PEMICU 1
“NYERI PERUT,SUSAH BAB”
CHRISTIAN MARTIN TJIU RITONGA
laki-laki berusia 35
tahun
Pemeriksaan
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
Penunjang
Diagnosis
Di Indonesia belum ada data nasional, namun untuk wilayah Jakarta, dari 304
kasus gangguan pencernaan yang tergabung dalam penelitian Asian Functional
Gastrointestinal Disorder Study (AFGID) tahun 2013, dilaporkan angka kejadian
konstipasi fungsional 5,3% dan angka kejadian IBS tipe konstipasi sebesar
10,5%.Prevalensi IBS pada wanita sekitar 1,5-2 kali prevalensi pada laki-laki. IBS
dapat terjadi pada semua kelompok umur dengan mayoritas pada usia 20-30
tahun dan cenderung menurun seiring bertambahnya usia.
Etiopatogenesis
Patofisiologi IBS belum sepenuhnya
dipahami, dapat disebabkan oleh berbagai
faktor meliputi diet, mutasi gen, faktor
psikososial (stres kronis), infeksi enterik, dan
sistem kekebalan tubuh.
Keluhan
1 Deskripsi Nyeri
Gejala utama meliputi pola nyeri atau sensasi tidak
nyaman, yang berasal dari gangguan fungsi saluran
cerna dan perubahan pola defekasi. Nyeri berkurang
setelah defekasi atau berkaitan dengan perubahan
konsistensi feses. Nyeri tanpa kondisi tersebut harus
dipertimbangkan sebagai kondisi neoplasma, infeksi
saluran pencernaan, penyakit urogenital
2 Nyeri konstan
Nyeri konstan yang tidak membaik dengan defekasi merefl eksikan
nyeri neoplastik atau karena sindrom nyeri abdomen fungsional. Hal
ini umumnya berkaitan dengan masalah psikiatri kompleks meliputi
kemungkinan gangguan persona
3 Gangguan defekasi
Klasifikasi tipe diare atau konstipasi merupakan hal penting,
dan Bristol Stool Form merupakan cara yang mudah. Pasien
yang mengalami diare dan konstipasi masingmasing pada
periode singkat dimasukkan dalam kategori mixed. Diare
pada IBS umumnya terutama pagi hari dan setelah makan.
Volume diare yang masif, berdarah, dan nokturnal
merupakan gejala yang tidak terkait IBS, dan lebih mengarah
pada gangguan organik. Konstipasi pada IBS ditandai dengan
feses berbentuk seperti pil, dan pasien akan sulit defekasi
2. Faktor Psikologis
Setidaknya dua pertiga pasien IBS dirujuk ke ahli
gastroenterologi dengan distres psikologis, paling sering
anxietas. Stresor (anxietas) penting untuk diidentifi kasi
karena dapat mengganggu respons terapi. Gejala klinis
sering kali merupakan manifestasi somatisasi
3. Faktor Keluarga
Hal penting adalah riwayat keluarga dengan penyakit Infl
ammatory Bowel Disease atau keganasan kolorektal,
terutama pada usia kurang dari 50 tahun. Investigasi
lebih lanjut untuk menyingkirkan penyebab organik
4. Faktor Diet
Pasien IBS dapat mencoba berbagai bentuk manipulasi
diet yang mungkin menyebab kan kecukupan gizinya
tidak adekuat. Beberapa penelitian menunjukkan
gangguan makan sering dijumpai pada penderita IBS dan
kondisi ini dapat memperburuk keadaan pasien
5. Faktor Presipitasi dan Eksaserbasi Faktor menstruasi
atau obat seperti antibotik, anti infl amasi non-steroid,
atau statin dapat memicu eksaserbasi. Episode
eksaserbasi juga dipicu oleh stres. Merokok dan alkohol
tidak mempengaruhi IBS.
Linaclotide
Linaclotide merupakan agonis guanylate cyclase C yang meningkatkan
produksi cyclic guanosine monophosphate. Cyclic guanosine
monophosphate ini kemudian meningkatkan sekresi klorida usus melalui
regulator konduktansi transmembran fibrosis kistik yang mengurangi
tercetusnya serabut nyeri aferen viseral. Dalam studi meta-analisis 3
penelitian acak terkendali pada pasien IBS-C didapatkan hasil linaclotide
memperbaiki gejala secara bermakna dibandingkan plasebo. Perbaikan
maksimal frekuensi BAB terjadi pada minggu pertama terapi, sedangkan
nyeri perut dan rasa kembung membutuhkan 8 hingga 12 minggu. Efek
samping utama linaclotide adalah diare pada sekitar 20% pasien. Untuk
mengurangi kemungkinan diare, linaclotide disarankan untuk dikonsumsi
30-60 menit sebelum sarapan. Linaclotide sudah disetujui oleh FDA sebagai
terapi IBS-C dengan dosis 290 μg sekali sehari
Polyethylene Glycol (PEg)
Laksatif osmotik seperti polyethylene glycol (PEG) sering digunakan sebagai
terapi lini pertama pasien IBS-C. PEG memang memperbaiki keluhan
berkaitan dengan konstipasi dengan meningkatnya frekuensi BAB dan
perbaikan konsistensi feses, namun tidak didapatkan perbedaan bermakna
untuk keluhan nyeri abdomen dan rasa kembung dibandingkan plasebo.
