitokondria dan gangguan produksi energi
 kematian sel dan gagal hati.
TINJAUAN PUSTAKA

Pendekatan Diagnosis DILI dan Tatalaksana


Sewaktu melakukan evaluasi terhadap tersangka DILI, hal pertama yang harus dilakukan adalah menyingkirkan penyebab lain jejas hati, seperti hepatitis A, hepatitis B,
dan terkadang hepatitis C akut, hepatitis autoimun atau alkoholik, kelainan traktus biliaris, dan gangguan hemodinamik.
Hepatitis viral dapat dievaluasi dengan memeriksa antibodi IgM terhadap hepatitis A, hepatitis B surface antigen (HBsAg), dan antibodi antihepatitis C.
Kelainan traktus biliaris dapat menyebabkan jejas hati melalui proses obstruksi atau infeksi, seperti yang terjadi pada kolesistitis maupun kolangitis. Karena itu, perlu
dilakukan ultrasonografi abdomen dan, jika perlu, CT scan abdomen.
TINJAUAN PUSTAKA

Pendekatan Diagnosis DILI dan Tatalaksana


Setelah menyingkirkan penyebab jejas hati akut lain, langkah berikutnya adalah menetapkan jenis obat penyebab. Hal ini dapat dilakukan dengan anamnesis teliti mengenai
semua jenis obat yang diberikan dalam 12 bulan terakhir, termasuk herbal maupun suplemen.

Hal penting lain dalam menegakkan diagnosis adalah menentukan jangka waktu dari pertama kali konsumsi obat hingga onset penyakit hati, pola atau tipe jejas hati
(hepatoselular, kolestasis, atau campuran), juga menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan setelah obat dihentikan.
Pendekatan Diagnosis DILI dan Tatalaksana
TINJAUAN PUSTAKA
ANALISA KASUS

Telah dirawat seorang perempuan usia 35 tahun di bangsal penyakit dalam RSAL dr. Mintohardjo, Jakarta dengan diagnosis drug-induced liver injury (DILI) akibat obat
anti-tuberkulosis. Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan dengan
keluhan mual dan muntah berisi makanan dan air sejak 2 hari SMRS karena merasakan rasa pahit di mulut. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan sejak saat itu,
sehingga pasien makan hanya sedikit-sedikit dan sering minum air saja. Nyeri perut dirasakan pada regio epigastrium. Pasien sudah mengkonsumsi obat anti mual, tetapi
mual tetap dirasakan. Sebelumnya pasien merasakan lemas dan pusing sejak 5 hari SMRS.
ANALISA KASUS

Saat ini pasien sedang menjalani pengobatan Tuberkulosis Paru aktif sejak didiagnosis pada tanggal 17 Mei 2019. Saat menjalani pengobatan Tuberkulosis selama 1 minggu,
pasien merasakan mual, tetapi tidak ada muntah. Pasien mengkonsumsi Obat Anti-Tuberkulosis (OAT) Oral Isoniazid, Rifampisin, dan Pirazinamid. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan hepar teraba 3 jari bawah arcus costae, 3 jari bawah prosesus xiphoideus, pinggir tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal, tidak ada nyeri tekan dan lien
tidak teraba. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan SGOT/SGPT 210/321 U/l, bilirubin total 3,92 mg/dl, bilirubin direk 2,82 mg/dl, bilirubin indirek 1,10
mg/dl.
ANALISA KASUS

Jejas hati ini bisa menyebabkan timbulnya gejala jaundice, nausea, vomitus, nyeri abdomen, peningkatan kadar bilirubin dan asam transaminase.
Dimana pada pasien ini timbul gejala jaundice, nausea, vomitus serta peningkatan kadar bilirubin. DILI merupakan kondisi utama yang
menyebabkan penundaan melanjutkan pemberian OAT kepada pasien. Bila terus dilanjutkan setelah muncul onset gejala, dapat menyebabkan mortalitas
sebesar 6-12%.
ANALISA KASUS
Penatalaksaan TB pada pasien kelainan hati ini adalah mengurangi jumlah dari obat
hepatotoksik dan memperpanjang durasi terapi TB.
Diantara OAT lini pertama, Pirazinamide adalah yang paling hepatotoksik dan sebaiknya
dihindari penggunaannya.
Isoniazid dan rifampisin juga bersifat hepatotoksik, dan kombinasi keduanya lebih bersifat
toksik dibandingkan penggunaan tunggal.
Dari seluruh OAT line kedua, PAS merupakan yang hepatotoksik. Dari kebanyakan kasus, terjadi
DILI dalam 2-3 bulan setelah dimulainya terapi OAT.
Obat yang dapat diberikan secara aman pada pasien DILI antara lain aminoglikosida, etambutol,
kuinolon, dan sikloserin. Monitoring fungsi hati penting dilakukan pada pasien yang memulai OAT
sebagai baseline dan secara reguler sehingga dapat dilakukan deteksi dini kelainan hati
sebelum terjadi kondisi yang mengancam nyawa.
ANALISA KASUS

Pada pasien ini OAT kategori 1 dihentikan dan diganti dengan etambutol 1 x 750 mg dan injeksi streptomisin 1 x 750 mg (IV), sambil memantau
SGOT/SGPT per 3 hari, setelah SGOT/SGPT terdapat perbaikan, ditambahkan desensitisasi INH sampai dengan dosis penuh (300 mg). Selama itu
perhatikan klinis dan periksa laboratorium saat pemberian INH dosis penuh, bila klinis dan laboratorium kembali normal, tambahkan rifampisin,
desensitisasi sampai dengan dosis penuh (sesuai berat badan) sehingga paduan obat menjadi RHES.
REFERENSI
1. National Kidney Foundation. KDOQI US Commentary on the 2012 KDIGO Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of
CKD. Am J Kidney Dis. 2014;63(5):713-735
2. Moeloek NF. Upaya peningkatan promotif preventif bagi kesehatan ginjal di Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018
3. Perkumpulan Nefrologi Indonesia. Report of Indonesian Renal Registry. 2017
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009:1035-37
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riskesdas 2013. Jakarta: Badan Litbangkes Kemenkes RI; 2013.
6. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Situasi Penyakit Ginjal Kronis. 2017.
7. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam.Jilid II edisi VI 2015
8. Richard JJ, Mark SS, Srinivas T, Ejaz A, Mu W, Ronca C. Essential hypertension, progressive renal disease, and uric acid: a pathogenetic link. American
Society of Nephrology. 2005; 16(7):1909-19.
9. Williams S, Malatesta K, Norris K.Vitamin d and chronic kidney disease. Ethnicity & Diseas. 2009: 19(4 Suppl 5):S9.
10. Levey AS, Coresh J. Chronic kidney disease. Lancet. 2012; 379: 165-180
11. Bargman JM, Skorecki K: Chronic Kidney Disease, in Harrison’s Principles of Internal Medicine 18th edition. New York, McGrawHill, 2013, chp. 280.

Anda mungkin juga menyukai