Anda di halaman 1dari 142

DISKUSI KELOMPOK 2

PEMICU 1
“NYERI PERUT,SUSAH BAB”
CHRISTIAN MARTIN TJIU RITONGA

FAA 118 032

FASILITATOR : DR.HERLINA EKA SHINTA,M.BIOMED.SP.PA


“Nyeri Perut,Susah BAB”
PEMICU 1 DK 2

Seorang perempuan berusia 35 tahun datang ke


Puskesmas Menteng dengan keluhan nyeri perut. Nyeri
perut sudah dialami oleh penderita sejak 2 bulan yang
lalu. Sifat nyeri hilang timbul, nyeri dirasakan berpindah-
pindah,penderita juga mengatakan nyeri berkurang
setelah buang air besar. Nyeri di ulu hati (+),mual
(+),muntah (+) 2x isi makanan,dengan volume 1 gelas
aqua.Perut kembung (+),demam (-),pusing (-),badan
lemas (+),nafsu makan menurun,BAK (+/normal),BAB
tidak lancar 2 bulan ini,mengedan (+),feses keras (+).
Sabtu,7 Maret 2020 DK12P1 2
Kata Sulit
PEMICU 1 DK 2

• Tidak didapatkan kata sulit


Kata Kunci
PEMICU 1 DK 2

Identitas Pasien : Perempuan berusia 35 tahun


Keluhan Utama : Nyeri perut
Onset Keluhan Utama : 2 bulan yang lalu
Sifat Keluhan Utama : Sifat nyeri hilang timbul,nyeri dirasakan
berpindah-pindah
Faktor Memperingan :nyeri berkurang setelah buang air besar
Keluhan Penyerta : Nyeri di ulu hati (+),mual (+),muntah (+) 2x isi
makanan,dengan volume 1 gelas aqua.Perut kembung (+),badan
lemas (+),nafsu makan menurun,BAB tidak lancar (onset : 2 bulan)
Keluhan Tambahan : Mengedan (+),Feses Keras (+)
Identifikasi Masalah
PEMICU 1 DK 2

Perempuan berusia 35 tahun,dengan keluhan nyeri perut


sejak 2 bulan yang lalu,sifat sakitnya hilang timbul dan
berpindah-pindah tetapi berkurang setelah BAB dan keluhan
penyerta nyeri ulu hati,mual,muntah,perut kembung,nafsu
makan menurun,BAB tidak lancar dan feses keras
Analisis Masalah
PEMICU 1 DK 2

laki-laki berusia 35
tahun

Keluhan Utama : Keluhan Penyerta :


Nyeri perut hilang timbul dan Nyeri epigastrium,nausea,vomitus,perut
berpindah -pindah kembung,badan lemas,nafsu makan
<,BAB tidak lancar,mengedan,feses keras

Pemeriksaan
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
Penunjang

Diagnosis

Diagnosis Kerja Diagnosis Banding


Hipotesis
PEMICU 1 DK 2

Berdasarkan keluhan yang dialami pasien diduga ia


menderita irritable bowel syndrome
Pertanyaan Terjaring
PEMICU 1 DK 1

1. Jelaskan Anatomi,Histologi,Fisiologi Fungsi Normal Gastrointestinal dan hepatobilier


2. Diagnosis Kerja : Irritable bowel syndrome (IBS)
a.Definisi f.Tanda dan Gejala K.Komplikasi
b.Etiologi G.Diagnosis L.Prognosis
c.Epidemiologi H.Pemeriksaan Penunjang
d.Klasifikasi I.Faktor Resiko
e.Patofisiologi J.Tatalaksana
3.Interpretasi Data Tambahan
4. Tabel Diagnosis Banding
( IBS,IBD,Kolitis Ulserativa/Penyakit Crohn,Kanker Kolorektal,Sindroma Dispepsia)
5.Apa yang menyebabkan sakit perut pasien berpindah-pindah
Anatomi
Histologi
Fisiologi
Diagnosis Banding
• 1. Inflammatory Bowel Disease
• 2. Kanker kolorektal
• 3. Divertikulitis
• 4. Obstruksi mekanik pada usus halus atau kolon
• 5. Infeksi usus
• 6. Iskemia usus
• 7. Maldigesti dan malabsorbsi
• 8. Endometriosis pada pasien yang mengalami nyeri
saat menstruasi
Inflammatory Bowel Disease

Inflamatory Bowel disease (IBD) meliputi


sekelompokdisorders saluran pencernaan yang
menjadi sebuahinflamasi, mungkin sebagai
akibat dari sebuah reaksikekebalan tubuh
sendiri terhadap jaringan usus.

Ulcerative colitis (UC) Seperti namanya, ulcerative


colitis adalah terbatas padacolon (usus besar).

