Anda di halaman 1dari 14

Oleh:

Ardita (20100720012)
Evyyana Kurniyandari (20100720062)
Wahyu Prastiyani (20100720022)
Pengertian Ilmu Hadits
Ilmu pengetahuan yang
membicarakan cara-cara
persambungan hadis sampai
kepada Rasulullah SAW dari
segi ihwal para perawinya,
kedabitan, keadilan, dan dari
bersambungtidaknya sanad dan
sebagainya.
Pembagian Ilmu Hadits
Ilmu yang membahas cara kelakuaan
persambungan hadis kepada Shahibur
Ilmu Hadits Risalah, junjungan kita Muhammad SAW,
Riwayah dari sikap para perawinya, mengenai
kekuatan hafalan dan keadilan mereka, dari
segi keadaan sanad, putus dan
bersambungnya, dan yang sepertinya.

Ilmu pengetahuan yang membahas tentang


kaidah-kaidah, dasar-dasar, peraturan-
Ilmu Hadits peraturan, sehingga dapat membedakan
Dirayah antara hadis yang sahih yang disandarkan
kepada Rasulullah SAW dan hadis yang
diragukan penyandarannya kepadanya.
Cabang-Cabang Ilmu Hadits
1. Ilmu Rijalil Hadis
Ilmu yang membahas tentang para perawi hadis, baik
dari sahabat, tabi’in, maupun dari angkatan
sesudahnya.
Melalui ilmu ini kita dapat mempelajari persoalan-
persoalan di sekitar sanad –baik para perawi yang
langsung menerima hadis dari Rasulullah SAW
maupun yang menerima hadis dari sahabat dan
seterusnya- dan matan.
2. Ilmu Jarh wat Ta’dil
Ilmu yang membahas tentang keadaan para perawi,
baik yang dapat mencacatkan atau
membersihkan mereka, dengan ungkapan
tertentu dan untuk menerima atau menolak
riwayat mereka.
Ilmu ini dipergunakan untuk menetapkan apakah
riwayat dari para perawi dapat diterima atau
ditolak sama sekali. Jika seorang rawi telah di-
tajrih sebagai rawi yang cacat maka
periwayatannya ditolak dan jika seorang rawi di-
ta’dil sebagai orang yang adil maka riwayatnya
bisa diterima selama syarat yang lain telah
terpenuhi.
Kecacatan rawi dapat diketahui melalui perbuatan-
perbuatan yang dilakukannya, yaitu:
 Bid’ah, yaitu melakukan tindakan di luar ketentuan
syari’ah.
 Mukhalafah, yaitu berbeda dengan periwayatan dari
rawi yang lebih tsiqqah (kuat).
 Ghalath, yaitu melakukan banyak kekeliruan dalam
meriwayatkan hadis.
 Jahalat, yaitu identitas tidak diketahui secara jelas dan
lengkap.
 Da’wat al-Inqitha’, yaitu diduga penyandaran sanadnya
terputus.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang
yang men-jarh dan men-ta’dil perawi, adalah:
 Berilmu pengetahuan
 Takwa
 Wara’, yaitu menjauhi perbuatan maksiat, syubhat,
dosa-dosa kecil, dan makruhat
 Jujur
 Menjauhi sifat fanatik terhadap golongan
 Mengetahui ruang lingkup ilmu jarh dan ta’dil
3. Ilmu Tarikh ar-Ruwah
Ilmu ini mempelajari tentang para perawi dalam
usahanya meriwayatkan hadis. Ilmu ini
mengkhususkan pembahasannya dari aspek sejarah
orang-orang yang terlibat dalam periwayatan,
seperti kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, masa
atau waktu mereka mendengar hadis dari gurunya,
siapa orang yang meriwayatkan hadis darinya,
tempat tinggal mereka, tempat mereka mengadakan
lawatan, dan lain-lain.
4. Ilmu ‘Ilal al-Hadis
Ilmu ini membahas sebab-sebab tersembunyi yang
dapat mencacatkan kesahihan hadis. Seperti
mengatakan bersambung terhadap yang terputus
(sanadnya), menyebut hadis yang sanadnya tidak
sampai kepada Nabi SAW sebagai hadis yang sampai
kepada Nabi SAW, atau memasukkan hadis ke dalam
hadis lain.
5. Ilmu an-Nasikh wa al-Mansukh
Ilmu yang mempelajari tentang hapus-menghapus
hadis. Yang dimaksud adalah hadis yang datang
kemudian, menghapus hadis yang datang
terlebih dahulu.
Untuk mengetahui nasikh dan mansukh melalui
beberapa cara, yaitu:
 Penjelasan dari nash atau syari’ sendiri, yaitu
Rasul SAW.
 Penjelasan dari para sahabat.
 Mengetahui sejarah keluarnya hadis serta
asbabul wurud hadis.
6. Ilmu Asbab Wurud al-Hadis
Ilmu untuk menganalisa lebih dalam suatu hadis
berkaitan konteks historis, baik berupa peristiwa-
peristiwa, pernyataan-pernyataan, atau lainnya yang
terjuadi pada saat hadis itu disampaikan oleh Nabi
SAW. Ilmu ini berfungsi sebagai alat analisa untuk
menentukan umum-khususnya suatu hadis,
muthlaq atau muqayyad, nasikh atau mansukh, dan
lain sebagainya.
7. Ilmu Gharib al-Hadis
Ilmu ini mempelajari tentang tafsir lafadz-lafadz
pada matan hadis yang sulit dipahami karena
jarang digunakan.
Beberapa cara dalam menafsirkan, yaitu:
 Menghadapkan hadis yang matannya
mengandung lafadz gharib dengan hadis dari
sanad lain yang tidak mengandung lafadz
gharib pada matannya.
 Penjelasan dari sahabat –baik yang
meriwayatkan langsung maupun yang tidak-
yang paham makna lafadz gharib yang
dimaksud.
 Penjelasan rawi selain sahabat.
8. Ilmu at-Tashhif wat Tahrif
Ilmu pengetahuan ini berusaha menerangkan tentang
hadis-hadis yang sudah diubah titik atau syakalnya
(mushahhaf) dan bentuknya (muharraf). Suatu
contoh, dalam suatu riwayat disebutkan bahwa
salah seorang yang meriwayatkan hadis dari Nabi
SAW dari Bani Sulaiman, adalah ‘Utbah ibn Al-Bazr,
padahal yang sebenarnya adalah ‘Utbah bin Al-
Nazhr. Dalam hadis ini terjadi perubahan sebutan
Al-Nazhr menjadi Al-Bazr.
9. Ilmu Mukhtalif al-Hadis
Ilmu ini mempertemukan hadis-hadis yang
menurut lahirnya saling bertentangan maknanya,
untuk kemudian pertentangan tersebut
dihilangkan karena adanya kemungkinan dapat
dikompromikan.
Adapun cara mengkompromikan hadis-hadis
tersebut adalah:
 Dengan men-taqyid kemutlakan hadis.
 Dengan men-takhshish keumumannya.
 Dengan memilih sanad yang lebih kuat atau
yang lebih banyak datangnya.
 Dengan membawanya kepada beberapa
kejadian yang relevan dengan hadis tersebut.

Anda mungkin juga menyukai