Anda di halaman 1dari 20

PRESENTASI PAPER

PEN D
A HU
L UAN

LATAR BELAKANG

Pada sebagian besar negara industri, ketulian disebabkan oleh


pekerjaan akibat paparan bising. Berdasarkan survey ”Multi Center
Study” di Asia Tenggara, Indonesia termasuk 4 negara dengan
prevalensi ketulian yang cukup tinggi yaitu 4,6%, sedangkan 3
negara lainnya yaitu Sri Langka (8,8%), Myammar (8,4%) dan India
(6,3%). Ketulian akibat bising dilaporkan lebih banyak terjadi pada
pria dibandingkan wanita.

Trauma akustik sering dipakai untuk menyatakan ketulian akibat


pajanan bising, maupun tuli mendadak akibat ledakan hebat,
dentuman, tembakan pistol, serta trauma langsung ke kepala dan
TINJAUAN
PUSTAKA
ANATOMI TELINGA
ANATOMI TELINGA LUAR
ANATOMI TELINGA TENGAH
ANATOMI TELINGA DALAM
FISIOLOGI PENDENGARAN

Bagaimana Kita Bisa Mendengar.webm


DEFINISI

Trauma akustik sering dipakai untuk


menyatakan ketulian akibat pajanan bising,
maupun tuli mendadak akibat ledakan
hebat, dentuman, tembakan pistol, serta
trauma langsung ke kepala dan telinga
akibat satu atau beberapa pajanan dalam
bentuk energi akustik yang kuat dan tiba-
tiba .
ETIOLOGI

Trauma akustik dapat disebabkan oleh


bising yang keras dan secara tiba-tiba atau
secara perlahan-lahan yang dapat
dikarenakan oleh suara ledakan bom,
petasan, tembakan, konser, dan telepon
telinga (earphone)
SIGN & SIMPTOM

Gejala ketulian akibat trauma akustik


adalah tinnitus (suara mendenging), ringing
(suara berisik di telinga), gejala sensasi
penuh (fullness), nyeri telinga, kesulitan
melokalisir suara, dan kesulitan mendengar
di lingkungan bising
PATOFISIOLOGI

PAPARAN BISING

Proses Mekanik Proses


Proses Fisika Metabolik
+ Kimiawi
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING

 TRAUMA AKUSTIK AKUT


OMA
TULI SARAF PADA GERIATRI
TULI AKIBAT OTOTOKSIK
TULI MENDADAK
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada trauma akustik ini dapat diberikan
secepatnya setelah trauma. Trauma akustik akut
sebaiknya diobati sebagai kedaruratan medis. Apabila
penderita sudah sampai pada tahap gangguan pendengaran
yang dapat menimbulkan kesulitan berkomunikasi maka
dapat dipertimbangkan menggunakan ABD (alat bantu
dengar). Latihan pendengaran dengan alat bantu dengar
dibantu dengan membaca ucapan bibir, mimik, anggota
gerak badan, serta bahasa isyarat agar dapat
berkomunikasi
PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap trauma akustik antara lain dengan
menghindari suara bising dan gaduh (mendengarkan musik yang
terlalu keras dalam jangka waktu yang lama), berhati-hati dalam
aktivitas yang berisiko seperti menembak, pelindung
pendengaran. Langkah terakhir dalam pengendalian kebisingan
adalah dengan menggunakan alat pelindung pendengaran
(earplug, earmuff, dan helmet).
PROGNOSIS

Jenis ketulian pada trauma akustik


ini merupakan ketulian saraf koklea
yang sifatnya menetap dan tidak
dapat diobati, maka prognosisnya
kurang baik sehingga faktor
pencegahan lebih diutamakan
KESIMPULAN

Trauma akustik sering dipakai untuk menyatakan ketulian akibat pajanan


bising, maupun tuli mendadak akibat ledakan hebat, dentuman, tembakan
pistol, serta trauma langsung ke kepala dan telinga akibat satu atau
beberapa pajanan dalam bentuk energi akustik yang kuat dan tiba-tiba
Diagnosis trauma akustik ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik (otoskop) serta pemeriksaan penunjang (audiometri).
Pencegahan terhadap trauma akustik antara lain dengan menghindari suara
bising dan gaduh (mendengarkan musik yang terlalu keras dalam jangka
waktu yang lama), berhati-hati dalam aktivitas yang berisiko seperti
menembak, menggunakan gergaji, mengendarai sepeda motor, dan
menggunakan alat pelindung pendengaran.
DAFTAR PUSTAKA

1. Adeleke. 2009. Acoustic Trauma in Handout by Prof. Ogunsote. Penerbit: Academic Press.
Inggris. H. 1-13
2. Agung. 2006. Tuli akibat Bising dalam: Kumpulan Naskah Ilmiah PERHATI. Penerbit: USU
Respiratory. Medan. H. 1-10.
3. Arifiani, N. 2004. Pengaruh Kebisingan terhadap Dunia Kerja. Penerbit: Subdepartemen
Kedokteran Okupasi Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI. Jakarta. H. 24-28
4. Buchari. 2007. Kebisingan Industri dan Hearing Conversation Program . Penerbit: USU
Respiratory. Medan. H. 1-16
5. James F. 2009. Noise Exposure and Isssue in Hearing Conservation dalam: Jack K,
Handbook of Clinical Audiology, Edisi 6. Penerbit: Lippincott Williams &Wilkins.
Philadelphia. H.678-689.
6. Kersebaum. 1998. Acute Acoustic Trauma - It’s Features and Management . Penerbit: J R
Army Med Corps. Jerman. H. 156-158
7. Komang dkk. 2008. Efek Letusan Senjata Api Ringan terhadap Fungsi Pendengaran pada
Siswa Diktuba Polri dalam: Cermin Dunia Kedokteran. Penerbit: FK Udayana. Bali. H.1-11
8. Lubis, H. 2002. Luka Bakar dan Trauma Akustik dengan Tuli Sementara Karena
Kecelakaan Kerja. Penerbit: USU digital library. Medan. H 1-6.
9. Lutman. 2010. Discussion Paper on Hearing Loss. Penerbit: Veterans. Canada. H. 1-26
10. Prabu, Putra. 2009. Gangguan Pendengaran dan Penyebabnya. http://lingkungan
.infogue.com.gangguan pendengaran dan penyebabnya diakses pada 11 April 2012.
11. Sultan. 2000. Occupational Hearing Loss dalam: Saudi medical Journal. Penerbit: Dhahran
Health Center. Saudi Arabia. H. 523-528
12. Timothy. 2008. Hearing Loss in American Hearing Research Foundation. Penerbit: Gen
Med. Canada. H. 1-7

Anda mungkin juga menyukai