 Penyakit Crohn (CD).penyakit Crohn dapat


melibatkan semua bagian darisistem gastrointestinal,
mulai dari mulut sampai kedubur, tetapi yang paling
sering terjadi pada illeum.
Inflammatory Bowel Disease

Penyebab IBD belum diketahui secara pasti. Tetapi


biasanya disebabkan antara lain:
1. Faktor imunologis
2.Faktor genetik
3.Faktor penginfeksi
4.Lingkungan
@ merokok (penyakit crohn`s)
@ diet
Inflammatory Bowel Disease
Perbedaan antara ulcerative colitis dan penyakit Crohn's
Inflammatory Bowel Disease
“Gejala”
• Kolitis ulceratif kram abdomen ringan, diare, nyeri
yang terputus-putus.
• Klasifikasi kolitis ulceratif 
Inflammatory Bowel Disease
“Gejala”
• Crohn `s disease
• Diare
• Nyeri abdomen
• Penurunan berat badan
• Malaise
• Anoreksia
• Mual muntah
• Demam subfebris
Patofisiologi
Patofisiologi
Kanker Kolorektal
Kanker kolon suatu bentuk keganasan dari masa
abnormal / neoplasma yang muncul dari jaringan
ephitel dari kolon (Haryono, 2010).
Kanker kolorektal ditunjukan pada tumor ganas
yang ditemukan di kolon dan rektum.

Adapun beberapa faktor yang menpengaruhi kejadian kanker


kolorektal menurut (Soebachman, 2011) yaitu :
1.Usia
2.Polip
3.Riwayat Kanker
4. Faktor keturunan / genetika
5. Penyakit kolitis ( radang kolon ) ulseratif yang tidak diobat
6.Kebiasaan Merokok
7.Kebiasaan Makan
8.Terlalu banyak mengonsumsi makanan yang mengandung pewarna,
apalagi jika pewarnanya adalah pewarna nonmakanan
9.Terlalu banyak mengonsumsi makanan makanan yang mengandung
bahan pengawet
10.Kurangnya aktivitas fisik, Orang yang beraktivitas lebih banyak
memiliki risiko lebih rendah untuk terkena kanker kolon
Kanker Kolorektal
• Menurut Diyono (2013), tingakatan kanker
kolorektal dari duke sebagai berikut : 1.Stadium
1 : terbatas hanya pada mukosa kolon (dinding
rektum dan kolon).
• 2.Stadium 2 : menembus dinding otot, belum
metastase.
• 3.Stadium 3 : melibatkan kelenjar limfe.
4.Stadium 4 : metastase ke kelenjar limfe yang
berjauhan dan ke organ lain.
Kanker Kolorektal
• Menurut Japaries (2013) Kanker usus besar dibagi menajadi dua
stadium yaitu :
• 1.Stadium dini
• a.Tanda iritasi usus dan perubahan kebiasaan defekasi
• b.Hematokezia
• c.Ileus
• d.Anemia
• E.Massa Abdominal
• 2.Stadium lanjut
• Selain gejala lokal tersebut diatas, dokter harus memperhatikan
tumo adalah penyakit sistemik, pada fase akhir progresi kanker
usus besar timbul gejala stadium lanjut yang sesuai.
Divertikulus
• Deverticular disease merupakan penyakit
karena adanya peradangan yang terjadi pada
divertikula yang disebabkan oleh kontraksi
otot kolon (Painter, 2013).Divertikular disease
yaitu adanya divertikel semu multiple, tidak
bergejala pada 80% penderita.Divertikulitis
adalah radang akut dalam divertikel tanpa
atau dengan perforasi (sjamsuhidajat, 2007).
• Deverticular disease biasanya disebabkan kan
kare kurangnya supan serat pada tubuh
Penyebab timbulnya divertikula diduga karena
faktor makanan.Penelitian klinik dan
eksperimental telah melibatkan
diet.rendah.serat sebagai faktor radiologic yang
menonjol.Diet yang kurang serat sayuran diduga
merupakan predisposisi untuk timbulnya
divertikula akibat motilitas kolon terganggu
• Patologi dan Patofisiologi
• Divertikulosis menunjukkan kehadiran divertikulum didalam
kolon dan keadaan patologi terlazim dengan lesi ini adalah
diverticulitis.Merupakan suatu keadaan peradangan yang
timbul setelah obstruksi leher divertikulum oleh tinja dan
kadang.kadang barium. Proses ini menyebabkan penyempitan
kolon dan bisa berlanjut ke obstruksi lengkap yang meniru
mani#esti klinis karsinoma.Perdarahan gastrointestinal bawah
yang masif bisa mengikuti ulserasi didalam divertikulum.abses,
fistula atau perforasi sering mengkomplikasi perjalanan
diverticulitis, sering dengan perikolitis dan edema mesentrium.
(sabiston, 1994)
• Manifestasi Klinis
• Divertikulum kolon tanpa gejala,kecuali bila
dikomplikasi oleh mikroperforasi dan infeksi,
diverticulitis atau perdarahan rectum tanpa
nyeri.Diverticulitis akut mengikuti perforasi dan
fekalit yang terperangkap mengerosi mukosa serta
memungkinkan infeksi menyebar ke dinding usus
berdekatan.Manifestasi klinis diverticulitis mencakup
nyeri dan nyeri tekan abdomen, konstipasi, distensi
ringan, demam, dan lekositosis.
Malabsorption
Endometriosis
Apa itu Endometriosis ?
Etiologi
Gejala Klinik
Pain Menstruasi tidak stabil