Dengan demikian, PEG dapat diberikan pada pasien dengan keluhan spesifik
konstipasi, namun kurang efektif untuk memperbaiki gejala IBS secara
keseluruhan. Dosis awal 17 gram per hari dengan peningkatan dosis
berdasarkan respons klinis
Lubiprostone
Lubiprostone merupakan aktivator kanal klorida yang meningkatkan sekresi
cairan usus yang kaya klorida. Pada dua penelitian besar yang melibatkan
1171 pasien, penggunaan lubiprostone menunjukkan perbaikan gejala
secara bermakna dibandingkan dengan plasebo.19 Dosis untuk IBS adalah 8
ug dua kali sehari dan pada konstipasi 24 ug. Tidak ada efek samping berat
dalam pemakaian jangka pendek, dengan efek samping utama mual.
Keamanan pemakaian jangka panjang masih perlu diteliti lebih lanjut. Saat
ini lubiprostone dianggap paling baik untuk pasien wanita IBS dan konstipasi
berat yang tidak membaik dengan terapi lain
Terapi Tambahan Lain
Antispasmodik
meliputi obat dengan sifat antikolinergik dan penghambat kanal kalsium
yang dapat memperbaiki gejala IBS dengan merelaksasi otot polos usus.
Beberapa antispasmodik seperti hyoscine, cimetropium, pinaverium,
otilinium, drotaverine, dan dicyclomine, disarankan oleh American College
of Gastroenterology untuk meringankan gejala IBS.Efek samping yang paling
umum ditemui adalah mulut terasa kering, pusing, dan pandangan kabur.
Minyak peppermint memiliki sifat menghambat kanal kalsium, sehingga
dikategorikan juga sebagai antispasmodik. Beberapa penelitian
menunjukkan minyak peppermint bermanfaat bagi beberapa pasien IBS
Probiotik
Probiotik merupakan pilihan terapi potensial. Probiotik bekerja
memodifikasi mikrobiom usus yang dapat memperbaiki imunitas mukosa
dan mengembalikan fungsi sawar usus.Pada studi meta-analisis terhadap 15
uji acak terkendali dengan total 1793 pasien, pemakaian probiotik
menurunkan rasa nyeri dan keparahan gejala IBS dibandingkan plasebo.
Probiotik menstabilkan disregulasi imun pada IBS, meningkatkan integritas
seluler untuk mempertahankan kolon. Probiotik juga memodifikasi
mikrobiota usus, mengubah pola fermentasi, dan menurunkan jumlah
flatus.
Gizi
Patofisiologi
Faktor-faktor patofisiologi dan
perkembangan Irritable Bowel
Syndrome
Ketidakseimbangan
Perubahan motilitas usus
neurotransmitter
Pada sekitar 3-35% pasieng ejala IBS muncul dalam 6 sampai 12 bulan setelah
infeksi sistem gastrointestinal. Secara khusus ditemukan sel inflamasi mukosa
terutama sel mast di beberapa bagian duodenum dan kolon.
Pencegahan
Hindari stress
Konsumsi makanan yang banyak
mengandung serat
Penting untuk bekerja sama dengan dokter untuk memantau gejala dari
waktu ke waktu. Jika gejala berubah seiring waktu, pengujian lebih lanjut
mungkin disarankan. Seiring waktu, kurang dari 5% orang yang
didiagnosis dengan sindrom iritasi usus akan didiagnosis dengan kondisi
gastrointestinal yang lain.
Faktor Resiko
• Faktor Risiko Irritable Bowel Syndrome
• Banyak orang kadang merasa memiliki gejala dan tanda
dari sindrom iritasi usus. Beberapa faktor berikut dapat
meningkatkan risiko dari sindrom iritasi usus, yaitu:
– Usia muda, sindrom iritasi usus lebih banyak mengenai pada
usia di bawah 50 tahun.
– Perempuan lebih banyak mengalami sindrom iritasi usus. Terapi
estrogen sebelum dan setelah menopause dapat meningkatkan
risiko sindrom iritasi usus.
– Riwayat keluarga dengan sindrom iritasi usus, keluarga dengan
riwayat sindrom iritasi usus dapat menurunkan gen yang
memiliki sifat yang sama untuk meningkatkan risiko pada
generasi berikutnya.
– Riwayat gangguan jiwa, kecemasan, depresi, stres dan gangguan
jiwa lainnya dapat berhubungan dengan kejadian sindrom iritasi
usus.
Komplikasi
• Komplikasi Irritable Bowel Syndrome
• Diare dan sembelit kronis yang timbul akibat irritable
bowel syndrome (IBS) dapat mengarah
pada hemoroid atau penyakit wasir. Selain itu, IBS juga
dikaitkan dengan gangguan mental seperti gangguan
cemas dan depresi. Gangguan cemas dan depresi ini
bahkan dapat menyebabkan IBS makin parah. Dalam
sejumlah kasus, pasien yang mengalami IBS tingkat
sedang hingga parah memiliki kualitas hidup yang
buruk, terutama dalam produktivitas kerja.
Nyeri Abdomen Berpindah
Patogenesis Nyeri