Cramps Sakit saat berhubungan intim

Perdarahan yang banyak saat


Hormones
menstruasi

Keluhan Buang Air Besar dan


Dysmenorrhea
Buang Air Kecil
Infeksi Usus
• Gejala Infeksi Usus
• Terdapat beberapa gejala yang dirasakan oleh penderita infeksi usus, baik infeksi
tersebut terjadi di usus besar maupun kecil. Di antaranya adalah:
• Nyeri atau kram perut.
• Diare.
• Mual dan muntah.
• Berat badan menurun.
• Demam.
• Pada kondisi yang tergolong ringan, gejala-gejala yang muncul dapat mereda
dengan sendirinya dalam beberapa hari. Segera temui dokter jika:
• Gejala berlangsung lebih dari 3 atau 4 hari.
• Mengalami muntah tanpa henti.
• Tidak buang air kecil lebih dari 12 jam.
• Terdapat darah pada feses.
Infeksi Usus
• Pengertian Infeksi Usus
• Infeksi usus adalah penyakit radang usus yang
disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus,
bakteri, dan parasit. Biasanya infeksi didapat
dari memakan atau meminum makanan atau
air yang terkontaminasi.
• Terdapat tiga penyebab utama infeksi usus, yaitu:
• Virus
– Norovirus: kelompok virus ini menyebabkan penyakit gastroenteritis (radang lambung dan usus) dengan gejala utama
sakit perut, mual, muntah, dan diare. CDC (Centers for Disease Control and Prevention), lembaga pengendalian dan
pencegahan penyakit di Amerika Serikat, menyatakan bahwa seseorang  dapat terkena infeksi norovirus sekitar lima kali
dalam kehidupannya.
– Rotavirus: sering menginfeksi bayi dan anak-anak serta menyebabkan lebih dari setengah juta kematian balita per
tahunnya. Penularannya sangat mudah yaitu melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi muntahan atau tinja
penderita.
• Beberapa spesies bakteri penyebab infeksi usus adalah:
– Clostridium perfringens yang menyebabkan keracunan makanan. Gejala yang disebabkan oleh bakteri ini terjadi dengan
cepat dan akan berkurang atau hilang dalam waktu 24 jam dan biasanya tidak terdapat demam.
– Campylobacter jejuni: sering dikaitkan dengan memakan daging ayam dan susu yang terkontaminasi. Bakteri ini sering
menginfeksi anak-anak terutama usia di bawah dua tahun, lansia, dan orang dengan malnutrisi. Gejalanya adalah diare
(kadang berdarah), sakit perut, muntah, dan demam.
– Salmonella: ditularkan melalui makanan terutama daging, telur ayam, seafood (hidangan laut), dan susu. Gejala yang
disebabkan adalah diare, demam, dan sakit perut yang timbul antara 12 sampai 72 jam setelah makan makanan yang
terkontaminasi Salmonella. Penyembuhan infeksi ini biasanya membutuhkan waktu empat sampai tujuh hari.
– Shigella: paling sering didapatkan pada negara berkembang dan orang yang bepergian ke negara-negara tersebut.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini disebut disentri basiler. Gejala yang ditimbulkan adalah sakit perut, muntah,
diare berdarah dan disertai lendir.
– E. coli: merupakan penyebab terbesar traveller’s diarrhea (diare pada orang yang sedang bepergian) dan pada negara
berkembang terutama anak-anak. Penularannya melalui makanan dan air yang terkontaminasi.
• Parasit: yang paling banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi usus adalah Giardia lamblia. Parasit ini
paling sering ditemukan pada orang yang menderita diare yang lama saat bepergian. Diare dapat
berlangsung satu hingga dua minggu atau bahkan lebih, dengan gejala lain yaitu tinja yang terlihat
berminyak (karena lemak), sakit perut, mual, dan muntah.
• Selain itu, Entamoeba histolytica juga merupakan parasit yang sering menyebabkan diare. Infeksi parasit ini
disebut dengan penyakit amoebiasis.
Iskemia Usus
• Definisi
• Iskemia usus adalah berbagai kondisi yang
terjadi ketika penyumbatan di pembuluh
darah (arteri) usus membuat aliran darah yang
menuju usus jadi berkurang. Iskemia usus
dapat mengenai usus halus, usus besar
(kolon), atau keduanya.
Iskemia Usus
• Gejala dari iskemia usus akut dapat meliputi:
• Nyeri perut mendadak yang dapat berkisar dari ringan ke berat
• Dorongan mendesak untuk buang air besar
• Dorongan buang air besar yang kuat dan sering
• Sakit perut atau kembung
• Darah dalam feses
• Mual, muntah
• Demam
• Linglung pada lansia

• Gejala dari iskemia usus kronis:


• Kram perut atau rasa penuh setelah makan, biasanya dalam satu jam pertama, dan berlangsung
selama satu hingga tiga jam
• Nyeri perut yang secara bertahap semakin memburuk dalam beberapa minggu atau bulan
• Takut untuk makan karena nyeri yang terkait
• Penurunan berat badan yang tidak diinginkan
• Diare
• Mual dan muntah
• Kembung
Interpretasi Data Tambahan
Pemeriksaan Fisik
• Keadaan Umum
• KU : Tampak Sakit Sedang
• TD : 110/80 mmHg
• Nadi : 80x/menit
• pernafasan: 20x/menit
• Temperatur : 36,6 C
• Gizi : Berat badan 65 Kg,Tinggi Badan :165 cm
• IMT :BB/TB = 65/2,7225 = 23,87
Pemeriksaan Penunjang
• Darah rutin
• Hb : 12,8 gr %
• Leukosit : 7.800/mm
• Hematokrit : 39,8 %
• Trombosit : 206.000/mm
• LED : 20 mm/jam
• Difftel : eosinofil 2,basofil 0,basofil batang 0 segmen
54,limposit 37,monosit 7
• KGD ad random : 126 mg %
Anemia sering terjadi, baik anemia oleh karena penyakit
kronis (biasanya dengan mean corpuscular volume [MCV]
yang normal) ataupun anemia defisiensi besi (dengan MCV
yang rendah). Anemia dapat terjadi oleh karena kehilangan
darah yang akut maupun kronik atau karena malabsorpsi (zat
besi, folat, vitamin B12) atau karena penyakit kronis

Laju endap darah (LED) merupakan penanda terjadinya


inflamasi, dimana jika terdapat inflamasi akan terjadi
peningkatan nilai LED di atas normal. LED dapat
digunakan untuk menentukan apakah IBD aktif sedang
berlangsung atau tidak. Pasien dengan striktur
cicatrix tidak mengalami peningkatan LED.
Pemeriksaan Penunjang
• Urine lengkap
• Warna : Kuning Jernih
• Protein : -
• Reduksi : -
• Urobilin : -
• Bilirubin : -
• Urobilinogen : -
• Ph : 6
• 0BJ : 1,015
berat jenis urin normal yaitu antara 1,003-
1,030
Pemeriksaan Penunjang
• Sedimen
• Eritrosit : -
• Leukosit : 1-2/LP
• Epitel : 1-2/LP
• Kristal : -
• Silinder : -
jumlah leukosit pada nilai normal
yaitu 0-5/LPB
leukosituria

Cara pelaporan unsur sedimen menurut JCCLS pada


pemeriksaan sel darah dan epitel dilaporkan :
a)Positif satu (1+): < 4 sel/LPB
b)Positif dua (2+): 5 –9 sel/LPB
c)Positif tiga (3+): 10 –29 sel/LPB
d)Positif empat (4+): > 30sel –½ LPB
e)Positif lima (5+): >1/2LPB
Definisi
Definisi

IBS adalah kelainan fungsional usus kronis berulang dengan


nyeri atau rasa tidak nyaman abdomen yang berkaitan
dengan defekasi atau perubahan kebiasaan buang air besar
setidaknya selama 3 bulan. Rasa kembung, distensi, dan
gangguan defekasi merupakan ciri-ciri umum IBS. Untuk
membedakan IBS dari gejala gastrointestinal lain, digunakan
kriteria Roma III

Kriteria Roma III untuk


diagnosis IBS

Kriteria diagnosis terpenuhi dalam 3


bulan ter akhir dengan onset gejala
setidaknya 6 bulan sebelum diagnosis
Definisi

Irritable Bowel Syndrome adalah kelainan


kompleks dari saluran pencernaan bagian
bawah,adanya nyeri perut distensi dan gangguan
pola defekasi tanpa gangguan organik.IBS
merupakan gangguan fungsional BAB.IBS di
karakteristikan dengan gejala gejala lainnya dan
diperburuk dengan stress emosional (pilono)
Klasifikasi
Klasifikasi

Menurut kriteria Roma III dan


karakteristik feses, IBS dibagi
menjadi 3 subkelas

3. IBS dengan campuran kebiasaan


1. IBS dengan diare (IBS-D)
buang air besar atau pola siklik (IBS-M)
- Feses lembek/cair ≥25%
- Feses padat/bergumpal dan
- Lebih umum ditemui pada laki-laki
lembek/cair ≥25% waktu
- Ditemukan pada satu pertiga kasus
- Ditemukan pada satu pertiga kasus

2. IBS dengan konstipasi (IBS-C)


- Feses padat/bergumpal ≥25% dan
feses lembek/cair <25% waktu
- Lebih umum ditemui pada wanita
- Ditemukan pada satu pertiga kasus
Epidemiologi
Penelitian pada suatu populasi memperkirakan
prevalensi IBS 10-20% dan insidensi IBS berkisar 1-2%
per tahun. Dari seluruh kasus IBS, diperkirakan 10-20%
saja yang berkonsultasi pada tenaga medis. Sekitar 20-
50% rujukan ke ahli gastroenterologi mengarah pada
gejala gejala IBS

Prevalensi IBS cenderung meningkat di negara industri


dibandingkan di negara berkembang. Prevalensi di India 4,2%
sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara di Amerika
Utara yaitu 10-15%. Prevalensi IBS di Asia diperkirakan 3,5-
25%, terendah di Iran, dan tertinggi di Jepang.Penelitian
terakhir melaporkan prevalensi IBS di negara negara Asia
berkisar 4-20%, dan di komunitas India bagian utara adalah 4%.

Di Indonesia belum ada data nasional, namun untuk wilayah Jakarta, dari 304
kasus gangguan pencernaan yang tergabung dalam penelitian Asian Functional
Gastrointestinal Disorder Study (AFGID) tahun 2013, dilaporkan angka kejadian
konstipasi fungsional 5,3% dan angka kejadian IBS tipe konstipasi sebesar
10,5%.Prevalensi IBS pada wanita sekitar 1,5-2 kali prevalensi pada laki-laki. IBS
dapat terjadi pada semua kelompok umur dengan mayoritas pada usia 20-30
tahun dan cenderung menurun seiring bertambahnya usia.
Etiopatogenesis
Patofisiologi IBS belum sepenuhnya
dipahami, dapat disebabkan oleh berbagai
faktor meliputi diet, mutasi gen, faktor
psikososial (stres kronis), infeksi enterik, dan
sistem kekebalan tubuh.

akan mengaktivasi aksis hipotalamus pituitari-


Respon Stress adrenal (HPA) dan sistem autonom. Ansietas kronis
akan meningkatkan aktivitas amygdala untuk
menstimulasi aksis HPA yang menginduksi
hiperalgesia visceral.Hipersensitivitas viseral
merupakan salah satu faktor utama yang
mencetuskan gejala pada IBS dan berperan pada
patofisiologi IBS.
Beberapa penelitian
menunjukkan Karena gangguan sekresi dan ambilan kembali
ketidakseimbangan oleh SERT (serotonin reuptake transporter) pada
fungsi 5HT gangguan gastrointestinal fungsional, terutama
(hidroksi-triptamin) pada pasien IBS. Serotonin disintesis dan
disekresi oleh sel enterokromafi n sistem
gastrointestinal dan berperan pada regulasi
motilitas, sensasi, dan sekresi gastrointestinal.
Pelepasan serotonin yang berlebihan akan
diangkut oleh sistem SERT.Efek fisiologis
serotonin subtipe 5HT3 dan 5HT4 memicu
perbaikan pasien IBS-C, sedangkan 5HT3 sendiri
memiliki efek antidiare yang akan berguna pada
IBS-D
Pada sekitar 3-35%
Secara khusus ditemukan sel inflamasi mukosa
pasien gejala IBS muncul
terutama sel mast di beberapa bagian duodenum
dalam 6 sampai 12 bulan
dan kolon.Peningkatan pelepasan mediator seperti
setelah infeksi sistem
nitric oxide, interleukin, histamin, dan protease
gastrointestinal
menstimulasi sistem saraf enterik; mediator yang
dikeluarkan menyebabkan gangguan motilitas,
sekresi serta hiperalgesia sistem gastrointestinal.
Jumlah flora
Lactobacillus dan Beberapa penelitian menyebutkan adanya
Enterococci di lambung hubungan antara flora mikrobial pada sistem
hingga kolon ascenden gastrointestinal dan IBS. Perubahan kuantitas dan
tidak sebanyak di bagian kualitas bakteri dapat memberikan efek disfungsi
distal kolon yang motoriksensorik, perubahan ini dapat
mencapai 10^12 per mL dipengaruhi oleh malabsorbsi asam bilier, iritasi
mukosa, infl amasi, peningkatan fermentasi
makanan, dan produksi gas. Peningkatan jumlah
Lactobacilli coliform dan Bifi dobacteria pada
feses dilaporkan pada pasien IBS, hal ini dapat
menjadi alasan penggunaan probiotik pada
pentalaksanaan IBS
IBS lebih rentan pada kembar monozigot
daripada kembar dizigot. Adanya gangguan
regulasi akibat polimorfi sme genetic pada SERT
merupakan peran genetik yang signifikan dalam
Peran faktor genetik IBS. Beberapa penelitian menyatakan bahwa
pada prevalensi IBS di faktor genetik dapat mengendalikan produksi
tunjukkan pada faktor imunologi seperti T-Helper, IL-4, IL-6, dan
beberapa penelitian IL-10 yang meningkatkan kerentanan seseorang
Anggota keluarga pasien terhadap IBS pasca infeksi.2 Zuccheli et al
IBS juga mempunyai mengidentifi kasi hubungan antara gen yang
keluhan gastrointestinal mengkode Tumor Necrosis Factor (TNF) Super
yang mirip. Family member 15 (TNFSF15) dan fenotipe IBS
pada populasi pasien di Swedia dan Amerika
Serikat yang menunjukkan ada kaitan kuat
dengan IBS tipe konstipasi.Variasi genetik KLB
(klotho-β) berkaitan dengan IBS-D dan
percepatan transit feses di kolon.
Diagnosis
• Kriteria diagnosis IBS terbaru mengacu pada
kriteria Rome IV, dengan gejala utama rasa
nyeri abdomen dan perubahan pola defekasi.
Sebelum menegakkan diagnosis IBS perlu
disingkirkan warning sign.Kriteria Rome IV
untuk IBS ini telah divalidasi dengan
sensitivitas 62,7% dan spesifisitas 97,1%
Anamnesis

Keluhan

1 Deskripsi Nyeri
Gejala utama meliputi pola nyeri atau sensasi tidak
nyaman, yang berasal dari gangguan fungsi saluran
cerna dan perubahan pola defekasi. Nyeri berkurang
setelah defekasi atau berkaitan dengan perubahan
konsistensi feses. Nyeri tanpa kondisi tersebut harus
dipertimbangkan sebagai kondisi neoplasma, infeksi
saluran pencernaan, penyakit urogenital

2 Nyeri konstan
Nyeri konstan yang tidak membaik dengan defekasi merefl eksikan
nyeri neoplastik atau karena sindrom nyeri abdomen fungsional. Hal
ini umumnya berkaitan dengan masalah psikiatri kompleks meliputi
kemungkinan gangguan persona
3 Gangguan defekasi
Klasifikasi tipe diare atau konstipasi merupakan hal penting,
dan Bristol Stool Form merupakan cara yang mudah. Pasien
yang mengalami diare dan konstipasi masingmasing pada
periode singkat dimasukkan dalam kategori mixed. Diare
pada IBS umumnya terutama pagi hari dan setelah makan.
Volume diare yang masif, berdarah, dan nokturnal
merupakan gejala yang tidak terkait IBS, dan lebih mengarah
pada gangguan organik. Konstipasi pada IBS ditandai dengan
feses berbentuk seperti pil, dan pasien akan sulit defekasi
2. Faktor Psikologis
Setidaknya dua pertiga pasien IBS dirujuk ke ahli
gastroenterologi dengan distres psikologis, paling sering
anxietas. Stresor (anxietas) penting untuk diidentifi kasi
karena dapat mengganggu respons terapi. Gejala klinis
sering kali merupakan manifestasi somatisasi

3. Faktor Keluarga
Hal penting adalah riwayat keluarga dengan penyakit Infl
ammatory Bowel Disease atau keganasan kolorektal,
terutama pada usia kurang dari 50 tahun. Investigasi
lebih lanjut untuk menyingkirkan penyebab organik

4. Faktor Diet
Pasien IBS dapat mencoba berbagai bentuk manipulasi
diet yang mungkin menyebab kan kecukupan gizinya
tidak adekuat. Beberapa penelitian menunjukkan
gangguan makan sering dijumpai pada penderita IBS dan
kondisi ini dapat memperburuk keadaan pasien
5. Faktor Presipitasi dan Eksaserbasi Faktor menstruasi
atau obat seperti antibotik, anti infl amasi non-steroid,
atau statin dapat memicu eksaserbasi. Episode
eksaserbasi juga dipicu oleh stres. Merokok dan alkohol
tidak mempengaruhi IBS.

6. Tanda Bahaya Perdarahan rektal, anemia, penurunan


berat badan, gejala nokturnal, riwayat keluarga dengan
keganasan kolorektal, abnormalitas pemeriksaan fi sik,
penggunaan antibiotik, onset usia >50 tahun, nyeri
abdomen bawah dengan demam, massa abdomen,
asites, membutuhkan evaluasi lebih lanjut sebelum
didiagnosis IBS karena kemungkinan penyakit infl amasi
dan neoplastik. Perdarahan rektum dan massa
abdomen memiliki spesifi sitas 95% kecurigaan kanker
kolon.
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik tidak banyak menunjukkan abnormalitas.


Pemeriksaan tanda penyakit sistemik harus diikuti dengan
pemeriksaan abdomen. Pasien diminta menunjukkan area nyeri
pada abdomen. Nyeri difus akan ditunjukkan dengan tangan yang
melebar, sedangkan nyeri terlokalisir akan ditunjuk dengan jari.
Nyeri viseral jarang terlokalisir, jika terlokalisir merupakan nyeri
atipikal dan harus dipertimbangkan penyakit selain IBS. Nyeri
dinding abdomen bisa berasal dari hernia, cedera otot, atau
penjepitan saraf dapat diidentifi kasi dengan tes Carnett. Tes ini
dilakukan dengan menginstruksikan pasien memfl eksikan siku
dan meletakkan di atas dinding dada (posisi sit-up) dan
mengangkat kepala. Apabila nyeri perut berkurang maka hasil tes
Carnett negatif, hal ini mengindikasikan nyeri intraabdominal.
Apabila nyeri perut bertambah maka hasil tes Carnett positif, hal
ini mengindikasikan nyeri berasal dari dinding abdomen, dan
sebagian besar didasari oleh nyeri psikogenik. Pemeriksaan regio
perianal dan rectum dilakukan apabila diare, perdarahan rektal,
atau gangguan defekasi.
Pemeriksaan Penunjang

IBS merupakan kelainan dengan patofi siologi heterogen, sampai


saat ini belum didapatkan biomarker yang spesifik. Pemeriksaan
darah lengkap (DL) dan pemeriksaan darah samar feses dianjurkan
untuk tujuan skrining. Pemeriksaan tambahan laju endap darah
(LED), serum elektrolit dan pemeriksaan feses untuk deteksi parasit
dapat dilakukan berdasarkan gejala, area geografis, dan temuan
klinis yang relevan seperti pada IBS tipe predominan diare.
Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk mengeksklusi kelainan
organik seperti keganasan kolorektal, dan diare infeksius. Beberapa
ahli merekomendasikan tes pernafasan dan fungsi tiroid untuk
mendeteksi malabsorpsi laktosa dan disfungsi tiroid
Terapi Non Farmakologi
• Modifikasi gaya hidup dianggap dapat
memperbaiki gejala IBS, termasuk olahraga,
pengelolaan stres, dan perbaikan kualitas
tidur.Suplementasi serat pangan masih menjadi
dasar terapi IBS, meskipun dianggap tidak
memberikan dampak besar. Serat yang dianggap
bermanfaat untuk gejala IBS adalah serat larut
air (sekam psyllium), sedangkan serat tidak larut
air malah dapat memperberat distensi abdomen.
• Serat Larut Air : Oats,biji-bijian,Alpukat,Ubi
Jalar
• Serat Tidak Larut Air :Tepung gandum,Kacang-
kacangan,kentang,kacang hijau,dan bunga kol
Terapi Farmakologi
Terapi Farmakologis IBS-c

Linaclotide
Linaclotide merupakan agonis guanylate cyclase C yang meningkatkan
produksi cyclic guanosine monophosphate. Cyclic guanosine
monophosphate ini kemudian meningkatkan sekresi klorida usus melalui
regulator konduktansi transmembran fibrosis kistik yang mengurangi
tercetusnya serabut nyeri aferen viseral. Dalam studi meta-analisis 3
penelitian acak terkendali pada pasien IBS-C didapatkan hasil linaclotide
memperbaiki gejala secara bermakna dibandingkan plasebo. Perbaikan
maksimal frekuensi BAB terjadi pada minggu pertama terapi, sedangkan
nyeri perut dan rasa kembung membutuhkan 8 hingga 12 minggu. Efek
samping utama linaclotide adalah diare pada sekitar 20% pasien. Untuk
mengurangi kemungkinan diare, linaclotide disarankan untuk dikonsumsi
30-60 menit sebelum sarapan. Linaclotide sudah disetujui oleh FDA sebagai
terapi IBS-C dengan dosis 290 μg sekali sehari
Polyethylene Glycol (PEg)
Laksatif osmotik seperti polyethylene glycol (PEG) sering digunakan sebagai
terapi lini pertama pasien IBS-C. PEG memang memperbaiki keluhan
berkaitan dengan konstipasi dengan meningkatnya frekuensi BAB dan
perbaikan konsistensi feses, namun tidak didapatkan perbedaan bermakna
untuk keluhan nyeri abdomen dan rasa kembung dibandingkan plasebo.
Dengan demikian, PEG dapat diberikan pada pasien dengan keluhan spesifik
konstipasi, namun kurang efektif untuk memperbaiki gejala IBS secara
keseluruhan. Dosis awal 17 gram per hari dengan peningkatan dosis
berdasarkan respons klinis
Lubiprostone
Lubiprostone merupakan aktivator kanal klorida yang meningkatkan sekresi
cairan usus yang kaya klorida. Pada dua penelitian besar yang melibatkan
1171 pasien, penggunaan lubiprostone menunjukkan perbaikan gejala
secara bermakna dibandingkan dengan plasebo.19 Dosis untuk IBS adalah 8
ug dua kali sehari dan pada konstipasi 24 ug. Tidak ada efek samping berat
dalam pemakaian jangka pendek, dengan efek samping utama mual.
Keamanan pemakaian jangka panjang masih perlu diteliti lebih lanjut. Saat
ini lubiprostone dianggap paling baik untuk pasien wanita IBS dan konstipasi
berat yang tidak membaik dengan terapi lain
Terapi Tambahan Lain

Antispasmodik
meliputi obat dengan sifat antikolinergik dan penghambat kanal kalsium
yang dapat memperbaiki gejala IBS dengan merelaksasi otot polos usus.
Beberapa antispasmodik seperti hyoscine, cimetropium, pinaverium,
otilinium, drotaverine, dan dicyclomine, disarankan oleh American College
of Gastroenterology untuk meringankan gejala IBS.Efek samping yang paling
umum ditemui adalah mulut terasa kering, pusing, dan pandangan kabur.
Minyak peppermint memiliki sifat menghambat kanal kalsium, sehingga
dikategorikan juga sebagai antispasmodik. Beberapa penelitian
menunjukkan minyak peppermint bermanfaat bagi beberapa pasien IBS
Probiotik
Probiotik merupakan pilihan terapi potensial. Probiotik bekerja
memodifikasi mikrobiom usus yang dapat memperbaiki imunitas mukosa
dan mengembalikan fungsi sawar usus.Pada studi meta-analisis terhadap 15
uji acak terkendali dengan total 1793 pasien, pemakaian probiotik
menurunkan rasa nyeri dan keparahan gejala IBS dibandingkan plasebo.
Probiotik menstabilkan disregulasi imun pada IBS, meningkatkan integritas
seluler untuk mempertahankan kolon. Probiotik juga memodifikasi
mikrobiota usus, mengubah pola fermentasi, dan menurunkan jumlah
flatus.
Gizi
Patofisiologi
Faktor-faktor patofisiologi dan
perkembangan Irritable Bowel
Syndrome
Ketidakseimbangan
Perubahan motilitas usus
neurotransmitter

Hipersensitivitas visceral Infeksi dan inflamasi

Faktor psikososial Faktor genetik


Manifestasi Klinis
Gejala klinik dari IBS biasanya bervariasi diantaranya nyeri
perut, kembung dan rasa tidak nyaman di perut. Gejala
lain yang menyertai biasanya perubahan defekasi dapat
berupa diare, konstipasi atau diare yang diikuti dengan
konstipasi. Diare terjadi dengan karakteristik feses yang
lunak dengan volume yang bervariasi. Konstipasi dapat
terjadi beberapa hari sampai bulan dengan diselingi diare
atau defekasi yang normal.

Selain itu pasien juga sering mengeluh perutnya terasa


kembung dengan produksi gas yang berlebihan dan melar,
feses disertai mucus, keinginan defekasi yang tidak bisa
ditahan dan perasaan defekasi tidak sempurna.Gejalanya
hilang setelah beberapa bulan dan kemudian kambuh
kembali pada beberapa orang, sementara pada yang lain
mengalami pemburukkan gejala.

Pada sekitar 3-35% pasieng ejala IBS muncul dalam 6 sampai 12 bulan setelah
infeksi sistem gastrointestinal. Secara khusus ditemukan sel inflamasi mukosa
terutama sel mast di beberapa bagian duodenum dan kolon.
Pencegahan
Hindari stress
Konsumsi makanan yang banyak
mengandung serat

Hindari makanan pemicu


(makanan pedas)
Kurangi intake lemak

Kurangi intake short chain


carbohidrat Kurangi konsumsi alkohol, kafein,
dan pemanis buatan

Menjaga kebersihan makanan


Prognosis
Penyakit IBS tidak akan meningkatkan
mortalitas, gejala-gejala pasien IBS
biasanya akan membaik dan hilang
setelah 12 bulan pada 50% kasus dan
hanya < 5% yang akan memburuk dan
sisanya dengan gejala yang
menetap.Tidak ada perkembangan
menjadi keganasan dan penyakit
inflamasi
Meskipun sindrom iritasi usus dapat menimbulkan ketidaknyamanan fisik
dan tekanan emosional, kebanyakan orang dengan sindrom iritasi usus
tidak mengembangkan kondisi kesehatan jangka panjang yang serius.
Selain itu, sebagian besar orang dengan sindrom iritasi usus belajar
mengendalikan gejala mereka.

Penting untuk bekerja sama dengan dokter untuk memantau gejala dari
waktu ke waktu. Jika gejala berubah seiring waktu, pengujian lebih lanjut
mungkin disarankan. Seiring waktu, kurang dari 5% orang yang
didiagnosis dengan sindrom iritasi usus akan didiagnosis dengan kondisi
gastrointestinal yang lain.
Faktor Resiko
 
• Faktor Risiko Irritable Bowel Syndrome
• Banyak orang kadang merasa memiliki gejala dan tanda
dari sindrom iritasi usus. Beberapa faktor berikut dapat
meningkatkan risiko dari sindrom iritasi usus, yaitu:
– Usia muda, sindrom iritasi usus lebih banyak mengenai pada
usia di bawah 50 tahun.
– Perempuan lebih banyak mengalami sindrom iritasi usus. Terapi
estrogen sebelum dan setelah menopause dapat meningkatkan
risiko sindrom iritasi usus.
– Riwayat keluarga dengan sindrom iritasi usus, keluarga dengan
riwayat sindrom iritasi usus dapat menurunkan gen yang
memiliki sifat yang sama untuk meningkatkan risiko pada
generasi berikutnya.
– Riwayat gangguan jiwa, kecemasan, depresi, stres dan gangguan
jiwa lainnya dapat berhubungan dengan kejadian sindrom iritasi
usus.
Komplikasi
• Komplikasi Irritable Bowel Syndrome
• Diare dan sembelit kronis yang timbul akibat irritable
bowel syndrome (IBS) dapat mengarah
pada hemoroid atau penyakit wasir. Selain itu, IBS juga
dikaitkan dengan gangguan mental seperti gangguan
cemas dan depresi. Gangguan cemas dan depresi ini
bahkan dapat menyebabkan IBS makin parah. Dalam
sejumlah kasus, pasien yang mengalami IBS tingkat
sedang hingga parah memiliki kualitas hidup yang
buruk, terutama dalam produktivitas kerja.
Nyeri Abdomen Berpindah
Patogenesis Nyeri

Penerimaan nyeri; nociceptor untuk Nociceptor dapat menghasilkan


rangsangan mekanis, termis dan respons inflamasi steril neurogenik
kimia dijumpai di semua organ tubuh yang meningkatkan nociception
kecuali otak dan tulang belakang. (sensitisasi perifer)dengan
melepaskan neuropeptida
Patogenesis Nyeri

Transmisi nyeri; impuls nociceptive informasi yang datang diproses


dihantar melalui saraf perifer ke melalui neuron spesifik nyeri dan juga
kornu posterior dari korda spinalis yang nonspesifik.

Impuls asenden sampai ke otak melalui traktus


spinothalamicus dan spinoreticularis dan juga
jaras yang lain ke beberapa bagian otak yang
berbeda yang terlibat di dalam proses
nociception
Patogenesis Nyeri

Pengolahan nyeri; formasio reticularis


mengatur reaksi arousal, refleks Thalamus menyampaikan dan
otonom dan respons emosional membedakan rangsangan nociceptive
terhadap nyeri

Sistem limbik bertindak sebagai


Hipotalamus bertindak sebagai
perantara aspek berkaitan dengan
perantara respons otonom dan
motivasi dan emosional dari
neuroendokrin
rangsangan nyeri

Korteks somatosensoris secara Jaras desenden yang berasal dari


utamanya bertanggung jawab dalam area sistem saraf pusat ini juga
membedakan dan melokalisasi nyeri. memodulasi nociception.
Neurotransmitter dan neuropeptida
terlibat di dalam prosesnociception
pada tingkat yang berbeda

Anda mungkin juga menyukai